dampak buruk overworked

Kenali Dampak Buruk ‘Overworked’ dan Cara Mengatasinya

Dalam dunia kerja yang semakin kompetitif, banyak orang merasa perlu bekerja lebih keras dan lebih lama untuk mencapai kesuksesan. Namun, bekerja berlebihan atau overworked dapat membawa dampak buruk yang serius. Mengapa topik ini penting? Karena kesehatan dan kesejahteraan kita tidak sebanding dengan pencapaian profesional jika kita harus mengorbankan keseimbangan hidup. Lantas, apa yang bisa dilakukan?

Apa Itu Overworked?

Overworked adalah kondisi di mana seseorang bekerja melebihi batas wajar yang dapat ditoleransi oleh tubuh dan pikiran. Ini tidak hanya berarti bekerja lembur, tetapi juga merasa tertekan untuk selalu produktif tanpa ada waktu istirahat yang cukup.

Menurut World Health Organization (WHO), Burn-out anmoccupational phenomenon: International Classification of Diseases, overworked diidentifikasi sebagai kondisi kerja yang berlebihan dan berkepanjangan yang menyebabkan kelelahan fisik dan mental yang serius .

Faktor Penyebab Overworked

Ada banyak faktor yang bisa menyebabkan seseorang mengalami overworked. Berikut beberapa di antaranya:

  • Tuntutan Pekerjaan yang Tinggi: Banyak pekerjaan saat ini menuntut karyawan untuk mencapai target yang tinggi dalam waktu singkat. Tekanan ini sering membuat karyawan merasa harus bekerja lebih lama dan lebih keras untuk memenuhi ekspektasi tersebut.
  • Lingkungan Kerja yang Kompetitif: Dalam beberapa industri, persaingan yang ketat antara karyawan dapat menyebabkan mereka bekerja berlebihan untuk menonjol di mata atasan atau untuk mendapatkan promosi.
  • Kurangnya Manajemen Waktu yang Efektif: Beberapa individu mungkin tidak memiliki keterampilan manajemen waktu yang baik, sehingga mereka tidak bisa menyelesaikan pekerjaan dalam waktu yang ditentukan dan akhirnya harus bekerja lebih lama.
  • Budaya Kerja yang Tidak Sehat: Di beberapa perusahaan, ada budaya yang menganggap bekerja lembur sebagai tanda dedikasi dan loyalitas, sehingga karyawan merasa terdorong untuk bekerja lebih lama dari jam kerja normal.
  • Tekanan Ekonomi: Situasi ekonomi yang sulit juga bisa memaksa seseorang untuk bekerja lebih keras dan lebih lama demi memenuhi kebutuhan finansial.
  • Teknologi dan Ketersediaan 24/7: Dengan adanya teknologi yang memungkinkan komunikasi terus-menerus, banyak karyawan merasa harus selalu siap sedia dan merespons pekerjaan bahkan di luar jam kerja normal.

Baca Juga: Beban Pekerja Perempuan GenerasiSandwichBerlapis

Konsekuensi dari Overworked

Overworked tidak hanya berdampak pada kesehatan fisik dan mental, tetapi juga dapat mengurangi produktivitas dan kualitas hidup seseorang. Dikutip dari American Psychological Association (APA), Stress in America: Paying With Our Health, karyawan yang overworked cenderung lebih sering sakit, mengalami kelelahan, dan memiliki tingkat stres yang tinggi. Selain itu, mereka juga mungkin mengalami gangguan tidur, masalah pencernaan, dan penurunan fungsi kognitif .

Mengatasi masalah overworked memerlukan pendekatan yang komprehensif, termasuk kebijakan perusahaan yang mendukung keseimbangan antara kerja dan kehidupan pribadi, serta upaya individu untuk mengelola waktu dan stres dengan lebih baik.

Tanda-Tanda Overworked

Tanda-tanda overworked dapat muncul dalam berbagai bentuk, baik fisik, mental, maupun emosional. Mengenali tanda-tanda ini sangat penting agar kita bisa segera mengambil langkah pencegahan dan perbaikan.

Fisik

  • Kelelahan Kronis

Kelelahan yang tidak hilang meskipun sudah beristirahat cukup adalah tanda umum overworked. Kelelahan ini bisa mengurangi produktivitas kerja dan kualitas hidup. Masih menurut American Psychological Association (APA), kelelahan kronis adalah salah satu gejala utama stres kerja yang berlebihan.

  • Gangguan Tidur

Orang yang overworked sering mengalami gangguan tidur, seperti insomnia atau tidur yang tidak nyenyak. Hal ini disebabkan oleh pikiran yang terus menerus aktif memikirkan pekerjaan, sehingga sulit untuk benar-benar beristirahat.

  • Masalah Kesehatan Fisik

Overworked dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan fisik, termasuk sakit kepala, nyeri otot, dan gangguan pencernaan. National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH), Stress at Work, menyebutkan bahwa stres kerja dapat meningkatkan risiko masalah kesehatan seperti penyakit jantung dan tekanan darah tinggi.

Mental

  • Stres Berkepanjangan

Stres yang berkepanjangan adalah tanda mental yang umum dari overworked. Ini bisa menyebabkan berbagai masalah psikologis, termasuk kecemasan dan depresi.

  • Sulit Berkonsentrasi

Orang yang overworked sering mengalami kesulitan berkonsentrasi dan mengingat informasi. Ini bisa menghambat produktivitas dan kinerja kerja.

  • Kehilangan Motivasi

Kehilangan motivasi untuk bekerja atau melakukan aktivitas sehari-hari lainnya adalah tanda bahwa seseorang mungkin mengalami overworked. Rasa lelah dan tekanan terus menerus membuat kamu merasa tidak bersemangat.

Emosional

  • Burnout

Burnout adalah kondisi kelelahan emosional, mental, dan fisik yang disebabkan oleh stres berlebihan dan berkepanjangan. Ini membuat seseorang merasa tidak mampu menjalankan tugas sehari-hari. Menurut Mayo Clinic, Job burnout: How to spot it and take action, burnout dapat menyebabkan seseorang merasa putus asa dan kehilangan minat pada pekerjaan yang sebelumnya disukai.

  • Perubahan Suasana Hati

Orang yang overworked sering mengalami perubahan suasana hati yang drastis, seperti mudah marah atau merasa frustasi tanpa alasan yang jelas. Emoasi yang tidak stabil ini bisa mempengaruhi hubungan dengan orang lain.

  • Perasaan Terisolasi

Perasaan terisolasi atau kesepian adalah tanda emosional lain dari overworked. Seseorang mungkin merasa tidak ada yang mengerti atau mendukung mereka, sehingga merasa sendirian dalam menghadapi tekanan kerja.

Baca Juga: Stres di Tempat Kerja? Prioritaskan Istirahat Berkualitas

Cara Mengatasi Overworked

Mengatasi overworked memerlukan pendekatan yang holistik, mencakup manajemen waktu, dukungan dari lingkungan kerja, serta kebiasaan hidup sehat. Berikut adalah beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mengatasi overworked:

Mengatur Waktu Kerja

  • Membuat Jadwal Kerja yang Realistis

Membuat jadwal kerja yang realistis dan tetap berpegang pada jadwal tersebut sangat penting. Pastikan ada waktu untuk istirahat dan kegiatan pribadi di luar pekerjaan. Menurut American Psychological Association (APA), manajemen waktu yang efektif dapat mengurangi stres dan meningkatkan produktivitas.

  • Menerapkan Batasan Waktu

Tentukan batasan waktu untuk pekerjaan dan istirahat. Misalnya, jangan membawa pekerjaan pulang atau bekerja di luar jam kerja yang telah ditentukan. Ini membantu menjaga keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi.

Mengambil Istirahat yang Cukup

  • Istirahat Sejenak di Tengah Hari

Ambil istirahat singkat setiap beberapa jam untuk merilekskan pikiran dan tubuh. Ini bisa berupa berjalan-jalan sebentar, melakukan peregangan, atau hanya duduk santai tanpa melakukan apa-apa. Menurut penelitian dari National Institutes of Health (NIH), istirahat sejenak dapat meningkatkan fokus dan produktivitas.

  • Cuti dan Liburan

Jangan ragu untuk mengambil cuti atau liburan ketika diperlukan. Cuti tidak hanya memberi kesempatan untuk beristirahat, tetapi juga membantu menyegarkan pikiran dan mengurangi risiko burnout.

Baca Juga: Kerja, Kerja, Burnout: Dilema Perempuan Karier

Mengembangkan Keterampilan Manajemen Stres

  • Pelatihan Manajemen Stres

Mengikuti pelatihan atau workshop manajemen stres dapat membantu mengembangkan keterampilan untuk mengelola stres dengan lebih baik. Ini termasuk teknik untuk mengidentifikasi pemicu stres dan cara-cara untuk menghadapinya.

  • Mencari Dukungan Profesional

Jika diperlukan, jangan ragu untuk mencari bantuan dari profesional seperti psikolog atau konselor. Mereka dapat memberikan dukungan dan strategi untuk mengelola stres dan overworked.

Mengembangkan Kebiasaan Hidup Sehat

  • Olahraga Teratur

Olahraga secara teratur dapat membantu mengurangi stres dan meningkatkan kesehatan fisik dan mental. Menurut Mayo Clinic, olahraga dapat meningkatkan produksi endorfin, yang membantu merasa lebih baik dan lebih rileks.

  • Pola Makan Sehat

Makan makanan yang sehat dan seimbang juga penting untuk menjaga energi dan kesehatan. Hindari makanan yang tinggi gula dan lemak, dan perbanyak konsumsi buah, sayur, dan protein sehat.

  • Tidur yang Cukup

Pastikan kamu mendapatkan tidur yang cukup setiap malam. Tidur yang berkualitas penting untuk pemulihan fisik dan mental, serta membantu menjaga energi dan fokus sepanjang hari.

Mengelola Ekspektasi dan Komunikasi dengan Atasan

  • Bicarakan Kebutuhan Kamu

Jangan ragu untuk berbicara dengan atasan tentang kebutuhan kamu akan keseimbangan kerja dan kehidupan pribadi. Komunikasi yang baik dapat membantu mengurangi tekanan dan mengatur ekspektasi yang realistis.

  • Delegasi Tugas

Jika memungkinkan, delegasikan tugas kepada rekan kerja. Ini membantu mengurangi beban kerja dan memungkinkan fokus pada tugas-tugas yang paling penting.

Read More
tips jam kerja efektif

Jam Kerja Efektif: Jurus Anti ‘Burn Out’ dan Stres

Mengelola jam kerja dengan efektif relatif penting buat para pekerja. Alasannya, bekerja berlebihan dengan jam kerja berantakan, rentan meningkatkan risiko penyakit mental. Bahkan juga berpeluang membuat kamu sakit fisik. 

Pertanyaannya, bagaimana kita bisa menghindari stres atau meminimalisasi risikonya saat bekerja? Magdalene merangkumkan tipsnya buatmu. 

