Self Efficacy di Lingkungan Kerja

Beban Kerja Mahasiswa Magang Setara Pekerja Penuh Waktu, tapi Mayoritas Tak Diupah

Baru-baru ini, warganet membicarakan praktik magang mahasiswa yang umumnya tak mendapatkan upah. Ada yang pro, ada juga yang kontra dengan alasan beban kerja yang cukup berat.

Soal magang sendiri secara umum diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 6 Tahun 2020, sering dianggap sebagai sarana praktik sebelum memasuki dunia kerja, memperoleh jejaring profesional, hingga pengembangan kapasitas individu.

Sayangnya, meski para pemagang dipekerjakan penuh waktu layaknya pekerja, Pemernaker tersebut tak mengamanatkan kompensasi berupa upah dan hanya berupa uang saku yang meliputi “biaya transportasi, uang makan, dan insentif peserta pemagangan” yang layak.

Yang lebih parah lagi justru adalah peserta magang akademik, utamanya yang melibatkan pelajar dan mahasiswa.

Relasi kerja yang diatur dalam Permenaker di atas, sebenarnya merujuk pada “percantrikan” (apprenticeship), yakni pelatihan sebelum pekerja ditempatkan ke posisi jabatan tertentu. Sedangkan, magang yang melibatkan pelajar dan mahasiswa bukan bertujuan untuk itu, melainkan untuk tujuan pembelajaran (internship) – dan kegiatan ini belum memiliki payung hukum yang formal di Indonesia.

Akibatnya, meski juga kerap dipekerjakan secara penuh waktu, pemagang akademik bahkan tak mendapat hak uang saku sama sekali.

Hasil sementara dalam penelitian saya (belum dipublikasikan) memberi gambaran bagaimana alih-alih mengasah kompetensi pemagang, praktik magang akademik justru menempatkan mereka dalam posisi yang rentan di tempat kerja. Banyak dari mereka bekerja penuh waktu tanpa upah dan hak kerja layak.

Studi ini melibatkan 215 responden pekerja magang selama menjadi pelajar atau mahasiswa.

Berdasarkan jenjang pendidikan mereka ketika magang, sebanyak 88 persen merupakan mahasiswa sedangkan 12 persen berjenjang sekolah menengah. Di antara mahasiswa, sebanyak 66 persen dari rumpun ilmu sosial dan humaniora sedangkan 34 persen dari rumpun ilmu sains dan teknologi.

Instansi magang mereka berada di sektor lembaga publik (44 persen), swasta (41 persen), dan sebanyak 15 persen lainnya tersebar di sektor lain seperti Badan Usaha Milik Negara atau Daerah (BUMN/D), sektor pendidikan, dan nonprofit.

Baca juga: 9 Jurus Penting Sebelum Sah Jadi Anak Magang

Lemahnya Pemagang Akademik dalam Hierarki Kerja

Akibat absennya regulasi, banyak pemberi kerja di Indonesia menyamakan beban kerja pemagang akademik setara dengan pekerja formal.

Misalnya, mayoritas pemberi kerja sering menerapkan durasi kerja 8 jam per hari atau 40 jam per minggu sesuai Undang-undang (UU) Ketenagakerjaan. Padahal, regulasi ketenagakerjaan berlaku hanya jika ada hubungan pekerja dan pemberi kerja secara formal, bukan dalam konteks magang akademik.

Tak hanya itu, para pemagang dibebankan mekanisme target, kewajiban, kontrol, serta sanksi yang diberlakukan selayaknya pekerja penuh waktu.

Namun, berbeda dengan pekerja, pengelompokan pemagang akademik sebagai orang yang masih belajar atau mencari pengalaman juga membuat mereka rentan ditekan dalam “kultur kepatuhan” terhadap atasan dan instansi.

Seluruh dinamika tersebut membuat pekerja magang akademik justru menanggung beban kerja besar yang menghasilkan nilai bagi pemberi kerja – tanpa timbal balik yang setara buat mereka.

Hasil survei, misalnya, menunjukkan bahwa 53 persen responden pemagang menyatakan mereka seringkali bekerja di luar jam kerja hingga terpaksa membawa pekerjaan ke rumah karena beban kerja yang tinggi. Target yang harus mereka selesaikan juga setara dengan pekerja.

Ini bisa berupa penanganan keluhan pelanggan, rapat, membuat laporan, menginput data, atau observasi yang menyebabkan pemagang bekerja lembur.

