Habis ‘Quiet Quitting’ Terbitlah ‘Loud Quitting’, Tren Baru yang Berbahaya

“Akhirnya Terbebas juga dari sini, fyuhhh!!” Begitulah bunyi Story Instagram “Cahya”, awal Desember lalu. Perempuan berusia 26 tahun itu sudah beberapa kali mengeluh dan bercerita kepadaku terkait beracunnya tempat ia bekerja.

Di sana, Cahya bekerja sebagai pegawai arsip yang menginput data-data klien bank. Ia mengeluh, perusahaan tak cukup transparan, memaksa ia bekerja hingga larut malam di akhir pekan tanpa upah layak, dan kontrak kerja yang sekadar tempelan karena kerap dilanggar perusahaan.

Mulanya, Cahya sendiri merasa ragu untuk berhenti kerja, setiap kali harus membayangkan sulitnya mendapat tempat kerja baru. Namun, karena semua keluhan Cahya terus direspons sepi oleh perusahaan, akhirnya ia menyerah.

Ia memutuskan mundur dan tak menyelesaikan tugas terakhirnya. Ia kesal dan kecewa setengah mati karena perusahaan dan atasan enggak bisa melindungi karyawan dan merugikannya.

Apa yang dialami oleh Cahya disebut dengan loud quitting. Istilah ini cukup populer akhir-akhir ini di lingkungan kerja. Menurut Forbes, loud quitting berpotensi lebih berbahaya dibandingkan quiet quitting. Lalu sebenarnya apa itu loud quitting?

Baca juga: Quiet Quitting: Kenapa Sedikit Kerja itu Bagus untukmu dan Bos

Perusahaan yang Toxic Menuntun Adanya Loud Quitting

Salah satu alasan Cahya mundur dari pekerjaannya adalah karena perusahaan dan atasan yang beracun (toksik). Mereka enggak pernah berterus terang tentang transparansi isi pekerjaan hingga mengabaikan kesejahteraan para pegawai.

Nihilnya transparansi itu kerap dikaitkan dengan istilah detoksifikasi budaya (cultural detox). Istilah tersebut datang dari dosen senior di Massachusetts Institute of Technology (MIT), Cambridge, Amerika Serikat, Sloan Donald Sull.

Dalam laporan Kompas, Sull mengatakan, detoksifikasi budaya mengacu pada proses mengidentifikasi dan mengatasi subkultur beracun dalam perusahan. Biasanya budaya perusahaan toksik berasal dari perpaduan kepemimpinan yang keras dan norma-norma sosial yang enggak inklusif, tanpa penghargaan, enggak etis, dan kejam. Makanya budaya ini menjadi pendorong kuat banyak pegawai yang stres, kelelahan dan memilih mencari tempat kerja lain.

Faktor-faktor inilah yang membuat loud quitting menjadi tak terhindarkan, sama seperti yang dilakukan Cahya. Enggak heran jika akhirnya ia ajeg mengungkapkan kekecewaan dan kekesalan ketika keluar dari tempat kerjanya. Ini adalah strateginya agar perusahaan bisa menyadari alasan mengapa ia mengundurkan diri.

Baca juga: Ratusan Kali Melamar Kerja, Ditolak karena Gendut

Berbahaya untuk Kedua Belah Pihak

Jika enggak segera dicarikan solusi, tindakan yang dilakukan oleh loud quitters ini akan berdampak negatif bagi perusahaan. Dilansir dari Forbes, para karyawan ini mungkin akan keluar tanpa pemberitahuan, membuat keributan di depan umum, mengunggah komentar daring yang menghasut, menolak melakukan tugas yang diberikan, melakukan tindakan yang mengganggu, serta berpotensi menyabotase. Perilaku ini dapat menjadi risiko besar dalam perusahaan dan enggak boleh diabaikan begitu saja oleh para atasan.

Sedangkan Gallup, perusahaan konsultasi manajemen kinerja asal Amerika Serikat mengatakan tindakan dari loud quitters juga berdampak pada reputasi, budaya serta produktivitas dalam perusahaan. Hal ini mencakup berkurangnya tingkat produktivitas karyawan, distraksi-distraksi, peningkatan turnover, hilangnya talenta terbaik, dan beban kerja meningkat bagi mereka yang tetap bekerja.

Lalu bagi karyawan yang memilih loud quitting, juga memiliki dampak buruk. Salah satunya, hubungan buruk dengan perusahaan sebelumnya akan merugikan ketika ingin mencari pekerjaan baru. Apalagi jika atasan memiliki pengaruh besar dan bisa memasukkan nama karyawan tersebut ke dalam blacklist-nya. Mereka disebut-sebut akan kesulitan untuk mendapat surat rekomendasi baik dari perusahaan tempat ia melakukan loud quitting.

Maka dari itu meski loud quitting cukup bisa membuat sebuah perusahaan berefleksi, namun alangkah baiknya kita masih ingin mencari pekerjaan untuk mempertimbangkan tindakan ini.

Baca juga: Ciri Lingkungan Kerja yang Sehat: Produktif dan Karyawan yang Sejahtera

Yang Bisa Dilakukan

Satu faktor penting yang menjadi banyaknya terjadi loud quitting karena lingkungan dan atasan yang toksik. Sull menawarkan beberapa cara yang bisa diambil oleh atasan untuk mulai memproses detoksifikasi budaya di perusahaan mereka.

Pertama, dengan menghitung detoksifikasi agar tetap menjadi agenda tim teratas. Contohnya, pemimpin bisa menjelaskan manfaat-manfaat apa saja dari lingkungan dan budaya kerja yang sehat, agar semua karyawan bisa mengetahuinya.

Kedua, melaporkan secara transparan kemajuan dan kekurangan pekerjaan juga berpotensi membentuk budaya kerja yang sehat.

Ketiga, pemimpin atau atasan perlu memberikan contoh baik yang mereka harapkan dari para karyawan.

Keempat, pemimpin sama sekali enggak boleh mengabaikan saran dan pesan yang dibuat oleh karyawan. Ketika mereka ingin menilai kinerja budaya perusahaan.

Selain itu yang paling penting adalah pemimpin harus bisa memprioritaskan kesejahteraan para pekerjanya. Pun, mereka harus bisa menunjukkan apresiasi bagi siapa saja yang melakukan pekerjaan dengan baik. Dengan ini, karyawan akan merasa dihargai dan diakui kinerjanya. Hal ini pun akan membuat baik perusahaan dan para karyawan bisa menciptakan lingkungan kerja yang sehat bersama-sama.

Read More
menghadapi bullying di kantor

Jadi Korban ‘Bullying’ di Kantor? Lakukan Hal ini

Pada 1 September 2021, kita digegerkan oleh surat terbuka lelaki “MS” yang mengaku dilecehkan dan jadi korban pelecehan seksual di Komisi Penyiaran Indonesia. Konon, sejak 2012, ia kerap diintimidasi, dihina, ditelanjangi, dicoret buah zakarnya dengan spidol, juga dipaksa membelikan makanan.

Karena perundungan tersebut, MS harus bolak balik ke rumah sakit karena tertekan. Dua kali melapor ke polisi pada 2019 dan 2020, tapi diabaikan. Kasusnya jadi perhatian publik usai surat terbukanya viral di media sosial.

Apa yang dialami MS adalah bukti bahwa perundungan adalah masalah nyata di lingkungan kerja. Bullying bukan hanya merusak mental korban, tetapi juga berdampak pada produktivitas dan kesejahteraan seluruh tim.

Mengenali Bullying di Kantor

Bullying di tempat kerja bisa terjadi dalam berbagai bentuk, dan mengenali tanda-tandanya merupakan langkah penting dalam melindungi diri dan rekan kerja. Dikutip Signs and Effects of Workplace Bullying (2023) di Verywell Mind, denan memahami karakteristik bullying, kita dapat lebih cepat bertindak.

1. Bentuk-bentuk Bullying

Bullying dapat muncul dalam bentuk verbal, fisik, atau non-verbal. Tindakan melecehkan, mengolok-olok, atau merendahkan secara terus-menerus merupakan contoh bullying verbal. Sementara itu, tindakan mengisolasi atau menyebarkan gosip termasuk dalam bentuk non-verbal yang merugikan.

Baca Juga: Pelecehan Seksual di Industri Film dan Kenapa Perlu Lebih Banyak Pekerja Film Perempuan

2. Pentingnya Mengamati Perubahan 

Perubahan perilaku yang tiba-tiba, seperti penarikan diri, perasaan cemas, atau bahkan peningkatan ketegangan, dapat menjadi indikator seseorang sedang mengalami bullying. Observasi terhadap perubahan ini membantu dalam mendeteksi kasus bullying lebih awal.

3. Mengenali Bullying dalam Dunia Maya

Bullying di tempat kerja tak hanya terjadi di ruang fisik kantor. Melalui platform digital, seperti email atau media sosial perusahaan, tindakan cyberbullying juga bisa meracuni lingkungan kerja. Mengenali perubahan perilaku online juga menjadi kunci dalam menghadapi bullying.

4. Dampak pada Individu dan Tim

Memahami bahwa bullying tidak hanya memengaruhi individu yang menjadi korban, tetapi juga tim secara keseluruhan. Atmosfer kerja yang negatif dapat merusak hubungan antar rekan, menurunkan produktivitas kerja, dan bahkan menciptakan ketidakstabilan di dalam organisasi.

5. Pentingnya Komunikasi Terbuka

Untuk mengenali bullying, komunikasi terbuka dalam tim menjadi krusial. Menciptakan lingkungan di mana setiap orang merasa nyaman untuk berbicara tentang pengalaman mereka membantu dalam mendeteksi dan mencegah bullying sejak dini.

Baca Juga: Ciri Lingkungan Kerja yang Sehat: Produktif dan Karyawan yang Sejahtera

Efek Bullying pada Individu

Dikutip dari Klik Dokter, 7 Dampak Bullying bagi Psikologis Korban dan Pelaku (2023), bullying di tempat kerja tidak hanya merugikan secara fisik, tetapi juga berimbas pada kesehatan mental korban. Terus-menerus mengalami perlakuan buruk dapat menimbulkan stres kronis, kecemasan, dan bahkan depresi. Mereka mungkin mengalami penurunan harga diri karena merasa tidak dihargai dan sering kali merasa terisolasi dalam lingkungan kerja.

