7 Rekomendasi Drama Korea dan Serial TV Soal Perempuan Pemimpin

Daenerys Targaryen (Emilia Clarke) adalah salah satu tokoh perempuan pemimpin dalam budaya populer yang paling digemari untuk kategori serial televisi. Ibu para naga dari serial Game of Thrones ini dikagumi sebagai pemimpin yang pro-rakyat kecil yang berjanji untuk memusnahkan dinamika penindasan dari masyarakat berprivilese kepada yang lemah. Meskipun begitu, beberapa episode terakhir dari serial tersebut mengundang banyak kekecewaan dari penonton akibat pilihan yang dibuat karakter Clarke, yaitu memusnahkan Kings Landing.

Mengutip The Washington Post dalam “Game of Thrones, Daenerys Targaryen Faces a Sexist Double Bind  Like So Many Female Leaders”, sebelum mengambil keputusan itu, Targaryen mengalami double bind, istilah untuk menjelaskan peristiwa cibiran yang diterima perempuan saat mengadopsi “karakteristik tradisional seorang pemimpin” karena bias gender.

Jika perempuan pemimpin menunjukkan sisi “maskulin” dalam kepemimpinan akan diberi cap agresif dan terlalu ambisius. Sedangkan jika mengambil jalan “lebih lembut” akan dinilai tidak efektif untuk posisi tersebut.

Mengutip Christina Fattore, akademisi dari West Virginia University Eberly College of Arts and Sciences, dalam Gender Affects Leadership Style on Game of Thrones, Especially Daenerys Targaryen’s, Says Political Scientist: “Daenerys tidak menjadi seorang anti-feminis ketika menggunakan berbagai cara untuk merebut ‘The Iron Throne’. Melainkan, ia sama saja seperti pemimpin lainnya dengan berbagai strategi untuk meraih kesuksesan”.

Selain Targaryen, dari serial televisi Barat hingga drama Korea (drakor), banyak sosok perempuan dengan pengalaman berbeda saat menjadi pemimpin. Berikut tujuh rekomendasi drakor dan serial televisi dengan karakter perempuan pemimpin.

Baca juga: Perempuan Banyak Hadapi Sandungan dalam Dunia Sains di Indonesia

1. Brooklyn Nine-nine (2013 – )

Brooklyn Nine-nine

Amy Santiago (Melissa Fumero) adalah seorang detektif yang teliti, teratur, dan cerdas dalam menyelesaikan kasus. Sejak awal Santiago selalu menginginkan pengakuan dari kaptennya, Raymond Holt (Andre Braugher) dan ingin menjadi sersan untuk memimpin tim kepolisiannya sendiri. Dengan dukungan orang terdekat dan rekan kerjanya, Santiago berhasil menjadi sersan. Namun, ia menghadapi tantangan baru dan harus memikirkan cara menjadi pemimpin baik dan bekerja dengan orang-orang baru.

2. Empire (2015-2020)

Serial TV pemimpin perempuan  Empire (2015-2020)

Drama televisi ini mengisahkan tentang keluarga pemilik perusahaan musik Empire Entertainment. Pemeran utama memang CEO perusahaan, Lucious Lyon (Terrence Howard), tapi Cookie Lyon (Taraji P. Henson), mantan istri Lyon, merebut perhatian karena sosoknya yang tangguh danblak-blakan. Serial ini melibatkan plot tentang skandal narkoba yang membuat karakter Henson dipenjara. Setelah bebas, Cookie mencoba kembali menyatukan keluarganya dan mendirikan perusahaan rekamannya sendiri, Lyon Dynasty. Namun, pada akhirnya dia kembali ke perusahaan Empire sebagai CEO.

Baca juga: Drakor ‘Start-Up’ Beri Pelajaran Soal Pemimpin Perempuan

3. Serial TV Tentang Perempuan Pemimpin: The Crown (2016 – )

Serial TV tentang perempuan pemimpin ini yang diadaptasi dari kehidupan Ratu Elizabeth II serta peristiwa historis kerajaan Inggris menampilkan bagaimana sang Ratu menjadi perwajahan negara. Dua musim pertama, Ratu Elizabeth diperankan oleh Claire Foy, sementara musim ketiga dan keempat diperankan Olivia Colman. Serial menceritakan mulai dari Elizabeth naik tahta menjadi Ratu Kerajaan Inggris pada 1952 hingga isu personal, seperti pernikahan Pangeran Charles (Josh O’Connor) dengan Lady Diana Spencer (Emma Corin). The Crown juga menampilkan tokoh perempuan pemimpin Inggris lainnya, Margaret Thatcher yang diperankan Gillian Anderson.

4. Hotel del Luna (2019)

Aktris dan penyanyi IU memerankan Jang Man-Wol, pemilik Hotel del Luna, penginapan untuk para arwah yang masih memiliki urusan di bumi. Jang Man-Wol bukan arwah maupun manusia, ia menjadi pemilik hotel karena jiwanya harus membayar dosa-dosa besar yang pernah dilakukannya. Tokoh yang diperankan IU matre, cuek, dan penuh prasangka terhadap orang atau situasi tertentu. Namun, perlahan-lahan ia mulai berubah, meskipun tidak drastis, dengan bantuan manajer hotel, Koo Chan-Sung, seorang manusia. Drama ini mengisahkan petualangan mereka dalam membantu arwah menyelesaikan urusan duniawi agar bisa pergi ke akhirat dengan tenang.

5. Drakor Tentang Pemimpin Perempuan: Search WWW (2019)

Drama Korea Search WWW menampilkan tiga tokoh perempuan kuat, Bae Ta-mi, Cha Hyeon, dan Song Ga-kyeong, yang bekerja di perusahaan web portal terkemuka. Karakter utama Bae Ta-mi, pemimpin perusahaan Unicorn menarik perhatian banyak orang karena  perilakunya yang kompetitif dan ambisius. Namun, akibat perselisihan di kantornya, Bae Ta-Mi pindah ke perusahaan saingan, Barro. Drama ini tentu saja memiliki bumbu-bumbu romantis antara Bae Ta-Mi dan Park Mo-Gun, seorang komposer musik.

Baca juga: Perempuan Pemimpin dalam Film: Kurang Representasi, Diseksualisasi

6. Rekomendasi Serial TV Soal Perempuan Pemimpin: Crash Landing on You (2019-2020)

Rekomendasi Serial TV Soal Perempuan Pemimpin: Crash Landing on You

Crash Landing on You ini sangat hit sejak akhir 2019 hingga memasuki 2020. Drama Korea ini adalah tentang kisah romantis pengusaha muda Yoon Se-ri dan kapten tentara Korea Utara Ri Jeong-Hyeok, yang bertemu saat Yoon Se-ri tanpa sengaja terdampar di Korut. Selain tentang mereka berdua, drama ini juga bercerita tentang upaya yang dilakukan Yoon Se-ri pulang ke rumahnya dan pergulatan mengambil kembali posisinya sebagai pemilik perusahaannya, Se-ri’s Choice.

7. Drakor dengan Tema Perempuan Pemimpin: Start-Up (2020)

Start-Up terkenal dengan perang cinta segitiga antara Seo Dal-mi (Bae Suzy), Han Ji-pyeong (Kim Seon-ho), dan Nam Do-san (Nam Joo-hyuk). Namun, perjalanan Seo Dal-mi sebagai perempuan muda ambisius yang bermimpi untuk membangun perusahaannya sendiri menjadi plot cerita yang tidak kalah saing. Seo Dal-mi juga digambarkan sebagai pemimpin yang mendahulukan kepentingan tim dan tidak takut kritik. Berkat kerja keras, fokus, dan berpendirian teguh untuk mencapai keinginannya, ia mampu menjadi CEO Samsan Tech dan Cheonmyeong Company. 

Read More
anak perempuan pemimpin

4 Cara Mendidik Anak Perempuan Sejak Dini Untuk Jadi Pemimpin

Sedari kecil, anak-anak perempuan Indonesia kerap dididik untuk menjadi seseorang yang nantinya akan menjadi pendamping laki-laki yang akan jadi pemimpin keluarganya sehingga mereka diajarkan untuk patuh dan kerap kali dibungkam suaranya. Dampak dari pola pendidikan kepada anak perempuan seperti ini menjadikan mereka sebagai sosok yang pasif atau pengikut alih-alih sebagai seorang pemimpin. Hal ini sangat berdampak pada keberhasilan pembangunan sumber daya manusia berkelanjutan di Indonesia.

Berdasarkan Indeks Kesetaraan Gender yang dirilis Badan Program Pembangunan PBB (UNDP) pada 2019, dinyatakan bahwa Indonesia berada pada peringkat 103 dari 162 negara, terendah ketiga se-ASEAN. Lebih lanjut, di dalam laporan Organisasi Buruh Internasional (ILO) dan UN Women per September 2020, dinyatakan bahwa perempuan Indonesia bahkan memiliki pendapatan 23 persen lebih rendah dibandingkan laki-laki dan perempuan hanya menempati seperempat dari pekerjaan manajerial dan penyelia yang bergaji tinggi.