Bahkan, beberapa menyatakan pernah bekerja lembur sampai dini hari, dan 3 persen responden bekerja lebih dari 8 jam per hari untuk menyelesaikan target.

Survei Magang Layak, Wulansari (2023)

Tak hanya itu, para responden kami juga melaporkan berbagai tekanan kerja akibat beberapa hal lainnya, termasuk:

  • hambatan teknis yang meliputi miskomunikasi, alat dan instrumen kerja yang tidak berfungsi, dan pendelegasian tugas yang buruk,
  • fasilitas pembelajaran yang tidak sesuai ekspektasi mulai dari minimnya ruang untuk berpendapat hingga mentor yang kurang handal dan responsif, serta
  • diskriminasi karena status mereka sebagai pemagang yang posisinya dianggap rendah.

Selain itu, sebanyak 72,6 persen responden menyatakan tidak memiliki kesempatan untuk memilih minat pekerjaan dan kompetensi yang mereka inginkan saat magang.

Pemagang justru hanya bisa menerima beban kerja yang diberikan oleh tempat magang, bahkan oleh oknum pekerja yang melimpahkan beban kerja penuh waktu mereka pada pemagang.

Baca Juga: 10 Tips Buat Kamu yang Baru Lulus dan Mau Lamar Kerja

Mayoritas Tak Diupah dan Tanggung Ongkos Sendiri

Meski sering menanggung beban dan target kerja yang sama dengan pekerja penuh waktu, kekosongan hukum dan kerangka kerja pemagang akademik sebagai “pembelajar” membuat mereka tidak punya jaminan hak-hak kerja yang layak dan adil.

Banyak dari mereka harus mengandalkan “kebaikan hati” pemberi kerja untuk memberikan upah. Misalnya, hanya 23,72 persen responden pemagang akademik menyatakan menerima upah.

Survei Magang Layak, Wulansari (2023)

Di antara mereka, mayoritas yang dibayar oleh perusahaan hanya berkisar Rp1-2 juta.

Sedangkan, bagi mereka yang melaksanakan program magang pemerintah, seperti lewat Program Magang dan Studi Independen Bersertifikat (MSIB) dalam kerangka Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM), mayoritas dibayar sebesar Rp2-2,9 juta.

Survei Magang Layak, Wulansari (2023)

Ongkos produksi yang harus ditanggung oleh pemagang akademik pun menjadi salah satu persoalan besar. Sebanyak 65,58% responden menyatakan tidak diberikan kompensasi ongkos transportasi dan uang makan.

Bagi mereka yang menerima, besarannya per bulan mayoritas hanya berkisar Rp 200-400 ribu.

Survei Magang Layak, Wulansari (2023)
Survei Magang Layak, Wulansari (2023)

Padahal, banyak pemagang harus menanggung ongkos transportasi dan uang makan sebesar Rp400-720 ribu per bulan. Banyak dari mereka membayar bahan bakar kendaraan dan banyak pula yang menggunakan moda transportasi umum untuk pulang dan pergi magang.

Baca Juga: 7 Tips Menjaga ‘Work-Life Balance’ Buat ‘Fresh Graduate’

Pemangkasan Biaya Produksi

Relasi kerja magang akademik juga menunjukkan adanya fenomena penggeseran risiko kerja dan ongkos produksi dari perusahaan ke pemagang.

Pada sektor swasta atau profit, ada banyak kasus juga ketika kompensasi justru diberikan oleh negara, misalnya program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) yang disebutkan sebelumnya.

Sebagai gambaran, lewat skema magang akademik seperti pada program MBKM, ada kisaran Rp55,9-78,3 miliar anggaran yang seharusnya menjadi ongkos pengupahan dari 216 perusahaan “mitra” yang justru ditanggung oleh pemerintah.

Padahal, skema ini mempermudah perusahaan melihat dan menguji talenta, kecocokan, dan kualifikasi profesional spesifik dari pegawai – dengan biaya rendah atau bahkan tanpa ongkos rekrutmen.

Di satu sisi, program ini pada kenyataannya memang memfasilitasi program magang yang lebih layak pada pekerja magang.

Di sisi lain, mekanisme ini menunjukkan adanya penyimpangan amanat regulasi kewajiban hak atas upah layak dalam relasi kerja yang idealnya dibebankan pada pemberi kerja.

