motivasi untuk rekan kerja di kantor

Apa itu ‘Mid-career Crisis’ dan Bagaimana Mengatasinya?

Apakah kamu pernah merasa tidak bahagia atau kebingungan dengan karier kamu saat ini? Jika iya, maka kamu mungkin mengalami mid-career crisis. Ini adalah fase di mana seseorang merasa tidak puas dengan pekerjaan dan meragukan pilihan karier mereka. Namun, jangan khawatir karena ada beberapa cara untuk mengatasi mid career crisis pada karier kamu.

Apa itu Mid Career Crisis?

Dikutip dari LifeHack, mid-career crisis adalah masa di mana seseorang merasa tidak lagi memiliki arah atau tujuan dalam kariernya. Krisis ini dapat terjadi pada siapa saja, terlepas dari jenis pekerjaan atau latar belakang pendidikan.

Mid career crisis biasanya terjadi ketika seseorang telah bekerja selama beberapa tahun dan merasa kecewa dengan keadaan pekerjaan tersebut. Ia mungkin merasa pekerjaannya tidak lagi menarik atau memberikan tantangan yang cukup, atau ia tidak lagi merasa puas dengan penghasilan dan kemajuan kariernya.

Ketika mengalami mid career crisis, ia mungkin mulai meragukan keputusan karier yang telah diambil dan merasa kesulitan dalam menentukan langkah selanjutnya. Hal ini dapat menyebabkan kekhawatiran, ketidakpastian, dan kebingungan yang dapat memengaruhi kesejahteraan fisik dan mental.

Baca Juga: Tersandera ‘Glass Cliff’, Perempuan Pekerja Sulit Berkembang

Namun, mid career crisis juga dapat menjadi peluang bagi seseorang untuk mengevaluasi kembali tujuan dan nilai-nilai pribadinya. Lalu memulai kembali dengan karier yang lebih memuaskan dan memberikan arti bagi dirinya. Dengan pengembangan keterampilan dan jaringan sosial, seseorang dapat membangun kembali kariernya dan mencapai kesuksesan yang lebih besar.

Tanda Kamu Alami Mid-career Crisis

Mid career crisis dapat terjadi pada siapa saja dan kapan saja, tetapi umumnya dialami oleh orang yang sedang mengalami krisis karier di pertengahan karier. Di antara tandanya adalah:

  1. Merasa Tidak Bahagia dan Tidak Puas dengan Pekerjaan

Jika kamu merasa tidak bahagia atau tidak puas dengan pekerjaan kamu, mungkin ini adalah tanda awal kamu mengalami mid career crisis. Kamu mungkin merasa bosan atau kurang tertantang dengan pekerjaan yang sedang kamu lakukan, dan merasa pekerjaan tersebut tidak lagi memberikan arti dan tujuan yang jelas.

  1. Kehilangan Semangat dan Motivasi

Mid-career crisis juga dapat menyebabkan kehilangan semangat dan motivasi dalam pekerjaan. Kamu mungkin merasa sulit untuk memulai atau menyelesaikan tugas-tugas, dan merasa tidak tertarik untuk belajar atau mengembangkan keterampilan baru.

  1. Merasa Tidak Terhubung dengan Nilai Pribadi

Jika pekerjaan kamu tidak lagi cocok dengan nilai-nilai dan minat pribadi kamu, maka mid career crisis dapat terjadi. Kamu mungkin merasa bahwa pekerjaan tersebut tidak lagi memberikan kepuasan atau memberikan arti bagi diri kamu.

Baca juga: Apa itu Sabotase Diri dalam Pekerjaan, Bagaimana Menghentikannya?

  1. Merasa Tidak Terlihat atau Diakui

Mid-career crisis juga dapat disebabkan oleh kurangnya pengakuan atau rasa dihargai dari atasan atau rekan kerja. Dalam hal ini, kontribusi kamu diabaikan atau diremehkan, dan merasa bahwa kamu tidak lagi merasa memiliki peran yang penting dalam organisasi.

  1. Menyadari Adanya Ketidakseimbangan antara karier dan Kehidupan Pribadi

Mid-career crisis juga dapat terjadi ketika kamu mulai menyadari adanya ketidakseimbangan antara karier dan kehidupan pribadi atau work-life balance. Saat itu, kamu tidak lagi memiliki waktu yang cukup untuk keluarga dan teman. Bahkan, kamu kehilangan fokus pada hal-hal yang penting di luar pekerjaan.

  1. Merasa Tidak Punya Tujuan Karier yang Jelas

Mid career crisis juga dapat terjadi ketika kamu merasa bingung dan tidak jelas dalam tujuan karier. Atau bisa juga kamu merasa sulit untuk menentukan langkah selanjutnya.

Cara Mengatasi Mid-Career Crisis

Mid-career crisis bisa menjadi pengalaman yang menakutkan, tetapi ada beberapa cara untuk mengatasinya dan menemukan kembali kebahagiaan dan kepuasan di tempat kerja.

  1. Refleksi Diri

Hal pertama yang harus kamu lakukan adalah merefleksikan diri dan mengevaluasi tujuan karier kamu. Apakah tujuan karier masih sesuai dengan minat dan nilai-nilai kamu? Jika tidak, maka mungkin saatnya untuk mempertimbangkan perubahan karier atau mencari pekerjaan baru yang lebih cocok dengan minat dan nilai-nilai kamu.

  1. Jangan Terlalu Kritis dengan Diri Sendiri

Jangan terlalu kritis dengan diri sendiri dan jangan membandingkan diri kamu dengan orang lain. Setiap orang memiliki waktu dan jalannya sendiri dalam karier. Ingatlah, karier bukanlah segalanya, dan ada aspek kehidupan lain yang juga penting.

  1. Ambil Langkah Kecil

Ambil langkah kecil untuk memperbaiki situasi kamu. Misalnya, jika kamu merasa tidak puas dengan pekerjaan kamu saat ini, cobalah untuk mencari proyek sampingan atau peluang magang di bidang yang kamu minati.

  1. Jangan Takut Mengambil Risiko

Jangan takut mengambil risiko dan mencoba hal baru. Mungkin saja pekerjaan baru atau proyek sampingan bisa membawa kamu ke arah yang lebih baik dalam karier kamu.

  1. Terus Belajar dan Berkembang

Selalu ada ruang untuk belajar dan berkembang di tempat kerja. Jangan ragu untuk mengikuti pelatihan atau kursus yang dapat meningkatkan keterampilan kamu. Selain itu, bergabunglah dengan komunitas atau jaringan profesional untuk memperluas jaringan dan mendapatkan wawasan baru.

Baca Juga: ‘Love-Hate Relationship’ dengan Pekerjaan, Haruskah Karyawan Bertahan?

  1. Mencari Dukungan

Mencari dukungan dari teman, keluarga, atau profesional bisa membantu kamu melewati masa-masa sulit saat menghadapi mid-career crisis. kamu juga dapat mencari bantuan dari mentor atau konsultan karier untuk membantu menemukan jalan keluar dari krisis karier.

  1. Pertimbangkan untuk Berpindah Kerja

Jika kamu sudah melakukan segala cara untuk mengatasi mid-career crisis dan masih merasa tidak puas dengan pekerjaan kamu saat ini, pertimbangkan untuk mencari pekerjaan baru. Mencari pekerjaan baru bisa membuka peluang baru dan memberi kamu kesempatan untuk mengejar tujuan karier kamu.

  1. Jangan Terburu-buru

Terakhir, jangan terburu-buru dalam mengambil keputusan. Pertimbangkan dengan matang setiap opsi dan berikan waktu untuk diri sendiri untuk memikirkan keputusan terbaik untuk masa depan karier kamu.

Pada akhirnya, dengan merefleksikan diri, mencari dukungan, terus belajar, dan mempertimbangkan opsi yang ada, kamu dapat menemukan kembali kebahagiaan dan kepuasan di tempat kerja kamu.

Read More

Islam Menjawab: Bekerja adalah Hak Semua Bangsa Termasuk Perempuan

Laki-laki memang selalu dianggap sebagai pencari nafkah utama. Pandangan agama dan sosial selalu menomorsatukan laki-laki dalam bekerja. Karena itu perempuan yang bekerja sering dibilang tak pantas untuk mencari nafkah, orang-orang bilang bahwa ini bukanlah hak dan tanggung jawab seorang perempuan.

“Dalam banyak ayat-ayat alquran, bahwa islam itu memandang perempuan sama dengan laki-laki. Al-Qur’an turun pada masyarakat2 patriarki dan penafsirnya patriarki, maka tak heran jika penafsirannya masih patriarkis,” ujar K.H. Jamaluddin Mohammad, Peneliti Senior Rumah Kita Bersama (Rumah KitaB).

Di sepanjang bulan Agustus hingga September 2020, Rumah Kita Bersama (Rumah KitaB) bersama dengan Investing in Women melakukan penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di empat wilayah urban, Bandung, Bekasi, Depok dan Jakarta. Bertujuan untuk melihat bagaimana penerimaan perempuan bekerja yang terdapat di masing-masing wilayah.