Efek ini tidak hanya terbatas pada saat bekerja, tapi juga kehidupan pribadi korban, menciptakan ketidakseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan. Dalam kasus MS, kualitas relasinya dengan istri dan keluarga berantakan karena ia dilanda stres berat. 

Selain itu, korban bullying cenderung mengalami penurunan produktivitas dan motivasi, yang pada gilirannya dapat merusak karier mereka.

Adanya dampak psikologis ini tidak hanya menyangkut individu yang langsung terlibat, tetapi juga merambah ke seluruh tim, menciptakan lingkungan kerja yang toksik dan dapat merugikan produktivitas keseluruhan. Oleh karena itu, penting bagi organisasi untuk mengatasi bullying di tempat kerja secara serius demi melindungi kesejahteraan psikologis dan profesional karyawan.

Mengatasi Bullying di Kantor: Panduan Langkah demi Langkah

Menghadapi kasus bullying di tempat kerja memerlukan pendekatan yang sistematis dan berfokus pada pencegahan. Dikutip dari The Muse, Don’t Let Workplace Bullies Win—Here’s How to Spot Them and Stop Them, berikut adalah panduan langkah demi langkah yang dapat membantu individu dan organisasi mengatasi masalah ini.

  • Membangun Kesadaran

Langkah pertama dalam mengatasi bullying adalah dengan meningkatkan kesadaran di antara semua anggota tim. Workshop, seminar, atau kampanye internal dapat membantu mengedukasi karyawan tentang bentuk-bentuk bullying dan dampaknya.

  • Menciptakan Kebijakan Anti-Bullying

Penting untuk memiliki kebijakan anti-bullying yang jelas dan mudah dipahami oleh seluruh anggota organisasi. Kebijakan ini harus mencakup definisi bullying, tindakan yang dianggap sebagai bullying, dan konsekuensi bagi pelakunya.

  • Membuat Lingkungan Aman untuk Melaporkan

Menciptakan saluran yang aman untuk melaporkan insiden bullying sangat penting. Karyawan perlu merasa yakin bahwa laporan mereka akan ditangani secara rahasia dan adil tanpa takut akan represalias.

  • Pendekatan Resolusi Secara Internal

Dalam kasus-kasus yang lebih ringan, upaya resolusi secara internal dapat diambil. Ini melibatkan mediasi antara korban dan pelaku, dipandu oleh pihak yang netral, dengan tujuan mencapai pemahaman dan perdamaian.

  • Dokumentasi dan Pelaporan

Karyawan yang mengalami bullying harus didorong untuk mendokumentasikan setiap insiden dengan rinci, termasuk tanggal, waktu, dan saksi-saksi yang terlibat. Informasi ini dapat membantu dalam penyelidikan lebih lanjut.

  • Melibatkan Manajemen dan HR

Jika kasus bullying tidak dapat diatasi secara internal, melibatkan manajemen dan departemen sumber daya manusia (HR) adalah langkah berikutnya. Mereka dapat melakukan penyelidikan lebih lanjut dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai dengan kebijakan perusahaan.

  • Penyelidikan yang Adil

Proses penyelidikan harus dilakukan dengan adil dan transparan. Keterlibatan pihak yang netral dan independen dapat memastikan bahwa penilaian kasus tidak dipengaruhi oleh bias internal.

  • Menanggapi dengan Tegas

Jika pelaku terbukti bersalah, langkah-langkah tegas harus diambil sesuai dengan kebijakan perusahaan. Ini dapat mencakup peringatan, sanksi, atau bahkan pemecatan tergantung pada tingkat keparahan kasus.

Baca Juga: Jenis Masalah Mental di Tempat Kerja: Apa Tanda, Penyebab, dan Solusinya?

  • Memberikan Dukungan kepada Korban

Penting untuk memberikan dukungan psikologis kepada korban bullying. Ini dapat melibatkan konseling atau dukungan dari tim sumber daya manusia untuk membantu mereka pulih dari dampak psikologis yang mungkin mereka alami.

Peran Pemimpin dalam Pencegahan Bullying di Kantor

Pemimpin perusahaan memegang peran krusial dalam membentuk budaya organisasi yang bebas dari bullying. Dengan memimpin dengan contoh positif, mereka tidak hanya memberikan standar tinggi dalam berinteraksi, tetapi juga menciptakan norma-nilai yang mengecualikan perilaku merendahkan.

Pemimpin harus secara aktif mendukung kebijakan anti-bullying, tidak hanya dengan mengumumkannya, tetapi juga dengan mempraktikkannya dalam setiap aspek kepemimpinan mereka. Melalui komunikasi terbuka, pemimpin dapat memberikan penekanan pada pentingnya menghormati satu sama lain, membangun kerjasama, dan menciptakan lingkungan kerja yang inklusif.

Mereka harus proaktif dalam mendeteksi dan menanggapi tanda-tanda bullying, memastikan bahwa setiap karyawan merasa didengar dan dilindungi. Pelibatan pemimpin dalam pelatihan anti-bullying untuk tim manajerial dan karyawan juga menjadi kunci, memberikan pemahaman yang mendalam tentang dampak bullying dan cara mencegahnya. Dengan melibatkan pemimpin sebagai agen perubahan, organisasi dapat membentuk budaya kerja yang menjunjung tinggi nilai-nilai etika, empati, dan saling menghormati, yang pada akhirnya akan melindungi kesejahteraan mental dan emosional semua anggota tim.

Read More
Bekerja Secara Single-Tasking

Manfaat Bekerja ‘Single-Tasking’: Tingkatkan Produktivitas dan Konsentrasi

Di era ini pekerjaan terus berkembang dan tuntutan kehidupan yang cepat, bekerja secara single-tasking menjadi suatu keahlian yang semakin dihargai. Tetapi apa sebenarnya arti dari bekerja secara single-tasking?

Banyak dari kita meyakini bahwa multitasking adalah kunci kesuksesan. Namun, penelitian telah menunjukkan bahwa otak kita tidak dirancang untuk menangani banyak tugas sekaligus. Justru, multitasking dapat menyebabkan kelelahan kognitif dan menurunkan produktivitas.

Manfaat Bekerja Secara Single-Tasking

Dalam dunia yang penuh dengan tuntutan dan gangguan, berkomitmen untuk fokus pada satu tugas pada satu waktu dapat membawa dampak yang sangat positif. Dikutip dari Forbes, Why Single-Tasking Makes You Smarter, berikut ini beberapa manfaat dari bekerja secacara single-tasking.

  1. Meningkatkan Fokus

Bekerja secara single-tasking memungkinkan kita untuk memberikan perhatian penuh pada satu pekerjaan tanpa terpecah oleh banyak hal sekaligus. Dengan meningkatnya fokus, kita dapat menghindari kebingungan dan membuat keputusan yang lebih baik.

  1. Produktivitas yang Lebih Tinggi

Dengan tidak adanya gangguan dari tugas-tugas lain, kita dapat menyelesaikan pekerjaan dengan lebih cepat dan efisien. Single-tasking menghindarkan kita dari jebakan multitasking yang dapat mengurangi efektivitas dan menghasilkan pekerjaan yang setengah-setengah.

Baca Juga: Tips Manajemen Stres di Tempat Kerja yang Efektif

  1. Kualitas Pekerjaan yang Meningkat

Ketika kita memberikan fokus penuh pada satu tugas, kualitas pekerjaan kita secara alami meningkat. Setiap detail dapat diperhatikan dengan cermat, menghasilkan hasil akhir yang lebih berkualitas dan memuaskan.

  1. Pengelolaan Stres yang Lebih Baik

Multitasking dapat menciptakan tingkat stres yang tinggi karena otak harus beralih secara cepat antara tugas-tugas yang berbeda. Dengan bekerja secara single-tasking, kita dapat mengurangi stres karena fokus pada satu hal pada satu waktu memberikan perasaan kendali yang lebih besar.

  1. Peningkatan Kesejahteraan Mental

Kesejahteraan mental sangat terkait dengan cara kita menangani beban kerja. Single-tasking membantu mengurangi tekanan dan kecemasan karena kita dapat lebih tenang dan terorganisir dalam menyelesaikan tugas-tugas yang ada.

  1. Efisiensi Waktu yang Lebih Baik

Melalui single-tasking, waktu yang sebelumnya terbuang akibat peralihan antar tugas dapat dimanfaatkan secara lebih efisien. Ini membuka peluang untuk menyelesaikan lebih banyak pekerjaan dalam waktu yang sama.

  1. Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah

Fokus yang mendalam pada satu tugas memungkinkan kita untuk memahami masalah dengan lebih baik dan menemukan solusi yang lebih kreatif. Ini membuka pintu untuk inovasi dan peningkatan kemampuan problem solving.

Baca Juga: Ciri Lingkungan Kerja yang Sehat: Produktif dan Karyawan yang Sejahtera

Cara Memulai Bekerja Single-Tasking

Dikutip dari Buffer, The Science of Single-Tasking: How Focus Unlocks Extreme Productivity, memulai untuk bekerja secara single-tasking melibatkan perubahan mindset dan kebiasaan. Prioritaskan tugas-tugas kamu dan tetap realistis dalam menetapkan tujuan harian. Berikut adalah panduan praktis untuk memulai single-tasking:

  • Prioritaskan Tugas Kamu

Mulailah dengan membuat daftar tugas harian kamu. Identifikasi tugas-tugas yang paling penting dan membutuhkan fokus utama. Prioritaskan pekerjaan berdasarkan urgensi dan tingkat kompleksitas.

  • Tetapkan Tujuan yang Realistis

Jangan terlalu ambisius. Tetapkan tujuan harian yang dapat dicapai dengan nyaman. Tujuan yang realistis membantu menghindari kelelahan dan memberikan kepuasan ketika kamu mencapainya. Kamu dapat menerapkan prinsip SMART (Specific, Measurable, Achievable, Relevant, Time-bound) untuk menetapkan tujuan yang terukur dan dapat dicapai. Ini membantu Anda tetap fokus dan memastikan tujuan memiliki arah yang jelas.