Apa itu Jam Kerja yang Efektif? 

Jam kerja yang efektif adalah pengaturan waktu kerja yang memungkinkan seseorang untuk menyelesaikan tugas-tugasnya secara optimal tanpa merasa terbebani atau tertekan. Hal ini tidak hanya berkaitan dengan durasi jam kerja, tetapi juga cara pengelolaan waktu, pembagian tugas, dan strategi untuk meningkatkan produktivitas kerja

Jam kerja yang efektif memerlukan pendekatan yang terstruktur dan disiplin dalam menyelesaikan tugas, serta kemampuan untuk menyeimbangkan pekerjaan dengan istirahat yang cukup. 

Menurut studi University of California, The Cost of Interrupted Work: More Speed and Stress, seseorang dapat memaksimalkan produktivitasnya dengan cara membatasi gangguan dan fokus pada satu tugas pada satu waktu. Studi ini menemukan bahwa gangguan sering kali membuat seseorang membutuhkan waktu lebih lama untuk kembali ke tingkat fokus sebelumnya . 

Baca Juga: Pangkas Jam Kerja Panjang untuk Hasil Lebih Optimal, Dorong Kesetaraan Gender 

Manfaat Jam Kerja yang Efektif 

Mengatur jam kerja secara efektif membawa berbagai manfaat, tidak hanya bagi produktivitas kerja tetapi juga bagi kesehatan mental dan fisik. Berikut beberapa manfaat dari jam kerja yang efektif: 

  • Peningkatan Produktivitas: Dengan pengelolaan waktu yang baik, pekerja dapat menyelesaikan lebih banyak tugas dalam waktu yang lebih singkat. Hal ini juga memungkinkan mereka untuk memberikan kualitas kerja yang lebih baik karena fokus yang lebih tinggi. 
  • Pengurangan Stres: Stres kerja sering kali muncul akibat beban kerja yang tidak teratur dan kurangnya waktu istirahat. Jam kerja yang efektif membantu mengurangi stres dengan menyediakan waktu yang cukup untuk istirahat dan relaksasi. 
  • Keseimbangan Hidup dan Kerja: Mengatur jam kerja dengan baik memungkinkan pekerja untuk memiliki waktu yang cukup untuk kehidupan pribadi mereka, termasuk berinteraksi dengan keluarga dan teman, serta mengejar hobi dan minat pribadi. 
  • Kesehatan Mental dan Fisik yang Lebih Baik: Pekerjaan yang teratur dan terstruktur dapat membantu mengurangi kelelahan mental dan fisik. Penelitian menunjukkan bahwa stres yang berkepanjangan dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan seperti insomnia, gangguan pencernaan, dan penyakit kardiovaskular . 
  • Peningkatan Kepuasan Kerja: Pekerja yang mampu mengelola waktu dengan baik cenderung merasa lebih puas dengan pekerjaan mereka karena merasa lebih produktif dan tidak terlalu terbebani dengan beban kerja yang menumpuk. 

Mengenali Sumber Stres di Tempat Kerja 

Mengelola stres di tempat kerja dimulai dengan mengenali sumber-sumber utama yang menyebabkan stres tersebut. Berikut adalah beberapa sumber stres yang umum di tempat kerja dan cara untuk mengidentifikasinya: 

Beban Kerja yang Berlebihan 

Salah satu penyebab utama stres di tempat kerja adalah beban kerja yang terlalu banyak. Ketika seseorang diberikan tugas yang berlebihan dalam waktu yang singkat, hal ini dapat menyebabkan tekanan dan kelelahan. Menurut International Journal of Environmental Research and Public Health, Impact of Workplace Environment on Productivity and Stress, 46 persen pekerja melaporkan, beban kerja yang berlebihan adalah penyebab utama stres mereka di tempat kerja. 

Baca Juga: Tips Manajemen Stres di Tempat Kerja yang Efektif 

Deadline yang Ketat 

Deadline yang sangat ketat sering kali menyebabkan pekerja harus bekerja di bawah tekanan tinggi. Ini dapat mengurangi kualitas kerja dan meningkatkan risiko kesalahan. Dikutip dari University of Cambridge, Managing Workplace Stress, menunjukkan bahwa tenggat waktu yang tidak realistis adalah salah satu faktor utama yang menyebabkan stres di tempat kerja

Konflik dengan Rekan Kerja 

Konflik interpersonal dengan rekan kerja atau atasan dapat menciptakan lingkungan kerja yang tidak nyaman dan penuh tekanan. Menurut American Psychological Association, Stress in the Workplace, konflik di tempat kerja adalah salah satu penyebab utama stres yang dapat berdampak negatif pada kesehatan mental dan produktivitas pekerja . 

Lingkungan Kerja yang Tidak Kondusif 

Faktor lingkungan seperti pencahayaan yang buruk, kebisingan berlebih, dan ventilasi yang buruk dapat memengaruhi kenyamanan dan konsentrasi kerja. Penelitian dari International Journal of Environmental Research and Public Health menunjukkan bahwa lingkungan kerja yang tidak mendukung dapat meningkatkan tingkat stres dan mengurangi produktivitas. 

Strategi Mengelola Waktu dengan Baik 

Mengelola waktu dengan baik merupakan kunci untuk mencapai jam kerja yang efektif dan mengurangi stres di tempat kerja. Berikut beberapa strategi yang dapat diterapkan untuk mengelola waktu dengan lebih baik: 

Prioritas Tugas 

Menetapkan prioritas adalah langkah pertama yang penting dalam mengelola waktu. Tidak semua tugas memiliki tingkat urgensi atau penting yang sama. Oleh karena itu, kita perlu mengidentifikasi tugas-tugas yang harus diselesaikan segera dan yang dapat ditunda. 

Menurut Stephen Covey dalam bukunya The 7 Habits of Highly Effective People, penting untuk membedakan antara tugas yang penting dan yang mendesak. Mengutamakan tugas yang penting namun tidak mendesak dapat membantu mengurangi stres jangka panjang . 

Baca Juga: Rupa-rupa Manajemen di Tempat Kerja, Kantormu Tipe Mana? 

Menggunakan Teknologi untuk Mengatur Waktu 

Teknologi dapat menjadi alat yang sangat berguna dalam mengelola waktu. Aplikasi manajemen waktu seperti Todoist, Trello, atau Asana dapat membantu kita mengatur jadwal, menetapkan prioritas, dan mengingatkan kita tentang tenggat waktu yang akan datang. 

Manfaat Menggunakan Aplikasi Manajemen Waktu: 

  • Organisasi: Memungkinkan kita untuk mengorganisasi tugas dan proyek dengan lebih baik. 
  • Pengingat: Memberikan pengingat otomatis untuk tenggat waktu yang akan datang. 
  • Kolaborasi: Memudahkan kerja tim dengan fitur kolaborasi dan penugasan tugas. 

Menurut artikel di Harvard Business Review, How to Spend Way Less Time on Email Every Day, penggunaan aplikasi manajemen waktu dapat meningkatkan produktivitas hingga 20% karena membantu pengguna tetap fokus dan terorganisir . 

Menghindari Prokrastinasi 

Prokrastinasi adalah kebiasaan menunda-nunda pekerjaan yang sering kali menjadi penyebab utama stres di tempat kerja. Mengatasi prokrastinasi memerlukan disiplin dan strategi khusus untuk tetap fokus pada tugas yang ada. 

Strategi Mengatasi Prokrastinasi: 

  • Membuat Daftar Tugas: Buat daftar tugas harian yang jelas dan realistis. 
  • Mengatur Waktu Kerja: Gunakan teknik manajemen waktu seperti Teknik Pomodoro untuk bekerja dalam interval yang teratur dan beristirahat sejenak. 
  • Menghargai Diri Sendiri: Beri diri sendiri penghargaan kecil setelah menyelesaikan tugas yang sulit. 

Menurut American Psychological Association, The Effects of Procrastination on Productivity, prokrastinasi dapat menyebabkan penurunan produktivitas dan peningkatan stres. Mengatasi kebiasaan ini memerlukan pendekatan yang sistematis dan berfokus pada pengembangan kebiasaan kerja yang lebih baik . 

Read More
Fakta claudia sheinbaum presiden prempuan meksiko

Presiden Perempuan Pertama Meksiko Claudia Sheinbaum: Saintis yang Feminis

Pertama kali dalam sejarah, Meksiko punya presiden perempuan yang menang dalam Pemilu 2024. Adalah Claudia Sheinbaum yang meraup suara 58 persen dan berhasil membungkam rivalnya, Xochiti Galvez dan Jorge Alvarwez Maynez. 
 
Kemenangan bekas Wali Kota Mexico City itu diwarnai tantangan berat. Terlebih saat ini Meksiko punya rentetan kasus kriminal dan kejahatan berbasis gender. Meski tak mudah, tapi rekam jejaknya yang baik, membuat rakyat Meksiko layak optimis. 

Latar Belakang Claudia Sheinbaum 

Perempuan bernama lengkap Claudia Sheinbaum Pardo itu. Dikutip dari Britannica, Claudia Sheinbaum president-elect of Mexico, ia lahir pada 24 Juni 1962 di Meksiko. Ia berasal dari keluarga Yahudi Ashkenazi yang bermigrasi ke Meksiko dari Eropa Timur. Ayahnya, Carlos Sheinbaum, adalah insinyur elektro yang memiliki karier gemilang di bidang energi. Sementara ibunya, Annie Pardo, adalah ahli Biologi yang sangat dihormati. Keluarga Claudia sangat menghargai pendidikan dan kerja keras, nilai-nilai yang kemudian membentuk perjalanan hidupnya. 

Baca Juga: Sonia Sotomayor Hakim Agung Perempuan dalam Pelantikan Presiden Amerika Joe Biden dan Kamala Harris 

Pendidikan 

Claudia tumbuh dalam lingkungan yang mendukung dan mendorong pendidikan. Setelah menyelesaikan pendidikan dasar, Claudia kuliah di National Autonomous University of Mexico (UNAM), salah satu universitas paling bergengsi di Meksiko. Di sana, ia menekuni Fisika lalu meraih gelar doktor di bidang Teknik Energi. 

Selama masa studinya, Claudia menunjukkan bakat luar biasa dalam penelitian ilmiah dan teknologi, yang kemudian membuka jalan baginya untuk berkontribusi dalam isu-isu lingkungan dan energi di Meksiko. 

Karier Akademik dan Penelitian 

Setelah meraih gelar doktor, Claudia melanjutkan karier di dunia akademik. Ia menjadi profesor di UNAM, tempat di mana ia tidak hanya mengajar tetapi juga aktif dalam penelitian. 

Claudia memiliki minat khusus dalam isu-isu lingkungan, terutama yang berkaitan dengan perubahan iklim dan energi terbarukan. Ia telah menerbitkan berbagai makalah ilmiah dan berpartisipasi dalam proyek-proyek penelitian yang berfokus pada pengurangan emisi karbon dan peningkatan efisiensi energi. Kontribusi ilmiahnya diakui secara luas, baik di tingkat nasional maupun internasional. 

