tanda gagal interview kerja

Apa itu ‘Quiet Firing’ dan Kenapa Perlu Diwaspadai

Dalam dunia kerja, perusahaan sering kali melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap karyawan yang dianggap tidak lagi diperlukan. Istilah PHK ini sendiri terus meluas, hingga yang terbaru muncul fenomena baru quiet firing atau pemecatan diam-diam. Tentu saja ini merugikan karyawan karena mereka tak dibiarkan bersiap dan mendapat penjelasan yang memadai.

Berikut penjelasan lengkap tentang quiet firing dan alasan kenapa itu perlu diwaspadai.

Pengertian Quiet Firing

Dalam artikel bertajuk Quiet Firing What does it mean yang diunggah Linkedin disebutkan, quiet firing artinya pemutusan hubungan kerja secara diam-diam. Dalam praktiknya, perusahaan umumnya mengakhiri hubungan kerja dengan karyawan tanpa memberikan peringatan atau memberikan tanda-tanda yang jelas. Tindakan ini dapat terjadi secara bertahap dan tanpa suara atau kejelasan, sehingga karyawan mungkin tidak menyadari mereka sedang dipecat.

Baca Juga: Apa Itu Startup Bubble dan Mengapa Startup Melakukan PHK Besar-besaran?

Fenomena ini juga dapat terjadi ketika perusahaan ingin mengurangi biaya atau meningkatkan kinerja. Namun di saat bersamaan, mereka tidak ingin mengeluarkan biaya tambahan untuk memberikan kompensasi atau memberikan peringatan kepada karyawan.

Dalam banyak kasus, pemutusan hubungan kerja secara diam-diam dilakukan pada karyawan yang berkinerja buruk atau dianggap tidak produktif, tetapi bisa juga dilakukan pada karyawan dengan kinerja baik yang dianggap tidak sesuai dengan kebijakan atau tujuan perusahaan.

Pemutusan hubungan kerja secara diam-diam dapat merugikan karyawan karena mereka tidak memiliki kesempatan untuk memperbaiki kinerja atau mencari pekerjaan baru. Selain itu, tindakan ini juga dapat berdampak pada reputasi perusahaan karena karyawan dapat memberikan ulasan buruk atau membocorkan informasi tentang praktik yang tidak etis. Karena itu, perusahaan harus menghindari melakukan tindakan quiet firing dan memberikan keadilan serta keamanan bagi karyawan.

Mengapa Quiet Firing Dilakukan?

Quiet firing dilakukan oleh perusahaan karena beberapa alasan. Pertama, perusahaan ingin mengurangi biaya pengeluaran untuk memberikan kompensasi dan tunjangan kepada karyawan yang di-PHK. Dalam kondisi ekonomi yang tidak stabil, perusahaan ingin mempertahankan keuntungan dan mengurangi pengeluaran sebanyak mungkin.

Baca Juga: Quiet Quitting: Kenapa Sedikit Kerja itu Bagus untukmu dan Bos

Kedua, pemutusan hubungan kerja secara diam-diam juga dilakukan oleh perusahaan karena alasan kinerja. Perusahaan ingin menjaga kualitas kinerja dan produktivitas dengan menyingkirkan karyawan yang dianggap tidak lagi memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perusahaan.

Dampak Quiet Firing pada Karyawan

Pemutusan hubungan kerja secara diam-diam dapat memberikan dampak negatif pada karyawan yang mengalaminya. Beberapa dampak yang mungkin terjadi antara lain:

  • Merasa tidak dihargai – Ketika karyawan dipecat secara diam-diam, mereka mungkin merasa perusahaan tidak menghargai kontribusinya selama bekerja di sana. Hal ini dapat menimbulkan perasaan sakit hati dan merugikan hubungan karyawan dengan perusahaan.
  • Sulit mencari pekerjaan baru – Karyawan yang dipecat secara diam-diam mungkin kesulitan mencari pekerjaan baru karena mereka tidak memiliki referensi dari perusahaan sebelumnya. Selain itu, jika perusahaan tidak memberikan alasan atau memberikan alasan yang tidak jelas, karyawan tersebut mungkin kesulitan menjelaskan mengapa mereka dipecat.
  • Hilangnya penghasilan – Ketika karyawan dipecat, mereka kehilangan penghasilan yang diperoleh dari pekerjaan tersebut. Hal ini dapat berdampak pada keuangan mereka dan menyebabkan ketidakstabilan keuangan.
  • Merusak kepercayaan – Quiet firing dapat merusak kepercayaan karyawan pada perusahaan dan mempengaruhi motivasi kerja mereka dalam bekerja. Karyawan yang merasa tidak dihargai atau tidak aman dalam pekerjaan mereka mungkin tidak bekerja dengan maksimal dan merugikan kinerja perusahaan.
  • Menimbulkan tekanan psikologis – Ketika karyawan dipecat secara diam-diam, mereka mungkin mengalami tekanan psikologis yang signifikan. Hal ini dapat berdampak pada kesehatan mental dan fisik mereka.
  • Oleh karena itu, perusahaan harus mempertimbangkan dampak yang mungkin terjadi pada karyawan sebelum melakukan tindakan quiet firing. Jika perusahaan ingin mengakhiri hubungan kerja dengan karyawan, sebaiknya dilakukan dengan cara yang adil dan transparan agar tidak merugikan karyawan.

Mengapa Fenomena ini Perlu Diwaspadai?

Quiet firing perlu diwaspadai karena dapat mengancam keamanan kerja dan kesejahteraan karyawan. Karyawan yang merasa tidak dihargai atau tersingkir secara perlahan-lahan dapat merasa tidak aman di tempat kerja dan bahkan mempertanyakan keputusan mereka untuk bergabung dengan perusahaan tersebut.

Jika fenomena ini terus berlanjut, perusahaan dapat kehilangan kepercayaan karyawan dan reputasinya dapat tercoreng di mata publik.

Baca Juga: Apa itu Surat Peringatan Kerja? dan Cara Tepat dalam Menanggapinya

Tanda-tanda Quiet Firing

Ada beberapa tanda-tanda yang dapat diwaspadai ketika perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja secara diam-diam terhadap karyawan. Tanda-tanda tersebut antara lain:

  • Tugas atau tanggung jawab karyawan dikurangi secara bertahap.
  • Jam kerja atau shift kerja dikurangi atau diubah secara tiba-tiba.
  • Karyawan diabaikan atau dijauhi oleh rekan kerja atau atasan.
  • Karyawan diberikan tugas yang tidak sesuai dengan bidang keahliannya.
  • Karyawan diberikan tekanan atau beban kerja yang tidak seimbang.
  • Karyawan tidak diikutsertakan dalam proyek atau kegiatan yang penting.
  • Karyawan tidak mendapatkan promosi atau kenaikan gaji, meskipun sudah bekerja dengan baik.

Cara Tepat Sebagai Karyawan, Menghadapi Fenomena ini

Bagi karyawan yang merasa sedang mengalami quiet firing, ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menghadapinya. Pertama, karyawan harus mencari tahu apa yang terjadi dengan menghubungi atasan atau HRD perusahaan. Karyawan juga dapat mencari tahu tentang hak-hak mereka sebagai karyawan dan bagaimana mereka dapat melindungi diri dari tindakan yang merugikan.