Baca Juga: 5 Cara Meningkatkan Semangat Kerja yang Sedang Turun

  • Singkirkan Gangguan Eksternal

Ciptakan lingkungan kerja yang minim gangguan. Matikan pemberitahuan pada perangkat kamu seperti notifikasi di handphone, berikan tahu rekan kerja atau anggota keluarga kamu ketika kamu memerlukan waktu fokus, dan hindari ruang kerja yang berisik.

  • Membuat daftar Checklist

Bentuk kebiasaan membuat daftar checklist untuk setiap tugas. Ini membantu memandu langkah-langkah yang perlu diambil dan memberikan perasaan pencapaian setelah tugas selesai.

  • Mulai dengan Satu Tugas pada Satu Waktu

Jangan mencoba melakukan terlalu banyak hal sekaligus. Mulailah dengan fokus pada satu tugas pada satu waktu. Setelah selesai, baru beralih ke tugas berikutnya.

  • Bekerja dengan Kesabaran dan Konsistensi

Memulai single-tasking memerlukan waktu untuk membentuk kebiasaan. Bersabarlah dengan diri sendiri dan pertahankan konsistensi dalam menerapkan pendekatan ini. Hasilnya akan terasa seiring berjalannya waktu. Jangan lupa Berikan diri kamu reward kecil setiap kali kamu mencapai tujuan konsistensi. Ini bisa menjadi momen menyenangkan, seperti istirahat sejenak atau menikmati camilan favorit, yang membantu menjaga semangat tinggi.

Read More
Jenis Masalah Mental Pekerja

Jenis Masalah Mental di Tempat Kerja: Apa Tanda, Penyebab, dan Solusinya?

Dalam dunia kerja yang semakin kompetitif, tidak dapat dihindari bahwa banyak pekerja mengalami masalah mental. Dan Sampai sekarang, belum semua perusahaan, bahkan pekerja peduli dengan masalah mental yang dialami di tempat kerja.

Padahal, baik kesehatan mental dan fisik itu sama pentingnya buat tubuh dan harus dijaga tetap seimbang. Saat kesehatan mental diabaikan dan tidak segera diobati atau mencari bantuan profesional, maka bisa berdampak negatif pada karier ke depannya.

Pasalnya, waktu mengalami masalah mental pasti kamu akan jadi susah untuk fokus saat bekerja sehingga produktivitas kerja jadi menurun.

Nah, jika selama ini kamu belum begitu paham dengan jenis masalah mental yang bisa dialami oleh seorang pekerja kantoran, coba simak dulu penjelasan lengkapnya di bawah ini.

Jenis Masalah Mental yang Bisa Menyerang Pekerja

  1. Stres Kerja

Dilansir dari WHO, Occupational health: Stress at the workplace, stres kerja dapat didefinisikan sebagai respons fisiologis dan psikologis terhadap tuntutan pekerjaan yang melebihi kemampuan seseorang untuk mengatasi atau menyesuaikan diri. Dalam konteks tempat kerja, stres kerja dapat muncul akibat tekanan yang bersumber dari berbagai aspek, termasuk tuntutan tugas, target kinerja, dan lingkungan kerja yang kompetitif.

Stres kerja bukan sekadar perasaan ketidaknyamanan, tetapi dapat memiliki dampak signifikan pada kesehatan mental dan fisik seseorang. Oleh karena itu, penting untuk memahami faktor-faktor yang dapat memicu stres kerja dan bagaimana mengelolanya.

Baca Juga: Tips Manajemen Stres di Tempat Kerja yang Efektif

Faktor-Faktor Pemicu Stres Kerja

  • Beban Kerja yang Berlebihan
    Salah satu penyebab utama stres kerja adalah beban kerja yang berlebihan. Pekerja yang merasa tertekan untuk menyelesaikan tugas dalam waktu yang singkat atau dengan tingkat kesulitan yang tinggi cenderung mengalami stres.
  • Konflik Interpersonal di Tempat Kerja
    Konflik antar rekan kerja atau atasan dapat menjadi sumber stres yang signifikan. Ketidakharmonisan hubungan di tempat kerja dapat mengganggu kesejahteraan emosional pekerja.
  • Ketidakpastian Pekerjaan
    Tingginya tingkat ketidakpastian dalam pekerjaan, seperti rencana restrukturisasi perusahaan atau perubahan kebijakan, dapat menciptakan kekhawatiran dan kecemasan di kalangan pekerja.

Dampak Stres Kerja Terhadap Kesehatan Mental

  • Kelelahan Mental
    Stres kerja yang berkepanjangan dapat menyebabkan kelelahan mental, membuat pekerja merasa kehabisan energi secara emosional dan kognitif.
  • Kecemasan
    Stres yang tidak diatasi dapat berkembang menjadi kecemasan, di mana pekerja merasa cemas, khawatir, atau tegang secara terus-menerus.
  • Depresi
    Dalam beberapa kasus, stres kerja kronis dapat menjadi pemicu depresi, dengan gejala seperti perubahan suasana hati, kehilangan minat, dan perasaan putus asa.

Baca Juga: 7 Cara Jitu Atasi ‘Mental Fatigue’ di Tempat Kerja

  1. Kecemasan dan Depresi

Kecemasan di tempat kerja tidak hanya menjadi gejala umum tetapi juga dapat menjadi dampak langsung dari tekanan dan tantangan yang dihadapi pekerja. Adanya target kinerja yang tinggi, perubahan dalam tugas pekerjaan, atau bahkan ketidakpastian mengenai masa depan karir dapat menciptakan perasaan cemas di kalangan pekerja. Hubungan ini bisa menjadi kompleks, di mana tekanan kerja dapat memicu kecemasan, dan sebaliknya.

Depresi di tempat kerja seringkali tidak terdeteksi dengan mudah karena beberapa gejala dapat diabaikan atau dianggap sebagai hal biasa. Beberapa gejala depresi yang sering diabaikan meliputi penurunan produktivitas, perubahan sikap dan perilaku, serta isolasi sosial. Dikutip dari Harvard Business Review, We Need to Talk More About Mental Health at Work, pekerja yang mengalami depresi mungkin menunjukkan kurangnya minat dalam pekerjaan, seringkali absen, dan kesulitan berinteraksi dengan rekan kerja.

Baca juga: ‘Sunday Scaries’: Rasa Cemas Hari Minggu yang Serang Pekerja

Cara Pekerja Mengatasi Kecemasan dan Depresi

Penting bagi pekerja untuk memiliki strategi mengatasi kecemasan dan depresi di lingkungan kerja. Langkah-langkah yang dapat diambil antara lain:

  • Mencari Dukungan Sosial
    Berbicara dengan rekan kerja atau atasan yang dipercayai bisa membantu pekerja merasa didengar dan memperoleh dukungan emosional.
  • Melibatkan Diri dalam Kegiatan Positif
    Terlibat dalam kegiatan yang menyenangkan di luar jam kerja dapat membantu mengurangi tingkat kecemasan dan depresi, menciptakan keseimbangan hidup yang lebih baik.
  • Mencari Bantuan Profesional
    Jika kecemasan atau depresi semakin mengganggu fungsi sehari-hari, mencari bantuan dari profesional kesehatan mental seperti psikolog atau psikiater dapat menjadi langkah yang bijaksana.
  1. Keseimbangan Kerja dan Kehidupan Pribadi

Dikutip dari Forbes, The Evolving Definition Of Work-Life Balance, keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi atau work-life balance merupakan elemen kritis dalam menjaga kesejahteraan mental dan fisik seseorang. Dalam lingkungan kerja yang serba cepat dan kompetitif, terkadang pekerja cenderung mengabaikan kehidupan pribadi mereka demi memenuhi tuntutan pekerjaan. Namun, keseimbangan ini penting untuk mencegah kelelahan, stres, dan bahkan risiko burnout.

Keseimbangan yang baik antara waktu yang dihabiskan untuk bekerja dan waktu untuk kehidupan pribadi dapat meningkatkan produktivitas, meningkatkan kreativitas, dan membantu pekerja merasa lebih bahagia dan puas secara keseluruhan.

Baca Juga: Kerja, Kerja, ‘Burnout’: Dilema Perempuan Karier

Tips untuk Mencapai Keseimbangan Kerja dan Kehidupan Pribadi

  • Menetapkan Batas Waktu Kerja yang Jelas
    Menentukan batas waktu kerja yang jelas membantu mencegah pekerja membawa pekerjaan ke dalam waktu pribadi mereka. Ini juga membantu menciptakan perbatasan yang sehat antara kehidupan profesional dan pribadi.
  • Melibatkan Diri dalam Aktivitas Rekreasi
    Aktivitas rekreasi di luar jam kerja dapat membantu mengurangi tingkat stres dan memungkinkan pekerja untuk bersantai. Hal ini termasuk berolahraga, membaca, atau mengejar hobi yang dicintai.
  • Berkomunikasi dengan Baik di Rumah dan di Tempat Kerja
    Komunikasi yang baik dengan keluarga dan rekan kerja penting untuk mencapai keseimbangan yang optimal. Berbicara terbuka mengenai harapan dan kebutuhan dapat membantu menciptakan lingkungan yang mendukung.

Keseimbangan kerja dan kehidupan pribadi tidak hanya memberikan manfaat bagi para pekerja saja, tetapi juga dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas di tempat kerja. Perusahaan yang mendorong keseimbangan ini melalui kebijakan fleksibilitas waktu atau dukungan kesehatan mental cenderung memiliki karyawan yang lebih bersemangat dan berkinerja tinggi.

Read More
mengatasi gaji yang numpang lewat

Cara Tepat Mengatasi Gaji yang Hanya Numpang Lewat

Buat yang sudah kerja, siapa sih yang nggak senang saat tanggal gajian? Bisa langsung bayar cicilan dan keadaan keuangan jadi stabil lagi. Sayangnya, yang sering kejadian adalah gaji malah numpang lewat saja.