Sampel yang dilakukan terdiri dari 600 responden yang dibagi menjadi 150 responden per lokasi wilayah. Dengan rentang umur dari 18 tahun hingga 40 tahun. Para responden ini juga dibagi menjadi tiga kelompok, tidak bekerja, bekerja dari rumah atau paruh waktu <35 jam per minggu dan bekerja di luar rumah atau paruh waktu >35 jam perminggu.

Baca juga: Kenapa Perempuan Dianggap Sebagai Pencari Nafkah Tambahan Saja?

Hasil survei pun disampaikan melalui Seminar Nasional dengan tajuk “Bagaimana Agama Menyapa Perempuan: Maqashid Syariah Lin Nisa sebagai Inovasi Pendekatan Keagamaan untuk Mendukung Perempuan Bekerja” pada Rabu, 29 Maret 2023, di Hotel Pullman Thamrin, Jakarta. Seminar Nasional ini sekaligus memperingati Hari Perempuan Internasional.

Faktor yang Memengaruhi Penerimaan Perempuan Bekerja

Dari survei yang dilakukan Rumah KitaB ada beberapa faktor yang memengaruhi penerimaan perempuan bekerja. Ada faktor pendidikan, faktor ekonomi, faktor kemoderatan pandangan agama dan faktor sosialisasi atau interaksi sosial. Faktor-faktor ini diukur dengan menggunakan 11 variabel, di antaranya adalah pendapatan responden, pendapatan dan pengeluaran rumah tangga, dan jumlah investasi.

Untuk faktor pendidikan, perempuan dianggap memiliki pendidikan yang relatif baik dari laki-laki. Tapi capaian di Bekasi justru menunjukkan pendidikan laki-laki dan perempuan sama-sama rendah. Sedangkan untuk kondisi pendidikan yang lebih baik dipegang oleh Bandung dan Depok.

Faktor ekonomi juga menunjukkan bahwa kondisi perempuan lebih baik dibandingkan laki-laki. Kecuali di Bekasi, dimana menjadi lokasi dengan ekonomi terendah. Depok menjadi daerah yang memiliki faktor ekonomi terbaik.

Faktor kemoderatan pandangan agama yang dimaksud dalam survei ini diukur dari cara pandang responden terhadap sejumlah pertanyaan. Seperti pandangan agama responden terkait izin suami, kewajiban istri mengurus rumah tangga dan konsep kepala keluarga. Ditarik kesimpulan bahwa perempuan jauh lebih moderat dibandingkan laki-laki di keempat lokasi. Bekasi menunjukkan kondisi terendah, menandakan wilayah paling konservatif.

Baca juga: Perempuan di Simpang Jalan: Pilih Bekerja atau IRT?

Sedangkan untuk faktor sosialisasi atau interaksi sosial dihitung dengan indikator seberapa banyak perempuan bekerja di dalam keluarga inti, keluarga pasangan dan keluarga besar. Survei mengatakan bahwa perempuan lebih tersosialisasi tentang bekerja dibandingkan laki-laki di keempat lokasi.

Kriteria Pekerjaan Ideal bagi Laki-laki dan Perempuan

Laki-laki dan perempuan masing-masing pasti memiliki pemahaman yang berbeda tentang pekerjaan ideal. Mereka memiliki kriterianya masing-masing. Hal ini juga ditemukan melalui survei ini dimana responden laki-laki dan perempuan ditanya terkait isu tersebut.

Responden laki-laki lajang mengatakan bahwa pekerjaan ideal bagi mereka adalah lingkungan kerja yang aman dan nyaman, sesuai dengan pendidikan dan gaji tinggi. Laki-laki yang sudah berkeluarga menambah satu kriteria tambahan yang penting untuk dipertimbangkan, yaitu sesuai dengan ketentuan syariat agama. Mereka juga memandang pekerjaan ideal bagi perempuan baik lajang maupun berkeluarga dengan tiga kriteria. Lingkungan kerja aman dan nyaman, sesuai syariat dan tidak terlalu jauh dari rumah atau tempat tinggal. Ketiganya menjadi hal yang penting.

Pandangan yang diutarakan oleh responden perempuan juga hampir sama dengan para laki-laki tadi. Responden perempuan menambahkan fleksibilitas pekerjaan dan jam kerja menjadi faktor tambahan yang perempuan berkeluarga perlu pertimbangkan. Untuk perempuan lajang selain lingkungan kerja yang aman dan nyaman serta sesuai syariat atau agama, juga penting untuk sesuai dengan pendidikan.

Tapi bagi responden perempuan dan laki-laki, kesesuaian pendidikan dan gaji yang diterima tinggi bukanlah faktor penentu pekerjaan ideal bagi perempuan bekerja.

Hambatan yang Dilalui Perempuan untuk Bekerja

Perempuan yang bekerja sering dianggap tidak pantas apalagi ketika mereka sudah berkeluarga. Anggapan perempuan sebagai sumber fitnah sering dijadikan alasan utama. Padahal laki-laki dan perempuan berpotensi menjadi fitnah satu sama lain. Jadi tidak dapat menjadi landasan melarang perempuan untuk bekerja. Perempuan bukan sumber fitnah.

Apalagi untuk perempuan yang sudah berkeluarga pandangannya akan berbeda dibandingkan dengan perempuan lajang. Ada batasan-batasan yang mereka peroleh. Seperti pembatasan tergantung pada toleransi suami, mertua, dan orang tua. Semakin besar toleran dalam menerima perempuan bekerja, semakin besar adaptasi dalam menyetujui peran gender laki-laki atau suami dalam mengurus rumah tangga dan anak-anak. Walaupun masih terbilang sulit untuk melibatkan laki-laki dalam urusan domestik.

Selain itu perempuan sering dianggap tidak pantas menjalani peran sebagai pencari nafkah utama dalam keluarga meskipun ia menjadi satu-satunya pencari nafkah. Mereka selalu dianggap sebagai pencari nafkah tambahan walau jumlahnya lebih besar dari suami atau satu-satunya sumber penghasilan.

Baca juga: Perempuan Bukan Sumber Fitnah, Pentingnya Pahami ‘Mubadalah’

Perempuan berkeluarga dipandang tidak dapat diandalkan komitmen dan keterampilannya. Mereka pun selalu menjadi tenaga cadangan atau pilihan kedua di bawah laki-laki. Dianggap emosional karena tidak bisa membedakan peran sebagai ibu rumah tangga dan menjadi perempuan yang bekerja.

“Masalah budaya juga menjadi masalah utama menghambat perempuan bekerja ini. Mereka selalu ditanya untuk memilih kantor atau anak-anak. Pertanyaan yang tidak pernah ditanyakan kepada laki-laki. Akibatnya kesempatan berkarier di posisi yang lebih tinggi sulit sekali bagi perempuan,” ujar Iim Fahima Jachja, Founder @queensridersindonesia, hadir dalam Seminar Nasional pada Rabu (29/3).

Juga ada dimensi kelas yang menjadi penghambat dari perempuan untuk bekerja tersebut. Selalu dilihat dari kelas mana mereka, menengah ke atas, menengah dan menengah ke bawah.

“Perempuan makin miskin makin bawah kelasnya, maka makin impossible buat mereka untuk bekerja. Tapi realitas perempuan menengah atas bekerja berbeda dengan perempuan menengah ke bawah, alasannya bukan karena faktor ekonomi tapi presentasi aktualisasi, dan juga lingkungan, ungkap Indrasari Tjandraningsih, Peneliti AKATIGA dan dosen Fakultas Ekonomi Universitas Parahyangan yang juga hadir dalam Seminar Nasional ini.

Kebanyakan perempuan yang ada di kelas rendah sering mendapat pekerjaan dengan upah rendah. Mereka juga rentan terhadap pelecehan seksual. Menurut Indrasari, kasus ini sering terjadi pada buruh pabrik. Banyak kasus yang membuat perempuan pekerja buruh pabrik ini ‘rela’ dilecehkan, ‘rela’ direndahkan hanya untuk tetap bekerja. Biasanya karena terlilit faktor ekonomi.

Meningkatkan Partisipasi Perempuan Pekerja

Perempuan menerima Amanah untuk hamil, melahirkan (peran reproduksi biologis), dan menanggung peran sosial untuk merawat dan mengasuh anak (reproduksi sosial). Al-Qur’an menyebutkan peran dan beban itu sangat berat dan berisiko (wahnan ‘ala wahnin). Oleh karena itu, perempuan harus mendapatkan dukungan dari pasangan, keluarga, masyarakat dan perusahaan perlindungan dalam menjalankan reproduksi biologis dan reproduksi sosialnya dengan mengakui keberadaan kedua beban atau peran itu.