Pengaruh Keluarga pada Karier Politik 

Latar belakang keluarganya yang kuat dalam ilmu pengetahuan dan dedikasi terhadap pendidikan memainkan peran penting dalam membentuk pandangan dunia Claudia. Keluarganya selalu mendorongnya untuk berpikir kritis dan berani mengambil risiko, nilai-nilai yang kemudian ia bawa ke dalam karier politiknya. Orang tuanya memberikan teladan tentang pentingnya inovasi dan kerja keras, yang menjadi dasar dalam pendekatan Claudia terhadap politik dan pemerintahan. 

Baca Juga: 4 Cara Mendidik Anak Perempuan Sejak Dini Untuk Jadi Pemimpin 

Masuk ke Dunia Politik 

Masih dikutp dari Britannica, Claudia Sheinbaum memulai karier politiknya pada awal 2000-an, namun minatnya pada politik sudah ada sejak masa muda. Berkat latar belakang keluarganya yang aktif dalam dunia akademik dan sosial, Claudia selalu memiliki ketertarikan terhadap isu-isu publik dan kebijakan. 

Pada 2000, Claudia bergabung dengan Partai Revolusi Demokratik (PRD), sebuah partai politik sayap kiri di Meksiko. Ia terinspirasi oleh visi partai tersebut untuk menciptakan keadilan sosial dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sebagai seorang akademisi dan peneliti, Claudia melihat politik sebagai jalan untuk mengimplementasikan pengetahuan dan hasil penelitiannya dalam kebijakan publik yang nyata. 

Bergabung dengan Morena 

Pada 2014, Claudia membuat keputusan penting dalam karier politiknya dengan bergabung dengan Movimiento Regeneración Nacional (Morena), partai besutan Andrés Manuel López Obrador. Morena adalah partai politik yang relatif baru pada waktu itu, tetapi dengan cepat mendapatkan popularitas berkat platformnya yang anti-korupsi dan pro-rakyat. Bergabungnya Claudia dengan Morena menunjukkan komitmennya terhadap perubahan sosial dan politik yang lebih luas di Meksiko. 

Kemenangan sebagai Wali Kota 

Pada Juli 2018, Claudia Sheinbaum terpilih sebagai Wali Kota Mexico City, menjadikannya perempuan pertama yang menduduki posisi ini dalam sejarah kota tersebut. Kemenangan ini tidak hanya signifikan untuknya, tetapi juga gerakan politik di Meksiko yang memperjuangkan kesetaraan gender dan representasi perempuan dalam pemerintahan. 

Sebagai Wali Kota, ia segera mulai bekerja dengan mengimplementasikan berbagai kebijakan progresif yang telah ia janjikan selama kampanye. Ia memperkenalkan program perumahan terjangkau, meningkatkan sistem transportasi umum, dan meluncurkan inisiatif lingkungan yang ambisius. 

Ia juga bekerja keras untuk memastikan partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, menjadikan pemerintahannya lebih inklusif dan responsif terhadap kebutuhan warganya. 

Claudia Sheinbaum Mempromosikan Kesetaraan Gender 

Dikutip dari The Conversation, Mexico elects first female president − but will that improve the lot of country’s women?,sebagai presiden perempuan pertama Meksiko, Sheinbaum sangat berkomitmen untuk mempromosikan kesetaraan gender. Dalam karier, ia selalu berusaha untuk memastikan bahwa perempuan mendapatkan kesempatan yang sama dalam berbagai aspek kehidupan. Salah satu langkah awalnya adalah dengan meningkatkan representasi perempuan dalam pemerintahan dan posisi kepemimpinan. 

Claudia berupaya untuk memperkenalkan kebijakan yang mendukung kesetaraan gender di berbagai sektor. Ia percaya bahwa kesetaraan gender bukan hanya tentang memberikan hak yang sama, tetapi juga tentang menghapuskan hambatan-hambatan yang menghalangi perempuan untuk mencapai potensi penuh mereka. Dalam hal ini, Claudia memprioritaskan penciptaan lingkungan yang mendukung partisipasi aktif perempuan di semua tingkatan pemerintahan dan sektor ekonomi. 

Inisiatif Pemberdayaan Perempuan 

Salah satu inisiatif penting yang diusung Claudia adalah program pemberdayaan perempuan. Program ini mencakup pelatihan keterampilan, pendidikan, dan dukungan finansial untuk perempuan yang ingin memulai usaha atau mengembangkan karier mereka. Claudia memahami bahwa pemberdayaan perempuan adalah kunci untuk mencapai kesetaraan gender yang sejati. Oleh karena itu, ia fokus pada memberikan alat dan sumber daya yang dibutuhkan perempuan untuk sukses. 

Claudia juga mempromosikan program-program yang mendukung perempuan dalam bidang STEM (Sains, Teknologi, Teknik, dan Matematika). Ia mendorong perempuan muda untuk mengejar pendidikan dan karier di bidang ini, dengan menyediakan beasiswa dan program magang yang khusus dirancang untuk mereka. Dengan demikian, Claudia berusaha untuk mengurangi kesenjangan gender dalam bidang yang didominasi oleh laki-laki dan membuka peluang baru bagi perempuan. 

Kebijakan Anti-Kekerasan terhadap Perempuan 

Sebagai bagian dari komitmennya terhadap kesetaraan gender, ia juga fokus pada kebijakan yang bertujuan untuk mengurangi kekerasan terhadap perempuan. Ia memperkenalkan berbagai inisiatif untuk melindungi perempuan dari kekerasan dalam rumah tangga dan kekerasan seksual. Salah satu kebijakan utamanya adalah pendirian pusat-pusat layanan untuk korban kekerasan, yang menyediakan perlindungan, konseling, dan dukungan hukum. 

Ia juga bekerja sama dengan lembaga penegak hukum untuk meningkatkan penanganan asus kekerasan terhadap perempuan. Ia memastikan bahwa petugas kepolisian dan sistem peradilan dilatih untuk menangani kasus-kasus ini dengan sensitivitas dan keadilan. Selain itu, Shenbaum mendorong kampanye publik untuk meningkatkan kesadaran tentang isu-isu kekerasan terhadap perempuan dan pentingnya melaporkan insiden kekerasan. 

Baca Juga: 7 Rekomendasi Drama Korea dan Serial TV Soal Perempuan Pemimpin 

Promosi Kesetaraan dalam Keluarga 

Shenbaum juga percaya kesetaraan gender harus dimulai dari keluarga. Karena itu, ia mendukung inisiatif yang mempromosikan pembagian tugas rumah tangga yang adil dan peran orang tua yang setara. 

Shenbaum mengadvokasi kebijakan cuti orang tua yang lebih fleksibel dan inklusif, yang memungkinkan kedua orang tua untuk berbagi tanggung jawab dalam merawat anak-anak mereka. Dengan cara ini, ia berharap dapat mengubah norma-norma sosial yang tradisional dan menciptakan lingkungan keluarga yang lebih adil dan seimbang. 

Read More
skill manajemen waktu pengertian

‘Skill’ Manajemen Waktu buat Kamu dengan Beban Kerja Bejibun

Dear sobat hustle culture

Kamu pernah enggak merasa kewalahan dengan pekerjaan yang menumpuk? Terkadang bahkan kamu merasa waktu 24 jam sehari pun tidak pernah cukup? Bergulat dengan pekerjaan satu dan lainnya atau kerja tunggal tapi bebannya terlalu banyak. Sementara, menjadi multitasking setiap hari, tentu sangat melelahkan. 

Jika itu yang dirasakan, maka sudah saatnya kamu belajar tentang manajemen waktu. Menguasai skill manajemen waktu tidak cuma membantu kamu bekerja lebih efisien, tetapi bisa menjaga kesehatan mental. 

Lalu bagaimana caranya bisa mengatur waktu dengan baik? 

Apa itu Manajemen Waktu? 

Dikutip dari Mind Tools, What Is Time Management? manajemen waktu adalah proses perencanaan seseorang dalam menghabiskan waktu untuk kegiatan tertentu. Manajemen waktu melibatkan proses menetapkan tujuan, membuat daftar tugas, mengatur jadwal, dan menentukan prioritas. 

Dalam konteks dunia kerja, manajemen waktu adalah kemampuan untuk menggunakan waktu dengan produktif dan efisien guna mencapai tujuan. 

Baca Juga: Plus-Minus Melakukan ‘Multitasking’ dalam Bekerja dan Belajar 

Manfaat dari Manajemen Waktu yang Efektif 

Manfaat manajemen waktu yang efektif sangat beragam. Berikut beberapa di antaranya: 

  • Peningkatan Produktivitas: Dengan manajemen waktu yang baik, kamu jadi bisa menyelesaikan lebih banyak tugas dalam waktu yang lebih singkat. Ini berarti lebih banyak keluaran dalam waktu yang sama. Hal ini tentu bakal dihargai dalam dunia kerja. 
  • Mengurangi Stres: Ketika kamu punya kontrol yang baik atas waktu, kamu bisa menghindari tenggat yang ketat dan pekerjaan menumpuk. Ini membantu mengurangi tingkat stres dan kecemasan terkait pekerjaan. 
  • Keseimbangan Kehidupan Kerja: Manajemen waktu yang baik memungkinkan kamu untuk menemukan keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi atau work-life balance. Dengan demikian, kamu dapat menikmati waktu luang tanpa harus terganggu oleh pekerjaan yang belum selesai. 
  • Pencapaian Tujuan Lebih Cepat: Dengan mengelola waktu dengan baik, kamu jadi lebih fokus pada tugas-tugas yang penting, sehingga kamu bisa mencapai tujuan lebih cepat dan efisien. 
  • Peningkatan Kualitas Kerja: Ketika kamu memiliki waktu yang cukup untuk setiap tugas, kamu bisa memastikan pekerjaan dilakukan dengan kualitas yang lebih baik tanpa terburu-buru. 

Komponen Time Management yang Efektif 

Untuk mengelola waktu dengan baik, ada beberapa komponen penting yang harus diperhatikan: 

  • Perencanaan: Ini melibatkan membuat jadwal harian atau mingguan, menentukan tugas-tugas yang harus diselesaikan, dan merencanakan cara untuk menyelesaikannya. 
  • Prioritization: Memutuskan tugas mana yang paling penting dan harus diselesaikan terlebih dahulu. Teknik seperti matriks Eisenhower bisa membantu menentukan prioritas berdasarkan urgensi dan kepentingan. 
  • Pengendalian: Mengendalikan gangguan dan menghindari kegiatan yang tidak produktif. Ini bisa melibatkan menonaktifkan notifikasi, menetapkan batasan waktu untuk setiap tugas, dan fokus pada satu tugas pada satu waktu. 
  • Evaluasi: Melakukan penilaian rutin terhadap bagaimana waktu dihabiskan dan mencari cara untuk meningkatkan efisiensi. Evaluasi ini bisa membantu mengidentifikasi kebiasaan yang buruk dan mencari solusi yang lebih baik. 
  • Fleksibilitas: Meskipun penting untuk memiliki rencana, fleksibilitas juga diperlukan untuk menangani kejadian tak terduga dan perubahan prioritas. 