Untuk memperbaiki situasi tersebut, diperlukan adanya perubahan mulai dari level terkecil masyarakat, yakni keluarga.  Para orang tua memiliki andil besar untuk mengajarkan anak-anak perempuannya untuk berani bermimpi akan menjadikan mereka sadar bahwa mereka berhak memilih jalan hidupnya sendiri. Mereka pun perlu diyakinkan bahwa kesempatan untuk meraih beragam hal dapat terbuka sebagaimana hal ini dirasakan oleh anak-anak laki-laki.  

Bagaimana cara orang tua dapat mendidik anak perempuan untuk jadi pemimpin di kemudian hari

1. Bebaskan anak memilih mainannya

Hal pertama dan krusial yang dapat kita lakukan adalah menerapkan permainan bebas gender. Seperti dikatakan oleh feminis kelahiran Inggris, Ann Oakley, perempuan telah dibentuk sesuai dengan peran gendernya mulai dari pemberian mainan kepada mereka sejak kecil. Mereka diberikan boneka atau mainan masak-masakan dan dilarang memainkan mainan khusus laki-laki seperti mobil.

Dari sinilah sebenarnya anak perempuan sudah mulai menginternalisasi peran gender tradisional sesuai ekspektasi masyarakat. Maka dari itu, para orang tua dan orang dewasa perlu membebaskan anak dalam memilih mainan mereka sejak kecil. Ini bertujuan supaya mereka tidak terpaku pada pembagian peran gender kaku yang kelak menghambat mereka bercita-cita dan meraih kesempatan seperti yang dimiliki laki-laki.

2. Ceritakan tentang sosok-sosok perempuan pemimpin

Selain membebaskan mereka dalam memilih mainan sendiri, hal selanjutnya yang dapat kita lakukan adalah dengan mulai memperkenalkan anak perempuan pada sosok-sosok perempuan pemimpin. Orang tua bisa menceritakan tentang tokoh-tokoh perempuan pemimpin yang berada dalam lingkungan keluarga, pesohor lokal maupun internasional, atau perempuan pahlawan.

Dibanding menceritakan tentang sosok-sosok putri dalam banyak dongeng yang menunggu laki-laki penyelamat hadir dalam hidupnya, anak perempuan dapat menyerap lebih banyak nilai positif yang mendorong kepemimpinan mereka kelak dari cerita tentang teladan tokoh perempuan tadi.

Baca juga: 11 Perempuan Berpengaruh dalam Bidang Sains di Dunia

Selain itu, dengan memperkenalkan mereka pada tokoh perempuan pemimpin, kita dapat membuka ruang diskusi yang lebih luas dengan anak perempuan mengenai kepempimpinan itu sendiri. Dari sinilah kita dan anak akan mengeksplorasi lebih jauh definisi dari kepemimpinan perempuan.

Dengan demikian, kepemimpinan tidak lagi dilihat sebagai sebuah peran gender tertentu saja. Hal itu bisa dipandang sebagai suatu sikap yang kita ambil untuk menemukan jalan keluar atas suatu masalah dan menemukan kekuatan kita sendiri.

Kepemimpinan perempuan pun tidak hanya terbatas mengenai bagaimana perempuan menjadi seorang pemimpin.  Tetapi, hal ini juga tentang bagaimana seorang perempuan memanfaatkan nilai-nilai feminin–yang sering kali dipandang sebagai kelemahan oleh banyak orang–yang dimilikinya sebagai suatu kekuatan. Misalnya, terkait nilai empati yang bisa membuahkan hasil positif ketika seseorang bekerja sama dengan orang lain atau saat hendak mengakomodasi kebutuhan sesama gendernya atau orang-orang termarginalkan.

3. Ajari mereka untuk berani bersuara

Setelah mengajarkan anak perempuan tentang tokoh-tokoh perempuan pemimpin dan berdiskusi bersama mereka tentang kepemimpinan perempuan, hal yang kemudian yang dapat kita lakukan adalah mengajarkan mereka untuk berani bersuara.

Keberanian bersuara merupakan kemampuan pemimpin yang krusial. Hal ini dikarenakan kemampuan komunikasi yang baik akan menciptakan sosok pemimpin yang mampu mengubah dan mendorong perubahan di dalam hidupnya sendiri dan juga orang lain. Bagi anak perempuan, keberanian bersuara atau mengungkapkan pendapat penting diajarkan sejak kecil karena di banyak lingkungan kerja, suara perempuan masih sering disepelekan atau bahkan diinterupsi oleh bos atau rekan laki-laki hanya karena gender mereka. Padahal, gagasan mereka tidak kalah baik dibanding lawan jenisnya.

Jadi, ajari anak perempuan untuk berani dalam menyuarakan pendapatnya, apa pun itu. Apakah pendapat mereka bisa diterima atau tidak itu adalah urusan lain, namun yang terpenting adalah memberikan kesempatan bersuara agar mereka percaya diri untuk melakukan hal serupa di masyarakat nantinya. Berikan anak perempuan pengertian bahwa selama kita tidak berani bersuara atas diri kita sendiri, maka perubahan tidak akan pernah dapat dicapai, termasuk perubahan atas situasi tidak adil yang sering menimpa perempuan.

4. Dorong anak perempuan berpikir logis dan kritis

Membiasakan anak perempuan untuk berani bersuara adalah satu hal, tetapi yang tidak boleh dilepaskan dari pendidikan tersebut adalah melatih mereka untuk berpikir logis dan kritis dengan cara mendorong rasa ingin tahu mereka.

Melatih anak untuk berpikir logis dan kritis memang bukan hal mudah, apalagi dengan adanya budaya patriarkal di Indonesia yang mengajarkan anak perempuan untuk patuh dan menelan mentah-mentah ajaran orang dewasa, terutama laki-laki. Akan tetapi, hal ini tetap dapat diupayakan dengan cara mencoba menjawab setiap pertanyaan yang muncul dari rasa penasaran mereka. Bila kita tidak mampu menjawabnya, kita bisa mengajaknya bersama mencari informasi dari berbagai sumber seperti buku, internet, atau pendapat pakar dan orang berpengalaman.

Baca juga: Guru Perlu Hapus Stereotip Gender untuk Dorong Kepemimpinan Perempuan

Menjaga api keingintahuan anak penting karena hal tersebut akan menjadi motor penggerak mereka dalam mempelajari banyak hal baru. Mereka pun akhirnya akan terbuka untuk ide-ide dan cara-cara baru dalam melakukan sesuatu. Tidak hanya itu, dengan mendorong rasa ingin tahu mereka, anak-anak perempuan nantinya akan terbiasa untuk berpikir logis dan kritis menyangkut suatu kejadian atau situasi yang mereka alami sehingga mereka tidak akan serta merta membeo saja pada pernyataan mayoritas orang. Hal inilah yang nantinya dapat mendorong anak perempuan jadi pemimpin yang cekatan dan dapat mengambil keputusan atau solusi yang tepat karena logika berpikir mereka sudah terbentuk dengan baik.

Jasmine Floretta V.D adalah seorang BTS ARMY dan pencinta kucing garis keras. Sedang menjalani studi S2 di Kajian Gender UI  dan memiliki minat mendalam pada kajian tentang penggemar dan isu terkait peran ibu.

Read More
Ilmuwan Perempuan Pengembang Vaksin Covid-19

Kizzmekia Corbett Ilmuwan Perempuan Kulit Hitam di Garis Depan Pengembangan Vaksin Covid-19

Satu tahun sudah  dunia menghadapi krisis kesehatan global yaitu pandemi COVID-19, sebuah virus yang menyerang sistem saluran pernapasan seperti flu, dengan beberapa gejala seperti batuk, demam, dan pneumonia, sampai kematian. Hingga saat ini, jumlah kasus COVID-19 di seluruh dunia mencapai 103.948.221 jiwa, dengan angka kematian mencapai 2.248.090 jiwa. 

Untuk mencegah penyebaran, beberapa negara melakukan tindakan sigap dengan melakukan lockdown. Beberapa negara seperti Selandia Baru dan Taiwan berhasil mengendalikan laju virus ini, sedangkan Indonesia termasuk negara-negara yang masih kesulitan dalam menjalankan penanganan kasus COVID-19.