Selain itu, karena adanya batasan kuota, tidak semua pendaftar program magang yang diupah pemerintah, dapat diterima.

Baca Juga: 7 Tips Latihan ‘Interview’ Kerja demi Pikat HRD

Mendorong Program Magang Layak

Dalam praktiknya, alih-alih ditempatkan sebagai pembelajar, mayoritas pemagang akademik justru terjebak dalam sistem sukarelawan (volunteer) yang hanya mengandalkan kebaikan hati pemberi kerja untuk sekadar mendapatkan kompensasi atas ongkos produksi.

Dengan skema ini, posisi tawar pemagang – apalagi pemagang akademik – yang secara politik lebih lemah menyebabkan mereka sering kali harus pasrah dengan mekanisme kerja yang rentan.

Pemerintah perlu melakukan intervensi untuk menutup celah regulasi yang ada terkait pemagangan, baik akademik dan nonakademik. Harus ada kerangka hak dan kewajiban yang adil, beserta mekanisme pendisiplinan untuk pemberi kerja, agar tidak ada lagi praktik magang yang tidak layak.

Menegaskan kelayakan upah atau uang saku juga dapat mencegah praktik ketidakadilan karena timpangnya ongkos produksi yang dibebankan pada pemagang. Batasan minimum ini perlu dikaji – misalnya menggunakan survei kelayakan upah dan survei pengeluaran ongkos kerja oleh pemagang di setiap daerah.

Jika merefleksikan magang dalam kultur akademik, penting untuk menjamin regulasi yang menempatkan pemagang sebagai pihak otonom agar dapat memilih kompetensi yang mereka ingin dalami selama magang. Target dan beban kerja ditentukan berdasarkan kesepakatan yang demokratis antara pemagang, pemerintah yang menaungi relasi kerja, dan pemberi kerja dengan memperhatikan hak-hak kerja layak.

Anindya Dessi Wulansari, Research Fellow at Institute of Governance and Public Affairs Universitas Gadjah Mada (UGM) and Lecturer, Universitas Tidar Magelang.

Artikel ini pertama kali diterbitkan oleh The Conversation, sumber berita dan analisis yang independen dari akademisi dan komunitas peneliti yang disalurkan langsung pada masyarakat.

Read More

5 Cara Tepat Terima Kritik dari Atasan

Salah satu keterampilan penting di dunia kerja adalah mampu menerima kritik yang diberikan oleh atasan maupun rekan kerja. Sayangnya, banyak orang yang masih menganggap kritik merupakan beban dan melulu negatif. Padahal kritik bisa mendorong diri kita untuk bekerja jadi lebih baik lagi.

Tentu saja, kritik yang baik itu perlu disampaikan dengan intonasi serta penggunakan kata yang tidak menyinggung. Namun, jika kritik sudah terlanjur disampaikan dan ternyata tak berkenan di hati, bagaimana?

Apa yang harus kamu lakukan waktu harus menerima kritik dari atasan yang mungkin tidak mengenakkan?

Kritik di Tempat Kerja Relatif Penting

Kritik yang baik itu mesti bersifat membangun. Kritik yang seperti ini juga merupakan bentuk dari feedback. Menurut Indeed, dalam artikel yang berjudul Why Is Feedback Important in the Workplace? (2022), feedback yang membangun berguna untuk perkembangan karyawan.

Feedback tersebut akan menjelaskan ekspektasi, membantu seseorang untuk belajar dari kesalahan, dan bikin kepercayaan diri meningkat.

Baca Juga: 7 Amunisi Sebelum Kamu Dievaluasi Rutin oleh Atasan

Masalahnya, kritik semacam ini biasanya disalahartikan sebagai kelemahan, sehingga sulit diterima dengan legowo. Padahal, meskipun tidak enak untuk didengar, kritik di tempat kerja bisa membantumu membangun karier yang lebih baik.

Tanpa kritik, kita bakal cenderung berpuas diri dan enggan melakukan pembaruan. Karena itulah, mustahil kita bisa menaikkan performa di tempat kerja.

Cara Menerima Kritik yang Tepat di Tempat Kerja

Untuk dapat bersikap profesional dalam menghadapi kritik dari atasan atau rekan kerja, berikut ini beberapa caranya.