Namun kedua peran itu tidak boleh menghalanginya untuk bekerja karena bekerja adalah haknya. Hal yang harus diupayakan adalah tersedianya jaminan keamanan dan kenyamanan berupa aturan atau Undang-undang yang dapat menjamin mereka dalam menjalankan kedua peran itu tanpa kehilangan haknya untuk bekerja.

Pada kenyataannya, bekerja bukan hanya soal kebutuhan ekonomi melainkan juga soal mengasah kemampuan yang telah dianugerahkan oleh Allah SWT. Maka itu perlu banyak dukungan bagi perempuan untuk bekerja. Menyediakan sarana dan prasarana yang mumpuni juga baik dalam menunjang semangat mereka untuk bekerja.

Contohnya kebijakan yang mengharuskan tempat kerja atau perusahaan untuk memudahkan perempuan dan laki-laki untuk melakukan kerja pengasuhan ketika bekerja. Seperti adanya tempat penitipan anak di tempat kerja atau ruangan khusus untuk menyusui.

Selain itu mempermudah perempuan dalam mengakses transportasi agar bagi mereka para ibu bisa membawa anak ketika ingin bekerja. Ketersediaan dan transparansi informasi, seperti cuti haid dan cuti melahirkan. Mengangkat pengalaman perempuan sebagai latar belakang untuk dijadikan kebijakan. Hal-hal ini mengadvokasi hak perempuan dalam bekerja. Advokasi ini bisa meningkatkan partisipasi perempuan pekerja.

Sekarang juga sudah banyak tokoh agama dan public figure baik laki-laki maupun perempuan yang bersuara untuk mendukung perempuan bekerja. Media massa serta media sosial sudah mulai banyak menampilkan narasi-narasi positif terkait perempuan bekerja.

Read More
Tips Sederhana Menyeimbangkan Ibadah dan Kerja Waktu Puasa

Produktif Saat Puasa: Tips Menjadi Lebih Efektif di Bulan Suci

Puasa adalah bulan suci bagi umat Muslim di seluruh dunia. Selain menjalankan ibadah puasa, banyak orang juga mengambil kesempatan untuk mengevaluasi diri dan meningkatkan produktivitas selama bulan Ramadhan. Namun, bagaimana caranya tetap produktif saat puasa? Berikut adalah beberapa tips yang bisa kamu terapkan.

8 Cara untuk Tetap Produktif Saat Puasa

  1. Mulai dengan Niat yang Kuat

Sebelum memulai puasa, pastikan niat kamu benar-benar kuat dan tulus. Hal ini akan membantu kamu memperoleh manfaat yang maksimal dari puasa, termasuk peningkatan produktivitas. Dengan niat yang kuat, kamu akan lebih mudah memotivasi diri untuk tetap fokus dan berkonsentrasi pada tugas-tugas penting.

Baca Juga: Apa itu Sabotase Diri dalam Pekerjaan, Bagaimana Menghentikannya?

  1. Bangun Sebelum Sahur

Bangunlah lebih awal dari biasanya, setidaknya 30 menit sebelum sahur, untuk mempersiapkan diri secara mental dan fisik. Lakukan beberapa gerakan ringan, seperti stretching atau berjalan-jalan singkat di sekitar rumah, untuk meningkatkan energi dan semangat agar produktif saat puasa. Ini juga akan membantu kamu menghindari rasa kantuk dan lelah di siang hari.

  1. Perencanaan yang Matang

Sebelum memulai aktivitas sehari-hari, buatlah perencanaan yang matang. Tulislah daftar tugas yang harus diselesaikan dan atur prioritasnya. Dengan begitu, kamu akan lebih mudah memfokuskan perhatian pada tugas-tugas yang penting dan menyelesaikannya tepat waktu.

Gunakan Aplikasi atau Alat Bantu

Ada banyak aplikasi dan alat bantu yang dapat membantu kamu merencanakan tugas dan aktivitas harian. Beberapa aplikasi populer, seperti Trello, Asana, dan Todoist, dapat membantu kamu mengatur jadwal dan mengingatkan kamu tentang tugas-tugas penting yang harus diselesaikan

Tetap Fleksibel

Meskipun perencanaan yang matang sangat penting, jangan terlalu kaku dan tetaplah fleksibel. Ada kalanya situasi tak terduga muncul, seperti pertemuan mendadak atau kebutuhan mendesak dari atasan. Dalam hal ini, kamu harus bisa mengubah rencana kamu dan tetap fokus pada tugas yang membutuhkan perhatian terlebih dahulu.

  1. Istirahat yang Cukup

Istirahat yang cukup sangat penting untuk menjaga produktivitas. Meskipun saat puasa terkadang sulit untuk tetap fokus karena tubuh menjadi lelah dan kantuk, istirahat yang cukup dapat membantu memulihkan energi dan memperkuat konsentrasi.

Istirahat Siang

Saat puasa, istirahat siang dapat menjadi waktu yang sangat bermanfaat untuk memulihkan energi. Cobalah untuk tidur selama 15-20 menit, atau bahkan hanya berbaring dan merilekskan tubuh selama beberapa menit.

  1. Konsumsi Makanan dan Minuman yang Tepat

Makanan dan minuman yang tepat sangat berpengaruh pada tingkat energi dan konsentrasi selama puasa. Pastikan kamu mengonsumsi makanan yang sehat dan bergizi, seperti buah-buahan, sayuran, dan protein rendah lemak. Selain itu, minumlah air putih dalam jumlah yang cukup untuk menjaga tubuh tetap terhidrasi.

Baca Juga: 6 Tips Agar Ibadah Puasa dan Kerja Tetap Seimbang

Hindari Makanan yang Berlemak dan Berat

Makanan yang berlemak dan berat dapat menyebabkan perut terasa tidak nyaman dan menyebabkan rasa kantuk. Sebaiknya hindari makanan semacam ini saat sahur dan berbuka agar tetap bugar dan fokus.

Konsumsi Makanan Kaya Serat

Makanan yang kaya serat, seperti buah-buahan dan sayuran, dapat membantu memperlancar pencernaan dan menjaga rasa kenyang lebih lama. Ini juga dapat membantu kamu menghindari rasa lapar yang berlebihan di siang hari.

  1. Manfaatkan Waktu Luang dengan Baik

Selama bulan Ramadhan, waktu yang biasanya digunakan untuk makan dan minum dapat digunakan untuk hal-hal yang lebih bermanfaat. Gunakan waktu luang ini untuk melakukan aktivitas yang produktif, seperti membaca buku, belajar bahasa baru, atau melakukan hobi yang disuka.

Luangkan Waktu untuk Ibadah

Selain aktivitas yang bersifat produktif secara umum, manfaatkan waktu luang untuk meningkatkan ibadah. Misalnya, kamu dapat memperbanyak membaca Al-Quran, mengikuti kajian agama, atau melakukan amal kebaikan lainnya.

  1. Tetap Berkomunikasi dengan Rekan Kerja

Meskipun menjalankan puasa, tetap berkomunikasi dengan rekan kerja sangat penting dalam menjaga produktivitas tim. Komunikasi yang baik dapat membantu mengatasi masalah dan mempertahankan kerja sama yang harmonis antara anggota tim.

Ada beberapa cara untuk tetap berkomunikasi dengan rekan kerja saat menjalankan puasa, seperti mengatur waktu untuk melakukan rapat atau berbicara dengan rekan kerja di pagi hari sebelum memulai puasa. Jika diperlukan, dapat juga menggunakan teknologi seperti email, pesan instan atau panggilan video untuk berkomunikasi.

Selain itu, membangun kepercayaan antara anggota tim juga penting dalam menjaga komunikasi yang efektif. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memberikan dukungan dan kepercayaan satu sama lain. Dengan demikian, meskipun sedang menjalankan puasa, tetap bisa bekerja sama dengan baik dan menjaga produktivitas tim tetap tinggi.

Tetap berkomunikasi dengan rekan kerja juga dapat membantu dalam membagikan beban pekerjaan. Dalam hal ini, dapat dibicarakan secara terbuka untuk menentukan bagaimana tugas-tugas dapat dibagi secara adil antara anggota tim. Hal ini akan membantu mencegah penumpukan pekerjaan yang berlebihan pada satu atau beberapa anggota tim, sehingga dapat mengurangi stres dan meningkatkan produktivitas secara keseluruhan.

  1. Tetap Jaga Kesehatan Mental

Menjalankan puasa dapat mempengaruhi kesehatan mental seseorang, karena rasa lapar dan kelelahan yang dialami selama puasa dapat menurunkan semangat dan energi. Oleh karena itu, menjaga kesehatan mental menjadi sangat penting agar tetap produktif selama menjalankan puasa.

Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menjaga kesehatan mental saat menjalankan puasa adalah dengan melakukan aktivitas relaksasi seperti yoga atau meditasi. Kegiatan ini dapat membantu meredakan stres dan meningkatkan fokus serta konsentrasi.