Baca Juga: 11 Perempuan Berpengaruh dalam Bidang Sains di Dunia

Di awal tahun 2020, distribusi vaksin Covid-19 mulai berjalan. Berbagai negara bekerja sama dengan para ilmuwan untuk menciptakan vaksin secepatnya, beberapa di antaranya adalah vaksin Sinovac, Pfizer BioNtech, Moderna, dan Oxford Astrazeneca. Di balik pengembangan vaksin-vaksin ini ada tangan-tangan para ilmuwan yang bekerja keras agar virus ini dapat efektif menjadi penangkal virus Covid-19. 

Salah satu ilmuwan yang namanya menjadi perhatian adalah Dr. Kizzmeka Corbett, perempuan ahli imunologi asal Amerika yang turut mengembangkan vaksin Moderna. 

Salah Satu Ilmuwan Kunci dalam Pengembangan Vaksin Moderna

Kizzy, begitu ia dipanggil, merupakan ilmuwan perempuan pengembang vaksin yang bekerja di Vaccine Research Center (VRC) di National Institute of Allergy and Infectious Diseases National Institutes of Health (NIAID NIH) di Bethesda, Maryland. Ia diangkat ke bagian VRC pada tahun 2014, dan saat ini ia mengepalai tim VRC’s Coronavirus yang bekerja mengembangkan vaksin virus corona baru.

Pada Desember 2020, Direktur NIAID NIH, Anthony Fauci mengatakan, “Kizzy merupakan ilmuwan Afrika-Amerika yang berada tepat di garis depan pengembangan vaksin Covid-19.”  

Baca Juga: Profesor Adi Utarini Ilmuwan Perintis Pembasmian Demam Berdarah Dengue

Corbett lahir di Hurdle Mills, North Carolina pada 26 Januari 1986. Dalam wawancara bersama The Washington Post, guru kelas 4-nya, Myrtis Bradsher, mengatakan ia telah mengamati kecerdasan luar biasa dari Corbett dan meminta orang tuanya untuk menempatkannya di kelas yang lebih tinggi. 

Corbett lulus dari Universiy of Maryland Baltimore dan mendapatkan gelar sarjana dalam ilmu biologi dan sosiologi. Pada tahun 2014, ia mendapatkan gelar doktor dalam ilmu mikrobiologi dan imunologi dari University of North Carolina di Chapel Hill.  

Awal Karir Kizzmeka Corbett Sebagai Perempuan Ilmuwan Pengembang Vaksin COVID-19

Sejak ia SMA, Corbett sudah menyadari bahwa ingin berkarier sebagai ilmuwan. Ia kemudian menghabiskan liburan musim panasnya di laboratorium riset program ProjeckSEED, salah satunya di Kenan Lab di UNC bersama dengan ahli kimia organik, James Morkin. Pada tahun 2005, ia magang di Stony Brook University di Laboraturium Gloria Vibound, tempat ia belajar soal Patogenesis Yersinia Pseudotuberculosis. 

Setelah mendapatkan gelar sarjananya, Corbett bekerja di National Institute of Health (NIH), mengerjakan pathogenesis virus pernafasan syncytial serta pada proyek-proyek vaksin yang inovatif. 

Ilmuwan Perempuan ini Tertarik Belajar Soal Virus SARS dan MERS hingga Pengembang Vaksin COVID-19

Pada bulan Oktober 2014, ilmuwan perempuan pengembang vaksin COVID-19 ini bekerja sebagai ahli imunologi virus di NIH. Penelitiannya banyak berfokus serta bertujuan untuk mengungkapkan mekanisme patogenesis virus dan imunitas inang. Corbett secara khusus berfokus dalam pengembangan vaksin baru coronaviridae. Pada awal penelitian, Corbett mempertimbangkan pengembangan antigen Vaksin dari virus Severe Acute Respiratory Syndrome (Sars) dan Middle East Respiratory Syndrome (MERS).

Baca Juga: Kesenjangan Gender di Dunia Profesional, Mulai dari Upah sampai Penugasan

Ketika virus COVID-19 menyebar di seluruh dunia, Corbett mulai bekerja untuk mengembangkan vaksin COVID-19. Untuk membuat dan mengembangkan vaksin tersebut, timnya bekerja sama dengan perusahaan bioteknologi Moderna, agar proses pengembangan vaksin berjalan lancar.  Tidak hanya mengembangkan vaksin di laboratorium, Corbett juga ikut mengedukasi masyarakat yang masih meragukan vaksinasi COVID-19, salah satunya komunitas kulit hitam. 

Pada Oktober 2020, Corbett mempresentasikan perkembangan vaksin Covid-19 kepada komunitas Black Health Matters. Hal ini menjadi fokus pemerintah Amerika karena, hanya 14 persen dari komunitas kulit hitam yang percaya bahwa vaksin COVID-19 akan aman.

Read More
Media Bias Gender

Perempuan Pembuat Kebijakan di Media Minim, Berita Cenderung Bias dan Seksis

Baru-baru ini, media disibukkan dengan beredarnya video porno yang melibatkan selebritas GA. Skandal ini seolah begitu penting untuk tersaji dalam berita setiap hari. Seperti yang sudah-sudah, media cenderung menggiring opini untuk menyudutkan perempuan dan memandangnya sebagai pihak yang paling bertanggung jawab atas penodaan nilai moral masyarakat.

Saya benci menduga bahwa media sering kali membuat berita bias gender dan seksis dan yang lebih saya benci adalah bagaimana dugaan itu hampir selalu benar. Media mengeksploitasi identitas GA, anaknya, dan mantan suaminya, bahkan mengaitkan hal ini dengan kasus perceraiannya, demi memuaskan hasrat khalayak dan pembuat berita untuk melihat perempuan terjerembap tanpa pertolongan. Mengapa sanksi sosial yang diterima perempuan selalu lebih berat ketika terjerat permasalahan yang bertentangan dengan nilai moral yang ada di masyarakat?

Seharusnya kita heran mengapa media hari ini masih menjadikan kemalangan perempuan sebagai bahan mengais rupiah?  Beijing Platform for Action (BPFA) tahun 1995 memasukkan pembahasan mengenai perempuan dan media dalam 12 area kritis, di mana perempuan menjadi pihak yang cenderung dirugikan dalam industri media.

Citra merendahkan perempuan lebih mendapat ruang di media, alih-alih penggambaran mereka secara lebih adil dan tanpa stereotip. Media bukannya mendorong pemberdayaan perempuan, malah justru menjadi pelaku kekerasan struktural pada perempuan.  Mengapa media menjadi institusi yang begitu patriarkal?

Baca juga: Kebijakan SDM yang Lebih Inklusif Dorong Keberagaman di Tempat Kerja

Berita Seksis Karena Minimnya Perempuan di Posisi Strategis

Salah satu sebab mengapa berita yang diproduksi media tidak memiliki perspektif gender adalah belum tercapainya kesetaraan gender di ruang redaksi. Minimnya jurnalis perempuan di suatu media berpotensi membuat media bias gender. Data Aliansi Jurnalis Independen (AJI) tahun 2012 menunjukkan bahwa dari 10 jurnalis, hanya ada 2-3 jurnalis perempuan.  Selain sedikitnya jumlah jurnalis perempuan, hanya 6 persen dari jurnalis perempuan tersebut yang menempati posisi pengambilan keputusan yang penting di redaksi. Sisanya menempati posisi sebagai reporter.

Pada umumnya, jurnalis perempuan kesulitan mendapatkan jabatan karena stereotip yang dilekatkan kepadanya. Jurnalis perempuan dianggap kurang produktif jika dibanding jurnalis laki-laki karena hak-hak khusus yang melekat padanya seperti cuti haid, cuti hamil, dan masa menyusui. Padahal perempuan bisa menjadi jurnalis yang andal asalkan mendapat kesempatan dan peluang yang setara.

Minimnya perempuan sebagai pengambil keputusan di redaksi juga berimbas pada pemilihan narasumber perempuan yang kurang representatif. Umum dalam sebuah talkshow misalnya, semua narasumber yang dihadirkan adalah laki-laki (all male panels), terutama jika membahas isu-isu publik. Ketidakhadiran perempuan, atau segala upaya menihilkan perempuan untuk merepresentasikan perspektifnya juga termasuk bentuk bias gender yang paling sering terjadi.

Jurnalis perempuan kesulitan mendapatkan jabatan karena dianggap kurang produktif jika dibanding jurnalis laki-laki, karena hak-hak khusus yang melekat padanya seperti cuti haid, cuti hamil dan masa menyusui.

Dalam indikator sensitif gender untuk media yang diterbitkan oleh UNESCO, untuk membangun iklim media yang sensitif gender, perempuan juga perlu terlibat dalam organisasi profesi jurnalis. Laporan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menyebutkan bahwa 66 persen jurnalis perempuan sama sekali tidak terlibat dalam organisasi profesi.

Apakah organisasi profesi selama ini sudah inklusif bagi perempuan? Sejauh mana upaya organisasi profesi membangun ruang aman bagi perempuan untuk berpartisipasi?