  1. Jangan anggap personal

Saat mendapat kritik dari atasan, mungkin kamu akan refleks tersinggung, apalagi jika itu disampaikan di depan rekan kerja lain. Ini merupakan hal yang wajar. Dalam kondisi seperti ini, harus diusahakan kamu bisa berpikiran terbuka, dan mampu memisahkan lingkungan kerja dengan lingkup pribadi.

Bahwa kritik yang diberikan itu bukan serangan personal, tetapi masukan supaya kamu mengoreksi kinerja. Jadi, jangan sampai langsung emosi atau berasumsi kalau atasan tidak suka dengan kamu.

Terlepas dari itu, dalam ranah profesional, kritik yang baik seharusnya disampaikan dengan sopan. Akan tetapi, jika kamu mendapat kritik yang lumayan keras dari atasan, tetap berikan respon yang baik tanpa perlu melontarkan argumen tambahan.

  1. Memahami kritik yang diberikan

Dibanding langsung menelan kritik bulat-bulat, kamu dapat memberikan sedikit waktu untuk lebih memahami substansinya. Selama kritik tersebut memang membangun, kamu dapat mencoba lebih terbuka dan memahami. Dengan begitu, rekan kerja atau atasan akan jadi lebih nyaman dalam menyampaikan feedback di kemudian hari.

  1. Bertanya kepada atasan

Menurut Indeed, setelah memahami kritik yang diberikan, kamu dapat bertanya lebih jauh untuk mengklarifikasi kritik tersebut. Mungkin kamu setuju, bisa juga tidak. Namun, anggaplah itu sebagai masukan untuk berefleksi.

Baca Juga: Di Balik Menolak Pujian: Rendahnya Kepercayaan Diri Hingga Budaya

Ingat kamu berhak untuk bertanya dan mendiskusikannya supaya lebih jelas. Ini juga penting agar tidak muncul kesalahpahaman di kemudian hari.

  1. Evaluasi kerja

Setelah mendengarkan kritik dan mencatat poin-poin pentingnya, sekarang saatnya untuk menggunakannya sebagai bahan evaluasi kerja. Tujuannya agar kamu tak perlu mengulangi kesalahan yang sama.

Dalam hal ini, ada bagusnya membuat catatan yang berisikan do’s and don’ts dari kritik yang masuk. Lalu kamu perlu menghadapi kritik dengan mengimplementasikannya secara nyata.

  1. Berhati-hati saat memberikan tanggapan

Dalam artikel Indeed yang berjudul Steps to Handle Criticism at Work, kamu perlu lebih hati-hati dalam memberikan respons, baik secara verbal maupun nonverbal.

Contohnya, kalau sedang bertatap muka, hindari menyilangkan tangan dan bernapas dengan tempo yang teratur supaya bisa menurunkan level stres.

Menghadapi kritik memang bukan perkara yang gampang, namun dengan lebih hati-hati dalam merespon, akan membuat kamu jadi lebih profesional.

Read More

7 Manfaat Olahraga Jalan Pagi Sebelum Berangkat Kantor

Kegiatan yang padat setiap harinya akan membuat kita terlalu lelah berolahraga. Apalagi buat pekerja yang harus datang ke kantor setiap hari atau Work From Office. Padahal sebenarnya ada olahraga yang tidak butuh banyak waktu dan tenaga, yaitu jalan pagi.

Olahraga jalan pagi sebelum bekerja ternyata punya banyak manfaat untuk tubuh serta pikiran. Dengan jalan pagi secara teratur, kamu bisa berpotensi tidur lebih nyenyak dan badan lebih bugar. Tak cukup sampai di sini, masih ada sejumlah manfaat olahraga lainnya untukmu.

Manfaat Olahraga Jalan Pagi Sebelum Bekerja

  1. Menambah energi

Manfaat jalan pagi yang pertama adalah bisa meningkatkan energi kamu. Dalam hal ini, energi yang meningkat bakal sangat membantu menjalani hari-harimu ketika di kantor.

Baca Juga: 7 Tips Kembali Produktif Usai Liburan Panjang

Ada beberapa kajian yang menunjukkan, orang dewasa yang rutin olah raga jalan pagi selama 20 menit di luar rumah, akan memperoleh energi lebih, dibandingkan mereka yang cuma berjalan 20 menit dalam ruangan.

Kalau kamu sekarang kerap merasa kurang bersemangat saat bangun di pagi hari, melakukan jalan pagi dapat menjadi aktivitas positif yang dapat dicoba.