Kedua, karyawan harus memperkuat jaringan kerja atau networking untuk memperluas kesempatan mendapatkan pekerjaan di tempat lain. Karyawan juga dapat mengembangkan keterampilan dan keahlian yang dapat meningkatkan nilai mereka di pasar kerja.

Quiet firing adalah fenomena baru dalam dunia kerja yang perlu diwaspadai. Tindakan ini dilakukan oleh perusahaan dengan tujuan untuk mengurangi biaya pengeluaran atau meningkatkan kinerja perusahaan. Namun, quiet firing dapat memiliki dampak yang signifikan pada karyawan dan dapat mengancam keamanan kerja serta reputasi perusahaan.

Karyawan yang merasa sedang mengalami quiet firing harus mencari tahu apa yang terjadi, melindungi diri mereka dari tindakan yang merugikan, dan memperkuat jaringan kerja serta mengembangkan keterampilan dan keahlian. Oleh karena itu, perusahaan juga harus menghindari melakukan tindakan ini dan memberikan keadilan serta keamanan buat semua karyawan.

Read More
tips meningkatkan social skill waktu WFH

Cara Mengatasi Procrastination atau Kebiasaan Menunda Pekerjaan

Menunda pekerjaan atau procrastination adalah kebiasaan yang mungkin seringkali kita lakukan. Padahal, kebiasaan ini bisa membawa dampak buruk bagi kesehatan dan produktivitas kerja. Dalam artikel ini, kami akan membahas tentang menunda pekerjaan dan dampaknya bagi diri kita, serta cara tepat untuk mengatasi kebiasaan buruk ini yang sudah kami rangkum dari beberapa sumber.

Apa itu procrastination atau Kebiasaan Menunda Pekerjaan

Menurut Verywell Mind, Procrastination atau sering juga disebut sebagai kebiasaan menunda-nunda pekerjaan adalah kecenderungan seseorang untuk menunda-nunda atau menghindari tugas yang harus dilakukan. Procrastination dapat terjadi pada berbagai aspek kehidupan, seperti dalam pekerjaan, pendidikan, dan kehidupan pribadi.

Orang yang sering melakukan procrastination cenderung sulit untuk mengambil tindakan dan merasa tidak produktif dalam jangka waktu yang lama. Procrastination dapat menyebabkan tekanan, rasa cemas, dan stres, serta dapat mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan dan meraih kesuksesan.

Baca Juga: Sering Takut Sama Atasan Saat Pertama Kerja? Ini Tips untuk Atasi Masalahmu

Alasan Mengapa Orang Suka Menunda Pekerjaan

Bukan selalu karena malas, ternyata ada beberapa hal yang akhirnya membuat seseorang jadi suka menunda-nunda pekerjaannya. Beberapa alasan umum meliputi:

  • Kurangnya motivasi: Ketika seseorang tidak merasa termotivasi untuk menyelesaikan tugas, maka dia akan cenderung menunda-nunda pekerjaan. Ketidakmampuan untuk menemukan motivasi dapat terjadi karena berbagai alasan, seperti merasa tidak tertarik, bosan, atau tidak percaya diri dalam kemampuan yang dimiliki.
  • Tidak tahu harus mulai dari mana: Seseorang mungkin merasa kewalahan dengan tugas yang harus dilakukan dan tidak tahu harus mulai dari mana. Hal ini dapat terjadi karena tugas yang terlalu kompleks atau terlalu banyak sehingga seseorang tidak tahu harus mulai dari mana. Akibatnya, seseorang memilih untuk menunda-nunda pekerjaan karena merasa terbebani dengan tugas yang harus diselesaikan.
  • Takut gagal: Seseorang mungkin takut gagal dalam menyelesaikan tugas dan lebih memilih untuk tidak melakukannya sama sekali. Rasa takut ini muncul karena seseorang merasa tidak yakin dengan kemampuannya atau merasa tidak memiliki kepercayaan diri yang cukup untuk menyelesaikan tugas.
  • Kebiasaan buruk: Procrastination dapat menjadi kebiasaan buruk yang terbentuk dari waktu ke waktu dan sulit untuk diubah. Seseorang yang sudah terbiasa menunda-nunda pekerjaan dapat kesulitan untuk mengubah kebiasaannya dan memilih untuk menunda-nunda pekerjaan karena sudah menjadi bagian dari pola perilakunya.
  • Kurangnya waktu: Seseorang mungkin merasa bahwa waktu yang tersedia tidak cukup untuk menyelesaikan tugas dengan baik sehingga memilih untuk menunda-nunda pekerjaan. Hal ini dapat terjadi ketika seseorang memiliki terlalu banyak tugas atau tanggung jawab yang harus diselesaikan dalam waktu yang singkat.
  • Terlalu banyak pekerjaan: Terlalu banyak pekerjaan atau tanggung jawab dapat membuat seseorang merasa kewalahan dan memilih untuk menunda-nunda pekerjaan. Seseorang mungkin merasa tidak mampu untuk menyelesaikan semua tugas dalam waktu yang singkat sehingga memilih untuk menunda-nunda pekerjaan.

Gangguan eksternal: Gangguan dari lingkungan atau orang lain dapat mengalihkan perhatian seseorang dari tugas yang harus dilakukan dan membuatnya sulit untuk fokus dan menyelesaikan t

Read More

Cara Tepat Beri Saran ke Rekan Kerja

Situasi kerja buat masing-masing orang tentu berbeda. Kadang mulus, bikin nyaman, kadang harus berhadapan dengan masalah setiap harinya. Namun, bukan berarti kamu sendirian dan enggak bisa meminta masukan dari rekan-rekan kerja lainnya.

Menurut Indeed, How To Give Good Advice at Work in 6 Steps (With Tips), memberikan saran dengan benar dapat memberikan dampak yang positif buat si penerimanya. Itu juga bisa menaikkan kualitas kepemimpinan orang yang memberikan saran.

Namun, memberikan saran enggak bisa sembarangan. Kamu perlu melihat situasi, mengetahui permasalahannya dengan pasti, serta memastikan apa yang dibutuhkan oleh rekan kerja. Karena itulah penting mempelajari bagaimana cara memberi saran ke rekan kerja.

Cara Tepat Memberikan Saran ke Rekan Kerja

Dalam artikel bertajuk The art of giving good workplace advice dari BBC, kita membutuhkan saran dari orang lain. Sebaliknya, jika mereka meminta saran ke kita pun, sebisa mungkin upayakan agar bisa membantu.

Berikut beberapa tips saat memberikan saran kepada rekan kerja:

Baca Juga: Ciri Rekan Kerja yang Baik, Apakah Kamu Salah Satunya?

  1. Berikan beberapa alternatif

Kadang-kadang ada beberapa cara untuk menyelesaikan masalah. Kamu bisa memberikan beberapa alternatif tersebut secara terus-terang, dan biarkan mereka menentukan solusi terbaik. Lebih baik lagi kalau kamu coba berdiskusi bersama-sama untuk menentukan mana solusi alternatif yang baiknya dipilih.

  • Mengetahui yang menjadi akar permasalahan

Kalau kamu diminta tolong untuk memberikan saran, penting mengetahui situasi dan akar permasalahan yang dialami rekanmu.

Kalau kamu belum begitu paham dengan situasinya, coba minta rekanmu untuk menceritakan ulang masalah tersebut dari awal dengan jelas.