Organisasi profesi begitu strategis untuk mendorong kesetaraan gender di media masing-masing anggotanya. Sayangnya, perempuan justru tidak banyak terlibat.

Media Bias Gender Lemahnya Peran Pembuat Kebijakan

Selain itu, penting kiranya partisipasi badan regulator media untuk menjamin perempuan mendapatkan citra yang adil di media. Industri media tidak tumbuh di ruang hampa, mereka akan selalu mengikuti keinginan masyarakat patriarkal yang melekatkan stereotip buruk pada perempuan. Di sinilah regulator media seharusnya berperan tegas untuk memberikan sanksi kepada media yang melanggar kode etik jurnalistik.

Tak hanya itu, badan regulator media seperti Dewan Pers, Komisi Penyiaran Indonesia, dan Kementerian Komunikasi dan Informasi perlu mulai mengupayakan regulasi yang melindungi perempuan dalam konten media. Hal ini diperlukan untuk menyudahi eksploitasi massal yang dilakukan media kepada perempuan. Badan regulator media perlu mempertimbangkan bahwa dengan segala kekuatan dan hegemoninya, media akan selalu mengukuhkan pola relasi yang tidak menguntungkan bagi perempuan.

Baca juga: ‘Mansplaining’: Perilaku Seksis yang Hambat Karier Perempuan

Dalam kasus GA, banyak media melanggar Pasal 2 Kode Etik Jurnalistik yang memuat mengenai “Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik”. Pasal ini memuat penjelasan bahwa wartawan perlu menghormati pengalaman traumatis narasumber dalam penyajian gambar, foto, suara.

Peristiwa yang menimpa GA atas beredarnya video porno tanpa persetujuan akibat tindakan pihak tidak bertanggungjawab merupakan bentuk kekerasan seksual yang diterima oleh GA. Publikasi yang berlebihan, terutama yang memuat foto, nama lengkap, menyebut nama anak GA, tentu menimbulkan pengalaman yang tidak menyenangkan. Namun dengan segala bias yang melapisinya, saya ragu media dapat melihat bahwa sesungguhnya GA adalah korban.

Potret perempuan yang negatif di media terbangun karena pola relasi timpang di masyarakat. Perempuan cenderung dimarginalkan dari hal-hal yang bersifat publik, hal ini kemudian dikukuhkan oleh media. Situasi ini membuat perempuan harus terus berperang melawan struktur yang memarginalkannya.

Perlu upaya edukasi berkelanjutan untuk mengubah cara media memandang perempuan. Pemerintah, organisasi masyarakat, dan organisasi profesi jurnalis perlu mendorong adanya pelatihan maupun kebijakan yang bertujuan meningkatkan sensitivitas jurnalis dan media terhadap isu-isu gender sebagaimana dimandatkan oleh BPFA 26 tahun yang lalu.

Permata Ariani adalah ibu dari tiga kucing. Sehari-hari beraktivitas di Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Gemar mengalokasikan waktu luang untuk memasak dan menonton Netflix.

Read More

10 Rekomendasi Film tentang Perempuan Pemimpin

Riset Women Leaders in Series & Movies: How Women Succeed as Characters and as (Fictional) Leaders oleh badan riset internasional, Latitude+Lumiere, menemukan bahwa karakter perempuan pemimpin seperti Daenaery (Game of Thrones) dan Margaret Thatcher (The Iron Lady) dinilai sebagai sosok yang kuat dan inspiratif. 

Penelitian yang melibatkan 150 responden laki-laki dan perempuan berusia 18 hingga 55 tahun tersebut juga menemukan bahwa karakter perempuan pemimpin memiliki kualitas kecerdasan tinggi, selera humor, dan tegas dalam memilih keputusan saat berhadapan dengan masalah. Hal itu dirujuk pada karakter Shuri (Black Panther) dan Queen Elizabeth II (The Crown).

Meskipun begitu, riset itu menemukan bahwa  41 persen responden perempuan tidak setuju representasi kepemimpinan sudah akurat, karena tantangan yang dihadapi perempuan pemimpin lebih kompleks dan sistemis. Beberapa karakter memang menginspirasi, tapi sangat sulit dibayangkan di dunia nyata.

Sementara itu, hasil penelitian gabungan Plan International dan Geena Davis Institute on Gender and Media, Rewrite Herstory juga menunjukkan representasi perempuan pemimpin di sinema masih minim dibandingkan laki-laki. Walaupun representasi masih sedikit, berikut rekomendasi film tentang perempuan pemimpin yang patut ditonton.

Baca juga: Drakor ‘Start-Up’ Beri Pelajaran Soal Pemimpin Perempuan

1. Film Perempuan Pemimpin Paling Terkenal: Star Wars (1977)

Film Perempuan Pemimpin Leia Organa

Leia Organa (Carrie Fischer) adalah salah satu karakter film perempuan pemimpin paling menonjol dalam genre fiksi ilmiah dan budaya populer secara umum. Tidak hanya menjadi seorang putri, Organa juga seorang jenderal pemimpin untuk para pemberontak melawan serangan Empire dan Darth Vader. Dalam perjalanannya melawan tirani Empire, Organa kerap menyelamatkan dan membantu saudara kembarnya Luke Skywalker.

2. Film Tentang Kepemimpinan Perempuan: Norma Rae (1979)

Film Tentang Kepemimpinan Perempuan Norma Rae

Film tentang perempuan pemimpin ini yang disutradarai Martin Ritt ini terinspirasi dari Crystal Lee Sutton, aktivis serikat buruh di Amerika Serikat. Norma (Sally Field) bekerja di pabrik kapas dan menuntut keadilan untuk buruh yang kesehatannya menurun karena dieksploitasi. Manajemen pabrik juga mengeluarkan aturan rasialis yang untuk memecah belah solidaritas antar buruh. Melalui film ini, Field berhasil meraih Piala Oscar sebagai Aktris Terbaik pada 1980.

3. Alien (1979)

Ellen Ripley dalam film Alien

Ellen Ripley (Sigourney Weaver) disebut-sebut sebagai salah satu karakter perempuan paling tangguh dalam sinema. Dalam film genre fiksi ilmiah horor ini, Weaver berperan sebagai penasihat militer Korps Marinir yang melawan makhluk luar angkasa agresif di antariksa. Karakter Weaver lebih fokus dalam memusnahkan alien daripada membawanya pulang untuk dijadikan senjata, seperti permintaan atasannya.

4. Bandit Queen (1994)

Bandit Queen film perempuan pemimpin

Film ini terinspirasi dari kehidupan Phoolan Devi, pemimpin kelompok bandit untuk melawan laki-laki yang melakukan kekerasan seksual. Dalam Bandit Queen, diperlihatkan bagaimana Pholaan adalah korban pernikahan anak yang juga tersiksa karena kemiskinan struktural. Tumbuh dewasa, Phoolan menjadi korban pelecehan seksual dan diusir ketika menolak untuk dilecehkan. Ia kemudian membentuk kelompok sendiri dan dikenal sebagai pemimpin pemberani dan mengayomi anggotanya.

Baca juga: Tokoh Perempuan Disney Masih Terjebak Stereotip Negatif Perempuan Pemimpin

5. Elizabeth (1998)

Film Elizabeth tahun1998

Ratu Elizabeth I adalah pemimpin perempuan ternama Kerajaan Inggris yang berjaya pada era Golden Age (1558-1603) seni dan literatur, seperti karya William Shakespeare. Film drama yang disutradarai Shekhar Kapur ini menceritakan masa-masa awal kepemimpinan Elizabeth I (Cate Blanchett) yang penuh lika-liku, seperti ancaman dari pihak yang tidak setuju dirinya menduduki takhta.

6. Erin Brokovich (2000)

Film Erin Brokovich Tahun 2000

Film tentang kepemimpinan yang didasarkan kisah nyata aktivis lingkungan hidup AS, Erin Brokovich, ini berhasil mengganjar pemerannya Julia Roberts dengan Piala Oscar. Brokovich adalah ibu tunggal yang bekerja sebagai sekretaris di firma hukum, yang berperan penting dalam investigasi kasus pencemaran lingkungan hidup yang dilakukan perusahaan Pacific Gas and Electric Company.

7. Film Perempuan Feminis: Legally Blonde (2001)

Film Perempuan Feminis Legally Blonde

Karakter Elle Woods (Reese Whitherspoon) sangat dipuja penggemar budaya populer karena mematahkan stereotip dumb blondes atau perempuan rambut pirang bodoh. Film ini sungguh feminis karena menggambarkan keragaman karakter perempuan, kemandirian dalam hubungan, dan upaya melawan stereotip negatif, diskriminasi, dan pelecehan seksual.