Ya, kebiasaan paycheck to paycheck cycle pasti sering dialami oleh banyak pekerja. Apa lagi buat yang jadi sandwich generation. Gaji yang yang didapat tidak jarang sudah habis dipertengahan atau bahkan di minggu pertama untuk bayar kebutuhan pribadi dan keluarga.

Alhasil, jadi kebingungan karena harus mencari pinjaman ke sana-kemari untuk bertahan hidup. Nah, sebenarnya kenapa hal ini bisa dapat terjadi? Apakah ada cara yang bisa mengatasinya? Berikut penjelasan lengkapnya.

Penyebab Gaji Numpang Lewat

Dikutip dari Investopedia, Living Paycheck to Paycheck: Definition, Statistics, How to Stop, gaji numpang lewat bisa menjadi masalah yang kompleks, dan memahami penyebabnya adalah langkah penting menuju solusi yang efektif. Berikut adalah beberapa faktor umum yang dapat menyebabkan gaji hanya numpang lewat:

Kurangnya Kenaikan Gaji yang Signifikan

Salah satu penyebab utama adalah ketidaksesuaian antara tingkat kenaikan gaji dengan biaya hidup yang terus meningkat. Jika kenaikan gaji tidak sebanding dengan inflasi atau naiknya biaya hidup, maka kemungkinan besar gaji kamu akan terasa stagnan.

Tidak Adanya Insentif atau Bonus yang Memadai

Kurangnya insentif atau bonus yang memadai juga dapat menjadi penyebab gaji numpang lewat. Jika penghargaan yang diberikan tidak sebanding dengan dedikasi dan kontribusi karyawan, hal ini bisa menciptakan ketidakpuasan dan kekecewaan.

Baca Juga: ‘Lookism’ dan Diskriminasi di Tempat Kerja: Pekerja ‘Good Looking’ Lebih Sejahtera

Ketidaksetaraan Gaji Antar-Jenis Pekerjaan atau Industri

Terkadang, perbedaan besar dalam tingkat gaji antar industri atau jenis pekerjaan dapat menjadi faktor penyebab. Seseorang mungkin merasa bahwa pekerjaan yang dilakukan seharusnya memberikan penghasilan yang lebih besar, tetapi struktur gaji dalam industri tersebut mungkin tidak mendukung hal tersebut.

Keterbatasan Peluang Kenaikan Jabatan

Jika ada keterbatasan dalam peluang kenaikan jabatan atau promosi, karyawan mungkin merasa bahwa tidak ada insentif yang cukup untuk meningkatkan kinerja mereka. Hal ini dapat mengakibatkan gaji yang tidak berubah atau meningkat dengan sangat lambat.

Tidak Memiliki Sumber Penghasilan Tambahan

Bergantung hanya pada gaji bulanan dari pekerjaan utama dapat menyebabkan keterbatasan finansial. Tidak memiliki sumber penghasilan tambahan, seperti investasi atau bisnis sampingan, dapat memperkuat perasaan bahwa gaji hanya numpang lewat.

Tidak Memiliki Rencana Keuangan yang Jelas

Kurangnya perencanaan keuangan dapat menyebabkan gaji hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari tanpa pandangan jangka panjang. Tanpa tujuan keuangan yang jelas, pengeluaran mungkin tidak terkendali, menyebabkan gaji terasa tidak mencukupi.

Baca Juga: 9 Pekerjaan Bergaji Tinggi yang Cocok untuk Orang Introvert

Dampak Psikologis dan Finansial

Gaji yang hanya numpang lewat tidak hanya berdampak pada keuangan seseorang tetapi juga menciptakan dampak yang mendalam pada kesejahteraan psikologis. Stres finansial menjadi salah satu dampak paling nyata, di mana kekhawatiran sehari-hari tentang pemenuhan kebutuhan dasar seperti makan, tempat tinggal, atau pendidikan dapat menciptakan tekanan emosional yang berkepanjangan.

Rasa ketidakpuasan dan frustrasi juga muncul ketika individu merasa bahwa usaha dan dedikasi mereka dalam pekerjaan tidak diimbangi dengan penghasilan yang memadai. Perasaan ini dapat merembet ke dalam motivasi yang rendah dan produktivitas kerja yang terganggu, menciptakan lingkungan kerja yang kurang produktif.

Dampak psikologis lainnya termasuk kemungkinan munculnya gangguan kesehatan mental. Stres berkelanjutan akibat keterbatasan finansial dapat memicu kondisi seperti kecemasan dan depresi, mempengaruhi tidak hanya kesehatan mental tetapi juga kualitas hidup secara keseluruhan. Adanya beban ekonomi yang tinggi dapat membuat seseorang merasa terjebak dalam siklus sulit untuk dilepaskan.

Dari sisi finansial, gaji numpang lewat dapat menyulitkan akses terhadap layanan keuangan. Keterbatasan ini mencakup kesulitan mendapatkan pinjaman atau kredit, yang dapat mempersulit perencanaan keuangan jangka panjang.

Kurangnya dana darurat juga menjadi masalah, meninggalkan seseorang rentan terhadap keadaan darurat keuangan yang tidak terduga. Rencana keuangan jangka panjang, seperti menabung untuk pendidikan anak atau merencanakan pensiun, dapat terhambat atau tertunda karena keterbatasan sumber daya finansial.

Cara Mengatasi Gaji Numpang Lewat

Dikutip dari Forbes, 9 Ways To Stop Living Paycheck To Paycheck, mengatasi gaji yang hanya numpang lewat merupakan tantangan yang membutuhkan strategi dan perubahan dalam pengelolaan finansial. Berikut adalah langkah-langkah yang dapat diambil untuk mengatasi situasi ini:

Evaluasi Keuangan Pribadi

Mulailah dengan mengidentifikasi dan mengevaluasi dengan cermat keuangan pribadi kamu, dengan cara mencatat pemasukan dan pengeluaran yang nantinya akan memberikan gambaran yang lebih jelas tentang keadaan keuangan kamu. Pahami dengan baik di mana pengeluaran terbesar kamu dan cari potensi dimana kamu dapat menghemat.

Meningkatkan Keterampilan

Untuk meningkatkan daya saing di pasar kerja, pertimbangkan untuk meningkatkan soft skill dan memperoleh sertifikasi tambahan. Pelajari tren industri dan identifikasi keterampilan yang paling dicari, sehingga kamu dapat lebih dilirik oleh perusahaan atau mungkin mengejar peluang karir baru.

Baca Juga: Enggak Pede dengan Gaji dan Profesimu? Kamu Perlu Baca Ini

Mencari Penghasilan Tambahan

Selain pekerjaan utama, cari peluang penghasilan tambahan. Kamu dapat mencoba menjadi freelancer, proyek sampingan, atau bahkan menciptakan sumber penghasilan pasif. Pendapatan tambahan dapat membantu mengimbangi tidak memadainya gaji utama.

Melakukan Budgeting

Merencanakan anggaran dengan teliti sangat penting. Selain itu, perbarui anggaran secara berkala untuk mencerminkan perubahan dalam situasi keuangan kamu. Hindari pengeluaran impulsif dan alokasikan gaji dengan bijaksana agar memenuhi kebutuhan prioritas.

Perubahan Gaya Hidup

Pertimbangkan perubahan gaya hidup yang dapat membantu mengelola pengeluaran. Ini bisa melibatkan pengurangan biaya makan di luar, mencari alternatif transportasi yang lebih ekonomis, atau membatasi pengeluaran pada hal-hal yang tidak esensial.

Read More

Serius Wujudkan Kesetaraan Gender di Tempat Kerja, ini yang Dilakukan Telkom

Di dunia kerja, perempuan maupun laki-laki berhak memiliki kesempatan yang sama dalam karier. Namun, perempuan sering kali menghadapi tantangan lebih berat karena hambatan sistem dan budaya yang berkembang di masyarakat.

Itulah sebabnya kesetaraan gender di tempat kerja masih perlu diperjuangkan. Jangankan di Indonesia, di negara maju macam Amerika Serikat pun, kesetaraan gender masih menemukan jalan berliku. Dalam analisis Pew Research Center, lembaga pemikir yang berbasis di Washington DC terungkap, sekitar empat dari sepuluh perempuan pekerja (42 persen) di negara tersebut mengaku mengalami diskriminasi dalam pekerjaan karena gender. Mereka melaporkan beragam pengalaman pribadi, mulai dari penghasilan yang lebih rendah dibandingkan laki-laki meski melakukan pekerjaan yang sama hingga tidak diberikan tugas penting karena dianggap tidak kompeten.

Hal yang sama terjadi di banyak negara lain, bahkan tantangannya lebih dari itu. Banyak perempuan yang mengalami pelecehan seksual di tempat kerja serta mengalami stres karena beban ganda sebagai pekerja dan pengurus utama rumah tangga.

Faktanya, ketimpangan gender di tempat kerja tak perlu terjadi jika perusahaan memberikan dukungan yang setara kepada setiap pekerja, khususnya perempuan yang lebih rentan jadi korban.

Baca juga: Komunikasi Inklusif dan Strategis, Tak Cuma Untungkan Buruh tapi juga Pengusaha

Saling Menghormati dan Terbebas dari Diskriminasi

Dukungan untuk perempuan itu kini diterapkan Telkom Indonesia. Perusahaan telekomunikasi digital itu memiliki komitmen untuk mewujudkan kesetaraan gender di seluruh level. Salah satu yang mereka terapkan adalah Respectful Workplace Policy (RWP), kebijakan yang dicanangkan Kementerian Badan Usaha Milik Negara atau BUMN sejak April 2022.

“Kebijakan ini bertujuan untuk menciptakan lingkungan kerja yang saling menghormati, terbebas dari diskriminasi, kekerasan dan pelecehan serta menjunjung tinggi kesetaraan dan menghargai keberagaman untuk mendorong kinerja, pertumbuhan dan keberlangsungan Perusahaan,” kata Vice President Corporate Communication Telkom Andri Herawan Sasoko.