Dengan begitu, kamu dapat menyimpulkan bagaimana untuk menyikapinya dan apa solusi terbaiknya. Jangan sampai kamu belum paham sepenuhnya masalah dari temanmu tersebut dan salah memberikan saran.

  • Melihat latar belakangmu

Setelah memang paham dengan masalahnya, penting juga untuk mengevaluasi apakah latar belakangmu sekarang ini cocok untuk memberi saran ke rekan kerja.

Kamu perlu memastikan bahwa kamu merupakan orang yang tepat untuk memberikan saran.

Bila kamu memberikan saran pada hal yang sebenarnya kamu juga kurang begitu mengerti dan belum ada pengalaman tentang hal tersebut, bisa saja saranmu itu bukanlah hal yang dicari temanmu.

Dalam kasus seperti ini, kamu bisa menolaknya dengan sopan dan mengatakan kalau kamu bukan orang yang pas untuk memberi saran untuk masalah tersebut.

Baca juga: Benarkah Kita Dilarang Berteman Dekat dengan Orang Kantor?

Namun, lebih baik lagi kalau kamu bisa membantu teman kamu tersebut dengan mencari orang lain yang lebih paham dan berpengalaman untuk mengatasi masalah itu.

  • Memberikan jawaban lewat pengalaman yang kamu punya

Jika merasa bisa untuk memberikan saran, kamu dapat menganalisis permasalahan dan mulai memberi saran serta solusi. Di sinilah skill problem solving-mu digunakan.

Agar lebih gampang dipahami, kamu dapat memanfaatkan pengalaman sebelumnya untuk membantu teman. Mungkin saja permasalahan itu dahulu sudah pernah kamu alami.

Saat memberi masukan, jangan lupa untuk tetap sopan. Selain itu, gunakan gaya bahasa yang bisa memberi motivasi bukan merendahkan.

  • Berikan saran saat berdua saja

Terkadang kinerja dan hasil yang diberikan oleh rekan kerjamu tidak akan selalu sempurna. Kamu mungkin saja punya beberapa saran terbaik untuk bisa membantunya.

Kalau memang mau memberikan saran, maka kamu perlu memerhatikan waktu yang tepat. Berilah saran waktu sedang berdua saja, dan dapat berbicara empat mata. Memberinya saran di tempat umum dapat membuat rekan kerjamu jadi merasa tidak nyaman.

Kamu tak perlu ragu saat memberikan saran yang baik kepada rekan kerja, selama caranya benar dan niatnya memang ingin membantu. Ta jangan sampai temanmu itu merasa dihakimi, ya!

Read More
pengertian dan manfaat goal setting di dunia kerja

Pengertian Short Term Goals dan Manfaatnya di Dunia Kerja

aktu mempunyai tujuan dalam berkarir, baik itu short term ataupun long term goals merupakan suatu hal yang dapat membuat kamu bisa berkembang nantinya. Menurut Berkeley Well-Being Institute, Short-Term Goals: Definition, Examples, & List, seseorang yang tidak gampang menyerah dan memiliki pemikiran positif untuk tujuannya akan mudah dalam mengatasi stres, tekanan mental, sampai rasa cemas.

Short-term goals adalah tujuan kecil, sebelum nantinya kamu fokus pada tujuan yang lebih besar apalagi di dunia kerja banyak peristiwa yang akan terjadi nanti kedepannya.

Pengertian Short Term Goals

Tujuan jangka pendek adalah tujuan karir atau hidup yang ingin kamu capai dalam jangka waktu singkat.

Contohnya, apa yang ingin kamu capai di hari ini, minggu ini, atau dalam satu tahun ini.

Dikutip dari BetterUp, What is a short-term goal? Your guide to setting perfect goals, short term goals punya cakupan mulai dari daily goals, to-do list, namun nantinya dapat berubah jadi sebuah batu loncatan untuk tujuan jangka panjang.

Baca Juga: Pengertian dan Manfaat ‘Goal Setting’ di Dunia Kerja

Contoh paling sederhananya misal, tujuan jangka panjang kamu adalah igin menjadi bekerja sebagai marketing di suatu perusahaan.

Maka, untuk mencapainya, short term goals-mu adalah:

  • berusaha mendapat nilai baik dalam tes universitas dan masuk kuliah sesuai jurusan
  • giat belajar supaya mendapat hasil yang baik
  • punya gelar sarjana manajemen marketing
  • mencari pekerjaan marketing

Manfaat Short Term Goals dalam berkarir

Mempunyai short term goals tentu akan membuat kamu termotivasi dan semakin maju. Berikut ini beberpa manfaat short term goals di dunia kerja:

  1. Produktivitas kerja meningkat

Kamu dapat menggunakan short term goals untuk meningkatkan alur kerja serta membereskan hasil pekerjaan.

Dengan begitu, kamu bisa jadi panutan untuk rekan kerja yang lain serta pekerja yang dipercaya atasan.

  • Kemampuan yang meningkat

Belajar dan menguasai skill baru tentu membutuhkan waktu yang tidak sedikit. Dengan memiliki short term goals, kamu dapat belajar kemampuan baru yang berguna untuk dirimu serta divisi dimana kamu bekerja.

  • Mempermudah dalam mencari pekerjaan

waktu memiliki short term goals, kamu sudah mempunyai tujuan serta strategi yang akan diambil.

Apalagi untuk karir dan pekerjaan, pastinya kamu tidak mau sampai salah ambil. Waktu kamu sudah memiliki tujuan, pencarian kerja akan lebih gampang dilakukan.

Tips Membuat Short Term Goals

  1. Meluangkan waktu untuk membuat rencana jangka pendek

Langkah paling awal yang perlu kamu lakukan adalah menyediakan waktu untuk membuat rencana short-term. Kamu perlu memikirkan serta mempertimbangkan, apa saja yang perlu kamu capai dalam waktu 6 bulan sampai 1 tahun ke depan.

Baca Juga: Sulit Mengatur Waktu? Coba Teknik Efektif Bernama Timeboxing

Jangan sampai kamu sendiri masih bingung mengenai tujuan apa yang perlu kamu capai. Menurut BetterUp, Shonna Waters, konsultan internal dan eksternal, mengatakan kalau orang yang mampu membuat rencana dengan matang, akan lebih terorganisir.

Perhitungkan juga sumber daya apa yang dibutuhkan, bagaimana cara mengatur waktu untuk goals tersebut, serta tantangannya. Dengan begitu, kamu akan jadi lebih siap dalam menyusun goals serta rencana untuk mencapainya.

  • Cari tujuan yang bisa menginspirasi kamu

Jangan asal waktu membuat goals. Pastikan tujuan yang dibuat memang dapat memotivasi kamu untuk mencapainya. Karena goals yang yang tidak memberikan motivasi umumnya membuat kamu jadi malas untuk mencapainya.

Pastikan untuk menyusun goals yang nantinya bisa memberikan keuntungan dalam hidup. Goals yang mau kamu capai pun harus mempunyai pengaruh yang positif untuk perkembangan diri, sehingga kamu akan jadi lebih bersemangat untuk bisa meraih goals tersebut.

  • Pastikan tujuan dan tindakan selalu proposional

Kalau cuma rencana saja, maka goals itu cuma jadi wacana saja, yang tidak akan berubah jadi kenyataan. Dikutip The Balance Money, How To Set Short- and Long-Term Career Goals, Dawn Rosenberg yang merupakan Career Development Professional, menegaskan kalau tujuan dan tindakan itu harus seimbang.