Baca Juga: Pindah Kerja ke Tempat Baru? Perhatikan Tanda-tanda Ini untuk Tahu Atasanmu ‘Toxic’ Atau Enggak 

Skill Manajemen Waktu yang Penting 

Melansir Jobstreet, How to manage your time so it doesn’t manage you, berikut ini contoh skill manajemen waktu yang bisa kamu cantumkan di CV. 

  • Prioritizing Tasks 

Memprioritaskan tugas adalah skill dasar dalam manajemen waktu. Ini berarti menentukan tugas mana yang paling penting dan harus diselesaikan terlebih dahulu. Untuk melakukan ini, kamu bisa menggunakan metode seperti matriks Eisenhower yang membagi tugas berdasarkan urgensi dan kepentingannya. Dengan memprioritaskan tugas, kamu bisa memastikan waktu digunakan untuk hal-hal yang benar-benar penting dan mendesak. 

  • Time Blocking 

Time blocking adalah teknik di mana kamu mengalokasikan waktu tertentu untuk kegiatan atau tugas yang berbeda untuk meningkatkan produktivitas kerja dan mempertahankan fokus. Dengan metode ini, kamu menetapkan waktu yang spesifik di kalender untuk mengerjakan tugas tertentu dan hanya fokus pada tugas itu selama periode tersebut. 

Time blocking membantu mengurangi gangguan dan meningkatkan fokus, sehingga kamu bisa menyelesaikan tugas dengan lebih efisien. Misalnya, kamu bisa menetapkan time blocking dari jam 9 pagi hingga 11 pagi hanya untuk menangani email, sehingga kamu tidak terganggu oleh email sepanjang hari. 

  • Delegating Tasks 

Delegasi adalah keterampilan penting yang melibatkan pendelegasian tugas kepada orang lain. Ini memungkinkan kamu untuk fokus pada tugas yang lebih strategis dan penting, sementara tugas-tugas yang lebih sederhana atau bisa dilakukan oleh orang lain didelegasikan. Untuk mendelegasikan dengan efektif, kamu perlu memahami kemampuan dan beban kerja tim, serta memberikan instruksi yang jelas dan dukungan yang diperlukan. 

  • Goal Setting 

Goal setting adalah kunci untuk mengarahkan upaya kamu ke arah yang tepat. Tujuan yang jelas membantu kamu tetap fokus dan termotivasi. Dalam menetapkan tujuan, pastikan kamu menggunakan prinsip SMART (Specific, Measurable, Achievable, Relevant, Time-bound) agar tujuan kamu jelas dan dapat dicapai dalam waktu yang ditentukan. Menetapkan tujuan jangka pendek dan jangka panjang juga bisa membantu kamu tetap berada di jalur yang benar dan memonitor kemajuan tersebut. 

Baca Juga: Pulanglah ‘Teng Go’, Terlalu Lama Kerja Bisa Bikin Stroke 

  • Avoiding Procrastination 

Menghindari penundaan adalah keterampilan yang membutuhkan disiplin. Ini berarti menyelesaikan tugas sesuai jadwal tanpa menunda-nunda. Supaya pekerjaan tidak tertunda, kamu bisa menggunakan teknik seperti ‘Pomodoro Technique‘, di mana kamu bekerja selama 25 menit kemudian istirahat selama 5 menit. Teknik ini membantu menjaga fokus dan mencegah kelelahan. Mengidentifikasi alasan di balik penundaan kamu dan mencari cara untuk mengatasi hambatan tersebut juga bisa sangat membantu. 

  • Staying Organized 

Tetap terorganisasi membantu kamu mengatur tugas dan jadwal dengan lebih efisien. Ini termasuk menjaga lingkungan kerja yang rapi dan sistem pengarsipan yang baik. Menggunakan alat bantu seperti to-do list, kalender digital, dan aplikasi manajemen proyek seperti Trello atau Asana bisa membantu kamu untuk tetap terorganisasi. 

Selain itu, kebiasaan seperti merapikan meja kerja setiap hari dan menyortir email masuk juga bisa membuat kamu lebih terstruktur dan siap menghadapi tugas sehari-hari. 

Read More
atasan di tempat kerja toxic

Pindah Kerja ke Tempat Baru? Perhatikan Tanda-tanda Ini untuk Tahu Atasanmu ‘Toxic’ Atau Enggak

Kamu pernah gak merasa cemas menghadapi atasan baru? Memastikan atasanmu tidak toxic adalah langkah penting demi kenyamanan dan produktivitas kerja. Atasan toxic bisa merusak suasana kerja dan berdampak negatif pada kesehatan mental. Jadi, bagaimana cara memastikan atasan di tempat kerja baru kamu tidak toxic?

Baca Juga: Kiat-kiat Kantor Dukung Kesehatan Mental Karyawan yang Patut Dicoba

Mengidentifikasi Tanda-Tanda Atasan Toxic

Dikutip dari The Muse, 6 Signs of a Toxic Boss and How to Deal With Them, atasan toxic adalah individu yang menciptakan lingkungan kerja tidak sehat melalui perilaku mereka yang merusak. Mereka cenderung menggunakan kekuasaan mereka untuk menekan dan memanipulasi karyawan, mengakibatkan stres, kecemasan, dan ketidakpuasan di tempat kerja. Berikut ini adalah beberapa tanda-tanda atasan toxic yang harus diwaspadai.

Perilaku Manipulatif

Perilaku manipulatif adalah salah satu ciri khas atasan toxic. Mereka sering kali menggunakan strategi seperti:

  • Gaslighting: Membuat karyawan meragukan diri sendiri atau realitas mereka. Atasan ini mungkin akan menyangkal pernah mengatakan sesuatu atau membuat karyawan merasa salah.
  • Memecah Belah Tim: Atasan toxic mungkin akan memecah belah tim dengan menyebarkan gosip atau informasi yang tidak benar, menciptakan persaingan yang tidak sehat di antara anggota tim.
  • Menggunakan Rasa Takut: Mereka sering kali mengandalkan rasa takut untuk mengendalikan karyawan, misalnya dengan ancaman pemecatan atau pengurangan gaji.

Baca Juga: ‘Girl Boss’ di Film Indonesia: Stereotipikal atau Tidak?

Komunikasi Buruk

Komunikasi yang buruk dapat mencakup berbagai bentuk, seperti:

  • Tidak Ada Feedback yang Konstruktif: Alih-alih memberikan masukan yang membantu, atasan toxic mungkin memberikan kritik yang tidak membangun atau tidak memberikan feedback sama sekali.
  • Komunikasi Pasif-Agresif: Menggunakan nada atau kata-kata yang secara tersirat merendahkan atau menghina karyawan, tanpa mengungkapkan secara langsung apa yang diinginkan atau yang salah.
  • Kurangnya Transparansi: Tidak memberikan informasi penting atau menyembunyikan informasi yang seharusnya diketahui oleh tim, yang bisa menyebabkan kebingungan dan ketidakpastian.

Ekspektasi Tidak Realistis

Menetapkan ekspektasi yang tidak masuk akal tanpa mempertimbangkan kapasitas dan sumber daya yang tersedia merupakan tanda lain dari atasan toxic. Beberapa contoh perilaku ini adalah:

  • Deadline yang Tidak Masuk Akal: Meminta pekerjaan diselesaikan dalam waktu yang sangat singkat tanpa mempertimbangkan beban kerja yang sudah ada.
  • Volume Kerja yang Berlebihan: Memberikan tugas yang jauh melebihi kapasitas kerja normal, menyebabkan karyawan harus bekerja lembur terus-menerus.
  • Ketidakpedulian terhadap Keseimbangan Kerja-Hidup: Tidak menghormati waktu pribadi karyawan, misalnya dengan mengharapkan mereka menjawab email atau panggilan di luar jam kerja.

Kurangnya Pengakuan dan Penghargaan

Atasan yang toxic sering kali tidak mengakui atau menghargai usaha dan pencapaian karyawan. Ini bisa meliputi:

  • Tidak Memberikan Penghargaan: Mengabaikan atau mengklaim hasil kerja karyawan sebagai milik mereka sendiri.
  • Mengabaikan Prestasi: Tidak memberikan pujian atau pengakuan atas pekerjaan yang dilakukan dengan baik.
  • Fokus pada Kesalahan: Selalu mencari kesalahan dan mengkritik, tanpa mengakui upaya atau keberhasilan karyawan.

Micromanaging

Atasan yang terlalu mengendalikan setiap aspek pekerjaan karyawan menunjukkan kurangnya kepercayaan dan bisa sangat memberatkan. Micromanaging bisa meliputi:

  • Kontrol Berlebihan: Mengawasi setiap detail kecil pekerjaan karyawan, tidak memberikan ruang untuk kreativitas atau otonomi.
  • Kurangnya Kebebasan: Tidak mengizinkan karyawan membuat keputusan sendiri atau mengambil inisiatif, yang bisa menghambat pertumbuhan profesional mereka.
  • Selalu Mengawasi Karyawan: Terus-menerus mengecek pekerjaan karyawan, yang bisa mengganggu alur kerja dan menambah stres.

Baca Juga: 7 Tips Menjaga ‘Work-Life Balance’ Buat ‘Fresh Graduate’

Strategi Menghadapi Atasan yang Toxic

Menghadapi atasan yang toxic bisa menjadi tantangan besar, namun ada beberapa strategi yang dapat kamu terapkan untuk menjaga kesejahteraan dan produktivitasmu. Dikutip dari Forbes, 13 Effective Tactics For Dealing With A Toxic Boss, berikut adalah beberapa langkah yang bisa kamu ambil:

  • Berkomunikasi dengan Efektif

Komunikasi yang jelas dan tegas: Pastikan kamu berkomunikasi secara jelas dan tegas. Jangan biarkan perasaan takut atau tidak nyaman menghalangi kamu untuk menyampaikan pendapat atau masalah yang kamu hadapi. Gunakan bahasa yang sopan namun tegas, dan pastikan untuk mendengarkan respons atasanmu.

Menyampaikan feedback secara konstruktif: Jika ada sesuatu yang mengganggu, coba sampaikan feedback secara konstruktif. Fokuslah pada perilaku dan dampaknya, bukan pada pribadi atasan. Misalnya, “Saya merasa kesulitan ketika arahan tidak jelas, mungkin kita bisa mendiskusikan lebih detail di awal proyek.”

  • Menetapkan Batasan

Kenali batasan pribadimu: Menetapkan batasan adalah kunci untuk melindungi kesehatan mentalmu. Ketahui batasanmu dan pastikan kamu tidak melewatinya demi pekerjaan. Ini termasuk waktu kerja, beban kerja, dan cara atasan berkomunikasi denganmu.