RWP menjadi pedoman Perusahaan untuk menjaga iklim kerja yang baik, terutama untuk perempuan. Kebijakan ini merupakan kelanjutan dari program antikekerasan seksual di BUMN yang sudah lebih dahulu diluncurkan pada akhir 2019. Dengan begitu, perempuan akan merasa lebih nyaman bekerja dan dapat memaksimalkan potensi dalam berkarya.

Kebijakan ini tidak hanya berpengaruh pada perempuan, tetapi juga untuk semua karyawan di berbagai level. Iklim kerja yang baik akan meningkatkan produktivitas karyawan dan selaras dengan pertumbuhan bisnis perusahaan.

Baca juga: Inklusivitas Gender di Tempat Kerja, Cowok Harus Lebih Terlibat

Mendorong Potensi Perempuan

RWP juga menjadi jalan untuk mendorong pekerja perempuan berada di level atas. Andri menuturkan, saat ini komposisi persentase perempuan dalam nominated talent level board of directors (BOD) adalah sebanyak 22 persen. Angka ini memang masih lebih rendah dari data Bank Dunia yang rata-rata porsi pemimpin perempuan di perusahaan mencapai 30 persen secara global. Namun, Telkom akan menuju ke sana.

Untuk itu, imbuh Andri, perusahaan mendukung perempuan mencapai potensi maksimalnya. “Telkom membentuk forum Srikandi TelkomGroup yang merupakan komunitas dan wadah bagi para perempuan berkarya di BUMN agar dapat saling mendukung, membangun personal dan professional capability,” kata Andri.

Forum ini juga diharapkan menjadi wadah bagi perempuan untuk belajar hal-hal yang baru supaya mampu beradaptasi dengan berbagai perubahan, serta menjaga keseimbangan dan perannya sebagai ibu dan istri.

Fasilitas yang Bikin Nyaman Ibu Bekerja

Bicara tentang keseimbangan peran perempuan sebagai pekerja sekaligus ibu dan istri, Telkom memiliki kebijakan employee experience selain WRP. Andri mengatakan, kebijakan ini dibuat untuk memastikan seluruh karyawan mendapatkan pengalaman bekerja terbaik, terutama perempuan.

Employee experience meliputi beberapa kebijakan, antara lain flexible working arrangement. Kebijakan ini memungkinkan karyawan bisa bekerja lebih fleksibel baik dari sisi waktu maupun tempat. Kebijakan ini bisa dimanfaatkan para ibu agar dapat meluangkan lebih banyak waktu bersama anak-anak dan mendampingi tumbuh-kembang mereka. 

Kalau pun harus berada di kantor, perempuan tetap bisa bekerja dengan nyaman karena disediakan fasilitas pendukung seperti ruang laktasi dan daycare. Ruang laktasi ini dibuat agar para ibu dapat memberikan ASI eksklusif sebagai asupan terbaik untuk bayi.

Adapun Telkom Daycare memungkinkan karyawan menitipkan pengasuhan anak yang berusia tiga bulan hingga enam tahun. Dengan demikian, para orang tua, baik ibu maupun ayah dapat berpartisipasi lebih jauh dalam tumbuh-kembang anak sebelum masuk ke sekolah formal. Telkom Daycare telah mendapatkan sertifikat Taman Asuh Ceria Anak (TARA) Ramah Anak, sertifikasi kategori tertinggi dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia (KemenPPPA RI) pada September 2023.

Selain itu, perusahaan memiliki kebijakan cuti Moments That Matter (MTM). Cuti ini merupakan tambahan di luar cuti tahunan bagi perempuan. Tidak hanya cuti melahirkan atau keguguran dan cuti haid, MTM bisa dimanfaatkan sebagai momen rehat sejenak dari rutinitas kerja. Lalu melakukan atau merayakan hal-hal kecil seperti mengantar anak di hari pertama sekolah, ulang tahun, pergi bersama keluarga atau pasangan, bahkan me time. Bagi banyak orang itu mungkin momen-momen sepele, tetapi bagi Telkom itu berharga.

Andri menambahkan, untuk mewujudkan kesetaraan gender di lingkungan kerja, Telkom berupaya untuk mengatasi bagaimana bisa lebih memberdayakan perempuan. Sebab, tidak semua perempuan fokus dan berupaya mengoptimalkan potensinya.

“Melalui program serta edukasi yang berkelanjutan secara terus menerus, termasuk dukungan secara kesisteman human capital, diharapkan kontribusi perempuan akan semakin besar dan optimal,” pungkas Andri.

*Artikel ini merupakan kerja sama dengan Telkom.

Read More
Apa Itu Equal Employment Opportunity

Pengertian Equal Employment Opportunity (EEO): Menjaga Kesetaraan di Tempat Kerja

Dalam dunia kerja, konsep kesetaraan dalam peluang kerja atau Equal Employment Opportunity (EEO) telah menjadi bagian integral dari hukum ketenagakerjaan dan etika bisnis. Artikel ini akan membahas pengertian EEO, pentingnya kesetaraan di tempat kerja, dan bagaimana EEO memengaruhi pekerja dan perusahaan.

Apa Itu Equal Employment Opportunity (EEO)?

Dikutip dari Dikutip dari workable.com, What is EEO?, Equal Employment Opportunity adalah prinsip fundamental dalam dunia ketenagakerjaan yang mengedepankan kesetaraan dan non-diskriminasi di tempat kerja. Prinsip ini mendorong setiap individu untuk diperlakukan secara adil dan setara, tanpa memandang berbagai faktor seperti ras, jenis kelamin, agama, orientasi seksual, usia, atau disabilitas. Ini berarti bahwa setiap orang, tanpa kecuali, memiliki hak yang sama untuk mencari pekerjaan, berkembang dalam karier, dan mendapatkan kompensasi yang adil.

Baca Juga: Pelecehan Seksual di Industri Film dan Kenapa Perlu Lebih Banyak Pekerja Film Perempuan

Sejarah dan Perkembangan EEO

Penting untuk memahami sejarah dan perkembangan EEO untuk menghargai betapa pentingnya prinsip ini dalam dunia kerja. Sebelumnya, sejumlah kelompok masyarakat sering mengalami diskriminasi yang serius dalam proses perekrutan dan penempatan pekerjaan. Diskriminasi ini bisa berupa penolakan pekerjaan, pembatasan promosi, atau penggajian yang tidak adil. Namun, melalui perjuangan hak asasi manusia dan perubahan hukum, Equal Employment Opportunity menjadi semakin kuat.

Dikutip dari Hampir 60 Tahun Gerakan Hak-hak Sipil March on Washington yang dirilis VOA Indonesia, sejarah Equal Employment Opportunity mencakup peristiwa penting seperti gerakan hak sipil di Amerika Serikat, di mana Martin Luther King Jr. memimpin perjuangan untuk mencapai hak-hak sipil dan politik yang setara bagi semua warga.

Hal ini memunculkan undang-undang federal seperti Civil Rights Act of 1964, yang melarang diskriminasi berdasarkan ras, warna kulit, agama, atau asal nasional.

Mengapa Equal Employment Opportunity Penting?

EEO memiliki peran penting dalam menciptakan lingkungan kerja yang adil, inklusif, dan berkelanjutan. Pentingnya EEO mencakup beberapa aspek:

  • Menghindari Diskriminasi: EEO membantu mencegah diskriminasi berbasis karakteristik pribadi, yang bisa merugikan individu dan menciptakan ketidakadilan.
  • Kepuasan Karyawan: Ketika karyawan merasa bahwa mereka diperlakukan dengan adil, kepuasan kerja mereka meningkat. Hal ini dapat meningkatkan retensi karyawan dan motivasi mereka.
  • Produktivitas: Lingkungan kerja yang inklusif dan berfokus pada kesetaraan cenderung lebih produktif. Karyawan yang merasa dihargai cenderung memberikan yang terbaik.
  • Pengakuan Nilai-nilai Individu: EEO mendukung pengakuan nilai-nilai individu, menghormati keberagaman, dan merayakan perbedaan.

Baca Juga: Beban Kerja Mahasiswa Magang Setara Pekerja Penuh Waktu, tapi Mayoritas Tak Diupah

Hukum dan Regulasi EEO di Indonesia

Di Indonesia, EEO didukung oleh berbagai undang-undang dan regulasi, termasuk Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dikutip dari Hukum Online, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, undang-undang ini telah mengalami beberapa perubahan sejak pertama kali diundangkan dan merupakan landasan hukum utama yang mengatur hubungan antara pekerja dan pengusaha.

Dalam undang-undang ini, terdapat beberapa pasal yang secara khusus menggarisbawahi prinsip EEO. Beberapa aspek yang relevan termasuk:

  • Larangan Diskriminasi: Undang-Undang Ketenagakerjaan dengan tegas melarang diskriminasi berdasarkan ras, agama, jenis kelamin, disabilitas, atau faktor lainnya. Hal ini berarti bahwa pengusaha harus memperlakukan semua karyawan dan calon karyawan dengan adil dan setara tanpa memandang faktor pribadi ini.
  • Pemberian Kesempatan yang Sama: Undang-Undang ini juga menekankan pentingnya memberikan kesempatan yang sama dalam hal perekrutan, promosi, pelatihan, dan pemutusan hubungan kerja. Ini bertujuan untuk mendorong kesetaraan dalam proses ketenagakerjaan.
  • Perlindungan Pekerja Perempuan dan Disabilitas: Undang-Undang Ketenagakerjaan juga mengandung ketentuan yang melindungi hak pekerja perempuan, pekerja disabilitas, dan pekerja yang hamil. Hal ini bertujuan untuk mencegah diskriminasi terhadap kelompok-kelompok ini dan memastikan mereka tetap mendapatkan kesempatan kerja yang setara.

Selain Undang-Undang Ketenagakerjaan, ada peraturan pelaksanaan dan ketentuan lainnya yang lebih spesifik dalam mengatur isu-isu EEO di Indonesia.