Baca juga: Apa itu ‘Life Skill’ dan Bagaimana Cara Mengembangkannya?

Contohnya, waktu tujuan jangka pendek kamu adalah mempunyai banyak koneksi di tempat kerja baru, maka tindakan yang harus kamu lakukan adalah aktif bersosialisasi dengan rekan kerja yang lain. Dengan begitu, tujuan kamu pun bisa dengan cepat tercapai.

  • Bersikap realistis

Dawn Rosenberg juga mengatakan kalau goals atau tujuan haruslah sesuai dengan kemampuan dan keterampilan yang kamu miliki. Jangan sampai membuat goals yang sifatnya berada di luar kapabilitas yang dipunyai.

Kita memang boleh punya mimpi sebesar apapun, namun dalam membuat goals ini kamu tetap harus realistis, karena pembuatan dan penyusunan goals merupakan rencana yang bisa kamu raih. Jika goals ternyata di luar kemampuan dan keterampilan kamu, maka akan susah buat kamu wujudkan.

  • Bersikap fleksibel

Biarpun bersifat short-term goals, akan tetap ada hambatan yang menghadang. Dawn Rosenberg menyebutkan, jangan samapi menyerah bila ada tantangan yang menghambat tujuanmu. Jika hambatan terlalu besar, kamu bisa bersikap lebih fleksibel.

Contohnya dengan mengubah strategi yang sebelumnya sudah dibuat. Karena ada saja strategi yang tidak dapat berjalan sesuai yang direncanakan. Itulah mengapa sangat disaranakan kamu mempunyai back up plan. Jangan cuma berfokus pada satu rencana saja karena kamu tidak akan tahu rintangan atau hambatan yang bisa terjadi nantinya.

Read More

Apa itu ‘Peak Performance’ di Dunia Kerja, Bagaimana Mencapainya

Jika kamu adalah pecinta olahraga, tentu familier dengan istilah peak performance. Ternyata, istilah tersebut juga bisa digunakan di dunia kerja.

Secara harfiah, peak performance adalah kinerja puncak atau kinerja paling optimal saat seseorang dapat memperlihatkan hasil kerja yang melebihi rata-rata. Menurut BetterUp dalam artikelnya berjudul 6 surefire ways to reach optimal peak performance, peak performance adalah ketika seorang dapat tampil pada level paling optimal secara fisik, mental, atau keduanya.

Agar lebih jelas, berikut ini penjelasan dari peak performance dan cara mencapainya di dunia kerja, yang sudah kami rangkum dari berbagai sumber.

Pengertian Peak Performance di Dunia Kerja

Seperti disinggung sebelumnya, dalam dunia kerja, peak performance adalah posisi di mana performa individu mencapai pada titik maksimal atau tertinggi dalam pekerjaan.

Baca Juga: Dear ‘Fresh Graduate’, Siapkan Hal Ini untuk Masuk ke Dunia Kerja

Menurut Better Up juga, kinerja karyawan bisa berada dalam kondisi terbaik saat kebutuhan mereka dipenuhi oleh perusahaan. Sebelum akhirnya bisa mencapainya, setiap karyawan biasanya mengalami flow state terlebih dahulu.

Flow state adalah keadaan saat kamu mampu mengerjakan sesuatu dan mengalir begitu saja, sehingga jadi lupa waktu. Ini bukan hal negatif, karena dalam kondisi ini, berarti produktivitas kerja serta regulasi emosionalmu lebih tinggi, serta mendekati kinerja puncak.

Jenis Peak Performance dalam Dunia Kerja

Peak performance di dunia kerja ada beberapa jenis, berikut di antaranya:

1. Individual Peak Performance

Individual peak performance adalah performa yang cuma bisa ditentukan oleh individu itu sendiri. Supaya hal ini dapat tercapai, individu harus melewati proses memahami dirinya sendiri, supaya bisa meraih aktualisasi diri.

Dalam prosesnya, kamu dapat menentukan batasan kinerja seperti apa yang dapat kamu sebut tertinggi bagi versi diri sendiri.

Ketika mencapai individual peak performance, umumnya mereka akan keluar dari zona nyaman yang dimilikinya, seperti tidak melakukan rutinitas yang biasa. Mereka bakal memakai kemampuan untuk lebih produktif, tangguh, bahagia, dan lebih termotivasi.

Baca Juga: Bertanya pada Bos Saat ‘Performance Review’, Kenapa Tidak?

2. Organizational Peak Performance

Beberapa orang beranggapan, organizational peak performance berhubungan erat dengan keuntungan besar yang diperoleh perusahaan.

Namun ternyata, saat perusahaan mendapat profit besar, belum tentu mereka sudah mencapai kinerja puncak.

Organizational Peak Performance adalah keadaan di mana perusahaan bisa memberikan lingkungan kerja yang sehat, serta memberikan setiap karyawannya untuk berkembang, menemukan tujuan, serta menggunakan bakat serta kemampuan diri guna menyelesaikan pekerjaan.

Jadi, saat membicarakan kinerja puncak untuk perusahaan, keuntungan bukanlah suatu komponen yang berperan penting, tapi ada komponen lain yaitu lingkungan kerja.

Tanda Individu atau Perusahaan Mencapai Peak Performance

Ciri yang bisa terlihat waktu individu ataupun perusahaan mencapai kinerja adalah sebagai berikut:

1. Produktivitas kerja meningkat

Produktivitas kerja yang meningkat adalah salah satu tanda dari peak performance. Tentu setiap orang pasti tidak akan selalu berada di level produktivitas 100 persen setiap waktu.

Jadi, ketika merasa lebih produktif dan dapat menyelesaikan pekerjaan dengan efisien, kemungkinan kamu mencapai tingkat tertinggi performamu. Saat itu, biasanya kamu akan mempunyai banyak waktu untuk meredakan pikiran dan ketegangan karena pekerjaan. Produktivitas yang didapat waktu peak performance akan sejalan dengan kualitas kerja yang dihasilkan.

2. Goals yang tercapai

Seseorang bisa dibilang berada di peak performance kala ia bisa mencapai goals-nya.

Namun, perlu digarisbawahi, level tertinggi kinerja seseorang berbeda-beda, tergantung pada bakat, kebutuhan, serta tujuannya.

3. Kepuasan kerja meningkat

Sudah merasa puas dengan pencapaian yang diperoleh juga merupakan tanda dari kinerja puncak. Saat kamu merasa kalau tujuan sudah tercapai, kepuasan kerja kamu pun akan naik. Kebahagiaan dan tingkat kepuasan adalah salah satu reward dari peak performance, baik untuk individu itu sendiri ataupun perusahaan.

Bisa mengatur emosi

Penelitian yang dilakukan oleh Better Up memperlihatkan, karyawan yang bisa mengatur emosinya dengan baik, menunjukkan performa 153 persen lebih tinggi.

Baca Juga: Apa itu Mansplaining dan Kenapa Sering Terjadi di Tempat Kerja?

Bisa mengatur emosi adalah kemampuan penting. Kamu akanlebih mengenal diri sendiri, juga peka terhadap lingkungan sekitar. Bila suatu hal tidak terduga terjadi, kamu tetap bisa menghadapinya dengan pikiran yang tenang.