Beri tahu batasanmu secara diplomatis: Jangan ragu untuk mengomunikasikan batasanmu dengan cara yang diplomatis. Misalnya, jika atasan sering menghubungi di luar jam kerja, kamu bisa mengatakan, “Saya akan segera bereskan hal ini saat jam kerja dimulai besok pagi.”

  • Mencari Dukungan

Cari dukungan dari rekan kerja: Kadang-kadang, rekan kerja bisa menjadi sumber dukungan yang kuat. Mereka mungkin menghadapi situasi yang sama dan bisa memberikan saran atau sekadar menjadi teman bicara.

Cari Bantuan ke HRD: Jika perusahaan memiliki departemen HR, tidak ada salahnya untuk meminta bantuan HRD. Mereka ada untuk membantu menyelesaikan masalah seperti ini. Jangan ragu untuk melaporkan perilaku yang tidak pantas dan mencari bantuan mereka untuk mediasi atau solusi.

Baca Juga: 5 Tips Jadi HRD Profesional untuk Lingkungan Kerja Setara

  • Membangun Hubungan Positif di Tempat Kerja

Jalin hubungan baik dengan rekan kerja: Membangun hubungan yang positif dengan rekan kerja bisa menjadi sumber dukungan emosional yang penting. Selain itu, hubungan yang baik bisa menciptakan lingkungan kerja yang lebih menyenangkan.

Cari mentor: Mentor bisa memberikan bimbingan dan dukungan yang kamu butuhkan. Mereka bisa membantu kamu menghadapi situasi sulit dan memberikan nasihat berdasarkan pengalaman mereka.

  • Fokus pada Pengembangan Diri

Tingkatkan Skill: Alihkan perhatianmu pada pengembangan keterampilan dan pengetahuan. Mengikuti kursus atau pelatihan bisa memberikanmu kepercayaan diri dan peluang karier yang lebih baik kedepannya.

Tetap positif: Cobalah untuk tetap positif dan fokus pada hal-hal yang bisa kamu kontrol. Menghadapi atasan yangtoxic memang sulit, tetapi menjaga sikap positif bisa membantu kamu bertahan dan mencari solusi yang lebih baik.

Read More
Bekerja Setelah Melahirkan

Dear Mama, Ini Tips untuk Kembali Kerja Setelah Cuti Melahirkan

Kembali bekerja setelah cuti melahirkan bisa jadi tantangan tersendiri buat kebanyakan perempuan karier. Tantangan ini enggak cuma melibatkan aspek profesional tetapi juga personal. Persiapan yang matang sangat penting agar proses transisi ini berjalan dengan lancar. 

Dalam artikel ini, kita bakal kupas tuntas berbagai tips yang dapat membantu perempuan karier mempersiapkan diri kembali bekerja. 

Tips Kembali Bekerja Setelah Melahirkan 

Berikut beberapa tips kembali bekerja setelah melahirkan, sebagaimana dilansir dari beberapa sumber: 

Mengelola Ekspektasi 

Dikutip dari Motherly, How to make going back to work after maternity leave a smooth transition, setelah cuti melahirkan, kamu mungkin akan kembali ke lingkungan kerja yang sedikit berbeda. Tugas dan tanggung jawab mungkin telah dialihkan sementara kepada rekan kerja lain. Mungkin juga ada perubahan dalam tim atau struktur organisasi. Ini adalah hal yang wajar dan perlu dihadapi dengan pikiran terbuka dan fleksibel. 

Salah satu cara untuk mengelola ekspektasi adalah dengan menerima adaptasi sebagai bagian dari proses ini. Kamu mungkin memerlukan waktu untuk kembali menyesuaikan diri dengan ritme dan dinamika pekerjaan. 

Selain itu, kehidupan pribadimu juga pasti berubah. Kehadiran anak membawa rutinitas baru yang memengaruhi waktu dan energi. Dengan dukungan suami, kamu bisa menempa kesabaran dan penerimaan diri. Tak perlu langsung berekspektasi kembali ke performa kerja yang sama seperti sebelum cuti. Berikan diri kamu waktu untuk beradaptasi dengan peran baru sebagai ibu sekaligus pekerja. Jangan terlalu keras pada dirimu. 

Komunikasi yang terbuka dan jujur dengan atasan dan rekan kerja sangat penting untuk mengelola ekspektasi. Sebelum kembali bekerja, ada baiknya untuk mengatur pertemuan dengan atasan untuk mendiskusikan status proyek yang sedang dikerjakan, serta perubahan yang terjadi selama kamu cuti. Jelaskan kondisi dan kebutuhan kamu, seperti mungkin memerlukan jam kerja fleksibel atau kesempatan untuk bekerja dari rumah sesekali. 

Dengan rekan kerja, penting untuk memperbarui hubungan profesional dan menunjukkan kamu siap untuk kembali berkontribusi. Tanyakan tentang perkembangan proyel yang sedang berjalan dan cari tahu bagaimana kamu bisa membantu. Ini akan menunjukkan inisiatif dan komitmen kamu untuk kembali terlibat sepenuhnya. 

Baca Juga: ‘Matahara’, Kekerasan Ibu Pekerja yang Marak di Jepang 

Merencanakan Kembali ke Rutinitas Kerja 

Ketika kembali bekerja setelah cuti melahirkan, salah satu langkah terpenting adalah membuat jadwal yang fleksibel. Dikutip dari Indeed, 10 Tips for Returning to Work After Parental Leave, fleksibilitas dalam jadwal kerja bisa membantu kamu menyeimbangkan antara tuntutan pekerjaan dan kebutuhan keluarga. Bicarakan dengan atasan kamu tentang kemungkinan bekerja dari rumah beberapa hari dalam seminggu. Bisa juga mempertimbangkan opsi untuk menyesuaikan jam kerja agar lebih cocok dengan rutinitas baru kamu di rumah. 

Selain itu, perencanaan harian yang baik juga dapat membantu. Buatlah to-do list untuk setiap hari kerja, urutkan berdasarkan prioritas, dan pastikan kamu memiliki waktu istirahat yang cukup. Dengan jadwal yang terstruktur namun fleksibel, kamu dapat mengurangi stres dan meningkatkan produktivitas kerja

Menentukan prioritas adalah kunci untuk mengelola pekerjaan secara efektif setelah kembali dari cuti melahirkan. Identifikasi tugas-tugas yang paling penting dan mendesak untuk diselesaikan. Fokus pada tugas-tugas tersebut terlebih dahulu sebelum beralih ke pekerjaan lain yang kurang prioritas. 

Membangun Dukungan Keluarga 

Ketika kembali bekerja setelah cuti melahirkan, dukungan dari keluarga menjadi sangat krusial. Mereka adalah fondasi utama yang dapat membantu kamu menjalani transisi ini dengan lebih lancar. 

Diskusikan dengan pasangan tentang bagaimana kalian berdua dapat berbagi tugas rumah tangga dan tanggung jawab pengasuhan anak. Misalnya, siapa yang akan mengurus anak di pagi hari, siapa yang menyiapkan makanan, atau siapa yang akan mengurus pekerjaan rumah tangga tertentu. Kerja sama yang baik dengan pasangan, membagi tugas perawatan, dapat mengurangi beban dan stres yang kamu rasakan. 

Selain pasangan, kamu juga bisa meminta bantuan dari anggota keluarga lainnya seperti orang tua atau saudara. Mereka bisa membantu mengurus anak atau tugas rumah tangga lainnya. Dukungan dari keluarga besar dapat memberikan kamu waktu tambahan untuk beristirahat atau fokus pada pekerjaan. 

Baca Juga: Kiat-kiat Kantor Dukung Kesehatan Mental Karyawan yang Patut Dicoba 

Menjaga Kesehatan Mental 

Kesehatan mental adalah aspek yang sering kali terlupakan ketika seseorang kembali bekerja setelah cuti melahirkan. Padahal, menjaga kesehatan mental sama pentingnya dengan menjaga kesehatan fisik. Dikutip dari Linkedin, Navigating the Transition: Tips for Maintaining Positive Mental Health When Returning to Work from Maternity Leave, berikut adalah beberapa cara untuk menjaga kesehatan mental kamu selama proses ini: 

Mencari Dukungan Emosional 

Setelah melahirkan, perasaan cemas, stres, bahkan depresi postpartum bisa muncul. Sangat penting untuk mencari dukungan emosional dari orang-orang terdekat seperti pasangan, keluarga, atau teman. Berbagi perasaan dan pengalaman dengan orang yang kamu percayai bisa membantu mengurangi beban emosional yang kamu rasakan. 

Berbicara dengan Profesional 

Jika perasaan cemas atau depresi terasa berat dan berkepanjangan, jangan ragu untuk mencari bantuan dari profesional kesehatan mental seperti psikolog atau psikiater. Mereka bisa memberikan terapi dan dukungan yang tepat untuk membantu kamu mengatasi perasaan tersebut. Banyak perusahaan juga menyediakan program bantuan karyawan yang bisa kamu manfaatkan. 

Baca Juga: Hak Pekerja Perempuan di Indonesia yang Perlu Diketahui 

Melakukan Aktivitas Relaksasi 

Luangkan waktu untuk melakukan aktivitas yang dapat membantu kamu lebih rileks dan meredakan stres. Meditasi, yoga, dan latihan pernapasan dalam adalah beberapa contoh aktivitas yang bisa kamu coba. Aktivitas ini tidak hanya membantu menenangkan pikiran, tetapi juga memberikan waktu untuk diri sendiri di tengah kesibukan sehari-hari. 

Read More
Cara Mengatasi stres di tempat kerja

Stres di Tempat Kerja? Prioritaskan Istirahat Berkualitas

Stres di tempat kerja merupakan masalah umum yang sering dihadapi banyak orang. Ini bisa memengaruhi kesejahteraan mental dan fisik seseorang, serta berdampak pada produktivitas dan kebahagiaan di tempat kerja. Untuk memahami bagaimana mengatasi stres di tempat kerja, pertama-tama kita perlu memahami penyebab utamanya.

Dikutip dari Better Up, What is workplace stress, and what are its effects?, istilah “stres” sendiri mengacu pada respons tubuh terhadap tekanan atau tuntutan yang dialami seseorang di lingkungan kerja. Namun, penting untuk dipahami bahwa tingkat stres yang dialami setiap individu dapat bervariasi tergantung pada berbagai faktor, termasuk jenis pekerjaan, lingkungan kerja, dan faktor personal.

Pada dasarnya, stres di tempat kerja dapat timbul dari berbagai sumber, mulai dari tuntutan pekerjaan yang berlebihan hingga konflik interpersonal. Misalnya, seorang pekerja mungkin merasa tertekan karena harus menyelesaikan banyak tugas dalam waktu yang singkat atau karena merasa kurang dihargai oleh atasan atau rekan kerja. Selain itu, adanya ketidakpastian dalam pekerjaan atau perubahan yang cepat di tempat kerja juga dapat meningkatkan tingkat stres seseorang.