Woods yang cerdas namun banyak diremehkan karena penampilannya, bertekad dan akhirnya masuk ke fakultas hukum Harvard untuk membuktikan bahwa dirinya mampu kepada mantan pacar yang seksis. Selama di Harvard, Woods juga membantu memecahkan kasus pembunuhan suami seorang instruktur kesehatan. 

Baca juga: Film-film Hayao Miyazaki dan Representasi Kepemimpinan Perempuan

8. Film Tentang Kepemimpinan: Whale Rider (2002)

Film tentang perempuan pemimpin whale rider

Film tentang perempuan pemimpin ini terinspirasi dari novel berjudul sama karya Witi Ihimaera, film ini mengisahkan tentang Pai, seorang anak perempuan yang mendobrak tradisi suku Maori di Selandia Baru. Menurut tradisi, hanya anak laki-laki yang bisa menjadi pemimpin. Pai memiliki saudara kembar laki-laki yang meninggal bersama ibunya saat dilahirkan. Anak perempuan itu memiliki hubungan yang kompleks dengan kakeknya, Koro. Hubungan antar keduanya juga menjadi poin utama Pai menuju posisi kepala suku Maori.

9. Hidden Figures (2016)

Film Hidden Figures tahun 2016

Film yang disutradarai Theodore Melfi ini didasarkan pada kisah nyata soal para perempuan dalam dunia sains yang kurang dianggap. Tiga perempuan kulit hitam—Katherine Johnson (Taraji P. Henson), Dorothy Vaughan (Octavia Spencer), dan Mary Jackson (Janelle Monae) adalah ahli matematika serta insinyur yang berperan besar pada peluncuran roket NASA ke luar angkasa. Film ini juga mengangkat isu rasialisme dan suara perempuan yang dikecilkan di tempat kerja.

10. Film Perempuan Pemimpin: Little (2019)

movie tentang kepemimpinan little 2019

Aktris Issa Rae berperan sebagai April, asisten dari pemilik serta bos perusahaan teknologi terkemuka, Jordan Sanders (Regina Hall) yang sombong. Suatu hari, Sanders dikutuk menjadi anak berusia 13 tahun, tentu saja membuat asistennya April terkejut. Film drama-komedi ini menunjukkan cara keduanya bekerja sama agar perusahaan terus berjalan saat sang bos terjebak di tubuh anak kecil. Kutukan tersebut juga membuat karakter Hall mengubah perilakunya dan menghargai orang di sekitarnya.

Read More
Perdana Menteri Perempuan Pertama Estonia

Kajja Kallas Perdana Menteri Perempuan Pertama Estonia

Estonia adalah salah satu negara di Eropa Utara yang masuk ke dalam kawasan Uni Eropa. Negara ini memiliki penduduk 1,34 juta jiwa dan merupakan negara anggota Uni Eropa dengan jumlah penduduk paling sedikit. Sejak merdeka pada 1918, untuk pertama kalinya Estonia memiliki presiden serta perdana menteri perempuan dalam periode yang sama.  

Perdana Menteri Perempuan Pertama Estonia

Beberapa tahun belakangan, seperti yang dialami oleh sejumlah negara lainnya di dunia, kekuatan politik konservatif kanan di Estonia semakin menguat dan membuat kondisi perpolitikan Estonia kurang kondusif. The Guardian melaporkan bahkan di saat partai nasionalis EKRE (Conservative People’s Party of Estonia) memenangkan 19 dari 101 kursi dalam pemilihan umum pada Maret 2019 lalu, tidak ada yang terkejut dengan hal ini.  

Baca Juga: Beri Perempuan Kesempatan: Pembelajaran dari Islandia Soal Kepemimpinan Perempuan

Namun, dalam periode baru ini, Estonia memiliki harapan baru untuk memperbaiki kondisi politiknya yang sebelumnya dikuasai kelompok politik sayap kanan, dengan terpilihnya Kajja Kallas sebagai perdana menteri. Kallas dilantik pada 26 Januari 2021 lalu, dan menjadi perdana menteri perempuan pertama di negara itu. Sebelumnya, Kallas sudah berkarier di politik dan kemudian ia adalah pemimpin The Reform Party sejak 2018. 

Dikutip dari Reuters, Kallas mengatakan, ia akan kembali membangun hubungan baik dengan sekutu mereka, negara-negara tetangga, dan memupuk kepercayaan kembali bahwa Estonia adalah negara yang baik untuk berinvestasi. 

Profil Kajja Kallas Perdana Menteri Perempuan Pertama Estonia 

Kajja Kallas lahir di Talinn  pada 18 Juni 1977 dan merupakan putri dari Sim Kallas, Perdana Menteri Estonia ke-14. Kallas muda mendapat gelar sarjana hukum dari Universitas Tartu pada 1999. Di tahun 2007, ia melanjutkan studi di Sekolah Bisnis Estonia dan mendapatkan gelar EMBA (Master Eksekutif Administrasi Bisnis) di bidang Ekonomi pada tahun 2010. 

Baca Juga: Theresa Kachindamoto Pemimpin Perempuan penyelamat Anak-Anak Perempuan Malawi

Kallas mengawali kariernya sebagai pengacara dan bergabung dalam asosiasi pengacara Estonia pada 1999. Ia juga menjadi salah satu mitra di firma hukum Luiga Mody Hääl Borenius dan Tark & Co dan bekerja sebagai pelatih eksekutif di Sekolah Bisnis Estonia. 

Pada 2010, Kallas memutuskan untuk terjun ke dunia politik dan masuk ke dalam Estonian Reform Party  (Riigikogu). Ia kemudian maju ke kursi parlemen di tahun 2011 mewakili daerah konstituen Harju dan Rapla dan mendapatkan 7.157 suara. Ia pun terpilih menjadi anggota parlemen ke-12 Estonia dan mengepalai Komite urusan ekonomi dari 2011 hingga 2014. 

Pada tahun 2014, Kallas maju menjadi salah satu kandidat untuk maju ke parlemen uni Eropa dan akhirnya menang dengan 21.498 suara dan bertugas Komite Industri, Riset dan Energi dan merupakan pengganti Komite Pasar Internal dan Perlindungan Konsumen.

Suasana Politik Estonia yang Seksis Beberapa Tahun ini

Walaupun pada 2019 partai yang Kallas pimpin memenangkan suara paling banyak dalam pemilihan umum 2019, mereka gagal dalam membentuk koalisi yang lebih besar. Hal itu karena partai pesaing yaitu Centre Party lebih memilih membentuk sebuah koalisi dengan partai EKRE serta beberapa partai sayap kanan lainnya. 

Baca Juga: Jejak Perempuan Pemimpin Kerajaan Nusantara

Dikutip dari media The Guardian, koalisi yang dibentuk The Reform Party saat itu begitu rapuh dan terus menerus diserang oleh partai sayap kanan. Pada 2019 lalu, anggota parlemen dari Partai EKRE, Ruuben Kaalep, memberikan pernyataan yang menyerang  partai tersebut bahwa agenda partainya adalah untuk melawan, “agenda LGBT” serta “hegemoni ideologi global kiri”. 

Pemerintahan di bawah kepemimpinan perdana menteri sebelumnya, Juri Ratas, memang banyak menimbulkan kontroversi dari para anggota parlemennya. Desember lalu, Presiden Estonia, Kersti Kaljulaid meminta maaf pada pemerintah Finlandia atas ujaran Menteri Dalam Negeri Estonia, Mart Helme, yang juga pemimpin EKRE, yang mengejek Perdana Menteri Finlandia yang baru terpilih sebagai “salesgirl”.

Pada akhirnya, kepemimpinan Juri Ratas jatuh akibat skandal korupsi. Ia memutuskan untuk mundur awal Januari ini. Centre Party dan Reform Party akhirnya membentuk koalisi dan menunjuk Kajja Kallas sebagai perdana menteri. Kallas mengatakan bahwa sangat penting memperhatikan gender yang seimbang di anggota parlemen Estonia.

Read More
Siapa Theresa Kachindamoto

Theresa Kachindamoto Pemimpin Perempuan penyelamat Anak-Anak Perempuan Malawi

Perempuan pemimpin asal Malawi, Theresa Kachindamoto, mengatakan bahwa seharusnya yang dilakukan oleh anak-anak hanya belajar serta bermain dengan teman-temannya. Namun di negara Malawi, wilayah Afrika bagian selatan, angka perkawinan anak sangat tinggi. Anak-anak perempuan di sana sangat rentan dikawinkan di usia dini dan akhirnya putus sekolah. 

Theresa Kachindamoto Pemimpin Perempuan Penyelamat Anak Perempuan

Theresa Kachindamoto

Berdasarkan data dari UNICEF, 42 persen anak-anak perempuan di Malawi sudah menikah sebelum umur mereka 18 tahun. Satu dari 10 anak perempuan tersebut menikah sebelum umur mereka 15 tahun, padahal usia legal anak perempuan di Malawi untuk menikah adalah 18 tahun. Beberapa pemicunya adalah kurangnya pendidikan, kemiskinan, dan kesetaraan gender yang belum tercapai. 