Itulah sedikit informasi mengenai peak performance yang perlu kamu tahu. Apakah kinerjamu sekarang sudah sampai di level tertinggi? Untuk bisa sampai di level tersebut, tentu butuh waktu yang tidak sebentar dan harus melewati proses panjang. Maka, jangan sampai gampang untuk menyerah dan buat standar yang sesuai kemampuanmu.

Read More

5 Cara Tepat Terima Kritik dari Atasan

Salah satu keterampilan penting di dunia kerja adalah mampu menerima kritik yang diberikan oleh atasan maupun rekan kerja. Sayangnya, banyak orang yang masih menganggap kritik merupakan beban dan melulu negatif. Padahal kritik bisa mendorong diri kita untuk bekerja jadi lebih baik lagi.

Tentu saja, kritik yang baik itu perlu disampaikan dengan intonasi serta penggunakan kata yang tidak menyinggung. Namun, jika kritik sudah terlanjur disampaikan dan ternyata tak berkenan di hati, bagaimana?

Apa yang harus kamu lakukan waktu harus menerima kritik dari atasan yang mungkin tidak mengenakkan?

Kritik di Tempat Kerja Relatif Penting

Kritik yang baik itu mesti bersifat membangun. Kritik yang seperti ini juga merupakan bentuk dari feedback. Menurut Indeed, dalam artikel yang berjudul Why Is Feedback Important in the Workplace? (2022), feedback yang membangun berguna untuk perkembangan karyawan.

Feedback tersebut akan menjelaskan ekspektasi, membantu seseorang untuk belajar dari kesalahan, dan bikin kepercayaan diri meningkat.

Baca Juga: 7 Amunisi Sebelum Kamu Dievaluasi Rutin oleh Atasan

Masalahnya, kritik semacam ini biasanya disalahartikan sebagai kelemahan, sehingga sulit diterima dengan legowo. Padahal, meskipun tidak enak untuk didengar, kritik di tempat kerja bisa membantumu membangun karier yang lebih baik.

Tanpa kritik, kita bakal cenderung berpuas diri dan enggan melakukan pembaruan. Karena itulah, mustahil kita bisa menaikkan performa di tempat kerja.

Cara Menerima Kritik yang Tepat di Tempat Kerja

Untuk dapat bersikap profesional dalam menghadapi kritik dari atasan atau rekan kerja, berikut ini beberapa caranya.

  1. Jangan anggap personal

Saat mendapat kritik dari atasan, mungkin kamu akan refleks tersinggung, apalagi jika itu disampaikan di depan rekan kerja lain. Ini merupakan hal yang wajar. Dalam kondisi seperti ini, harus diusahakan kamu bisa berpikiran terbuka, dan mampu memisahkan lingkungan kerja dengan lingkup pribadi.

Bahwa kritik yang diberikan itu bukan serangan personal, tetapi masukan supaya kamu mengoreksi kinerja. Jadi, jangan sampai langsung emosi atau berasumsi kalau atasan tidak suka dengan kamu.

Terlepas dari itu, dalam ranah profesional, kritik yang baik seharusnya disampaikan dengan sopan. Akan tetapi, jika kamu mendapat kritik yang lumayan keras dari atasan, tetap berikan respon yang baik tanpa perlu melontarkan argumen tambahan.

  1. Memahami kritik yang diberikan

Dibanding langsung menelan kritik bulat-bulat, kamu dapat memberikan sedikit waktu untuk lebih memahami substansinya. Selama kritik tersebut memang membangun, kamu dapat mencoba lebih terbuka dan memahami. Dengan begitu, rekan kerja atau atasan akan jadi lebih nyaman dalam menyampaikan feedback di kemudian hari.

  1. Bertanya kepada atasan

Menurut Indeed, setelah memahami kritik yang diberikan, kamu dapat bertanya lebih jauh untuk mengklarifikasi kritik tersebut. Mungkin kamu setuju, bisa juga tidak. Namun, anggaplah itu sebagai masukan untuk berefleksi.

Baca Juga: Di Balik Menolak Pujian: Rendahnya Kepercayaan Diri Hingga Budaya

Ingat kamu berhak untuk bertanya dan mendiskusikannya supaya lebih jelas. Ini juga penting agar tidak muncul kesalahpahaman di kemudian hari.

  1. Evaluasi kerja

Setelah mendengarkan kritik dan mencatat poin-poin pentingnya, sekarang saatnya untuk menggunakannya sebagai bahan evaluasi kerja. Tujuannya agar kamu tak perlu mengulangi kesalahan yang sama.

Dalam hal ini, ada bagusnya membuat catatan yang berisikan do’s and don’ts dari kritik yang masuk. Lalu kamu perlu menghadapi kritik dengan mengimplementasikannya secara nyata.

  1. Berhati-hati saat memberikan tanggapan

Dalam artikel Indeed yang berjudul Steps to Handle Criticism at Work, kamu perlu lebih hati-hati dalam memberikan respons, baik secara verbal maupun nonverbal.

Contohnya, kalau sedang bertatap muka, hindari menyilangkan tangan dan bernapas dengan tempo yang teratur supaya bisa menurunkan level stres.

Menghadapi kritik memang bukan perkara yang gampang, namun dengan lebih hati-hati dalam merespon, akan membuat kamu jadi lebih profesional.

Read More

7 Manfaat Olahraga Jalan Pagi Sebelum Berangkat Kantor

Kegiatan yang padat setiap harinya akan membuat kita terlalu lelah berolahraga. Apalagi buat pekerja yang harus datang ke kantor setiap hari atau Work From Office. Padahal sebenarnya ada olahraga yang tidak butuh banyak waktu dan tenaga, yaitu jalan pagi.

Olahraga jalan pagi sebelum bekerja ternyata punya banyak manfaat untuk tubuh serta pikiran. Dengan jalan pagi secara teratur, kamu bisa berpotensi tidur lebih nyenyak dan badan lebih bugar. Tak cukup sampai di sini, masih ada sejumlah manfaat olahraga lainnya untukmu.

Manfaat Olahraga Jalan Pagi Sebelum Bekerja

  1. Menambah energi

Manfaat jalan pagi yang pertama adalah bisa meningkatkan energi kamu. Dalam hal ini, energi yang meningkat bakal sangat membantu menjalani hari-harimu ketika di kantor.

Baca Juga: 7 Tips Kembali Produktif Usai Liburan Panjang

Ada beberapa kajian yang menunjukkan, orang dewasa yang rutin olah raga jalan pagi selama 20 menit di luar rumah, akan memperoleh energi lebih, dibandingkan mereka yang cuma berjalan 20 menit dalam ruangan.

Kalau kamu sekarang kerap merasa kurang bersemangat saat bangun di pagi hari, melakukan jalan pagi dapat menjadi aktivitas positif yang dapat dicoba.

  1. Meningkatkan suasana hati

Dikutip dari Healthline, dalam artikel yang berjudul The Benefits of Starting Your Day with a Walk, jalan pagi sebelum berangkat bekerja dapat meningkatkan suasana hati atau mood.

Olah raga jalan pagi selama 20 hingga 30 menit setidaknya 5 hari seminggu, punya manfaat:

  • mengurangi stres
  • menurunkan rasa cemas
  • mengurangi rasa kelelahan
  • meredakan gejala depresi atau mengurangi risiko depresi
  1. Bisa Membantu Berpikir Kreatif

Manfaat olahraga jalan pagi yang selanjutnya adalah membantu kamu untuk berpikir lebih kreatif. Alasannya, saat berjalan, kamu bisa melihat lingkungan dan aktivitas di sekeliling, sehingga bisa mendapatkan ide-ide cemerlang.