Penting untuk diingat bahwa tidak semua stres bersifat negatif. Sejumlah kecil stres dapat membantu meningkatkan performa seseorang dalam menyelesaikan tugas-tugas tertentu. Namun, masalah timbul ketika tingkat stress seseorang menjadi terlalu tinggi atau terus-menerus, yang dapat berdampak negatif pada kesejahteraan fisik dan mental seseorang.

Oleh karena itu, pemahaman yang lebih baik tentang penyebab stres di tempat kerja serta cara mengelolanya menjadi kunci untuk menciptakan lingkungan kerja yang sehat dan produktif. Dengan mengidentifikasi faktor-faktor yang memicu stres dan mengembangkan strategi untuk mengatasi serta mencegahnya, individu dan organisasi dapat bekerja sama untuk menciptakan lingkungan kerja yang mendukung kesejahteraan dan keberhasilan bersama.

Baca Juga: Tanda Kamu ‘Workaholic’: Kerja Berlebihan Itu Baik atau Buruk?

Faktor-faktor yang Memicu Stres di Tempat Kerja

Dikutip dari Positive Psychology, 16 Causes of Workplace Stress & How to Prevent Its Effects, stres di tempat kerja bisa timbul dari berbagai faktor yang berbeda, baik yang terkait dengan tugas-tugas pekerjaan maupun dengan interaksi sosial di lingkungan kerja. Memahami faktor-faktor ini adalah langkah pertama dalam mengatasi dan mencegah stres di tempat kerja.

  1. Beban Kerja yang Berlebihan: Salah satu faktor utama yang memicu stres adalah beban kerja yang berlebihan. Ketika seseorang memiliki terlalu banyak tugas yang harus diselesaikan dalam waktu yang terbatas, ini dapat menyebabkan tingkat stres yang tinggi. Rasa tertekan untuk menyelesaikan tugas-tugas tersebut dengan cepat dan tepat bisa menjadi pemicu stres yang signifikan.
  2. Konflik Interpersonal: Konflik antar rekan kerja atau dengan atasan juga dapat menyebabkan tingkat stres yang tinggi di tempat kerja. Ketidakharmonisan dalam hubungan kerja bisa menciptakan lingkungan yang tidak menyenangkan dan membuat seseorang merasa tegang dan tidak nyaman saat bekerja.
  3. Kurangnya Dukungan dari Atasan: Ketika seorang karyawan merasa bahwa mereka tidak mendapatkan dukungan yang cukup dari atasan mereka, ini bisa menjadi sumber stres yang besar. Rasa tidak dihargai atau tidak didengarkan oleh atasan dapat menghasilkan perasaan ketidakpastian dan kecemasan tentang masa depan pekerjaan mereka.
  4. Tuntutan Deadline yang Ketat: Tuntutan untuk menyelesaikan proyek-proyek dalam waktu yang singkat atau dengan batas waktu yang ketat juga dapat menyebabkan tingkat stres yang tinggi. Ketika seseorang merasa terburu-buru atau tidak memiliki waktu yang cukup untuk menyelesaikan pekerjaan dengan baik, ini dapat menciptakan tekanan tambahan yang sulit diatasi.
  5. Ketidakpastian dalam Pekerjaan: Ketidakpastian tentang masa depan pekerjaan atau perubahan yang cepat di tempat kerja juga bisa menjadi sumber stres. Misalnya, rencana restrukturisasi perusahaan atau pengurangan jumlah karyawan dapat menciptakan ketidakpastian dan kecemasan tentang keamanan pekerjaan seseorang.

Baca Juga: ‘Holiday Stress’: Memahami Stres yang Datang Menjelang Liburan

Strategi Mengatasi Stres di Tempat Kerja

Menghadapi stres di tempat kerja adalah bagian penting dari menjaga kesejahteraan fisik dan mental. Dikutip dari Verywell Mind, 9 Ways to Cope With Work Stress and Avoid Burnout, berikut adalah beberapa strategi yang dapat membantu mengatasi tingkat stres yang tinggi di lingkungan kerja:

  • Menetapkan Batas Waktu dan Prioritas: Penting untuk menetapkan batas waktu yang jelas untuk menyelesaikan tugas-tugas dan menetapkan prioritas dalam pekerjaan. Dengan membuat jadwal yang terorganisir dan realistis, seseorang dapat menghindari kelebihan beban dan merasa lebih teratur dalam menyelesaikan tugas-tugasnya.
  • Membangun Hubungan Kerja yang Sehat: Komunikasi terbuka dan kerja sama tim yang baik dapat membantu mengurangi tingkat stres di tempat kerja. Memiliki hubungan yang baik dengan rekan kerja dan atasan dapat menciptakan lingkungan kerja yang lebih mendukung dan memperkuat rasa keterikatan antar anggota tim.

Baca Juga: Kiat-kiat Kantor Dukung Kesehatan Mental Karyawan yang Patut Dicoba

  • Mengambil Istirahat yang Cukup: Penting untuk mengambil istirahat secara teratur selama jam kerja untuk menghindari kelelahan dan kelelahan yang berlebihan. Berjalan-jalan sebentar atau mengambil waktu untuk minum secangkir kopi dapat membantu mengembalikan energi dan memperbarui pikiran.
  • Mengelola Konflik dengan Bijaksana: Konflik interpersonal adalah bagian dari kehidupan di tempat kerja, tetapi cara kita mengelola konflik tersebut dapat membuat perbedaan besar dalam tingkat stres yang kita alami. Belajar untuk menghadapi konflik dengan kepala dingin dan mencari solusi yang baik bagi semua pihak dapat membantu mengurangi ketegangan dan meningkatkan suasana kerja yang positif.
  • Melakukan Teknik Relaksasi: Teknik-teknik relaksasi seperti meditasi, pernapasan dalam, atau yoga dapat membantu mengurangi tingkat stres dan meningkatkan kesejahteraan mental. Meluangkan waktu untuk melakukan aktivitas-aktivitas ini secara teratur dapat membantu seseorang mengatasi stres dengan lebih efektif.
Read More
pengertian quarter life crisis

‘Quarter Life Crisis’: Pengertian, Tanda, dan Cara Mengatasinya

Quarter Life Crisis, yang sering disebut sebagai krisis seperempat abad, adalah masa transisi yang dialami oleh sebagian besar individu di usia awal dewasa, biasanya di antara usia 20 hingga awal 30-an. Pada masa ini, seseorang sering merasa bingung, kehilangan, dan tidak pasti tentang arah hidup mereka. Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi apa itu quarter life crisis, penyebab yang mendasarinya, tanda-tanda yang perlu diwaspadai, serta cara mengatasi dan menghadapinya.

Apa Itu Quarter Life Crisis?

Dikutip dari Verywell Mind, Surviving Your Quarter Life Crisis: Strategies and Support, Quarter Life Crisis adalah periode ketidakpastian dan kebingungan yang dialami oleh sebagian besar individu ketika mereka mencapai usia awal dewasa, biasanya di antara usia 20 hingga awal 30-an. Ini adalah masa di mana seseorang mulai mengevaluasi tujuan hidup, karier, hubungan, dan pencapaian pribadi mereka.

Mengapa Quarter Life Crisis Menjadi Perhatian?

Quarter Life Crisis menjadi perhatian karena dampaknya yang signifikan pada kesejahteraan psikologis dan emosional individu. Banyak orang yang mengalami quarter life crisis merasa cemas, stres, dan bahkan depresi karena mereka merasa tidak mampu menghadapi tekanan hidup dan menentukan arah yang tepat bagi masa depan mereka.

Penting untuk dipahami bahwa quarter life crisis bukanlah sesuatu yang terjadi pada setiap individu, tapi cukup umum terjadi di antara generasi muda sekarang ini. Oleh karena itu, memahami apa itu quarter life crisis dan bagaimana cara menghadapinya menjadi penting untuk membantu seseorang saat melewati masa transisi ini dengan lebih baik.

Baca Juga: Tips Manajemen Stres di Tempat Kerja yang Efektif

Penyebab Quarter Life Crisis

Quarter Life Crisis dapat dipicu oleh berbagai faktor yang kompleks dan beragam. Meskipun setiap individu memiliki pengalaman yang unik, ada beberapa penyebab umum yang seringkali menjadi pemicu. Dikutip dari Better Up, 4 ways to overcome your quarter-life crisis, berikut adalah beberapa faktor yang dapat menyebabkan seseorang mengalami quarter life crisis:

Tekanan dari Lingkungan Sosial

Di usia awal dewasa, individu seringkali terpapar pada tekanan yang besar dari lingkungan sosial mereka, termasuk keluarga, teman sebaya, dan media sosial. Tekanan untuk mencapai kesuksesan dalam berbagai aspek kehidupan seperti karier, hubungan, dan gaya hidup dapat menyebabkan stres dan kecemasan yang berlebihan.

Ketidakpastian Pekerjaan dan Karier

Masa awal dewasa seringkali diwarnai oleh ketidakpastian terkait pilihan karier dan pekerjaan. Dalam lingkungan ekonomi yang tidak stabil dan persaingan yang semakin ketat, banyak individu merasa sulit untuk menentukan arah karier yang tepat bagi mereka. Ketidakpastian ini dapat memicu rasa cemas dan kebingungan tentang masa depan.

Masalah Hubungan dengan Pasangan

Perkembangan hubungan dan pernikahan juga sering menjadi sumber stres dan kecemasan di usia awal dewasa. Individu mungkin merasa tertekan untuk menemukan pasangan hidup yang tepat atau merasa tidak puas dengan hubungan yang sedang mereka jalani. Ketidakpastian dalam hal ini dapat memicu perasaan tidak aman dan kebingungan.

Perasaan Tidak Puas dengan Prestasi dan Tujuan Hidup

Saat mencapai usia 20-an atau awal 30-an, banyak individu mulai mengevaluasi pencapaian dan tujuan hidup mereka. Mereka mungkin merasa tidak puas dengan apa yang telah mereka capai atau merasa tidak yakin tentang arah yang mereka inginkan dalam hidup. Perasaan ini dapat menyebabkan kebingungan dan kecemasan tentang masa depan.

Baca Juga: Tips Mengatasi ‘Work Anxiety’ atau Rasa Cemas di Tempat Kerja

Tanda dan Gejala Quarter Life Crisis

Mengenali tanda dan gejala quarter life crisis adalah langkah penting dalam mengatasi tantangan ini dengan lebih baik. Meskipun pengalaman setiap individu mungkin berbeda, ada beberapa tanda umum yang sering muncul saat seseorang mengalami quarter life crisis. Berikut adalah beberapa tanda dan gejala yang perlu diperhatikan:

Ketidakpastian tentang Tujuan Hidup

Salah satu tanda utama dari quarter life crisis adalah perasaan ketidakpastian tentang tujuan hidup. Individu mungkin merasa bingung atau tidak yakin tentang arah yang seharusnya mereka ambil dalam hidup, baik dalam hal karier, hubungan, atau tujuan pribadi.