Misalnya, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan tentang Kewajiban Pengusaha untuk Menerapkan Prinsip Kesetaraan dan Perlindungan Hak Asasi Manusia. Ini adalah peraturan yang menekankan kewajiban pengusaha untuk menjalankan praktik-praktik yang sesuai dengan prinsip EEO.

Baca Juga: Dear Karyawan, Kamu Layak Dapat Insentif Jika…

Proses Equal Employment Opportunity

Dikutip dari LinkedIn, Importance of Equal Employment Opportunity in the workplace, proses EEO adalah serangkaian langkah dan praktik yang harus diikuti oleh perusahaan untuk memastikan kesetaraan dan non-diskriminasi di tempat kerja. Ini adalah bagian penting dalam menjalankan prinsip EEO dan menciptakan lingkungan kerja yang adil. Mari kita telusuri lebih lanjut mengenai proses EEO di tempat kerja.

  1. Pengumuman Lowongan Pekerjaan yang Adil
    Proses EEO dimulai dari tahap perekrutan. Pengumuman lowongan pekerjaan harus dilakukan dengan adil dan transparan. Ini berarti deskripsi pekerjaan harus jelas, dan kriteria yang digunakan untuk memilih kandidat harus didasarkan pada kualifikasi dan kompetensi yang relevan, bukan pada faktor pribadi seperti ras, jenis kelamin, atau agama.
  2. Seleksi Kandidat tanpa Diskriminasi
    Selama proses seleksi, penting untuk memastikan bahwa setiap kandidat diberi kesempatan yang sama. Proses seleksi harus berfokus pada kualifikasi, pengalaman, dan kemampuan yang relevan. Diskriminasi berbasis faktor-faktor pribadi harus dihindari sepenuhnya.
  3. Penawaran Pekerjaan Berdasarkan Kualifikasi
    Ketika kandidat terpilih telah diidentifikasi, penawaran pekerjaan harus didasarkan pada kualifikasi dan prestasi mereka. Ini berarti bahwa tidak ada penawaran pekerjaan yang ditolak atau dibatalkan berdasarkan faktor pribadi tertentu. Semua karyawan harus memiliki akses yang sama untuk peluang pekerjaan.
  4. Kompensasi yang Adil
    Pemberian kompensasi harus didasarkan pada prinsip kesetaraan. Ini berarti bahwa upah dan manfaat harus diberikan secara adil, tanpa memandang faktor-faktor pribadi. Perbedaan gaji yang terjadi harus didasarkan pada faktor-faktor yang obyektif, seperti pengalaman, kualifikasi, atau prestasi kerja.
  5. Pemajuan Karier yang Adil
    Proses EEO juga memengaruhi pemajuan karier. Setiap karyawan harus memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang dalam perusahaan. Pemajuan harus didasarkan pada prestasi dan kemampuan, bukan pada faktor-faktor pribadi. Ini menciptakan motivasi bagi karyawan untuk terus berkembang.
Read More

‘Lookism’ dan Diskriminasi di Tempat Kerja: Pekerja ‘Good Looking’ Lebih Sejahtera

Belakangan Webtoon Lookism karya komikus Korea Selatan Park Tae-joon sedang digandrungi masyarakat. Webtoon populer yang sudah terbit hampir 500 episode itu bahkan diadaptasi menjadi anime dan tayang di Netflix.

Lookism berkisah mengenai Park Hyung-seok, seorang siswa SMA yang gemuk dan kerap mengalami perundungan di sekolah. Ia hidup bersama ibunya yang bekerja keras. Suatu hari, ibunya menyaksikan Hyung-seok dipukuli oleh teman-temannya di sekolah, yang membuatnya memutuskan untuk pindah ke sekolah baru di kota lain.

Sesaat sebelum sekolah dimulai, Hyung-seok yang kini tinggal sendiri mengalami kejadian aneh: Ia tiba-tiba terbangun dengan tubuh yang tampan dan atletis. Perubahan ini membuatnya mendapatkan banyak perhatian positif di sekolah barunya, menjadikannya populer, dan mendapatkan banyak kemudahan yang sebelumnya tak pernah ia rasakan.

Kata lookism sendiri mengacu pada bentuk diskriminasi berdasarkan penampilan fisik individu. Sebuah riset yang mencakup temuan sepanjang 1932 – 1999, misalnya, menemukan adanya standar kecantikan umum yang diterima baik dalam maupun antarberbagai budaya dan mereka yang dianggap menarik cenderung mendapatkan penilaian lebih positif dibandingkan individu yang dianggap kurang menarik.

Bagaimana refleksi lookism di dunia kerja? Apakah penampilan fisik dapat memengaruhi kesejahteraan seseorang?

Baca Juga: Menghadapi Diskriminasi di Tempat Kerja

Obsesi terhadap Penampilan dalam Industri Kecantikan

webtoon Lookism ulasan
Komik ‘Lookism’ mengisahkan seorang siswa SMA yang memiliki dua tubuh. LINE Webtoon

Sebagai fenomena sosial yang mengakar dalam masyarakat modern, lookism secara tidak sadar mendorong kita untuk semakin terobsesi dengan penampilan fisik.

Ini tercermin dari pertumbuhan pasar industri kecantikan dan perawatan tubuh global yang mencapai US$625,7 miliar (Rp9,95 triliun) pada 2022, dengan proyeksi pertumbuhan sekitar 3,3 persen per tahunnya. Di Indonesia, persentase pertumbuhannya menyentuh 5,91 persen per tahun.

Sementara itu, sebuah riset global menunjukkan bahwa individu umumnya menghabiskan seperenam waktu hidupnya untuk mengurusi penampilan.

Data-data tersebut menunjukkan kepada kita bahwa semakin banyak orang yang ingin mencapai standar kecantikan yang ditetapkan oleh masyarakat dan mendapatkan validasi sosial–walau tak jarang ada di antara kita yang sampai depresi karena gagal mencapainya.

Pertanyaannya, mengapa seseorang mau berkorban sebegitu banyak waktu dan uang untuk memoles diri? Riset yang ada menunjukkan berbagai macam jawaban, mulai dari insting reproduktif untuk menemukan pasangan, pengaruh sosial media hingga adanya keyakinan bahwa penampilan adalah kunci kesuksesan.

Namun, apakah betul penampilan yang menarik memengaruhi rezeki seseorang?

Baca Juga: Hak Pekerja Perempuan di Indonesia yang Perlu Diketahui

Benarkah Orang Good Looking Lebih Sejahtera?

Sayangnya, penelitian yang ada menunjukkan demikian–termasuk studi di Amerika Utara yang menunjukkan bagaimana orang-orang yang berpenampilan menarik menghasilkan 12-14 persen lebih banyak daripada populasi lainnya.

Penampilan fisik sering kali menjadi faktor yang sangat dipertimbangkan dalam penilaian kualifikasi seseorang dalam dunia kerja dan mereka yang memenuhi standar kecantikan lebih mungkin untuk mendapatkan peluang kerja yang lebih baik atau promosi.

Misalkan saja, sebuah penelitian mengenai bagaimana bias finansial dan sosial yang telah lama ada menguntungkan individu yang memiliki penampilan yang lebih menarik dari yang lain. Keuntungan yang diperoleh biasanya mencakup aktivitas transaksi sosial dalam kehidupan sehari-hari. Bias finansial dan sosial ini adalah hasil dari preferensi atau prasangka yang mirip dengan yang ditunjukkan terhadap anggota kelompok kelamin, ras, etnis, atau agama tertentu.

Dalam banyak kasus, penampilan fisik dapat menjadi faktor dominan yang menentukan apakah seseorang layak diberikan kesempatan atau tidak dalam sebuah sistem kerja modern–terlebih bagi industri yang bergerak dalam jasa dan pelayanan publik. Studi pun menunjukkan bahwa konsumen merasa lebih puas jika berhadapan dengan karyawan yang berpenampilan menarik.

Memiliki penampilan fisik yang menarik juga dapat membuka pintu ke berbagai sektor dan industri yang mungkin sulit diakses oleh individu yang dianggap kurang menarik. Ini berarti seseorang dengan penampilan yang baik dapat memiliki lebih banyak pilihan karier, yang dapat meningkatkan potensi pendapatan mereka.

Selain itu, individu yang dianggap menarik secara fisik seringkali memberikan kesan positif kepada perekrut dan atasan, yang dapat mengarah pada peluang pekerjaan yang lebih baik, kenaikan pangkat yang lebih cepat, dan penghasilan yang lebih tinggi. Hal ini berasal dari efek halo, yakni bias kognitif ketika penampilan menjadi tolak ukur karakter seseorang. Sudah cukup banyak studi yang menunjukkan bahwa penampilan menarik memberikan kesan bahwa individu tersebut memiliki karakter dan kompetensi yang baik pula.

Adanya gap ini membuat diskriminasi dalam pekerjaan semakin tak terjembatani. Misalkan saja, ketika seorang yang berpenampilan menarik dan yang tidak menarik sama sama membuat kesalahan, orang akan lebih memaklumi orang yang berpenampilan menarik. Inilah yang dinamakan beauty privilege–ketika mereka yang berpenampilan menarik mendapat berbagai keuntungan dalam interaksi sosialnya.

Hapus Diskriminasi Berdasarkan Penampilan

Diskriminasi gender di tempat kerja.
Banyak orang terobsesi untuk memperbaiki tampilan mereka demi mendapatkan berbagai peluang. Namun bagi permpuan, penampilan menarik justru bisa menjegal karier. TORWAISTUDIO/shutterstock

Tentu saja kita tak bisa serta merta menyimpulkan bahwa mereka yang cantik dan tampan pasti penuh keberuntungan–utamanya bagi perempuan.

Penelitian, misalnya, menunjukkan bagaimana penampilan fisik yang menarik lebih menguntungkan laki-laki dibanding perempuan di tempat kerja. Ini terutama menyangkut rekrutmen dan promosi untuk posisi manajerial dan pekerjaan yang dianggap lebih cocok untuk laki-laki. Sebab, masih ada stereotip gender yang menghubungkan feminimitas dan inkompetensi–kerap disebut sebagai efek “beauty is beastly” (kecantikan itu mengerikan).