Selain bisa memantik untuk berpikir kreatif, jalan pagi juga bisa membuat otakmu lebih jernih. Pasalnya, saat jalan pagi, kamu bisa menghirup udara segar, mengamati suasana dengan warna hijau dari pepohonan.

Jadi, bila kamu mulai merasa kesulitan dan susah menemukan ide, jalan pagi sebelum berangkat bekerja mungkin bisa jadi jalan ninjamu.

Baca Juga: Apa itu Pekerja Kreatif dan Siapa Saja Mereka?

  1. Menurunkan risiko diabetes

Dikutip dari Halodoc, jalan kaki selama 30 menit setiap hari bisa membantu menaikkan kontrol gula darah serta membantu manajemen insulin pada diabetes tipe 2. Berjalan kaki akan membuat sel-sel dalam tubuh memanfaatkan glukosa yang tidak terpakai, sehingga lemak dalam tubuh bisa diolah dengan baik, dan menurunkan risiko obesitas.

  1. Menghilangkan rasa malas

Jalan pagi juga bisa menghilangkan rasa malas kamu. Terlebih jika dilakukan secara rutin, itu membantumu membakar kalori yang tersimpan di tubuh. Hal ini secara tidak langsung bisa mendorong tubuh jadi lebih aktif dan menyegarkan pikiran. Sehingga, kamu akan jadi lebih bersemangat dan produktif saat bekerja di kantor.

  1. Menaikkan fungsi otak

Olahraga jalan pagi juga bisa menaikkan fungsi otak. Pasalnya, sirkulasi darah dan oksigen dalam tubuhmu berjalan lancar saat berolahraga. Tidak cuma itu saja, berjalan kaki juga akan mengurangi tingkat stres.

Baca Juga: ‘Holiday Stress’: Memahami Stres yang Datang Menjelang Liburan

  1. Membantu mengurangi berat badan

Dikutip dari Healthline, berjalan kaki di pagi hari sebelum pergi bekerja ternyata juga bisa membantu menurunkan berat badan.

Berjalan kaki dengan kecepatan sedang selama 30 menit dapat membuang sebesar 150 kalori. Kalau dikombinasikan dengan pola makan yang sehat serta latihan kekuatan, berat badanmu pun dapat berkurang secara efektif.

Read More
kantor berbudaya maskulin

Apa itu Mansplaining dan Kenapa Sering Terjadi di Tempat Kerja?

Belakangan terminologi “mansplaining semakin populer digunakan di media dan media sosial. Hanya dalam waktu enam bulan antara November 2016 dan April 2017, terminologi tersebut muncul dalam paling tidak 10.000 cuitan unik di Twitter.

Mansplaining merupakan singkatan yang menggabungkan antara “man” (laki-laki) dan “explain” (menjelaskan). Ini merujuk pada bagaimana laki-laki memberikan penjelasan yang tak diminta pada perempuan. Perilaku ini ditandai dengan kepercayaan diri si pembicara, nada yang merendahkan, interjeksi atau interupsi, serta asumsi dasar bahwa lawan bicaranya tak punya pengetahuan sebelumnya tentang apa yang sedang dibicarakan.

Terminologi mansplaining pertama kali dipopulerkan oleh Rebecca Solnit pada 2008 melalui esainya yang bertajuk Men Explain Things to Me (Laki-laki Menjelaskan Hal-hal Kepada Saya). Dalam tulisannya, Solnit mendeskripsikan interaksinya dengan seorang lelaki yang menjelaskan premis dan pentingnya sebuah buku, menganggap Solnit tak punya wawasan tentang buku tersebut – yang padahal ditulis oleh Solnit sendiri. Pria tersebut melanjutkan penjelasannya dengan gigih walaupun teman Solnit berulang kali menekankan “Buku itu ditulis olehnya (Solnit).”

Contoh lainnya yang terkemuka adalah ketika seorang ahli astrofisika mencuit tentang perubahan iklim dan diminta untuk “belajar sains sungguhan”, atau ketika cuitan seorang astronot NASA tentang eksperimennya sendiri dikoreksi netizen. Diskursus yang tengah berjalan di media sosial tentang mansplaining dan hubungannya dengan pengalaman profesional perempuan pada akhirnya mempertanyakan apakah perilaku ini juga dapat terjadi di tempat kerja. Dan jika ya, efek apa yang mungkin terjadi.

Baca juga: ‘Mansplaining’: Perilaku Seksis yang Hambat Karier Perempuan

Perundungan Terselubung di Tempat Kerja

Studi menunjukkan bahwa perundungan terselubung di tempat kerja meningkat selama 20 tahun terakhir. Ini kerap dikaitkan dengan meningkatnya kecaman terhadap diskriminasi yang bersifat terang-terangan.

Kebanyakan perundungan di tempat kerja kini umumnya karena kurangnya kesopanan atau pelanggaran terhadap norma sosial – ketimbang perlakuan diskriminatif terbuka, sikap bermusuhan ataupun kekerasan. Perundungan terselubung seperti meremehkan, merendahkan, dan mempermalukan sangat berbahaya karena intensinya yang ambigu.

Kami mengeksplorasi tentang terminologi “mansplaining” dalam diskursus populer seputar tempat kerja. Kami juga ingin tahu apakah mansplaining juga terjadi di luar media sosial, atau hanya sekadar bentuk reaksi negatif terhadap para ahli yang terjadi di jagad maya. Untuk menemukan jawabannya, kami memeriksa prevalensi mansplaining yang terjadi di lingkup kerja.

Terakhir, kami ingin memetakan siapa yang mengalami mansplaining, siapa yang melakukannya, dan potensi dampaknya terhadap target.

Mendefinisikan Mansplaining

Untuk mendefinisikan mansplaining dalam konteks tempat kerja, kami menyusuri Twitter yang memuat terminologi tersebut sembari memasukkan kata-kata yang terkait kerjaan.

Analisis kami memperluas definisi dari mansplaining: seseorang (biasanya laki-laki) yang memberikan penjelasan yang merendahkan atau persisten, tanpa diminta atau bahkan tak dikehendaki, kepada seseorang (biasanya bukan laki-laki). Penjelasan mereka cenderung mempertanyakan wawasan lawan bicaranya, atau mengasumsikan lawan bicaranya kurang berwawasan mengenai persoalan tersebut, terlepas dari kebenaran dari isi penjelasannya.

Kami kemudian melakukan survei terhadap para pekerja di Amerika Utara untuk mengetahui apakah mereka pernah mengalami mansplaining, seberapa sering mereka mengalaminya serta gender dari pelakunya.

Kami secara khusus tertarik untuk mengetahui apakah kata “man” dari mansplaining benar-benar tepat. Karena itu, kami menanyai orang-orang dari kelompok gender manapun soal perilaku yang kami anggap terkait dengan mansplaining, tanpa secara spesifik bertanya tentang mansplaining itu sendiri.

Baca juga: ‘Glass Ceiling’ dan Faktor Lain yang Halangi Perempuan Naiki Jenjang Karier

Lebih dari Media Sosial

Penelitian kami mengindikasikan bahwa mansplaining lebih dari sekadar fenomena di media sosial. Perilaku ini pun terjadi di luar jagad maya dan memengaruhi orang-orang di lingkungan kerjanya.