Baca Juga: 10 Jurus Anti-Lemas Saat Harus Puasa di Kantor

Selain itu, tidur yang cukup juga sangat penting untuk menjaga kesehatan mental. Meskipun waktu tidur dapat terpotong selama bulan puasa, tetap usahakan untuk tidur selama 7-8 jam sehari agar tubuh dapat istirahat dengan baik dan terhindar dari rasa lelah yang berlebihan.

Mengonsumsi makanan dan minuman yang tepat juga dapat membantu menjaga kesehatan mental selama bulan puasa. Pastikan untuk mengonsumsi makanan yang bergizi dan mengandung banyak serat, protein, dan vitamin. Selain itu, minum cukup air putih agar tubuh terhidrasi dengan baik dan terhindar dari dehidrasi.

Terakhir, jangan ragu untuk mencari dukungan dari orang-orang terdekat seperti keluarga atau teman-teman. Berbicaralah dengan mereka jika merasa sedang mengalami kesulitan atau merasa tertekan. Hal ini dapat membantu meredakan stres dan menjaga kesehatan mental tetap stabil selama bulan puasa.

Dalam kesimpulannya, menjaga kesehatan mental menjadi sangat penting saat menjalankan puasa agar tetap produktif. Dengan melakukan aktivitas relaksasi, tidur yang cukup, mengonsumsi makanan dan minuman yang tepat, serta mencari dukungan dari orang-orang terdekat, maka kesehatan mental dapat terjaga dengan baik selama bulan puasa.

Read More

5 Jurus Ampuh Tingkatkan Konsentrasi dalam Bekerja

Kamu pernah enggak susah menyelesaikan pekerjaan karena sebentar-sebentar terdistraksi oleh hal di sekitarmu? Misalnya ponsel yang mendadak bergetar, obrolan orang di dekatmu, perut yang keroncongan, dan seterusnya. Jika jawabanmu iya, kemungkinan besar kamu tipikal orang yang sulit fokus dan berkonsentrasi.

Dalam dunia kerja, konsentrasi yang tinggi penting untuk menghasilkan pekerjaan yang berkualitas. Namun, banyak orang mengalami kesulitan dalam menjaga fokus. Untuk membantu meningkatkan konsentrasi saat bekerja, berikut adalah beberapa tips dan trik yang dapat kamu coba.

5 Cara Meningkatkan Konsentrasi dalam Bekerja

  1. Menentukan Prioritas

Menentukan prioritas adalah langkah pertama dalam meningkatkan konsentrasi saat bekerja. Cara terbaik untuk melakukannya adalah dengan membuat daftar tugas dan mengatur skala aktivitas paling penting. Dengan cara ini, kamu dapat lebih fokus dan menyelesaikan pekerjaan dengan efektif.

Penting juga untuk memperhatikan deadline dalam menentukan prioritas. Tugas yang memiliki deadline lebih dekat, harusnya diutamakan untuk diselesaikan lebih dahulu. Dengan cara ini, kamu dapat menghindari kepanikan dan bekerja dengan tenang.

Terkadang prioritas dapat berubah seiring waktu dan situasi yang berubah. Karena itu, kamu harus selalu siap untuk menyesuaikan prioritas itu dan membuat perubahan yang diperlukan.

Baca Juga: Tips Mengatasi ‘Work Anxiety’ atau Rasa Cemas di Tempat Kerja

  • Mengatur Jadwal Kerja

Selain menentukan prioritas, mengatur jadwal kerja juga merupakan langkah penting dalam meningkatkan konsentrasi. Pertama, tetapkan jadwal kerja yang realistis dan sesuai dengan kemampuan kamu. Pastikan untuk memasukkan waktu istirahat yang cukup agar kamu dapat beristirahat dan mengisi ulang energi.

Kedua, jangan terlalu banyak mengisi jadwal kamu dengan tugas yang sulit atau kompleks. Sebagai gantinya, bagi tugas-tugas yang sulit menjadi beberapa bagian yang lebih kecil dan lebih mudah dicapai.

Ketiga, pastikan memasukkan waktu untuk tugas rutin seperti membaca email atau melakukan panggilan telepon. Dengan cara ini, kamu dapat mengurangi gangguan dan memfokuskan diri pada tugas utama.

Keempat, hindari gangguan selama jam kerja. Matikan ponsel atau pemberitahuan di komputer kamu jika tidak diperlukan dan hindari gangguan yang tidak perlu dari rekan kerja atau atasan.

Dengan mengatur jadwal kerja dengan baik, kamu dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja kamu, serta meningkatkan konsentrasi kamu pada tugas-tugas penting.

  • Membuat Lingkungan Kerja yang Tepat

Lingkungan kerja yang ramah dan nyaman dapat membantu meningkatkan konsentrasi dan produktivitas. Pastikan ruangan kerja kamu bersih, tertata, dan memiliki pencahayaan yang cukup. Juga pastikan untuk mengurangi gangguan seperti suara bising dan lampu yang terlalu terang.

Baca Juga: 5 Tips Jadi HRD Profesional untuk Lingkungan Kerja Setara

  • Menghindari Multitasking

Meskipun terkadang kita merasa bahwa multitasking dapat membantu menyelesaikan lebih banyak tugas dalam waktu singkat, sebenarnya ini justru dapat mengurangi kualitas pekerjaan dan menurunkan konsentrasi.

Menghindari multitasking berarti fokus pada satu tugas pada satu waktu. Ketika kamu memfokuskan perhatian pada satu tugas, kamu dapat memberikan perhatian penuh pada tugas tersebut dan memastikan bahwa pekerjaan tersebut terselesaikan dengan baik.

Jika kamu terbiasa melakukan multitasking, mulailah dengan membagi waktu untuk setiap tugas yang akan dilakukan. Buatlah jadwal yang rinci dan pastikan bahwa kamu memprioritaskan tugas yang paling penting terlebih dahulu.

Selain itu, buatlah batasan waktu untuk setiap tugas. Misalnya, berikan diri kamu waktu 30 menit untuk menyelesaikan tugas tertentu, lalu pindah ke tugas berikutnya. Dengan cara ini, kamu dapat menghindari perasaan terburu-buru dan merasa lebih fokus dalam menyelesaikan tugas-tugas yang ada.

Terakhir, fokuslah pada tugas yang sedang kamu kerjakan dan hindari godaan untuk melakukan tugas lain yang mungkin muncul. Matikan notifikasi pada ponsel atau email kamu, dan pastikan lingkungan sekitar kamu mendukung fokus pada tugas yang sedang dikerjakan.

  • Istirahat yang Cukup

Istirahat yang cukup sangat penting dalam meningkatkan konsentrasi dan produktivitas dalam bekerja. Tanpa itu, tubuh dan otak kita dapat menjadi lelah dan sulit untuk mempertahankan fokus.

Baca Juga: Kesehatan Mental Pekerja Rentan Selama Pandemi, Ini yang Bisa Dilakukan Perusahaan

Untuk memastikan kamu mendapatkan istirahat yang cukup, pastikan untuk memberikan diri kamu waktu untuk beristirahat selama jam kerja. Buatlah jadwal istirahat dan pastikan kamu mengikuti jadwal tersebut dengan disiplin.

Selain itu, pastikan untuk beristirahat dengan benar. Berdiri, berjalan-jalan, atau bahkan melakukan sedikit peregangan dapat membantu mengurangi kelelahan fisik dan mental dan meningkatkan sirkulasi darah ke otak. kamu juga dapat mencoba teknik meditasi atau relaksasi sederhana untuk membantu mengurangi stres dan meningkatkan konsentrasi.

Jadi, meningkatkan konsentrasi saat bekerja membutuhkan beberapa usaha, tetapi dengan mengikuti tips dan trik di atas, kamu dapat meningkatkan produktivitas kerja dan kualitas pekerjaan tersebut. Selalu ingat untuk memprioritaskan tugas kamu, mengatur jadwal kerja yang tepat, membuat lingkungan kerja yang nyaman, dan mengambil waktu istirahat yang cukup. Dengan demikian, kamu dapat mencapai kesuksesan dalam karier nantinya.

Read More
mengatasi work anxiety atau cemas di tempat kerja

Apa itu Sabotase Diri dalam Pekerjaan, Bagaimana Menghentikannya?

Sudah bukan rahasia umum jika kita ingin tampil prima dalam karier yang dijalani. Namun terkadang tanpa disadari kamu senang menghalangi dirimu sendiri menuju kesuksesan. Upaya menghambat diri ini lebih dikenal dengan sabotase diri (self-sabotage).

Self-sabotage adalah perilaku yang dilakukan oleh seseorang yang secara tidak sadar dengan membatasi diri sendiri dari mencapai potensi penuhnya. Dalam artikel ini, akan dibahas tentang pengertian self-sabotage, penyebab, dan cara mengatasinya.