Melihat situasi pelik yang menimpa anak-anak ini, Theresia Kachindamoto, mantan pemimpin desa dari distrik Dedza, tidak tinggal diam. Ketika mendengar angka perkawinan anak di distriknya sangat tinggi, ia mengambil langkah strategis untuk membantu anak-anak ini keluar dari tradisi kawin anak. Ia memang kesulitan untuk membujuk para orang tua agar tidak mengawinkan anak-anak mereka, namun di sisi lain ia berhasil membuat 50 camat di daerah itu untuk menghapuskan perkawinan anak.

Bentuk Komunitas “The Mothers” untuk Pantau 545 Desa

Kachindamoto bahkan memecat wakil camat yang di daerahnya masih terdapat perkawinan anak. Ia kemudian mempekerjakan mereka kembali ketika kasus-kasus perkawinan anak tersebut telah dibatalkan. DI tahun 2019, ia berhasil menggagalkan 3.500 perkawinan anak.

Baca Juga: Guru Perlu Hapus Stereotip Gender untuk Dorong Kepemimpinan Perempuan

Perkawinan tersebut kebanyakan adalah pernikahan adat yang disetujui oleh kepala adat. Dengan menjalin kerja sama antara komunitas, pemerintah dan masyarakat, Kachindamoto dengan efektif memerangi perkawinan anak. Ia pun mendirikan sebuah komunitas bernama “The Mothers”. Group ini berisi para ibu yang secara diam-diam memantau aktivitas masyarakat di 545 desa.

Di tahun 2015, kesuksesannya berbuah disahkannya undang-undang yang mengatur usia minimum untuk laki-laki dan perempuan agar bisa menikah, yakni 18 tahun. Hal ini membuat dirinya dikenal dunia internasional.

Theresa Kachindamoto Berbicara tentang Bahaya Perkawinan Anak

Mengakhiri budaya perkawinan anak  juga dapat menjauhkan anak-anak dari segala macam bahaya. Ketika anak-anak dinikahkan, organ reproduksi mereka yang masih belum matang dan tidak adanya pendidikan seksual komprehensif akan mengakibatkan timbulnya banyak penyakit. Selain itu, ketika anak-anak terpaksa atau dipaksa menikah, mereka pun putus sekolah. Hal ini akan berujung pada lingkaran kemiskinan, dan lagi-lagi sebagian besar korbannya adalah anak-anak perempuan. 

Baca Juga: Masalah Kepercayaan Diri Masih Hantui Perempuan Pemimpin Bisnis

Kachindamoto selalu mengatakan bahwa untuk mengakhiri budaya perkawinan anak ini dan mengubah cara pandang masyarakat, salah satu yang perlu dilakukan adalah lewat jalur pendidikan. 

“Jika kamu memberikan pendidikan pada anak perempuanmu, kamu akan mendapatkan apa saja di masa depan,”  ujar Theresa Kachindamoto.

Siapa Theresa Kachindamoto? 

Kachindamoto adalah anak bungsu dari 12 bersaudara dari keluarga penguasa adat di distrik Dedza. Selama 27 tahun ia bekerja sebagai sekretaris di sebuah perguruan tinggi di distrik Zomba, Malawi Selatan. Pada tahun 2003, bupati Dedza memilih Kachindamoto sebagai kepala distrik Dedza berikutnya dengan total penduduk  900.000 jiwa.

Read More
Guru hapus stereotip gender

Guru Perlu Hapus Stereotip Gender untuk Dorong Kepemimpinan Perempuan

Di banyak bidang pekerjaan, mulai dari pendidikan, sains dan teknologi, kesehatan, birokrasi, hingga macam-macam industri, perempuan masih kerap tertinggal dari laki-laki dalam hal kepemimpinan.

Banyak faktor yang mempengaruhi hal ini, salah satunya bagaimana pendidikan mengenai peran gender dan kepemimpinan ditanamkan oleh masyarakat sejak seseorang masih kanak-kanak.

Keluarga adalah Pendidik Pertama

Sebagai unit terkecil masyarakat dan terdekat bagi seorang anak, keluarga, khususnya orang tua, memainkan peran penting dalam menanamkan pendidikan mengenai peran gender yang setara; bahwa baik perempuan maupun laki-laki sama-sama bisa punya cita-cita atau terjun dan memimpin di bidang apa pun.

Pendidikan mengenai peran gender ini dapat diterapkan orang tua mulai dari hal-hal sederhana sesuai kemampuan kognitif anak pada usianya. Misalnya terkait mainan, sikap kritis orang tua untuk tidak langsung membedakan mana mainan untuk laki-laki (seperti robot, mobil, bola) dan mainan untuk perempuan (boneka, alat masak, alat dandan) berpengaruh terhadap persepsi anak mengenai apa yang wajar dan tak wajar dilakukan orang-orang berjenis kelamin sama dengannya.

Demikian juga terkait peminatan terhadap bidang tertentu. Menurut penulis Sex and the Office: Women, Men and the Sex Partition that’s Dividing the Workplace, Kim Elsesser, orang tua atau guru kerap menyetir anak untuk masuk atau tidak masuk ke bidang tertentu sesuai stereotip gender yang ada.

“Anak laki-laki misalnya, lebih didorong dibanding perempuan untuk menguasai bidang sains dan Matematika, bidang yang menghasilkan uang lebih banyak,” kata Elsesser dalam Forbes.

Dorongan dan kesempatan lebih besar bagi laki-laki untuk menguasai bidang-bidang tertentu dan lantas mendatangkan penghasilan lebih tinggi tidak lepas dari anggapan masyarakat bahwa laki-lakilah yang kelak memimpin keluarga dan menjadi pencari nafkah utama.

Baca juga: Biarkan Mainan Anak Tidak Berkategori Gender

“Karena itu, laki-laki akan diutamakan dalam pendidikan. Jika sebuah keluarga memiliki dana yang terbatas, maka keluarga tersebut akan mengutamakan anak laki-laki untuk melanjukan pendidikan ke perguruan tinggi karena dianggap akan bertanggung jawab atas keluarganya,” kata Niken Savitri, pengajar Fakultas Hukum Universitas Parahyangan (Unpar) Bandung dan anggota Asosiasi Pengajar Hukum dan Gender Indonesia, seperti dikutip dalam laman Pusat Informasi Pembelajaran Unpar.

Seiring perkembangan zaman dan meningkatnya kebutuhan, banyak perempuan yang menjadi pencari nafkah utama atau sama seperti pasangannya, terjun banyak ke ranah publik. Hal seperti ini perlu dipandang sebagai hal yang wajar alih-alih sesuatu yang harus disalahkan dari perempuan.

Bahkan menurut Nadia Sarah, seorang entrepreneur dan founder komunitas bisnis perempuan SheStarts.id, terjunnya perempuan di dunia profesional bisa menjadi hal positif dalam mendidik anak.

“Kalau dalam satu keluarga ibunya pandai berbisnis atau memiliki kemampuan, artinya ibunya punya suara dalam keluarga. Ini merupakan pendidikan buat anaknya bahwa perempuan juga sosok yang tangguh, punya posisi di rumah,” kata Nadia.

Dalam interaksi sehari-hari pun, berbagai hal yang dikaitkan dengan sifat perempuan atau laki-laki ideal dapat dikritisi kembali dalam keluarga untuk menggeser stereotip gender dan mendukung kepemimpinan perempuan. Sebagai contoh, sifat ambisius yang dirasa wajar dipunyai laki-laki, tetapi tidak bagi perempuan.

“Kalau perempuan ambisius, seolah-olah itu sesuatu yang buruk. Padahal, perempuan dan laki-laki bisa punya ambisi. Kenapa perempuan punya ambisi dan kompetitif dianggap enggak bagus? Itu sesuatu yang tertanam secara tak sadar sejak kecil,” ujar Dini Widiastuti, Direktur Yayasan Plan International Indonesia, dalam wawancara dengan Magdalene untuk podcast “How Women Lead”.

Peran Guru Hapus Stereotip Gender dalam Kepemimpinan Anak Perempuan

Sebagaimana orang tua, guru juga dapat mendorong kepemimpinan anak perempuan lewat berbagai contoh dan respons dalam keseharian.

Dalam tulisan bertajuk “How schools can encourage girls to be leaders – from day one” di situs Ark, Kepala Deputi bidang Pengajaran, Pembelajaran, dan Kurikulum di Ark Greenwich Free School, Inggris Laura Yandell menjabarkan hasil risetnya mengenai kepemimpinan di kalangan siswi. Salah satu hal menarik dari temuannya adalah pendapat para siswi yang merasa jarang menemukan perempuan pemimpin, terlebih sebagai kepala sekolah perempuan.