Hampir tiap orang dalam studi kami – terlepas dari gendernya – pernah menjumpai paling tidak satu perilaku mansplaining. Akan tetapi, perempuan dan minoritas gender mengalami perilaku ini lebih sering dan dalam cakupan yang lebih luas.

Ini menunjukkan mansplaining bisa jadi merepresentasikan adab yang buruk berbasis gender, yang umumnya dialami oleh pekerja perempuan dan minoritas gender, dengan kebanyakan pelakunya adalah laki-laki. Kata “mansplaining” bisa jadi terlalu menggeneralisasi, namun ini tampaknya merefleksikan dengan akurat pengalaman pekerja perempuan dan minoritas gender.

Temuan kami juga menunjukkan, mansplaining punya efek buruk yang signifikan terhadap sasaran perilaku ini — layaknya bentuk adab buruk di tempat kerja lainnya. Tiap pengalaman mansplaining terasosiasi dengan rendahnya komitmen organisasional dan kepuasan kerja, keinginan berpindah kerja yang tinggi, serta kelelahan emosional dan tekanan psikologis.

Baca juga: Perempuan Lebih Emosional dan Mitos-mitos Soal Perempuan di Dunia Profesional

Mansplaining Bukan Sekadar Tren

Organisasi sebaiknya tidak melihat mansplaining sebagai produk adab buruk di media sosial atau sekadar tren yang akan berlalu. Sebaliknya, perilaku ini seharusnya dipahami sebagai permasalahan terkait perilaku buruk selektif yang menyasar individu berdasarkan identitasnya dan membuat mereka merasa tak mumpuni.

Sekalinya diidentifikasi sebagai bentuk adab yang buruk, mansplaining seharusnya dapat disikapi di tempat kerja. Intervensi yang selama ini efektif untuk menghadapi adab buruk bisa jadi ampuh untuk menangani mansplaining.

Pelatihan terkait intervensi kesopanan, penghormatan, dan pelibatan di tempat kerja yang dilakukan oleh Pemerintah Amerika Serikat (AS), misalnya, berusaha mengatasi permasalahan seperti ini dan mendorong perilaku sopan di lingkungan kerja. Sistem rumah sakit di Kanada yang menerapkan intervensi ini menunjukkan adanya peningkatan dalam perilaku menghormati, kepuasan kerja dan kepercayaan terhadap manajemen – sementara tingkat burnout dan kepasifan karyawan mengalami penurunan.Buku Subtle Acts of Exclusion (Tindakan Pengecualian Halus), bisa jadi panduan yang berguna untuk pemimpin maupun karyawan dalam mengatasi bentuk perundungan berbasis gender yang terselubung ini. Buku ini dapat membantu organisasi untuk mencegah agresi mikro agar karyawan merasa nyaman dan diterima di lingkungan kerja mereka.

Bagaimana mengurangi bahaya yang disebabkan oleh mansplaining dan mencegahnya menjadi masalah berulang di tempat kerja merupakan hak organisasi. Namun, perlu diingat bahwa produktivitas dan kesejahteraan karyawan bisa terpengaruh olehnya.

Linda Schweitzer adalah Profesor Manajemen dan Strategi Carleton University; Chelsie J. Smith, PhD Candidate di Manajemen dan Strategi Carleton University, dan Katarina Lauch, PhD Candidate, Sprott School of Business, Carleton University.

Artikel ini pertama kali diterbitkan oleh The Conversation, sumber berita dan analisis yang independen dari akademisi dan komunitas peneliti yang disalurkan langsung pada masyarakat.

Opini yang dinyatakan di artikel tidak mewakili pandangan Magdalene.co dan adalah sepenuhnya tanggung jawab penulis.

Read More
Mengembalikan produktivitas kerja setelah liburan

7 Tips Kembali Produktif Usai Liburan Panjang

Sejumlah pekerja merasa kesulitan mengembalikan produktivitas kerja mereka setelah liburan panjang Natal dan Tahun Baru. Hal ini sebenarnya relatif wajar, sebab biasanya kita masih terngiang-ngiang dengan suasana bersantai liburan yang lebih nyaman.

Meski wajar, kondisi susah kembali fokus 100 persen pada pekerjaan pascaliburan nyatanya tak bisa dibiarkan. Risikonya, pekerjaan bisa terbengkalai, produktivitas juga bakal menurun.

Supaya hal itu tidak sampai terjadi, berikut ini beberapa tips yang dapat mengembalikan produktivitas kerja di kantor setelah asyik liburan.

Tips Meningkatkan Produktivitas Kerja Setelah Liburan

  1. Membuat jadwal kerja di hari pertama

Dikutip dari Huffpost, banyak orang yang datang ke kantor setelah liburan malah jadi stres, karena melihat pekerjaan yang sudah menumpuk di mejanya. Bahkan, banyak juga yang jadi bingung lantaran tak mampu menemukan cara yang tepat untuk membereskan pekerjaan tersebut.

Baca Juga: Apa itu ‘Coping Mechanism’ dan Manfaatnya untuk Pekerja

Karena itulah, untuk mengembalikan produktivitas kerja setelah liburan, kamu perlu membuat jadwal pekerjaan dengan rapi di hari pertama kerja. Hal ini akan sangat membantu ketika menghadapi tumpukan pekerjaan yang menanti.

Membuat daftar sederhana di hari pertama juga akan membuat kamu lebih semangat. Sebab, dengan jadwal kerja yang jelas, pekerjaan akan jadi terasa lebih ringan dan tidak membebankan.

  1. Merapikan meja kerja

Cara selanjutnya untuk mengembalikan produktivitas kerja setelah liburan adalah dengan merapikan meja kerja.

Meja kerja yang rapi tentu akan membuat suasana hatimu jadi baik. Hasilnya, kamu akan jadi lebih semangat saat kembali bekerja di kantor.

  1. Menentukan goals baru

Cara berikutnya kamu dapat membuat goals baru. Dari daftar pekerjaan yang sudah dibuat setiap hari, pastikan kamu membuat target baru yang harus dicapai dari pekerjaan tersebut.

Mengapa hal ini dirasa penting? Sebab, dengan adanya tujuan baru, semangat kerjamu dapat kembali lagi dengan cepat.

Kamu juga nantinya bisa mempunyai pandangan lebih jelas mengenai hal-hal yang harus kamu kerjakan di kantor.

Tujuan ini dapat dibuat dengan cara membandingkan target-target sebelumnya belum sempat terselesaikan.

  1. Menyelesaikan pekerjaan dengan bertahap

Untuk mengembalikan semangat di hari pertama masuk, sangat disarankan untuk tidak langsung berhadapan dengan pekerjaan yang berat. Supaya bisa kembali produktif setelah liburan, sebaiknya kamu menyelesaikan pekerjaan dengan bertahap, dari yang paling gampang sampai yang paling sulit.

Baca Juga: Habis WFH Terbit ‘Workcation’, Ini Fakta-fakta yang Perlu Kamu Tahu

Hal ini perlu dilakukan supaya pikiran dapat beradaptasi dengan deadline dan tumpukan pekerjaan. Bekerja dengan bertahap juga bisa menjadi cara yang tepat untuk menaikkan kualitas kerja setelah berlibur.