Pengertian Self-Sabotage di Dunia Kerja

Dikutip dari Psychology Today, self-sabotage adalah tindakan atau perilaku yang dilakukan seseorang yang menyebabkan dirinya sendiri mengalami kegagalan atau tidak mencapai tujuan yang diinginkan. Dalam dunia kerja, self-sabotage bisa terjadi pada siapa saja, serta bisa memengaruhi kinerja dan produktivitas seseorang.

Itu terjadi karena berbagai alasan, seperti kurangnya keyakinan diri, ketakutan menghadapi risiko, atau bahkan kebiasaan buruk seperti prokrastinasi (menunda-nunda kerja).

Penyebab Self-Sabotage Dunia Kerja

Self-sabotage dalam dunia kerja dapat terjadi karena berbagai alasan. Beberapa penyebab self-sabotage dalam dunia kerja, antara lain:

Kurangnya keyakinan diri dapat jadi penyebab self-sabotage

Kurangnya keyakinan diri dapat menjadi penyebab self-sabotage dalam dunia kerja. Seseorang yang tidak percaya pada dirinya sendiri dapat meragukan kemampuan dan keputusannya, biasanya bakal membatasi diri sendiri dalam mencapai tujuan.

Baca Juga: Pengertian “Short Term Goals” dan Manfaatnya di Dunia Kerja

Tingginya tingkat perfeksionisme

Perfeksionisme yang berlebihan dapat menjadi penyebab self-sabotage dalam dunia kerja. Seseorang yang terlalu perfeksionis cenderung menunda pekerjaan atau memerhatikan detail kecil yang tidak signifikan, sehingga membuang waktu dan energi yang seharusnya digunakan untuk menyelesaikan tugas-tugas lebih penting.

Kurangnya pengalaman dan keterampilan dapat menimbulkan self-sabotage

Kurangnya pengalaman dan keterampilan dapat menjadi penyebab self-sabotage dalam dunia kerja. Seseorang yang merasa tidak memiliki pengalaman atau keterampilan yang cukup dapat merasa tidak percaya diri dan tidak siap untuk menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan.

Ketakutan menghadapi risiko dan kegagalan

Ketakutan menghadapi resiko dan kegagalan dapat menjadi penyebab self-sabotage dalam dunia kerja. Seseorang yang takut mengambil risiko atau takut menghadapi kegagalan cenderung menghindari tantangan dan membatasi dirinya sendiri dalam mencapai tujuan.

Kurangnya dukungan dan pengakuan

Kurangnya dukungan dan pengakuan dari atasan atau rekan kerja dapat menjadi penyebab self-sabotage dalam dunia kerja. Seseorang yang merasa tidak diakui atau tidak mendapat dukungan dari lingkungan kerjanya dapat merasa tidak termotivasi untuk menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan.

Dalam mengatasi self-sabotage, penting bagi seseorang untuk mengenali penyebab-penyebabnya dan mencari cara untuk mengatasi atau mengubah pola pikir dan perilakunya. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengembangkan keyakinan diri, menurunkan tingkat perfeksionisme yang berlebihan, dan mengambil risiko dan tantangan dalam pekerjaan. Selain itu, seseorang juga dapat mencari dukungan dan pengakuan dari atasan atau rekan kerja untuk meningkatkan motivasi dan kinerjanya dalam karir.

Cara Mengatasi Self-Sabotage di Dunia Kerja

Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi self-sabotage di dunia kerja, antara lain:

A. Refleksi diri untuk mengatasi self-sabotage

Langkah pertama untuk mengatasi self-sabotage di dunia kerja adalah dengan melakukan refleksi diri. Dengan melakukan refleksi diri, seseorang dapat mengidentifikasi apa yang menjadi penyebab self-sabotage dan mencari solusinya.

B. Menetapkan tujuan yang jelas

Menetapkan tujuan yang jelas dapat membantu seseorang untuk fokus dan terhindar dari perilaku self-sabotage. Dengan menetapkan tujuan yang jelas, seseorang akan memiliki motivasi untuk mencapainya.

C. Melakukan tindakan kecil setiap hari

Melakukan tindakan kecil setiap hari dapat membantu seseorang untuk mengatasi self-sabotage. Kadang-kadang, ketika seseorang terlalu fokus pada hasil akhir yang diinginkan, ia bisa sulit untuk memulai tindakan dan merasa terbebani oleh tuntutan pekerjaan. Dalam hal ini, melakukan tindakan kecil setiap hari dapat membantu seseorang untuk mengatasi rasa takut atau kekhawatiran yang muncul sebelum memulai tindakan yang lebih besar.

Baca Juga: Apa itu ‘Life Skill’ dan Bagaimana Cara Mengembangkannya?

Misalnya, jika seseorang ingin menyelesaikan proyek besar, ia dapat memecah proyek tersebut menjadi beberapa bagian yang lebih kecil dan melakukan tindakan kecil setiap harinya. Tindakan kecil ini bisa berupa melakukan riset untuk proyek, menulis beberapa kalimat, atau merencanakan bagian berikutnya dari proyek.

Dengan melakukan tindakan kecil setiap hari, seseorang dapat membangun momentum dan mempercepat kemajuan pekerjaannya. Selain itu, tindakan kecil yang konsisten juga dapat membantu seseorang untuk merasa lebih percaya diri dan memotivasi untuk melanjutkan pekerjaannya.

D. Mengembangkan keterampilan baru

Mengembangkan keterampilan baru dapat membantu seseorang untuk meningkatkan motivasi dan kepercayaan diri. Keterampilan baru juga dapat membuka peluang baru dalam karir.

E. Mengatur jadwal dengan baik

Mengatur jadwal dengan baik dapat membantu seseorang untuk menghindari prokrastinasi dan menyelesaikan pekerjaan tepat waktu. Tujuannya tak lain agar work-life balance tercipta.

Pada akhirnya, sebotase diri dapat menjadi hambatan dalam mencapai kesuksesan di dunia kerja. Namun, dengan melakukan refleksi diri, menetapkan tujuan yang jelas, melakukan tindakan kecil setiap hari, mengembangkan keterampilan baru, dan mengatur jadwal dengan baik, seseorang dapat mengatasi self-sabotage tersebut dan mencapai kesuksesan. Mudah-mudahan.

Read More
tanda gagal interview kerja

Apa itu ‘Quiet Firing’ dan Kenapa Perlu Diwaspadai

Dalam dunia kerja, perusahaan sering kali melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap karyawan yang dianggap tidak lagi diperlukan. Istilah PHK ini sendiri terus meluas, hingga yang terbaru muncul fenomena baru quiet firing atau pemecatan diam-diam. Tentu saja ini merugikan karyawan karena mereka tak dibiarkan bersiap dan mendapat penjelasan yang memadai.

Berikut penjelasan lengkap tentang quiet firing dan alasan kenapa itu perlu diwaspadai.

Pengertian Quiet Firing

Dalam artikel bertajuk Quiet Firing What does it mean yang diunggah Linkedin disebutkan, quiet firing artinya pemutusan hubungan kerja secara diam-diam. Dalam praktiknya, perusahaan umumnya mengakhiri hubungan kerja dengan karyawan tanpa memberikan peringatan atau memberikan tanda-tanda yang jelas. Tindakan ini dapat terjadi secara bertahap dan tanpa suara atau kejelasan, sehingga karyawan mungkin tidak menyadari mereka sedang dipecat.

Baca Juga: Apa Itu Startup Bubble dan Mengapa Startup Melakukan PHK Besar-besaran?

Fenomena ini juga dapat terjadi ketika perusahaan ingin mengurangi biaya atau meningkatkan kinerja. Namun di saat bersamaan, mereka tidak ingin mengeluarkan biaya tambahan untuk memberikan kompensasi atau memberikan peringatan kepada karyawan.

Dalam banyak kasus, pemutusan hubungan kerja secara diam-diam dilakukan pada karyawan yang berkinerja buruk atau dianggap tidak produktif, tetapi bisa juga dilakukan pada karyawan dengan kinerja baik yang dianggap tidak sesuai dengan kebijakan atau tujuan perusahaan.

Pemutusan hubungan kerja secara diam-diam dapat merugikan karyawan karena mereka tidak memiliki kesempatan untuk memperbaiki kinerja atau mencari pekerjaan baru. Selain itu, tindakan ini juga dapat berdampak pada reputasi perusahaan karena karyawan dapat memberikan ulasan buruk atau membocorkan informasi tentang praktik yang tidak etis. Karena itu, perusahaan harus menghindari melakukan tindakan quiet firing dan memberikan keadilan serta keamanan bagi karyawan.

Mengapa Quiet Firing Dilakukan?

Quiet firing dilakukan oleh perusahaan karena beberapa alasan. Pertama, perusahaan ingin mengurangi biaya pengeluaran untuk memberikan kompensasi dan tunjangan kepada karyawan yang di-PHK. Dalam kondisi ekonomi yang tidak stabil, perusahaan ingin mempertahankan keuntungan dan mengurangi pengeluaran sebanyak mungkin.