  1. Meningkatkan suasana hati

Dikutip dari Healthline, dalam artikel yang berjudul The Benefits of Starting Your Day with a Walk, jalan pagi sebelum berangkat bekerja dapat meningkatkan suasana hati atau mood.

Olah raga jalan pagi selama 20 hingga 30 menit setidaknya 5 hari seminggu, punya manfaat:

  • mengurangi stres
  • menurunkan rasa cemas
  • mengurangi rasa kelelahan
  • meredakan gejala depresi atau mengurangi risiko depresi
  1. Bisa Membantu Berpikir Kreatif

Manfaat olahraga jalan pagi yang selanjutnya adalah membantu kamu untuk berpikir lebih kreatif. Alasannya, saat berjalan, kamu bisa melihat lingkungan dan aktivitas di sekeliling, sehingga bisa mendapatkan ide-ide cemerlang.

Selain bisa memantik untuk berpikir kreatif, jalan pagi juga bisa membuat otakmu lebih jernih. Pasalnya, saat jalan pagi, kamu bisa menghirup udara segar, mengamati suasana dengan warna hijau dari pepohonan.

Jadi, bila kamu mulai merasa kesulitan dan susah menemukan ide, jalan pagi sebelum berangkat bekerja mungkin bisa jadi jalan ninjamu.

Baca Juga: Apa itu Pekerja Kreatif dan Siapa Saja Mereka?

  1. Menurunkan risiko diabetes

Dikutip dari Halodoc, jalan kaki selama 30 menit setiap hari bisa membantu menaikkan kontrol gula darah serta membantu manajemen insulin pada diabetes tipe 2. Berjalan kaki akan membuat sel-sel dalam tubuh memanfaatkan glukosa yang tidak terpakai, sehingga lemak dalam tubuh bisa diolah dengan baik, dan menurunkan risiko obesitas.

  1. Menghilangkan rasa malas

Jalan pagi juga bisa menghilangkan rasa malas kamu. Terlebih jika dilakukan secara rutin, itu membantumu membakar kalori yang tersimpan di tubuh. Hal ini secara tidak langsung bisa mendorong tubuh jadi lebih aktif dan menyegarkan pikiran. Sehingga, kamu akan jadi lebih bersemangat dan produktif saat bekerja di kantor.

  1. Menaikkan fungsi otak

Olahraga jalan pagi juga bisa menaikkan fungsi otak. Pasalnya, sirkulasi darah dan oksigen dalam tubuhmu berjalan lancar saat berolahraga. Tidak cuma itu saja, berjalan kaki juga akan mengurangi tingkat stres.

Baca Juga: ‘Holiday Stress’: Memahami Stres yang Datang Menjelang Liburan

  1. Membantu mengurangi berat badan

Dikutip dari Healthline, berjalan kaki di pagi hari sebelum pergi bekerja ternyata juga bisa membantu menurunkan berat badan.

Berjalan kaki dengan kecepatan sedang selama 30 menit dapat membuang sebesar 150 kalori. Kalau dikombinasikan dengan pola makan yang sehat serta latihan kekuatan, berat badanmu pun dapat berkurang secara efektif.

Read More
Mengembalikan produktivitas kerja setelah liburan

7 Tips Kembali Produktif Usai Liburan Panjang

Sejumlah pekerja merasa kesulitan mengembalikan produktivitas mereka setelah liburan panjang Natal dan Tahun Baru. Hal ini sebenarnya relatif wajar, sebab biasanya kita masih terngiang-ngiang dengan suasana bersantai liburan yang lebih nyaman.

Meski wajar, kondisi susah kembali fokus 100 persen pada pekerjaan pascaliburan nyatanya tak bisa dibiarkan. Risikonya, pekerjaan bisa terbengkalai, produktivitas juga bakal menurun.

Supaya hal itu tidak sampai terjadi, berikut ini beberapa tips yang dapat mengembalikan produktivitas kerja di kantor setelah asyik liburan.

Tips Meningkatkan Produktivitas Kerja Setelah Liburan

  1. Membuat jadwal kerja di hari pertama

Dikutip dari Huffpost, banyak orang yang datang ke kantor setelah liburan malah jadi stres, karena melihat pekerjaan yang sudah menumpuk di mejanya. Bahkan, banyak juga yang jadi bingung lantaran tak mampu menemukan cara yang tepat untuk membereskan pekerjaan tersebut.