Tak hanya itu, sebuah riset menunjukkan 82% perempuan Indonesia pernah mengalami pelecehan seksual di ruang publik.

Namun bagaimanapun juga, diskriminasi berdasarkan penampilan fisik sudah sepatutnya kita atasi. Sebab, tidak ada satu orang pun di dunia ini yang dapat memilih untuk dilahirkan di mana–yang membuatnya memiliki gen tertentu dari lingkungan tersebut.

Kualitas diri seseorang tidak dapat dinilai hanya berdasarkan standar subjektif sepeti penampilan fisik semata. Apalagi, sudah banyak penelitian yang menunjukkan tak ada hubungan antara penampilan fisik dengan kompetensi dan kinerja seseorang.

Baca Juga: Inklusivitas Gender di Tempat Kerja, Cowok Harus Lebih Terlibat

Tak gampang untuk mengatasi bias yang telah lama mengakar, tetapi perlu perubahan pola pikir masing-masing individu untuk bisa mengatasi ini. Penting untuk lebih menghargai dan menilai seseorang berdasarkan kompetensi, pengetahuan, dan keterampilan yang mereka bawa ke meja kerja.

Ini memerlukan perubahan budaya dalam dunia kerja dengan membuat sistem penilaian berdasarkan merit dan pada apa yang dapat seseorang berikan serta membatasi kemungkinan penampilan fisik memengaruhi penilaian.

Selain itu, perusahaan dan organisasi perlu menerapkan kebijakan yang mencegah diskriminasi berdasarkan penampilan fisik–termasuk dalam membuat iklan lowongan kerja yang mensyaratkan penampilan menarik–dan mengedukasi personel mereka tentang pentingnya keragaman dan inklusi dalam tempat kerja.

Oleh karena itu, perlu kewaspadaan penuh bagi kita semua untuk tetap sadar dan menjunjung tinggi rasionalitas, jangan sampai terjerumus pada pemahaman sempit atas hidup yang lebih mementingkan penampilan semata ketimbang kualitas hidup secara mendalam.

Novia Utami, Dosen Finance Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya.

Artikel ini pertama kali diterbitkan oleh The Conversation, sumber berita dan analisis yang independen dari akademisi dan komunitas peneliti yang disalurkan langsung pada masyarakat.

Read More

Kak Nisa Kinderflix dan Lima Jenis Pelecehan Seksual yang Jarang Dibahas

Sosok host Kinderflix Kak Nisa belakangan sedang naik daun. Lewat kanal YouTube Kinderflix yang dibuat September 2023, Nisa kerap membagikan konten edukasi untuk anak-anak di bawah umur lima tahun (balita). Cara bertuturnya yang lembut dan gaya penyampaian yang fresh membuat banyak pihak termasuk orang dewasa tertarik menonton kontennya. Ini terlihat dari tiga video yang diunggah Kinderflix sampai (6/11), disaksikan lebih dari satu juta penonton.

Sayangnya, di tengah popularitas Kinderflix, Nisa justru mendapatkan komentar-komentar bernada seksual yang merendahkan dari para penonton laki-laki. Tidak hanya di YouTube tapi juga di TikTok hingga X, perempuan berjilbab ini diseksualisasi kendati tak ada satupun dari konten yang diunggah mengandung muatan seksual sama sekali.

Melalui akun media sosial Instagram @kinderflix.idn, Kinderflix sangat menyayangkan ada komentar-komentar bernada seksual yang mereka terima. Tak lama, Kinderflix pun mematikan kolom komentar di kanal YouTube mereka.

Apa yang dialami Nisa tak lain adalah bentuk dari pelecehan seksual. UN Women dalam laporannya bersama International Labor Organization (ILO) yang terbit pada 2019 menyatakan, pelecehan seksual adalah bentuk-bentuk perilaku atau tindakan seksual yang tidak diinginkan atau tidak dikehendaki seseorang yang bertujuan atau berdampak pada martabat seseorang karena menciptakan lingkungan yang mengintimidasi, tidak bersahabat, merendahkan, memalukan, atau menyinggung perasaan.

UN Women dan ILO menambahkan, pelecehan seksual dapat berupa pelecehan fisik, psikologis, verbal dan non-verbal. Karena itu, pelecehan seksual tak hanya terbatas pada catcalling, sentuhan yang tidak diinginkan, atau melontarkan komentar bernada seksual saja. Ada beberapa jenis pelecehan seksual lain yang sayangnya masih belum banyak dibahas atau dipahami masyarakat luas. Magdalene merangkum lima jenis pelecehan seksual yang jarang dibahas tapi perlu kamu ketahui, terutama di lingkungan kerja.

Baca Juga: Magdalene Primer: UU ITE Kriminalisasi Perempuan Korban Pelecehan Seksual

1.   Ajakan Berkencan yang Dilakukan Terus Menerus

Beberapa perusahaan memiliki kebijakan yang melarang kencan antarkaryawan kantor. Sebagian besar juga ada yang mengizinkannya hingga beberapa hubungan berkembang sampai jenjang pernikahan. Memang tidak ada yang salah dengan mengajak rekan kerja berkencan. Namun, ajakan berkencan bisa berubah jadi pelecehan seksual.

Terlebih ketika seseorang mengajakmu berkencan dengan cara yang tidak sopan dan memaksa. Selain itu, bisa disebut pelecehan seksual jika orang yang mengajakmu berkencan mulai bertindak agresif dan membuat komentar bernada seksual.

Kondisi ini semakin parah kalau pelaku tidak mau menerima jawaban tidak darimu. Mereka mengajak kamu berkencan berulang kali kendati kamu sudah menolaknya. Mereka terus mengganggu bahkan tak sungkan untuk membicarakan rencana mereka untuk terus mengejarmu.

Mereka mungkin berpikir tindakan memaksa itu menunjukkan betapa berdedikasinya memperjuangkan rasa sayang. Tetapi sebenarnya apa yang mereka lakukan telah melanggar privasi.

Jadi jika kamu sudah mulai merasa terintimidasi dan tidak nyaman bisa jadi yang kamu alami memang pelecehan seksual. Kamu berhak melapor dan menjaga jarak dengan pelaku.

2.    Merayu yang Bikin Enggak Nyaman

Flirting atau merayu bisa dibilang adalah isyarat yang diterima secara universal untuk menunjukkan ketertarikan satu sama lain. Dari orang yang tepat pada waktu yang tepat, rayuan bisa membangun rasa saling percaya dan membuat hubungan menjadi menyenangkan. Namun, tidak semua rayuan bisa ditoleransi.

Dikutip dari BBC dan The Guardian, untuk mengetahui rayuan bisa berubah jadi pelecehan kita harus memahami apa arti persetujuan atau konsen. Konsen adalah pemberian persetujuan yang penting dalam setiap hubungan, tidak boleh diasumsikan sendiri, dan tidak dipaksakan. Konsen dapat ditarik kembali kapan saja oleh seseorang sebelum dan saat melakukan suatu aktivitas jika berubah pikiran.

Rayuan bersifat konsensual dan dilakukan secara sadar. Tak ada paksaan, tak ada tuntutan, dan respons yang diberikan juga positif karena ditandai dengan gerakan-gerakan yang menyenangkan atau romantis dan menghibur bagi kedua belah pihak yang terlibat. 

Rayuan berubah jadi pelecehan ketika konsen telah dicabut salah satu pihak tetapi pihak lain (bisa ditandai dengan penolakan secara verbal atau gestur tubuh) terus menerus melakukannya. Tidak peduli berapa kali atau seberapa langsung mereka ditolak, para pelaku pelecehan tidak akan berhenti, bahkan banyak yang mengira bahwa penerima rayuan mereka bersikap malu-malu.

Baca Juga: Belajar dari Kasus Gilang, Penggunaan UU ITE untuk Kekerasan Seksual Keliru

3.   Cyber Stalking

Cari informasi soal gebetan di media sosial bisa dibilang jadi hal lumrah yang dilakukan anak muda sekarang. Berkat teknologi, cuma berbekal kuota internet kita bisa dengan mudah mencari informasi soal gebetan mulai dari hobi sampai lingkaran pertemanan mereka. Siapa tahu informasi ini berguna buat PDKT.

Namun hati-hati, tindakan ini bisa bisa berujung ke pelecehan seksual. Ketika orang lain mulai terobsesi mencari tahu tentang dirimu di media sosial sampai menghabiskan waktu berjam-jam, meninggalkan pesan di kolom komentar dan DM secara terus menerus, maka tindakan ini sudah masuk kepada cyber stalking.

Selain itu, menurut RAINN (Rape, Abuse & Incest National Network), organisasi anti-kekerasan seksual, cyber stalking mencakup memposting informasi yang mengancam atau bersifat pribadi tentang seseorang di forum internet publik, menggunakan GPS atau perangkat lunak pelacakan lainnya untuk memantau seseorang tanpa sepengetahuan atau izin mereka, dan mengakses komputer seseorang secara ilegal dan menggunakan perangkat lunak mata-mata untuk memantau aktivitas online mereka.

Cyber stalking sendiri masuk ke dalam kekerasan berbasis gender online.  Meski tidak bersentuhan atau terjadi kontak fisik, cyberstalking bisa berdampak pada rasa tidak percaya diri, trauma, hingga gangguan kognitif.

4.    Percakapan dan Lelucon Tidak Diinginkan yang Bersifat Seksual

Mungkin merupakan hal yang biasa dilakukan di lingkungan kerja atau pertemanan untuk membuat lelucon yang bersifat seksual. Namun tidak semua orang menganggap hal ini lucu. Percakapan tentang kehidupan seks seseorang, menggunakan sindiran seksual dalam percakapan, lelucon yang bersifat seksual, atau komentar yang menyinggung kehidupan pribadi pekerja (seperti orientasi seksual, kata ganti, atau identitas gender dapat merupakan contoh pelecehan seksual.