Baca Juga: Quiet Quitting: Kenapa Sedikit Kerja itu Bagus untukmu dan Bos

Kedua, pemutusan hubungan kerja secara diam-diam juga dilakukan oleh perusahaan karena alasan kinerja. Perusahaan ingin menjaga kualitas kinerja dan produktivitas dengan menyingkirkan karyawan yang dianggap tidak lagi memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perusahaan.

Dampak Quiet Firing pada Karyawan

Pemutusan hubungan kerja secara diam-diam dapat memberikan dampak negatif pada karyawan yang mengalaminya. Beberapa dampak yang mungkin terjadi antara lain:

  • Merasa tidak dihargai – Ketika karyawan dipecat secara diam-diam, mereka mungkin merasa perusahaan tidak menghargai kontribusinya selama bekerja di sana. Hal ini dapat menimbulkan perasaan sakit hati dan merugikan hubungan karyawan dengan perusahaan.
  • Sulit mencari pekerjaan baru – Karyawan yang dipecat secara diam-diam mungkin kesulitan mencari pekerjaan baru karena mereka tidak memiliki referensi dari perusahaan sebelumnya. Selain itu, jika perusahaan tidak memberikan alasan atau memberikan alasan yang tidak jelas, karyawan tersebut mungkin kesulitan menjelaskan mengapa mereka dipecat.
  • Hilangnya penghasilan – Ketika karyawan dipecat, mereka kehilangan penghasilan yang diperoleh dari pekerjaan tersebut. Hal ini dapat berdampak pada keuangan mereka dan menyebabkan ketidakstabilan keuangan.
  • Merusak kepercayaan – Quiet firing dapat merusak kepercayaan karyawan pada perusahaan dan mempengaruhi motivasi kerja mereka dalam bekerja. Karyawan yang merasa tidak dihargai atau tidak aman dalam pekerjaan mereka mungkin tidak bekerja dengan maksimal dan merugikan kinerja perusahaan.
  • Menimbulkan tekanan psikologis – Ketika karyawan dipecat secara diam-diam, mereka mungkin mengalami tekanan psikologis yang signifikan. Hal ini dapat berdampak pada kesehatan mental dan fisik mereka.
  • Oleh karena itu, perusahaan harus mempertimbangkan dampak yang mungkin terjadi pada karyawan sebelum melakukan tindakan quiet firing. Jika perusahaan ingin mengakhiri hubungan kerja dengan karyawan, sebaiknya dilakukan dengan cara yang adil dan transparan agar tidak merugikan karyawan.

Mengapa Fenomena ini Perlu Diwaspadai?

Quiet firing perlu diwaspadai karena dapat mengancam keamanan kerja dan kesejahteraan karyawan. Karyawan yang merasa tidak dihargai atau tersingkir secara perlahan-lahan dapat merasa tidak aman di tempat kerja dan bahkan mempertanyakan keputusan mereka untuk bergabung dengan perusahaan tersebut.

Jika fenomena ini terus berlanjut, perusahaan dapat kehilangan kepercayaan karyawan dan reputasinya dapat tercoreng di mata publik.

Baca Juga: Apa itu Surat Peringatan Kerja? dan Cara Tepat dalam Menanggapinya

Tanda-tanda Quiet Firing

Ada beberapa tanda-tanda yang dapat diwaspadai ketika perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja secara diam-diam terhadap karyawan. Tanda-tanda tersebut antara lain:

  • Tugas atau tanggung jawab karyawan dikurangi secara bertahap.
  • Jam kerja atau shift kerja dikurangi atau diubah secara tiba-tiba.
  • Karyawan diabaikan atau dijauhi oleh rekan kerja atau atasan.
  • Karyawan diberikan tugas yang tidak sesuai dengan bidang keahliannya.
  • Karyawan diberikan tekanan atau beban kerja yang tidak seimbang.
  • Karyawan tidak diikutsertakan dalam proyek atau kegiatan yang penting.
  • Karyawan tidak mendapatkan promosi atau kenaikan gaji, meskipun sudah bekerja dengan baik.

Cara Tepat Sebagai Karyawan, Menghadapi Fenomena ini

Bagi karyawan yang merasa sedang mengalami quiet firing, ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menghadapinya. Pertama, karyawan harus mencari tahu apa yang terjadi dengan menghubungi atasan atau HRD perusahaan. Karyawan juga dapat mencari tahu tentang hak-hak mereka sebagai karyawan dan bagaimana mereka dapat melindungi diri dari tindakan yang merugikan.

Kedua, karyawan harus memperkuat jaringan kerja atau networking untuk memperluas kesempatan mendapatkan pekerjaan di tempat lain. Karyawan juga dapat mengembangkan keterampilan dan keahlian yang dapat meningkatkan nilai mereka di pasar kerja.

Quiet firing adalah fenomena baru dalam dunia kerja yang perlu diwaspadai. Tindakan ini dilakukan oleh perusahaan dengan tujuan untuk mengurangi biaya pengeluaran atau meningkatkan kinerja perusahaan. Namun, quiet firing dapat memiliki dampak yang signifikan pada karyawan dan dapat mengancam keamanan kerja serta reputasi perusahaan.

Karyawan yang merasa sedang mengalami quiet firing harus mencari tahu apa yang terjadi, melindungi diri mereka dari tindakan yang merugikan, dan memperkuat jaringan kerja serta mengembangkan keterampilan dan keahlian. Oleh karena itu, perusahaan juga harus menghindari melakukan tindakan ini dan memberikan keadilan serta keamanan buat semua karyawan.

Read More
tips meningkatkan social skill waktu WFH

Cara Mengatasi Procrastination atau Kebiasaan Menunda Pekerjaan

Menunda pekerjaan atau procrastination adalah kebiasaan yang mungkin seringkali kita lakukan. Padahal, kebiasaan ini bisa membawa dampak buruk bagi kesehatan dan produktivitas kerja. Dalam artikel ini, kami akan membahas tentang menunda pekerjaan dan dampaknya bagi diri kita, serta cara tepat untuk mengatasi kebiasaan buruk ini yang sudah kami rangkum dari beberapa sumber.

Apa itu procrastination atau Kebiasaan Menunda Pekerjaan

Menurut Verywell Mind, Procrastination atau sering juga disebut sebagai kebiasaan menunda-nunda pekerjaan adalah kecenderungan seseorang untuk menunda-nunda atau menghindari tugas yang harus dilakukan. Procrastination dapat terjadi pada berbagai aspek kehidupan, seperti dalam pekerjaan, pendidikan, dan kehidupan pribadi.

Orang yang sering melakukan procrastination cenderung sulit untuk mengambil tindakan dan merasa tidak produktif dalam jangka waktu yang lama. Procrastination dapat menyebabkan tekanan, rasa cemas, dan stres, serta dapat mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan dan meraih kesuksesan.

Baca Juga: Sering Takut Sama Atasan Saat Pertama Kerja? Ini Tips untuk Atasi Masalahmu

Alasan Mengapa Orang Suka Menunda Pekerjaan

Bukan selalu karena malas, ternyata ada beberapa hal yang akhirnya membuat seseorang jadi suka menunda-nunda pekerjaannya. Beberapa alasan umum meliputi:

  • Kurangnya motivasi: Ketika seseorang tidak merasa termotivasi untuk menyelesaikan tugas, maka dia akan cenderung menunda-nunda pekerjaan. Ketidakmampuan untuk menemukan motivasi dapat terjadi karena berbagai alasan, seperti merasa tidak tertarik, bosan, atau tidak percaya diri dalam kemampuan yang dimiliki.
  • Tidak tahu harus mulai dari mana: Seseorang mungkin merasa kewalahan dengan tugas yang harus dilakukan dan tidak tahu harus mulai dari mana. Hal ini dapat terjadi karena tugas yang terlalu kompleks atau terlalu banyak sehingga seseorang tidak tahu harus mulai dari mana. Akibatnya, seseorang memilih untuk menunda-nunda pekerjaan karena merasa terbebani dengan tugas yang harus diselesaikan.
  • Takut gagal: Seseorang mungkin takut gagal dalam menyelesaikan tugas dan lebih memilih untuk tidak melakukannya sama sekali. Rasa takut ini muncul karena seseorang merasa tidak yakin dengan kemampuannya atau merasa tidak memiliki kepercayaan diri yang cukup untuk menyelesaikan tugas.
  • Kebiasaan buruk: Procrastination dapat menjadi kebiasaan buruk yang terbentuk dari waktu ke waktu dan sulit untuk diubah. Seseorang yang sudah terbiasa menunda-nunda pekerjaan dapat kesulitan untuk mengubah kebiasaannya dan memilih untuk menunda-nunda pekerjaan karena sudah menjadi bagian dari pola perilakunya.
  • Kurangnya waktu: Seseorang mungkin merasa bahwa waktu yang tersedia tidak cukup untuk menyelesaikan tugas dengan baik sehingga memilih untuk menunda-nunda pekerjaan. Hal ini dapat terjadi ketika seseorang memiliki terlalu banyak tugas atau tanggung jawab yang harus diselesaikan dalam waktu yang singkat.
  • Terlalu banyak pekerjaan: Terlalu banyak pekerjaan atau tanggung jawab dapat membuat seseorang merasa kewalahan dan memilih untuk menunda-nunda pekerjaan. Seseorang mungkin merasa tidak mampu untuk menyelesaikan semua tugas dalam waktu yang singkat sehingga memilih untuk menunda-nunda pekerjaan.