Baca Juga: Apa itu ‘Coping Mechanism’ dan Manfaatnya untuk Pekerja

Karena itulah, untuk mengembalikan produktivitas kerja setelah liburan, kamu perlu membuat jadwal pekerjaan dengan rapi di hari pertama kerja. Hal ini akan sangat membantu ketika menghadapi tumpukan pekerjaan yang menanti.

Membuat daftar sederhana di hari pertama juga akan membuat kamu lebih semangat. Sebab, dengan jadwal kerja yang jelas, pekerjaan akan jadi terasa lebih ringan dan tidak membebankan.

  1. Merapikan meja kerja

Cara selanjutnya untuk mengembalikan produktivitas kerja setelah liburan adalah dengan merapikan meja kerja.

Meja kerja yang rapi tentu akan membuat suasana hatimu jadi baik. Hasilnya, kamu akan jadi lebih semangat saat kembali bekerja di kantor.

  1. Menentukan goals baru

Cara berikutnya kamu dapat membuat goals baru. Dari daftar pekerjaan yang sudah dibuat setiap hari, pastikan kamu membuat target baru yang harus dicapai dari pekerjaan tersebut.

Mengapa hal ini dirasa penting? Sebab, dengan adanya tujuan baru, semangat kerjamu dapat kembali lagi dengan cepat.

Kamu juga nantinya bisa mempunyai pandangan lebih jelas mengenai hal-hal yang harus kamu kerjakan di kantor.

Tujuan ini dapat dibuat dengan cara membandingkan target-target sebelumnya belum sempat terselesaikan.

  1. Menyelesaikan pekerjaan dengan bertahap

Untuk mengembalikan semangat di hari pertama masuk, sangat disarankan untuk tidak langsung berhadapan dengan pekerjaan yang berat. Supaya bisa kembali produktif setelah liburan, sebaiknya kamu menyelesaikan pekerjaan dengan bertahap, dari yang paling gampang sampai yang paling sulit.

Baca Juga: Habis WFH Terbit ‘Workcation’, Ini Fakta-fakta yang Perlu Kamu Tahu

Hal ini perlu dilakukan supaya pikiran dapat beradaptasi dengan deadline dan tumpukan pekerjaan. Bekerja dengan bertahap juga bisa menjadi cara yang tepat untuk menaikkan kualitas kerja setelah berlibur.

  1. Istirahat sebentar di sela-sela pekerjaan

Cara yang berikutnya adalah dengan mengambil waktu sebentar untuk istirahat di kantor. Istirahat di sini bukan berarti istirahat jam makan siang. Namun, kamu dapat mengambil jeda waktu singkat di saat pekerjaan yang menumpuk.

Dengan mengambil istirahat singkat seperti ini, kamu bisa jadi lebih fokus dan disiplin. Sederhananya, memaksa diri untuk bekerja di saat fisik dan mental masih belum siap cuma akan menurunkan kualitas kerja serta membuatmu stres.

  1. Datang ke kantor lebih pagi

Awali hari pertama kembali bekerja dengan datang ke kantor lebih pagi, paling tidak 20 menit lebih awal. Kamu dapat memanfaatkan waktu tersebut untuk beradaptasi dengan lingkungan kantor yang telah lama ditinggalkan saat liburan.

Kamu dapat membuka kembalifolder pekerjaan, untuk mencari tahu pekerjaan terakhir yang ditinggalkan.

  1. Memikirkan liburan yang selanjutnya

Supaya kamu jadi lebih semangat di hari pertama, coba pikirkan, ke mana kira-kira kamu akan liburan berikutnya? Kapan waktu yang tepat untuk kembali mengambil cuti dan melakukan perjalanan lagi? Merencanakan liburan selanjutnya dapat menaikkan produktivitas kerja kamu. Bahkan, lebih baik lagi kalau kamu dapat membuat rencana liburan selama satu tahun, kamu dapat mengatur keuangan dan membagi pekerjaan.

Itulah beberapa tips yang dapat kamu coba untuk meningkatkan produktivitas kerja setelah liburan. Intinya, di hari pertama setelah berlibur, sindrom pascaliburan memang susah untuk dihilangkan secara total.

Namun, jika kamu dapat melakukan tips-tips di atas dengan bertahap, dijamin semangat kerjamu akan kembali dengan sendirinya.

Read More