Terlepas dari maksud di baliknya, humor atau komentar seksual perilaku semacam itu dapat menimbulkan orang yang diajak bicara tidak merasa nyaman dan menciptakan lingkungan yang jadi tidak bersahabat.  Kita tidak dapat mengabaikannya dengan mengatakan “itu cuma bercanda saja, jangan lebay” atau “aku enggak bermaksud menyinggungmu”. Selalu perhatikan orang-orang di sekitarmu saat melakukan percakapan semacam itu, bahkan lelucon yang bermaksud baik pun bisa berakibat buruk di tempat kerja.   

Baca Juga: Apa itu Mansplaining dan Kenapa Sering Terjadi di Tempat Kerja?

5.   Mikroagresi

Kevin Nadal, profesor psikologi di John Jay College of Criminal Justice dalam wawancaranya bersama NPR mengatakan, mikroagresi adalah interaksi atau perilaku sehari-hari, halus, disengaja dan seringkali tidak disengaja yang mengomunikasikan semacam bias terhadap kelompok yang secara historis terpinggirkan. Sering kali, mikroagresi dalam bentuk komentar atau tindakan merendahkan. Karena itu, mikroagresi juga memenuhi syarat sebagai jenis pelecehan seksual halus yang jarang disadari.

Dalam praktiknya, mikroagresi dibagi menjadi tiga, yaitu mikroagresi verbal, perilaku, dan lingkungan. Mikroagresi verbal mencakup komentar atau pernyataan yang secara halus menyampaikan bias atau stereotip, seperti memberikan pujian secara langsung, terlibat dalam lelucon yang tidak sensitif secara rasial atau etnis, atau membuat asumsi tentang kemampuan, kecerdasan, atau budaya seseorang berdasarkan identitas atau gender mereka.

Sedangkan mikroagresi perilaku mengacu pada tindakan mengucilkan atau meminggirkan individu atau memperkuat stereotip. Misalnya, secara konsisten menyela pembicaraan seseorang, mengabaikan pendapat atau ide mereka, atau menugaskan mereka tugas-tugas yang tidak penting berdasarkan stereotip gender.

Terakhir, mikroagresi lingkungan terjadi ketika lingkungan fisik atau sosial mengirimkan pesan halus tentang pengucilan atau bias, seperti kurangnya keragaman identitas gender atau ras serta etnis dalam kantor, menampilkan gambar atau simbol yang tidak peka secara budaya, atau kegagalan menyediakan fasilitas atau sumber daya yang inklusif.

Lalu apa saja contoh konkret dari mikroagresi yang mengacu langsung pada pelecehan seksual? Dikutip dari halaman Firma Hukum Donati, ini antara lain termasuk stereotip berbasis gender, komentar bernada seksual, komentar yang tidak pantas tentang penampilan, komentar tentan kehidupan seks seseorang, dan komentar seksis.

Read More
ciri lingkungan kerja yang sehat

Ciri Lingkungan Kerja yang Sehat: Produktif dan Karyawan yang Sejahtera

Apakah kamu sekarang ini sudah merasa bekerja di lingkungan kerja yang sehat? Sebagai pekerja, penting untuk mengenali tanda-tanda bahwa kamu berada di lingkungan kerja yang mendukung kesejahteraan dan produktivitas. Dikutip dari beberapa sumber, kita akan membahas ciri-ciri kunci yang menunjukkan bahwa kamu sudah berada di tempat kerja yang sehat, serta mengapa hal ini penting bagi kesejahteraan kita.

Ciri Lingkungan Kerja yang Sehat

  1. Komunikasi Terbuka dan Jujur

Dikutip dari Indeed, Positive Working Environment: Definition and Characteristics, komunikasi yang terbuka adalah unsur penting dalam menciptakan lingkungan kerja yang sehat. Lingkungan yang mendukung komunikasi yang efektif adalah tempat karyawan merasa nyaman untuk berbicara, berbagi ide, dan mengatasi masalah. Berikut alasan pentingnya komunikasi terbuka di tempat kerja:

  • Membangun Kepercayaan: Komunikasi yang terbuka adalah fondasi dari kepercayaan. Ketika karyawan merasa bahwa atasan dan rekan kerja mendengarkan mereka, kepercayaan mereka jadi tumbuh. Mereka tahu bahwa mereka bisa mengungkapkan pemikiran dan perasaan mereka tanpa takut akan konsekuensi negatif.
  • Mengatasi Masalah dengan Cepat: Dalam lingkungan yang mendukung komunikasi yang terbuka, masalah bisa diidentifikasi dan diatasi dengan cepat. Karyawan merasa bebas untuk melaporkan masalah yang mereka hadapi, baik itu masalah pribadi atau profesional. Hal ini memungkinkan perusahaan untuk mengambil tindakan yang diperlukan sebelum masalah menjadi lebih serius.
  • Meningkatkan Kolaborasi: Komunikasi yang terbuka mempromosikan kolaborasi yang efektif. Karyawan merasa nyaman berbagi ide, berdiskusi, dan berkolaborasi dalam proyek-proyek tim. Ini membantu menciptakan solusi yang lebih inovatif dan meningkatkan produktivitas.

Baca Juga: Pelajaran dari ‘Buffy the Vampire Slayer’ Soal Lingkungan Kerja Toksik

  1. Work-life Balance

Lingkungan kerja yang sehat memberikan perhatian khusus pada keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi. Ini membantu karyawan tetap sehat secara fisik dan mental. Berikut manfaat dari Work-life balance:

  • Produktivitas yang Meningkat: Karyawan yang merasa seimbang antara pekerjaan dan kehidupan pribadi mereka cenderung lebih produktif. Mereka dapat berkonsentrasi dengan lebih baik, meningkatkan semangat kerja, dan lebih fokus pada pencapaian tujuan mereka. Sebaliknya, karyawan yang terlalu terbebani oleh pekerjaan dapat mengalami penurunan produktivitas kerja.
  • Kepuasan dan Kualitas Hidup: Work-life balance dapat meningkatkan kepuasan hidup secara keseluruhan. Karyawan yang memiliki waktu untuk mengejar hobi, berkumpul dengan keluarga, atau berlibur merasa lebih bahagia dan seimbang. Ini menciptakan siklus positif di mana kebahagiaan pribadi mereka memengaruhi kinerja mereka di tempat kerja.
  • Kesehatan yang Lebih Baik: Salah satu manfaat paling nyata dari work-life balance adalah dampak positifnya pada kesehatan. Ketika kamu memberi diri cukup waktu untuk beristirahat dan mengejar kegiatan di luar pekerjaan, Kamu mengurangi risiko stres yang nantinya berpengaruh pada kesehatan fisik dan mental.
  1. Kolaborasi dan Tim yang Solid

Kolaborasi dan kerja tim yang solid adalah pilar utama dalam menciptakan lingkungan kerja yang sehat. Dalam konteks ini, kolaborasi bukan hanya sekedar kata, tetapi sebuah budaya yang diterapkan secara konsisten di seluruh organisasi. Inilah mengapa kolaborasi dan kerja tim yang solid sangat penting dalam menginspirasi produktivitas dan kesejahteraan di tempat kerja.

  • Pencapaian Tujuan Bersama: Kolaborasi dan kerja tim memungkinkan karyawan untuk bekerja bersama untuk mencapai tujuan bersama. Ketika individu bekerja sebagai tim, mereka dapat menggabungkan keahlian mereka dan memecahkan masalah yang lebih kompleks dengan lebih efektif. Hasilnya adalah kesuksesan yang lebih besar dalam mencapai tujuan bisnis.
  • Peningkatan Keterlibatan: Karyawan yang merasa bagian dari tim yang solid merasa lebih terlibat dalam pekerjaan mereka. Mereka memiliki perasaan kepemilikan terhadap hasilnya, yang meningkatkan motivasi dan komitmen terhadap pekerjaan. Keterlibatan yang tinggi ini menghasilkan produktivitas yang lebih besar.
  • Diversitas Ide dan Perspektif: Dalam tim yang solid, beragam pandangan dan ide selalu disambut dengan baik. Ini menciptakan lingkungan yang kaya akan ide-ide baru dan solusi inovatif. Karyawan merasa dihargai karena kontribusi mereka, yang mendorong partisipasi aktif.

Baca Juga: Apa itu ‘Power Harassment’, Kekerasan yang Dinormalisasi di Dunia Kerja

  1. Penghargaan dan Pengakuan

Penghargaan dan pengakuan adalah komponen penting dalam menciptakan lingkungan kerja yang sehat. Dikutip dari Better Up, How to build a healthy workplace environment, di tempat kerja yang memahami peran keduanya, karyawan merasa dihargai dan terinspirasi untuk memberikan yang terbaik. Inilah mengapa penghargaan dan pengakuan memiliki peran sentral dalam memotivasi karyawan dan meningkatkan kesejahteraan di lingkungan kerja.

  • Motivasi Tinggi: Karyawan yang merasa dihargai dan diakui atas kontribusi mereka cenderung memiliki motivasi yang tinggi. Mereka merasa bahwa usaha mereka dihargai dan memiliki dampak positif pada perusahaan. Motivasi yang tinggi adalah kunci untuk meningkatkan produktivitas.
  • Meningkatkan Hubungan Kerja: Penghargaan dan pengakuan menciptakan hubungan yang lebih baik antara manajemen dan karyawan. Karyawan merasa bahwa manajemen memperhatikan dan peduli tentang kontribusi mereka. Ini menciptakan saluran komunikasi yang lebih baik.
  • Meningkatkan Kolaborasi: Ketika karyawan merasa dihargai, mereka cenderung lebih bersedia berkolaborasi. Mereka merasa bahwa tim dan organisasi mendukung mereka, yang memungkinkan mereka untuk berkontribusi lebih besar dalam proyek-proyek bersama.

Baca Juga: Budaya Kerja Toksik Dimulai dari Kepemimpinan Medioker

  1. Memberi Kesempatan Karyawan untuk Berkembang

Kesempatan pengembangan adalah salah satu aspek penting dari lingkungan kerja yang sehat. Ini mencakup semua langkah dan upaya yang dilakukan oleh perusahaan untuk memberikan karyawan kesempatan untuk tumbuh, belajar, dan berkembang dalam karier mereka.

Read More