Gangguan eksternal: Gangguan dari lingkungan atau orang lain dapat mengalihkan perhatian seseorang dari tugas yang harus dilakukan dan membuatnya sulit untuk fokus dan menyelesaikan t

Read More

Cara Tepat Beri Saran ke Rekan Kerja

Situasi kerja buat masing-masing orang tentu berbeda. Kadang mulus, bikin nyaman, kadang harus berhadapan dengan masalah setiap harinya. Namun, bukan berarti kamu sendirian dan enggak bisa meminta masukan dari rekan-rekan kerja lainnya.

Menurut Indeed, How To Give Good Advice at Work in 6 Steps (With Tips), memberikan saran dengan benar dapat memberikan dampak yang positif buat si penerimanya. Itu juga bisa menaikkan kualitas kepemimpinan orang yang memberikan saran.

Namun, memberikan saran enggak bisa sembarangan. Kamu perlu melihat situasi, mengetahui permasalahannya dengan pasti, serta memastikan apa yang dibutuhkan oleh rekan kerja. Karena itulah penting mempelajari bagaimana cara memberi saran ke rekan kerja.

Cara Tepat Memberikan Saran ke Rekan Kerja

Dalam artikel bertajuk The art of giving good workplace advice dari BBC, kita membutuhkan saran dari orang lain. Sebaliknya, jika mereka meminta saran ke kita pun, sebisa mungkin upayakan agar bisa membantu.

Berikut beberapa tips saat memberikan saran kepada rekan kerja:

Baca Juga: Ciri Rekan Kerja yang Baik, Apakah Kamu Salah Satunya?

  1. Berikan beberapa alternatif

Kadang-kadang ada beberapa cara untuk menyelesaikan masalah. Kamu bisa memberikan beberapa alternatif tersebut secara terus-terang, dan biarkan mereka menentukan solusi terbaik. Lebih baik lagi kalau kamu coba berdiskusi bersama-sama untuk menentukan mana solusi alternatif yang baiknya dipilih.

  • Mengetahui yang menjadi akar permasalahan

Kalau kamu diminta tolong untuk memberikan saran, penting mengetahui situasi dan akar permasalahan yang dialami rekanmu.

Kalau kamu belum begitu paham dengan situasinya, coba minta rekanmu untuk menceritakan ulang masalah tersebut dari awal dengan jelas.

Dengan begitu, kamu dapat menyimpulkan bagaimana untuk menyikapinya dan apa solusi terbaiknya. Jangan sampai kamu belum paham sepenuhnya masalah dari temanmu tersebut dan salah memberikan saran.

  • Melihat latar belakangmu

Setelah memang paham dengan masalahnya, penting juga untuk mengevaluasi apakah latar belakangmu sekarang ini cocok untuk memberi saran ke rekan kerja.

Kamu perlu memastikan bahwa kamu merupakan orang yang tepat untuk memberikan saran.

Bila kamu memberikan saran pada hal yang sebenarnya kamu juga kurang begitu mengerti dan belum ada pengalaman tentang hal tersebut, bisa saja saranmu itu bukanlah hal yang dicari temanmu.

Dalam kasus seperti ini, kamu bisa menolaknya dengan sopan dan mengatakan kalau kamu bukan orang yang pas untuk memberi saran untuk masalah tersebut.

Baca juga: Benarkah Kita Dilarang Berteman Dekat dengan Orang Kantor?

Namun, lebih baik lagi kalau kamu bisa membantu teman kamu tersebut dengan mencari orang lain yang lebih paham dan berpengalaman untuk mengatasi masalah itu.

  • Memberikan jawaban lewat pengalaman yang kamu punya

Jika merasa bisa untuk memberikan saran, kamu dapat menganalisis permasalahan dan mulai memberi saran serta solusi. Di sinilah skill problem solving-mu digunakan.

Agar lebih gampang dipahami, kamu dapat memanfaatkan pengalaman sebelumnya untuk membantu teman. Mungkin saja permasalahan itu dahulu sudah pernah kamu alami.

Saat memberi masukan, jangan lupa untuk tetap sopan. Selain itu, gunakan gaya bahasa yang bisa memberi motivasi bukan merendahkan.

  • Berikan saran saat berdua saja

Terkadang kinerja dan hasil yang diberikan oleh rekan kerjamu tidak akan selalu sempurna. Kamu mungkin saja punya beberapa saran terbaik untuk bisa membantunya.

Kalau memang mau memberikan saran, maka kamu perlu memerhatikan waktu yang tepat. Berilah saran waktu sedang berdua saja, dan dapat berbicara empat mata. Memberinya saran di tempat umum dapat membuat rekan kerjamu jadi merasa tidak nyaman.

Kamu tak perlu ragu saat memberikan saran yang baik kepada rekan kerja, selama caranya benar dan niatnya memang ingin membantu. Ta jangan sampai temanmu itu merasa dihakimi, ya!

Read More
pengertian dan manfaat goal setting di dunia kerja

Pengertian Short Term Goals dan Manfaatnya di Dunia Kerja

aktu mempunyai tujuan dalam berkarir, baik itu short term ataupun long term goals merupakan suatu hal yang dapat membuat kamu bisa berkembang nantinya. Menurut Berkeley Well-Being Institute, Short-Term Goals: Definition, Examples, & List, seseorang yang tidak gampang menyerah dan memiliki pemikiran positif untuk tujuannya akan mudah dalam mengatasi stres, tekanan mental, sampai rasa cemas.

Short-term goals adalah tujuan kecil, sebelum nantinya kamu fokus pada tujuan yang lebih besar apalagi di dunia kerja banyak peristiwa yang akan terjadi nanti kedepannya.

Pengertian Short Term Goals

Tujuan jangka pendek adalah tujuan karir atau hidup yang ingin kamu capai dalam jangka waktu singkat.

Contohnya, apa yang ingin kamu capai di hari ini, minggu ini, atau dalam satu tahun ini.

Dikutip dari BetterUp, What is a short-term goal? Your guide to setting perfect goals, short term goals punya cakupan mulai dari daily goals, to-do list, namun nantinya dapat berubah jadi sebuah batu loncatan untuk tujuan jangka panjang.

Baca Juga: Pengertian dan Manfaat ‘Goal Setting’ di Dunia Kerja

Contoh paling sederhananya misal, tujuan jangka panjang kamu adalah igin menjadi bekerja sebagai marketing di suatu perusahaan.

Maka, untuk mencapainya, short term goals-mu adalah:

  • berusaha mendapat nilai baik dalam tes universitas dan masuk kuliah sesuai jurusan
  • giat belajar supaya mendapat hasil yang baik
  • punya gelar sarjana manajemen marketing
  • mencari pekerjaan marketing

Manfaat Short Term Goals dalam berkarir

Mempunyai short term goals tentu akan membuat kamu termotivasi dan semakin maju. Berikut ini beberpa manfaat short term goals di dunia kerja:

  1. Produktivitas kerja meningkat

Kamu dapat menggunakan short term goals untuk meningkatkan alur kerja serta membereskan hasil pekerjaan.

Dengan begitu, kamu bisa jadi panutan untuk rekan kerja yang lain serta pekerja yang dipercaya atasan.

  • Kemampuan yang meningkat

Belajar dan menguasai skill baru tentu membutuhkan waktu yang tidak sedikit. Dengan memiliki short term goals, kamu dapat belajar kemampuan baru yang berguna untuk dirimu serta divisi dimana kamu bekerja.

  • Mempermudah dalam mencari pekerjaan

waktu memiliki short term goals, kamu sudah mempunyai tujuan serta strategi yang akan diambil.

Apalagi untuk karir dan pekerjaan, pastinya kamu tidak mau sampai salah ambil. Waktu kamu sudah memiliki tujuan, pencarian kerja akan lebih gampang dilakukan.

Tips Membuat Short Term Goals

  1. Meluangkan waktu untuk membuat rencana jangka pendek

Langkah paling awal yang perlu kamu lakukan adalah menyediakan waktu untuk membuat rencana short-term. Kamu perlu memikirkan serta mempertimbangkan, apa saja yang perlu kamu capai dalam waktu 6 bulan sampai 1 tahun ke depan.

Baca Juga: Sulit Mengatur Waktu? Coba Teknik Efektif Bernama Timeboxing

Jangan sampai kamu sendiri masih bingung mengenai tujuan apa yang perlu kamu capai. Menurut BetterUp, Shonna Waters, konsultan internal dan eksternal, mengatakan kalau orang yang mampu membuat rencana dengan matang, akan lebih terorganisir.