Perasaan Kehilangan dan Bingung

Quarter life crisis seringkali ditandai oleh perasaan kehilangan atau bingung tentang identitas diri dan tempat dalam dunia. Individu mungkin merasa terjebak dalam keadaan di mana mereka tidak lagi merasa yakin tentang siapa mereka atau apa yang mereka inginkan.

Kecemasan akan Masa Depan

Kecemasan tentang masa depan sering menjadi gejala yang dominan dalam quarter life crisis. Individu mungkin merasa khawatir tentang kemungkinan gagal atau tidak mampu mencapai apa yang diharapkan oleh mereka sendiri atau oleh orang lain.

Perubahan Emosional dan Mood Swings

Perubahan emosional yang drastis dan mood swings dapat menjadi indikasi lain dari quarter life crisis. Individu mungkin mengalami fluktuasi perasaan dari kegembiraan yang tinggi hingga kecemasan atau depresi dalam waktu yang singkat.

Rasa Tidak Puas atau Tidak Bahagia

Rasa tidak puas atau tidak bahagia dengan keadaan hidup saat ini juga bisa menjadi tanda quarter life crisis. Individu mungkin merasa tidak puas dengan pencapaian mereka atau merasa bahwa mereka tidak hidup sesuai dengan potensi mereka.

Kesulitan Mengambil Keputusan

Quarter life crisis seringkali membuat individu merasa kesulitan untuk mengambil keputusan yang penting dalam hidup mereka. Mereka mungkin merasa terjebak dalam lingkaran pikir yang berputar-putar dan sulit untuk membuat pilihan yang tepat.

Perubahan Perilaku

Perubahan perilaku seperti penarikan diri sosial, peningkatan konsumsi alkohol atau obat-obatan, atau kecenderungan untuk menghindari tanggung jawab juga bisa menjadi tanda quarter life crisis. Perubahan ini mungkin mencerminkan upaya seseorang untuk mengatasi stres dan ketidakpastian yang mereka rasakan.

Baca Juga: Apa itu ‘Mid-career Crisis’ dan Bagaimana Mengatasinya?

Cara Mengatasi Quarter Life Crisis

Meskipun quarter life crisis dapat menjadi pengalaman yang menantang, ada langkah-langkah yang dapat diambil untuk mengatasi dan menghadapinya dengan lebih baik. Dikutip dari Choosing Therapy, Quarter Life Crisis: Signs, Causes, & How to Cope, berikut adalah beberapa cara yang dapat membantu seseorang mengatasi quarter life crisis:

Berbicara dengan Orang yang Dipercaya

Salah satu langkah pertama dalam mengatasinya adalah dengan berbicara dengan orang yang dipercaya, seperti keluarga, teman dekat, atau bahkan profesional kesehatan mental. Berbagi perasaan dan pengalaman dengan orang lain dapat membantu seseorang merasa didengar dan mendapatkan dukungan yang mereka butuhkan.

Memahami Diri Sendiri dan Mengidentifikasi Prioritas

Mengambil waktu untuk merenungkan diri sendiri dan mengidentifikasi apa yang benar-benar penting bagi kita dalam hidup dapat membantu menetapkan tujuan yang lebih jelas. Dengan memahami nilai-nilai dan keinginan pribadi, seseorang dapat membuat keputusan yang lebih baik tentang arah hidup mereka.

Mengembangkan Keterampilan dan Hobi Baru

Menginvestasikan waktu dan energi dalam pengembangan keterampilan baru atau mengejar hobi yang menarik dapat membantu meningkatkan rasa pencapaian dan kepuasan diri. Hal ini juga dapat membantu seseorang menemukan minat baru dan memperluas jaringan sosial mereka.

Melakukan Terapi atau Konseling

Jika perasaan cemas, stres, atau kebingungan terkait quarter life crisis terasa terlalu berat, mencari bantuan dari profesional kesehatan mental seperti psikolog atau konselor dapat menjadi langkah yang bijaksana. Terapi atau konseling dapat membantu seseorang mengidentifikasi sumber-sumber stres dan mengembangkan strategi untuk mengatasi mereka.

Mengubah Pola Pikir dan Menerima Perubahan

Menerima bahwa perubahan adalah bagian alami dari kehidupan dan mengubah pola pikir untuk melihat tantangan sebagai peluang untuk pertumbuhan dapat membantu mengatasi quarter life crisis. Memahami bahwa tidak ada yang salah dengan merasa bingung atau tidak pasti tentang arah hidup dapat membantu seseorang merasa lebih tenang dan terfokus.

Menjaga Keseimbangan dan Kesehatan Mental

Menjaga keseimbangan antara pekerjaan, waktu luang, dan hubungan sosial atau work-life balance juga penting dalam mengatasi quarter life crisis. Merawat kesehatan fisik dan mental dengan olahraga, tidur yang cukup, dan pola makan yang sehat dapat membantu seseorang merasa lebih baik secara keseluruhan.

Read More
tanda kamu workaholic

Tanda Kamu ‘Workaholic’: Kerja Berlebihan Itu Baik atau Buruk?

Workaholic sering kali dianggap sebagai sebuah kata yang membanggakan dalam budaya kerja modern. Namun, di balik kegiatan kerja yang produktif, terkadang tersembunyi pola perilaku yang tidak sehat dan merugikan, yang dapat berdampak negatif pada kesejahteraan fisik dan mental seseorang.

Dalam artikel ini, kita akan membahas tanda-tanda workaholic, dampak negatifnya, penyebabnya, serta strategi untuk mengatasinya.

Pengertian Workaholic

Dikutip dari Healthline, Work Addiction: Symptoms, Diagnosis, and Treatment, workaholic adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan seseorang yang memiliki kecenderungan yang sangat kuat untuk terus bekerja tanpa henti, bahkan di luar jam kerja yang normal. Mereka cenderung mengalami dorongan internal yang kuat untuk terus produktif dan mencapai target, bahkan jika itu berarti mengorbankan waktu istirahat, waktu bersama keluarga, atau aktivitas hobi yang menyenangkan.

Workaholic sering kali merasa tidak nyaman ketika tidak sedang bekerja, merasa bersalah jika mengambil cuti atau waktu luang, dan cenderung meremehkan pentingnya keseimbangan antara kehidupan kerja dan kehidupan pribadi. Mereka mungkin merasa bahwa identitas dan nilai diri mereka sangat terkait dengan pekerjaan mereka, sehingga mereka terus-menerus mencari validasi dan kepuasan dari pencapaian dalam pekerjaan.

Karakteristik lain dari workaholic adalah ketidakmampuan untuk sepenuhnya merelaksasi diri atau menikmati momen santai tanpa merasa bersalah atau cemas tentang pekerjaan. Mereka sering kali merasa perlu untuk terus bekerja demi mencapai kesuksesan, bahkan jika itu berarti mengorbankan waktu istirahat yang penting untuk kesehatan fisik dan mental mereka.

Baca Juga: Cara Memberikan Feedback pada Rekan Kerja dengan Tepat

Penyebab Seseorang Menjadi Workaholic

  • Tekanan Kerja

Masih dikutip dari Healthline, salah satu penyebab utama dari fenomena workaholic adalah tekanan yang tinggi di lingkungan kerja. Tekanan ini dapat berasal dari berbagai sumber, seperti atasan yang menuntut hasil yang tinggi dalam waktu yang singkat, deadline yang ketat, atau lingkungan kerja yang kompetitif. Individu yang merasa terus-menerus tertekan untuk mencapai target kerja atau memenuhi ekspektasi yang tidak realistis cenderung mengembangkan perilaku workaholic sebagai respons terhadap tekanan tersebut.

Tekanan kerja yang konstan dan berlebihan dapat menciptakan rasa kecemasan dan ketidakpastian dalam diri seseorang, memaksa mereka untuk terus bekerja tanpa henti dalam upaya untuk menghindari konsekuensi negatif seperti penurunan performa atau kehilangan pekerjaan. Dorongan untuk terus berkinerja dan mengejar kesempurnaan dalam pekerjaan seringkali mengakar dalam ketakutan akan kegagalan atau penolakan, yang dapat menjadi pemicu utama dari perilaku workaholic.

  • Kecanduan Pekerjaan

Selain tekanan kerja yang eksternal, beberapa individu juga dapat mengalami kecanduan terhadap pekerjaan mereka. Kecanduan ini terjadi ketika seseorang merasa bahwa pekerjaan adalah sumber utama kepuasan atau nilai dalam hidup mereka, dan mereka merasa tidak bahagia atau tidak lengkap tanpa adanya pencapaian dalam pekerjaan. Seiring waktu, kecanduan ini dapat menyebabkan individu tersebut terus-menerus mencari stimulus dari pekerjaan, bahkan jika itu berarti mengabaikan kebutuhan lainnya seperti istirahat, kesehatan, atau hubungan sosial.

Kecanduan pekerjaan seringkali dipicu oleh faktor-faktor seperti kurangnya kepuasan dalam kehidupan pribadi, kurangnya keseimbangan antara pekerjaan dan waktu luang, atau kurangnya dukungan sosial dari lingkungan sekitar. Individu yang merasa tidak memiliki kontrol atas kehidupan mereka di luar pekerjaan atau yang menggunakan pekerjaan sebagai mekanisme untuk menghindari masalah atau stres lainnya juga rentan terhadap perkembangan perilaku workaholic.

Baca Juga: Diskriminasi Penerimaan Kerja Berdasarkan Zodiak, Memang Ada?

Dampak Negatif Workaholism

Meskipun terkadang dianggap sebagai tanda produktivitas yang tinggi, sebenarnya workaholic punya dampak yang merugikan pada kesejahteraan fisik dan mental seseorang. Dikutip dari Forbes, Being A Workaholic Negatively Impacts All Aspects Of Life, ketika seseorang terlalu terlibat dalam pekerjaan tanpa memperhatikan keseimbangan hidup, berbagai dampak negatif dapat muncul.

  1. Stres dan kelelahan

Workaholic cenderung mengalami tingkat stres yang tinggi akibat tekanan yang konstan untuk mencapai target dan mencapai kesempurnaan dalam pekerjaan mereka. Stres yang berkepanjangan dapat mengarah pada kelelahan mental dan fisik yang serius, mengurangi produktivitas kerja dan kualitas hidup secara keseluruhan.

  1. Gangguan kesehatan fisik dan mental

Workaholism dapat berkontribusi pada berbagai masalah kesehatan fisik, seperti gangguan tidur, peningkatan risiko penyakit jantung, tekanan darah tinggi, dan gangguan pencernaan. Selain itu, dampaknya juga dapat terasa pada kesehatan mental, dengan kemungkinan munculnya depresi, kecemasan, atau bahkan kecanduan kerja.