Baca juga: Jalan Terjal Jadi Kepala Sekolah Perempuan di Indonesia

“Ini mendorong mereka merasa bahwa menjadi pemimpin adalah suatu tantangan bagi perempuan dan akhirnya mereka berkecil hati untuk bisa seperti itu kelak,” tulis Yandell.

Tidak hanya di Inggris, situasi kepala sekolah perempuan yang lebih sedikit juga ditemukan di banyak negara lain termasuk Indonesia. Dalam studi yang dilakukan peneliti dari INOVASI, program kerja sama antara pemerintah Indonesia dan Australia untuk meningkatkan hasil belajar siswa, meski kinerja guru perempuan mengungguli guru laki-laki, hanya 30 persen perempuan di SD dan 13 persen di madrasah yang menjabat kepala sekolah.

Mengubah representasi macam ini tentu tidak mudah dan sebentar. Namun, para pendidik di sekolah tetap dapat mendorong kesetaraan gender dan kepemimpinan perempuan lewat cara mereka berinteraksi dengan murid dan menyampaikan konten-konten pelajaran.

Dalam sebuah tulisan di Magdalene, seorang guru menceritakan pengalamannya melihat murid yang menerapkan stereotip gender dalam kesehariannya. Contohnya tentang anggapan anak laki-laki tidak boleh menangis. Alih-alih langsung menegur dan mencekoki muridnya dengan materi kesetaraan gender yang rumit, sang guru memilih pendekatan berdialog dengan bahasa yang mudah mereka terima. Ia menyatakan bahwa menangis adalah hal yang normal dan sehat bagi setiap orang sehingga menangis bagi laki-laki bukan pertanda ia lemah.

“Sebagai guru, saya percaya bahwa kita [para guru] punya peran penting dalam mendidik para murid di luar hal akademis. Bila hal-hal seksis seperti ini tetap dibiarkan, itu akan mendorong masalah lebih besar yang kita hadapi sekarang yakni patriarki,” tulisnya.

Baca juga: Bagaimana Stereotip dan Norma Gender Mematikan Kepercayaan Diri Perempuan

Sementara terkait konten pelajaran, Niken dari Unpar mengatakan, kerap kali guru meneruskan materi berstereotip gender yang dibentuk masyarakat dan ini perlu direkonstruksi.

“Di sekolah dasar, misalnya, ditanamkan pola: ibulah yang pergi ke pasar sedangkan ayah pergi ke kantor. Pilihan jurusan di universitas atau kepanitiaan mahasiswa juga (biasanya perempuan menjadi seksi konsumsi sedangkan laki-laki di bagian logistik) tidak terlepas dari konstruksi masyarakat atas gender,” kata Niken.

“Karena gender merupakan konstruksi budaya, maka pandangan tentang gender yang bias harusnya bisa direkonstruksi. Di sinilah pendidikan berperan sangat besar untuk mengubah pola dan persepsi tersebut.”

Upaya lain yang dapat dilakukan guru hapus stereotip gender adalah dengan menyoroti kontribusi-kontribusi penting para perempuan di berbagai spektrum akademis, serta menyebutkan tokoh-tokoh perempuan pemimpin dari mancanegara yang patut jadi panutan. Dengan melakukan ini, para guru bisa membantu murid-muridnya mematahkan persepsi negatif tentang perempuan dan anak perempuan dalam kepemimpinan.

Selain itu, penting pula bagi guru untuk mengajak murid untuk mengkritik pola pikir kaku di sekolah serta menantang ekspektasi sosial yang meminggirkan peran perempuan di bidang-bidang tertentu. Yandell mencontohkan, dalam cerita tentang Marie Curie, ilmuwan peraih Nobel bidang Kimia dan Fisika, kerap digambarkan bahwa capaiannya adalah hal langka dan “tidak normal” didapatkan seorang perempuan.

“Perempuan panutan seperti Marie Curie yang dipelajari oleh para siswi dikenal sebagai pemberontak dan mereka mencapai sesuatu karena mereka tidak mengikuti ekspektasi sosial. Ini sangat berbeda dengan banyak pelajaran di sekolah yang sangat mendorong para murid untuk selalu mengikuti aturan dan ekspektasi sosial,” ungkap Yandell.

Read More
Martha Christina Tiahahu

Cerita Perjuangan Martha Christina Tiahahu Pahlawan dari Tanah Maluku

Perang selalu identik dengan kerusuhan, nyawa yang berjatuhan, serta kesedihan. Namun bila perang itu adalah bagian dari perjuangan meraih kemerdekaan, maka pengorbanan itu adalah sesuatu yang harus dilakukan, biarpun nyawa yang akan jadi taruhannya. Para Pahlawan Nasional Indonesia dahulu tidak ragu untuk berkorban dan terus berjuang untuk mendapatkan kemerdekaan.

Salah satu pahlawan perempuan Indonesia yang sudah berani untuk berjuang dan ikut berperang merebut kemerdekaan adalah Martha Christina Tiahahu, remaja perempuan pemberani dari Maluku Tengah, yang sudah ditahbiskan sebagai Pahlawan Nasional termuda di Indonesia. Martha dari masih remaja sudah ikut berjuang memerangi penjajah Belanda. 

Biografi Martha Christina Tiahahu

Cerita pejuangan pahlawan perempuan ini di mulai saat berusia sekitar 17 tahun, Martha Tiahahu dengan gagah berani ikut berperang melawan para penjajah di dalam medan pertempuran. Perempuan yang lahir ditanggal 4 Januari  1800 di Kampung Abubu, Maluku Tengah ini merupakan anak perempuan tertua dari seorang Kapitan yang bernama Paulus Tiahahu, pemimpin pasukan rakyat di wilayah Maluku.

Baca Juga: Rasuna Said dan Soewarni Pringgodigdo: Contoh Kepemimpinan Perempuan Era Kolonial

Biarpun masih sangat belia, ia diketahui sangat baik oleh para pejuang serta rakyat, malah para tentara musuh tahu kalau Martha ini merupakan perempuan muda yang sangat berani dan sangat memperjuangkan cita-citanya. Martha pun mendapat panggilan Srikandi dari wilayah Maluku.

Dengan rambut yang tergerai panjang, dihiasi kain ikat kepala dengan rona merah, Martha berjuang bersama sang ayah yang pegang senjata untuk mengusir para pasukan Belanda yang berada di Nusa Laut atau Saparua.

Pada waktu yang sama, Pattimura juga sedang berjuang memerangi dominasi pasukan Belanda yang ada di wilayah Saparua. Peperangan di Saparua meluas ke wilayah Nusa Laut serta daerah sekitarnya.

Peran Martha Christina Tiahahu

Martha Christina Tiahahu juga punya peranan dalam perang yang terjadi di wilayah Saparua, lebih tepatnya di Desa Ouw, Maluku Tengah dalam mengusir tentara penjajah.

Di tengah kebrutalan peperangan tersebut, sosok Martha memberikan semangat juang buat para tentara Nusa Laut buat melawan para penjajah. Teriakan semangat Martha sudah berhasil menaikkan semangat buat para perempuan yang ikut menemani kaum laki-laki di wilayah perang. Di waktu ini lah Belanda melawan langsung para perempuan militan yang ikut berperang.

Baca Juga: 4 Pahlawan Perempuan dari Jawa Barat adalah Tokoh Feminisme

Pada pertarungan tersebut, pemimpin pasukan Belanda yang bernama Richemont, berhasil dibunuh oleh tentara Martha Cristina Tiahahu. Dari segala sudut, para tentara Nusa Laut berhasil mengepung Belanda, dan teriakan mereka memecah udara serta membuat rasa takut pasukan Belanda.

Pemimpin mereka ditaklukkan membuat para pasukan penjajah jadi makin keras dalam memberikan serangan kepada rakyat Maluku. Pada tanggal 12 Januari 1817, komandan Belanda yang baru, Vermeulen Kringer, memerintahkan serangan umum terhadap tentara rakyat Indonesia. Peperangan yang sengit tidak bisa dihindari. Banyak korban yang gugur dari kedua kubu. Sampai satu titik saat tentara rakyat membalas serangan Belanda dengan lemparan batu, Tentara Belanda jadi sadar bahwa persediaan amunisi tentara rakyat sudah habis.

Kringer memberikan perintah untuk memberikan serangan lagi dengan bayonet terhunus. Tentara rakyat pun harus mundur dan berlindung di dalam hutan. Akhirnya seluruh wilayah Ulath serta Ouw harus menerima kekalahan, semua daerah dibakar dan dijarah.

Martha Christina Tiahahu dengan ayahnya serta para pejuang yang lain ditangkap dan digiring ke kapal Belanda, yaitu Eversten. Di dalam Eversten, para pejuang ini, yang berasal dari wilayah Tenggara berjumpa dengan sosok Pattimura serta tawanan yang lain.