Perhitungkan juga sumber daya apa yang dibutuhkan, bagaimana cara mengatur waktu untuk goals tersebut, serta tantangannya. Dengan begitu, kamu akan jadi lebih siap dalam menyusun goals serta rencana untuk mencapainya.

  • Cari tujuan yang bisa menginspirasi kamu

Jangan asal waktu membuat goals. Pastikan tujuan yang dibuat memang dapat memotivasi kamu untuk mencapainya. Karena goals yang yang tidak memberikan motivasi umumnya membuat kamu jadi malas untuk mencapainya.

Pastikan untuk menyusun goals yang nantinya bisa memberikan keuntungan dalam hidup. Goals yang mau kamu capai pun harus mempunyai pengaruh yang positif untuk perkembangan diri, sehingga kamu akan jadi lebih bersemangat untuk bisa meraih goals tersebut.

  • Pastikan tujuan dan tindakan selalu proposional

Kalau cuma rencana saja, maka goals itu cuma jadi wacana saja, yang tidak akan berubah jadi kenyataan. Dikutip The Balance Money, How To Set Short- and Long-Term Career Goals, Dawn Rosenberg yang merupakan Career Development Professional, menegaskan kalau tujuan dan tindakan itu harus seimbang.

Baca juga: Apa itu ‘Life Skill’ dan Bagaimana Cara Mengembangkannya?

Contohnya, waktu tujuan jangka pendek kamu adalah mempunyai banyak koneksi di tempat kerja baru, maka tindakan yang harus kamu lakukan adalah aktif bersosialisasi dengan rekan kerja yang lain. Dengan begitu, tujuan kamu pun bisa dengan cepat tercapai.

  • Bersikap realistis

Dawn Rosenberg juga mengatakan kalau goals atau tujuan haruslah sesuai dengan kemampuan dan keterampilan yang kamu miliki. Jangan sampai membuat goals yang sifatnya berada di luar kapabilitas yang dipunyai.

Kita memang boleh punya mimpi sebesar apapun, namun dalam membuat goals ini kamu tetap harus realistis, karena pembuatan dan penyusunan goals merupakan rencana yang bisa kamu raih. Jika goals ternyata di luar kemampuan dan keterampilan kamu, maka akan susah buat kamu wujudkan.

  • Bersikap fleksibel

Biarpun bersifat short-term goals, akan tetap ada hambatan yang menghadang. Dawn Rosenberg menyebutkan, jangan samapi menyerah bila ada tantangan yang menghambat tujuanmu. Jika hambatan terlalu besar, kamu bisa bersikap lebih fleksibel.

Contohnya dengan mengubah strategi yang sebelumnya sudah dibuat. Karena ada saja strategi yang tidak dapat berjalan sesuai yang direncanakan. Itulah mengapa sangat disaranakan kamu mempunyai back up plan. Jangan cuma berfokus pada satu rencana saja karena kamu tidak akan tahu rintangan atau hambatan yang bisa terjadi nantinya.

Read More

Apa itu ‘Peak Performance’ di Dunia Kerja, Bagaimana Mencapainya

Jika kamu adalah pecinta olahraga, tentu familier dengan istilah peak performance. Ternyata, istilah tersebut juga bisa digunakan di dunia kerja.

Secara harfiah, peak performance adalah kinerja puncak atau kinerja paling optimal saat seseorang dapat memperlihatkan hasil kerja yang melebihi rata-rata. Menurut BetterUp dalam artikelnya berjudul 6 surefire ways to reach optimal peak performance, peak performance adalah ketika seorang dapat tampil pada level paling optimal secara fisik, mental, atau keduanya.

Agar lebih jelas, berikut ini penjelasan dari peak performance dan cara mencapainya di dunia kerja, yang sudah kami rangkum dari berbagai sumber.

Pengertian Peak Performance di Dunia Kerja

Seperti disinggung sebelumnya, dalam dunia kerja, peak performance adalah posisi di mana performa individu mencapai pada titik maksimal atau tertinggi dalam pekerjaan.

Baca Juga: Dear ‘Fresh Graduate’, Siapkan Hal Ini untuk Masuk ke Dunia Kerja

Menurut Better Up juga, kinerja karyawan bisa berada dalam kondisi terbaik saat kebutuhan mereka dipenuhi oleh perusahaan. Sebelum akhirnya bisa mencapainya, setiap karyawan biasanya mengalami flow state terlebih dahulu.

Flow state adalah keadaan saat kamu mampu mengerjakan sesuatu dan mengalir begitu saja, sehingga jadi lupa waktu. Ini bukan hal negatif, karena dalam kondisi ini, berarti produktivitas kerja serta regulasi emosionalmu lebih tinggi, serta mendekati kinerja puncak.

Jenis Peak Performance dalam Dunia Kerja

Peak performance di dunia kerja ada beberapa jenis, berikut di antaranya:

1. Individual Peak Performance

Individual peak performance adalah performa yang cuma bisa ditentukan oleh individu itu sendiri. Supaya hal ini dapat tercapai, individu harus melewati proses memahami dirinya sendiri, supaya bisa meraih aktualisasi diri.

Dalam prosesnya, kamu dapat menentukan batasan kinerja seperti apa yang dapat kamu sebut tertinggi bagi versi diri sendiri.

Ketika mencapai individual peak performance, umumnya mereka akan keluar dari zona nyaman yang dimilikinya, seperti tidak melakukan rutinitas yang biasa. Mereka bakal memakai kemampuan untuk lebih produktif, tangguh, bahagia, dan lebih termotivasi.

Baca Juga: Bertanya pada Bos Saat ‘Performance Review’, Kenapa Tidak?

2. Organizational Peak Performance

Beberapa orang beranggapan, organizational peak performance berhubungan erat dengan keuntungan besar yang diperoleh perusahaan.

Namun ternyata, saat perusahaan mendapat profit besar, belum tentu mereka sudah mencapai kinerja puncak.

Organizational Peak Performance adalah keadaan di mana perusahaan bisa memberikan lingkungan kerja yang sehat, serta memberikan setiap karyawannya untuk berkembang, menemukan tujuan, serta menggunakan bakat serta kemampuan diri guna menyelesaikan pekerjaan.

Jadi, saat membicarakan kinerja puncak untuk perusahaan, keuntungan bukanlah suatu komponen yang berperan penting, tapi ada komponen lain yaitu lingkungan kerja.

Tanda Individu atau Perusahaan Mencapai Peak Performance

Ciri yang bisa terlihat waktu individu ataupun perusahaan mencapai kinerja adalah sebagai berikut:

1. Produktivitas kerja meningkat

Produktivitas kerja yang meningkat adalah salah satu tanda dari peak performance. Tentu setiap orang pasti tidak akan selalu berada di level produktivitas 100 persen setiap waktu.

Jadi, ketika merasa lebih produktif dan dapat menyelesaikan pekerjaan dengan efisien, kemungkinan kamu mencapai tingkat tertinggi performamu. Saat itu, biasanya kamu akan mempunyai banyak waktu untuk meredakan pikiran dan ketegangan karena pekerjaan. Produktivitas yang didapat waktu peak performance akan sejalan dengan kualitas kerja yang dihasilkan.

2. Goals yang tercapai

Seseorang bisa dibilang berada di peak performance kala ia bisa mencapai goals-nya.

Namun, perlu digarisbawahi, level tertinggi kinerja seseorang berbeda-beda, tergantung pada bakat, kebutuhan, serta tujuannya.

3. Kepuasan kerja meningkat

Sudah merasa puas dengan pencapaian yang diperoleh juga merupakan tanda dari kinerja puncak. Saat kamu merasa kalau tujuan sudah tercapai, kepuasan kerja kamu pun akan naik. Kebahagiaan dan tingkat kepuasan adalah salah satu reward dari peak performance, baik untuk individu itu sendiri ataupun perusahaan.

Bisa mengatur emosi

Penelitian yang dilakukan oleh Better Up memperlihatkan, karyawan yang bisa mengatur emosinya dengan baik, menunjukkan performa 153 persen lebih tinggi.

Baca Juga: Apa itu Mansplaining dan Kenapa Sering Terjadi di Tempat Kerja?

Bisa mengatur emosi adalah kemampuan penting. Kamu akanlebih mengenal diri sendiri, juga peka terhadap lingkungan sekitar. Bila suatu hal tidak terduga terjadi, kamu tetap bisa menghadapinya dengan pikiran yang tenang.

Itulah sedikit informasi mengenai peak performance yang perlu kamu tahu. Apakah kinerjamu sekarang sudah sampai di level tertinggi? Untuk bisa sampai di level tersebut, tentu butuh waktu yang tidak sebentar dan harus melewati proses panjang. Maka, jangan sampai gampang untuk menyerah dan buat standar yang sesuai kemampuanmu.

Read More