  1. Masalah hubungan interpersonal

Ketika seseorang menjadi terlalu terikat dengan pekerjaan, waktu dan perhatian yang seharusnya dialokasikan untuk hubungan sosial dan keluarga dapat terabaikan. Hal ini dapat menyebabkan konflik dalam hubungan, kurangnya dukungan emosional, dan perasaan kesepian yang mendalam.

  1. Kurangnya waktu untuk diri sendiri

Workaholic seringkali mengorbankan waktu untuk diri sendiri, hobi, dan kegiatan rekreasi. Akibatnya, mereka mungkin kehilangan kesempatan untuk merawat diri sendiri, menyebabkan penurunan kesejahteraan secara keseluruhan.

Baca Juga: Beban Pekerja Perempuan Generasi ‘Sandwich’ Berlapis

Strategi Mengatasi Workaholic

Workaholism dapat menjadi tantangan yang signifikan dalam mencapai keseimbangan hidup yang sehat. Namun, dengan kesadaran akan pola perilaku tersebut dan adopsi strategi yang tepat, seseorang dapat mengatasi workaholic dan memulihkan keseimbangan antara kehidupan pribadi dan profesional. Dikutip dari Linkedin, 10 Tips on How to Avoid Being a Workaholic, berikut adalah beberapa strategi yang dapat membantu:

  1. Tetapkan batas waktu

Tetapkan batas waktu yang jelas untuk bekerja dan berpegang teguh pada batasan tersebut. Misalnya, tetapkan jam kerja yang konsisten dan berkomitmen untuk tidak bekerja di luar jam tersebut kecuali dalam keadaan darurat.

  1. Prioritaskan keseimbangan

Berikan prioritas pada keseimbangan antara kehidupan pribadi dan profesional. Sediakan waktu untuk kegiatan non-pekerjaan yang menyenangkan dan bermanfaat seperti berolahraga, berkumpul dengan keluarga dan teman, atau mengejar hobi yang disenangi.

  1. Cari dukungan

Jangan ragu untuk mencari dukungan dari orang-orang terdekat, baik itu keluarga, teman, atau rekan kerja. Berbicaralah tentang tantangan yang kamu hadapi dan minta saran atau dukungan dari mereka.

  1. Pelajari teknik manajemen stres

Pelajari teknik-teknik manajemen stres seperti meditasi, yoga, atau pernapasan dalam untuk membantu meredakan stres dan meningkatkan kesejahteraan secara keseluruhan. Praktikkan teknik-teknik ini secara teratur untuk membantu menjaga keseimbangan emosional dan mental.

  1. Beri diri Anda waktu untuk istirahat

Ingatlah pentingnya istirahat yang cukup untuk kesehatan fisik dan mental kamu. Sisihkan waktu untuk beristirahat secara teratur, baik itu dalam bentuk istirahat singkat di tengah hari atau liburan yang panjang untuk menyegarkan pikiran dan tubuhmu.

Read More
manfaat kesetaraan gender bagi pria

Menjadi ‘Ally’: Mengapa Pria Perlu Berjuang untuk Kesetaraan Gender

Kesetaraan gender bukan hanya tentang pemberdayaan perempuan di tempat kerja, tetapi juga menguntungkan bagi pria. Dalam konteks ini, kita akan melihat bagaimana kesetaraan gender di perusahaan dapat memberikan manfaat yang signifikan bagi pria.

Manfaat Kesetaraan Gender Bagi Pria

Dikutip dari Linkedin, The Power of Gender Diversity in the Workplace: Benefits for Men, berikut ini beberapa manfaat kesetaraan gender di tempat kerja bagi pria:

  • Peningkatan Produktivitas dan Kreativitas

Ketika perusahaan memberikan kesetaraan akses dan kesempatan bagi semua individu tanpa memandang jenis kelamin, hal ini menghasilkan tim yang lebih beragam dalam hal pandangan, pengalaman, dan keterampilan. Dengan demikian, kreativitas dan inovasi cenderung meningkat karena adanya perspektif yang beragam.

  • Pengurangan Tekanan dan Stereotip Gender

Kesetaraan gender tidak hanya memungkinkan pria untuk bekerja di bidang-bidang yang sebelumnya dianggap sebagai wilayah ‘perempuan’, tetapi juga membantu mengurangi tekanan untuk mematuhi norma-norma maskulinitas yang sempit. Hal ini memungkinkan pria untuk lebih bebas mengekspresikan diri, baik dalam hal emosi, minat, atau gaya hidup.

Di tempat kerja, kesetaraan gender dapat membuka jalan bagi pria untuk mengambil peran-peran yang mungkin sebelumnya dianggap ‘tidak maskulin’, seperti perawatan pasien, pelayanan pelanggan, atau bahkan pekerjaan seni. Ini membantu mengurangi stereotip gender yang membatasi pilihan karier pria dan memberikan kebebasan bagi mereka untuk mengejar minat mereka tanpa takut dicap sebagai ‘tidak cukup laki-laki’.

  • Peningkatan Hubungan Kerja dan Kepuasan Kerja

Dengan mengadopsi budaya yang inklusif, hubungan antar rekan kerja menjadi lebih baik. Pria dapat merasa lebih nyaman untuk berbagi tanggung jawab dan mendapatkan dukungan dari rekan-rekannya, yang pada gilirannya meningkatkan kepuasan kerja secara keseluruhan.

Baca Juga: Pengertian Equal Employment Opportunity (EEO): Menjaga Kesetaraan di Tempat Kerja

Dampak Positif pada Lingkungan Kerja

Selain menguntungan pria, kesetaraan gender juga memberikan dampak yang positif buat lingkungan kerja. Masih dikutip dari Linkedin, berikut ini beberapa dampak positif kesetaraan gender untuk lingkungan kerja:

  1. Menciptakan Budaya Inklusif

Kesetaraan gender di tempat kerja dapat menciptakan budaya yang lebih inklusif, di mana setiap individu merasa dihargai dan didukung tanpa adanya diskriminasi berdasarkan jenis kelamin. Hal ini menciptakan lingkungan di mana semua karyawan merasa nyaman untuk berkontribusi tanpa takut menjadi korban stereotip atau prasangka.

  1. Mendorong Kolaborasi dan Inovasi

Dengan adanya lingkungan kerja yang inklusif, karyawan cenderung lebih terbuka untuk berkolaborasi dengan rekan-rekan mereka yang memiliki latar belakang dan pengalaman yang berbeda. Hal ini dapat mendorong pertukaran ide dan perspektif yang beragam, yang pada gilirannya dapat menghasilkan inovasi dan solusi yang lebih kreatif dalam menyelesaikan masalah.

  1. Mengurangi Konflik dan Ketegangan

Kesetaraan gender juga dapat membantu mengurangi konflik dan ketegangan di tempat kerja. Dengan adanya kesadaran akan pentingnya menghormati perbedaan dan mendukung keragaman, karyawan cenderung lebih terbuka untuk berkomunikasi secara efektif dan menyelesaikan konflik dengan cara yang konstruktif. Hal ini menciptakan lingkungan kerja yang lebih harmonis dan produktif.

  1. Meningkatkan Kepuasan dan Keterikatan Karyawan

Dengan adanya lingkungan kerja yang inklusif dan mendukung, karyawan cenderung merasa lebih puas dengan pekerjaan mereka dan lebih terikat dengan perusahaan. Mereka merasa dihargai dan diakui atas kontribusi mereka, yang dapat meningkatkan motivasi kerja dan loyalitas mereka terhadap perusahaan.

Baca Juga: Tingkatkan Kesetaraan Gender di Tempat Kerja, Gimana Caranya?

Peran Pria dalam Mempromosikan Kesetaraan Gender

Dikutip dari PwC Tanzania, The role of men in gender equality in the workplace, berikut ini beberapa peran penting yang dapat dilakukan pria, dalam mempromosikan kesetaraan gender di tempat kerja:

  • Menjadi Ally dalam Perjuangan untuk Kesetaraan

Pria memiliki peran penting sebagai ally dalam perjuangan untuk kesetaraan gender. Mereka dapat mendukung dan memperjuangkan hak-hak perempuan dengan menyuarakan dukungan mereka untuk keadilan gender di tempat kerja dan di masyarakat secara umum.

Dengan menjadi sekutu yang aktif, pria dapat membantu membangun kesadaran tentang pentingnya kesetaraan gender dan memperjuangkan perubahan yang diperlukan dalam budaya dan kebijakan perusahaan.

  • Mendorong Perubahan dalam Budaya Perusahaan

Pria juga memiliki peran dalam mendorong perubahan dalam budaya perusahaan untuk menciptakan lingkungan yang lebih inklusif dan adil bagi semua karyawan. Mereka dapat mengambil inisiatif untuk mempromosikan keragaman dan menghindari praktek-praktek yang memperkuat stereotip gender atau diskriminasi.

Dengan menjadi agen perubahan, pria dapat membantu menciptakan lingkungan kerja yang memungkinkan setiap individu untuk berkembang dan berkontribusi secara maksimal.

  • Menjadi Contoh yang Baik bagi Rekan Kerja Lainnya

Pria juga dapat memainkan peran sebagai contoh yang baik bagi rekan-rekan kerja lainnya dalam mempraktikkan kesetaraan gender dalam tindakan sehari-hari. Dengan menunjukkan sikap yang menghormati dan mendukung kesetaraan gender dalam interaksi mereka dengan rekan-rekan kerja, pria dapat membantu membangun budaya kerja yang lebih inklusif dan mendukung. Hal ini menciptakan lingkungan buat semua karyawan merasa dihargai dan diakui atas kontribusi mereka, tanpa memandang jenis kelamin.

Baca Juga: Serius Wujudkan Kesetaraan Gender di Tempat Kerja, ini yang Dilakukan Telkom

  • Membantu Menciptakan Kebijakan dan Program yang Inklusif

Pria juga dapat berperan dalam membantu merancang dan menerapkan kebijakan dan program yang mendukung kesetaraan gender di tempat kerja. Mereka dapat berpartisipasi dalam diskusi dan pengambilan keputusan tentang kebijakan seperti cuti orang tua, fleksibilitas waktu kerja, dan promosi berbasis kinerja, yang dapat membantu menciptakan lingkungan kerja yang lebih seimbang dan adil bagi semua karyawan.

  • Mendukung Pengembangan Karier yang Setara

Pria juga dapat mendukung pengembangan karier yang setara bagi semua karyawan dengan memberikan dukungan dan bimbingan kepada rekan-rekan kerja mereka tanpa memandang jenis kelamin.

Mereka dapat menjadi mentor bagi perempuan di tempat kerja dan membantu mereka mengatasi hambatan-hambatan yang mungkin mereka hadapi dalam mencapai kesuksesan profesional. Dengan memberikan dukungan ini, pria dapat membantu memastikan bahwa setiap individu memiliki kesempatan yang setara untuk berkembang dan maju dalam karier mereka.

Read More