  1. Istirahat sebentar di sela-sela pekerjaan

Cara yang berikutnya adalah dengan mengambil waktu sebentar untuk istirahat di kantor. Istirahat di sini bukan berarti istirahat jam makan siang. Namun, kamu dapat mengambil jeda waktu singkat di saat pekerjaan yang menumpuk.

Dengan mengambil istirahat singkat seperti ini, kamu bisa jadi lebih fokus dan disiplin. Sederhananya, memaksa diri untuk bekerja di saat fisik dan mental masih belum siap cuma akan menurunkan kualitas kerja serta membuatmu stres.

  1. Datang ke kantor lebih pagi

Awali hari pertama kembali bekerja dengan datang ke kantor lebih pagi, paling tidak 20 menit lebih awal. Kamu dapat memanfaatkan waktu tersebut untuk beradaptasi dengan lingkungan kantor yang telah lama ditinggalkan saat liburan.

Kamu dapat membuka kembali folder pekerjaan, untuk mencari tahu pekerjaan terakhir yang ditinggalkan.

  1. Memikirkan liburan yang selanjutnya

Supaya kamu jadi lebih semangat di hari pertama, coba pikirkan, ke mana kira-kira kamu akan liburan berikutnya? Kapan waktu yang tepat untuk kembali mengambil cuti dan melakukan perjalanan lagi? Merencanakan liburan selanjutnya dapat menaikkan produktivitas kerja kamu. Bahkan, lebih baik lagi kalau kamu dapat membuat rencana liburan selama satu tahun, kamu dapat mengatur keuangan dan membagi pekerjaan.

Itulah beberapa tips yang dapat kamu coba untuk meningkatkan produktivitas kerja setelah liburan. Intinya, di hari pertama setelah berlibur, sindrom pascaliburan memang susah untuk dihilangkan secara total.

Namun, jika kamu dapat melakukan tips-tips di atas dengan bertahap, dijamin semangat kerjamu akan kembali dengan sendirinya.

Read More
Mengembalikan produktivitas kerja setelah liburan

7 Tips Kembali Produktif Usai Liburan Panjang

Sejumlah pekerja merasa kesulitan mengembalikan produktivitas mereka setelah liburan panjang Natal dan Tahun Baru. Hal ini sebenarnya relatif wajar, sebab biasanya kita masih terngiang-ngiang dengan suasana bersantai liburan yang lebih nyaman.

Meski wajar, kondisi susah kembali fokus 100 persen pada pekerjaan pascaliburan nyatanya tak bisa dibiarkan. Risikonya, pekerjaan bisa terbengkalai, produktivitas juga bakal menurun.

Supaya hal itu tidak sampai terjadi, berikut ini beberapa tips yang dapat mengembalikan produktivitas kerja di kantor setelah asyik liburan.

Tips Meningkatkan Produktivitas Kerja Setelah Liburan

  1. Membuat jadwal kerja di hari pertama

Dikutip dari Huffpost, banyak orang yang datang ke kantor setelah liburan malah jadi stres, karena melihat pekerjaan yang sudah menumpuk di mejanya. Bahkan, banyak juga yang jadi bingung lantaran tak mampu menemukan cara yang tepat untuk membereskan pekerjaan tersebut.

Baca Juga: Apa itu ‘Coping Mechanism’ dan Manfaatnya untuk Pekerja

Karena itulah, untuk mengembalikan produktivitas kerja setelah liburan, kamu perlu membuat jadwal pekerjaan dengan rapi di hari pertama kerja. Hal ini akan sangat membantu ketika menghadapi tumpukan pekerjaan yang menanti.

Membuat daftar sederhana di hari pertama juga akan membuat kamu lebih semangat. Sebab, dengan jadwal kerja yang jelas, pekerjaan akan jadi terasa lebih ringan dan tidak membebankan.

  1. Merapikan meja kerja

Cara selanjutnya untuk mengembalikan produktivitas kerja setelah liburan adalah dengan merapikan meja kerja.

Meja kerja yang rapi tentu akan membuat suasana hatimu jadi baik. Hasilnya, kamu akan jadi lebih semangat saat kembali bekerja di kantor.

  1. Menentukan goals baru

Cara berikutnya kamu dapat membuat goals baru. Dari daftar pekerjaan yang sudah dibuat setiap hari, pastikan kamu membuat target baru yang harus dicapai dari pekerjaan tersebut.

Mengapa hal ini dirasa penting? Sebab, dengan adanya tujuan baru, semangat kerjamu dapat kembali lagi dengan cepat.

Kamu juga nantinya bisa mempunyai pandangan lebih jelas mengenai hal-hal yang harus kamu kerjakan di kantor.

Tujuan ini dapat dibuat dengan cara membandingkan target-target sebelumnya belum sempat terselesaikan.

  1. Menyelesaikan pekerjaan dengan bertahap

Untuk mengembalikan semangat di hari pertama masuk, sangat disarankan untuk tidak langsung berhadapan dengan pekerjaan yang berat. Supaya bisa kembali produktif setelah liburan, sebaiknya kamu menyelesaikan pekerjaan dengan bertahap, dari yang paling gampang sampai yang paling sulit.

Baca Juga: Habis WFH Terbit ‘Workcation’, Ini Fakta-fakta yang Perlu Kamu Tahu

Hal ini perlu dilakukan supaya pikiran dapat beradaptasi dengan deadline dan tumpukan pekerjaan. Bekerja dengan bertahap juga bisa menjadi cara yang tepat untuk menaikkan kualitas kerja setelah berlibur.

  1. Istirahat sebentar di sela-sela pekerjaan

Cara yang berikutnya adalah dengan mengambil waktu sebentar untuk istirahat di kantor. Istirahat di sini bukan berarti istirahat jam makan siang. Namun, kamu dapat mengambil jeda waktu singkat di saat pekerjaan yang menumpuk.

Dengan mengambil istirahat singkat seperti ini, kamu bisa jadi lebih fokus dan disiplin. Sederhananya, memaksa diri untuk bekerja di saat fisik dan mental masih belum siap cuma akan menurunkan kualitas kerja serta membuatmu stres.

  1. Datang ke kantor lebih pagi

Awali hari pertama kembali bekerja dengan datang ke kantor lebih pagi, paling tidak 20 menit lebih awal. Kamu dapat memanfaatkan waktu tersebut untuk beradaptasi dengan lingkungan kantor yang telah lama ditinggalkan saat liburan.

Kamu dapat membuka kembalifolder pekerjaan, untuk mencari tahu pekerjaan terakhir yang ditinggalkan.

  1. Memikirkan liburan yang selanjutnya

Supaya kamu jadi lebih semangat di hari pertama, coba pikirkan, ke mana kira-kira kamu akan liburan berikutnya? Kapan waktu yang tepat untuk kembali mengambil cuti dan melakukan perjalanan lagi? Merencanakan liburan selanjutnya dapat menaikkan produktivitas kerja kamu. Bahkan, lebih baik lagi kalau kamu dapat membuat rencana liburan selama satu tahun, kamu dapat mengatur keuangan dan membagi pekerjaan.

Itulah beberapa tips yang dapat kamu coba untuk meningkatkan produktivitas kerja setelah liburan. Intinya, di hari pertama setelah berlibur, sindrom pascaliburan memang susah untuk dihilangkan secara total.

Namun, jika kamu dapat melakukan tips-tips di atas dengan bertahap, dijamin semangat kerjamu akan kembali dengan sendirinya.

Read More