Mereka diselidiki dan akhirnya diberikan vonis. Karena tergolong masih anak-anak, Martha akhirnya dilepas. Namun ayahnya yang bernama Paulus Tiahahu tetap diberikan vonis yaitu hukuman mati.

Pada bulan Desember tahun 1817, Martha dengan pejuang lain ditangkap lagi dan dikirim ke Pulau Jawa untuk dipekerjakan secara paksa di kebun kopi. Dalam perjalanan ke Pulau Jawa, tetap terjadi perlawanan terhadap tentara Belanda di dalam kapal Eversten.

Akhir Hayat Martha

Dalam kapal, kesehatan fisik Martha makin menurun, ia tidak mau makan serta minum obat. Akhirnya pada 2 Januari 1818, setelah melewati Sulawesi Selatan, Martha kemudian mengembuskan nafas terakhir. Jenazahnya diberikan sebuah penghormatan terakhir secara militer tepat di perairan Banda.

Baca Juga: 6 Pahlawan Perempuan Indonesia Beserta Asalnya yang Perlu Kamu Ketahui

Nama Martha Christina Tiahahu akhirnya ditetapkan sebagai sosok Pahlawan Nasional Indonesia pada 20 Mei 1969, lewat Surat Keputusan Presiden.

Read More

Masalah Kepercayaan Diri Masih Hantui Perempuan Pemimpin Bisnis

“Tujuan saya untuk masa depan perempuan dalam bisnis adalah tidak ada lagi istilah ‘perempuan dalam bisnis‘,” kata pengusaha Dian Wulandari.

Dian adalah pendiri Instellar, inkubator teknologi yang berfokus pada pemberdayaan perempuan untuk menjalankan bisnis dan wirausaha sosial. Sebelum memulai perusahaan konsultan dan inkubator teknologi, dia mengambil cuti tidak berbayar setiap tahun selama beberapa bulan. Dia pergi ke daerah-daerah di Indonesia untuk membantu bisnis kecil yang mencoba memberi pengaruh pada komunitas mereka.

“Saya bertemu banyak bisnis yang menginspirasi,” kata Dian.

Dia menemukan bahwa hidupnya “lebih bermakna” ketika dia bekerja dengan bisnis-bisnis kecil ini. Sayangnya, dia masih harus membayar tagihan. Di Instellar, sekarang dia menghabiskan waktunya membantu perempuan mengembangkan bisnis mereka dan membantu wirausaha sosial menghasilkan keuntungan sehingga mereka dapat terus membantu memecahkan masalah.

Perempuan memiliki tempat di dunia bisnis, tetapi persepsi masyarakat dan kepercayaan diri perempuan dapat menahan mereka untuk mengembangkan bisnis mereka sendiri. Beberapa masalah yang dihadapi perempuan bukanlah hambatan kasatmata sehingga tidak mudah untuk diamati atau diperbaiki. Bahkan, sering kali hambatan tersebut berakar pada keyakinan tentang diri mereka sendiri.

Akses Pengetahuan dan Hambatan Sosial Perempuan Pemimpin Bisnis

Credit Suisse Research Institute merilis studi tahun 2019 tentang perempuan dalam bisnis yang menemukan bahwa selama dekade terakhir, keragaman gender dalam kepemimpinan telah meningkat dari 10 persen menjadi 20 persen. Meskipun keadaan mungkin terlihat lebih baik daripada dua dekade lalu, jumlah perempuan dalam manajemen eksekutif tidak meningkat pesat, dan penelitian masih menunjukkan bahwa memiliki anak memberikan efek negatif pada karier perempuan.

Melalui kiprahnya di Instellar, Dian mengamati bahwa sebagian besar bisnis menghadapi masalah yang sama: Mereka mencari pendanaan dan berusaha untuk mengelola tenaga kerja yang lebih besar. Tetapi, para perempuan pemimpin bisnis terkadang menghadapi hambatan yang mungkin khusus untuk mereka, termasuk akses ke pengetahuan dan kepercayaan diri.

Baca juga: Bagaimana Stereotip dan Norma Gender Mematikan Kepercayaan Diri Perempuan

“Akses ilmu pengetahuan sulit diukur karena umumnya perempuan bisa bersekolah dan mengenyam pendidikan di sini,” kata Dian.

Tetapi pelatihan, acara kantor, dan konferensi yang diselenggarakan jauh dari tempat mereka tidak selalu mudah untuk diakses. Jika para perempuan tinggal di luar kota dan memiliki keluarga, banyak dari mereka yang mungkin tidak dapat meninggalkan semuanya dan pergi begitu saja untuk berkarier.

“Ada hambatan sosial dan budaya yang lebih dalam serta persepsi tentang peran perempuan dari masyarakat. Persepsi negatif ini menghalangi upaya perempuan untuk meningkatkan bisnis mereka,” ujar Dian.

Masalah Kepercayaan Diri Perempuan Pemimpin Bisnis

Hambatan kedua perempuan adalah kepercayaan diri, termasuk kepercayaan pada produk , pencapaian, dan kemampuan mereka untuk menyampaikan gagasan kepada investor dan pelanggan.

Meilisa Sanjaya adalah salah satu pendiri dan kepala product and user experience di Shooper. Aplikasi ini memungkinkan orang untuk membuat daftar belanja bahan makanan dan kemudian merekomendasikan supermarket yang memiliki bahan-bahan tersebut dengan harga terendah. Meilisa bertanggung jawab untuk mencocokkan rencana produk dan tujuan bisnis untuk aplikasi tersebut.

Meilisa adalah seseorang yang terkesan kalem, tetapi dia piawai memimpin tim teknis di Shooper untuk menciptakan pengalaman dan perjalanan bagi penggunanya. Awalnya, dia gugup, bingung, dan takut saat terjun di dunia bisnis, di mana perempuan masih dipandang sebelah mata.

“Pak Oka, selaku CEO, mempercayai saya sepenuhnya untuk membuat produk ini berhasil. Inilah cara saya mendapatkan kepercayaan pada produk. Saya yakin produk kami bisa bermanfaat bagi banyak orang,” ujarnya.

Kepercayaannya pada produk yang diiringi dukungan dari timnyalah yang membuat Meilisa merasa nyaman di tempat kerjanya.

Baca juga: Tips Usaha Sendiri dari Pebisnis Perempuan Sukses Cynthia Tenggara

Meilisa mengaku masih harus menghadapi tantangan kepercayaan diri. “Saya juga perlu terus belajar,” ujarnya. Ia terkadang merasa masih  belum terbiasa berbicara di depan umum dan tidak tahu apa yang orang pikirkan tentang dia.

Sementara, Dian mengatakan bahwa melalui seminar-seminarnya, dirinya menemukan bahwa beberapa perempuan kesulitan mencatatkan pencapaiannya. Dia sering harus mengingatkan mereka bahwa “itu bukan menyombongkan diri jika hal tersebut adalah fakta”. Jaringan yang dan keluarga yang mendukung adalah hal penting, katanya.

“Saya tidak merasa terlalu percaya diri, tapi saya beruntung datang dari keluarga yang mendukung saya dan pendidikan saya.”

Persepsi terhadap Perempuan Pebisnis

Dian mengakui ada persepsi tertentu terhadap perempuan dalam bisnis: “Perempuan selalu ditanya bagaimana cara kamu melakukannya? Bagaimana kamu bekerja dan tetap menjaga keluargamu? Tidak ada yang bertanya kepada laki-laki bagaimana mereka menyeimbangkan pekerjaan dan kehidupan pribadinya. Kenapa tidak? Keseimbangan penting bagi semua orang.”

Namun meski ada bias pribadi, investor tidak perlu melihat gender saat memilih untuk berinvestasi, katanya. Hal yang lebih patut disoroti adalah keuntungan dan produk yang menarik bagi investor, jadi kepercayaan pada produk juga penting.

Bahkan menurut Dian, terkadang investor senang berinvestasi pada perempuan karena terbukti lebih bisa diandalkan dan mencapai targetnya.

Terlepas dari tantangan soal kepercayaan diri, Meilisa percaya bahwa perempuan dalam bisnis dapat menjadi pemimpin dan pembuat perubahan.

“Kadang-kadang kamu memang harus mencoba dan jika kamu gagal, kamu belajar dahulu dan kemudian memperbaiki diri,” tambahnya.

Artikel ini diterjemahkan oleh Jasmine Floretta V.D. dari versi aslinya dalam bahasa Inggris.

Nieve Walton adalah jurnalis mahasiswa dan pemagang di Magdalene. Dia suka mempelajari hal-hal baru, bertemu orang baru, dan minum cokelat panas di hari-hari yang dingin.

Read More