information overload yang terjadi di era digital

Apa itu ‘Information Overload’ dan Kenapa Penting Dipahami Pekerja

Di era kiwari di mana semua serba terdigitalisasi, sangat mudah mencari informasi melalui berbagai platform. Namun, kamu berisiko mengalami banjir informasi atau information overload yang berdampak buruk jika tidak dikelola. Hal tersebut bisa terjadi saat kamu melakukan beragam kerja sekaligus (multitasking), percakapan, atau memakai internet.

Jika kamu dihadapkan pada information overload, salah satu akibat yang dirasakan adalah kesusahan dalam mengambil keputusan. Tentunya, kamu tidak mau hal ini sampai terjadi waktu bekerja, bukan?

Magdalene akan menjelaskan padamu apa itu banjir informasi dan tips menghindari information overload. Yuk, kita simak.

Apa Itu Information Overload atau Banjir Informasi?

Menurut Indeed.com, banjir informasi atau information overload merupakan kondisi di mana seseorang mencerna terlalu banyak informasi dalam satu waktu.

Hal yang termasuk dalam informasi pun beragam, misalnya pesan, berita, artikel, konten di media sosial, maupun video.

Akibatnya, kamu harus memerhatikan dan memproses banyak hal dengan bersamaan yang menyebabkan kapasitasmu bekerja secara efektif jadi menurun. Lebih lanjut, hal ini nantinya akan membuatmu jadi susah membuat keputusan. Apabila dibiarkan, bahkan kamu rentan terkena burnout.

Sayangnya, di zaman yang serba digital, risiko mengalami information overload semakin tinggi dan sukar dihindari.

Baca Juga: Kerja, Kerja, ‘Burnout’: Dilema Perempuan Karier

Contohnya, saat sedang membaca artikel di satu website, akan ada efek di mana kamu sulit memahami isi dari artikel tersebut. Pasalnya, ada beragam informasi yang dijejalkan, dari format foto, video, tulisan, data, dan lainnya.

Karena itulah, memahami bagaimana cara mencegah dan tanggap terhadap information overload akan sangat membantumu dalam mengonsumsi informasi yang kamu butuhkan.

Kenapa Penting Menghindari Banjir Informasi?

Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, banjir informasi bisa menyulitkan kamu dalam memutuskan dan susah untuk bekerja secara efektif.

Namun, tidak cuma alasan itu saja untuk menghindari information overload. Dikutip dari Interaction-design.org, berikut beberapa manfaat yang lainnya:

  • menaikan kualitas keputusan yang dibuat
  • meningkatkan produktivitas kerja
  • mengembangkan mental clarity serta fokus
  • mengembangkan rasa ingin tahu dan menikmati proses menggali informasi

Tips Menghindari Banjir Informasi

Pastinya kamu pun tidak bisa menghindari untuk tidak memakai handphone atau laptop kamu dalam menghindari banjir informasi.

Dengan melakukan hal tersebut, justru bakal muncul masalah baru, seperti tidak bisa mengetahui tren terbaru di bidang industri yang kamu jalani.

Lalu, bagaimana cara sederhana untuk menghindari information overload? Dirangkum dari Forbes.com, berikut ini beberapa tips untuk menghindarinya.

  1. Buat Batasan dalam Menerima Informasi

Meski ada beberapa hal yang tidak bisa kita hindari, misalnya email atau pesan dari rekan kerja serta atasan, ada keadaan di mana kamu tidak perlu mengonsumsi informasi.

Contohnya, kamu dapat membatasi informasi yang diterima dengan tidak mengakses media sosial, melihat situs berita atau membaca artikel yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaanmu.

Baca Juga: Gara-gara Stigma Janda Media, Ibu Tunggal Sulit Berkarier

Kamu bisa mencoba untuk menghitung jumlah informasi yang kamu terima setiap minggu dan mencatat bagaimana perasaanmu.

Dari situ, kamu tahu kalau berapa banyak sih informasi yang bisa kamu dapat tiap minggunya, tanpa membuat kamu jadi merasakan information overload.

  1. Aktifkan Fitur Filter dan Blocker di Browser

Hal pertama yang bisa kamu coba adalah dengan memakai aplikasi filtering atau blocker yang bisa dipasang di browser-mu.

Dengan begitu, kamu membatasi informasi yang bisa diterima kala berselancar di dunia maya.

Bahkan, beberapa filter bisa mencegah kamu melihat situs tertentu misalnya media sosial. Sehingga, akan membuatmu jadi lebih fokus bekerja.

Blockers juga mencegah munculnya iklan di website, jadi membuat tampilan layar lebih bersih dan menghilangkan beragam bentuk distraksi.

  1. Matikan Notifikasi Handphone dan Browser

Cara sederhana selanjutnya untuk menghindari banjir informasi adalah dengan menonaktifkan notifikasi di smartphone dan browser.

Contohnya, saat sedang bekerja bekerja, ada notifikasi teks dari teman, kamu pun tertarik untuk meninggalkan pekerjaan demi membaca pesan tersebut.

Dengan mematikan notifikasi juga kamu membuat lingkungan kerja lebih kondusif dan menghindari information overload.

  1. Sering Menyegarkan Pikiran atau Istirahat Sejenak

Setiap hari kita pasti duduk di depan komputer atau laptop, menonton TV akan membuat kita memperoleh banyak informasi. Namun tidak kita sadari, informasi-informasi yang kita peroleh tersebut tidak semuanya betul-betul dibutuhkan.

Bahkan bila terlalu banyak informasi, akan membuat kita banyak pikiran. Jika dibiarkan, ini dapat membuat kita mudah stres.

Baca Juga: ‘Digital Fatigue’: Kelelahan Digital dan Cara Tepat Mengatasinya

Hal yang membantu kita supaya tidak stres, dengan menyegarkan pikiran. Menyegarkan pikiran bisa dilakukan dalam berbagai hal misalnya bertamasya, atau sekedar keluar kantor untuk membuat pikiran kita jadi lebih tenang.

  1. Tentukan Sumber dalam Mencari Informasi

Kamu juga dapat menentukan sumber yang menurutmu bisa diandalkan dalam mencari informasi yang kamu butuhkan.

Dengan begitu, kamu jadi mendapatkan informasi yang benar-benar relevan. Di sisi lain, kamu jadi lebih menghemat waktu dalam mendapatkan informasi yang dibutuhkan.

  1. Lakukan Kegiatan di Luar Ruangan Tanpa Membawa Gawai

Jika kamu merasa terbebani karena banyaknya informasi yang diterima belakangan ini, cobalah sediakan waktu beraktivitas tanpa gawai.

Baca Juga: Afirmasi Positif dalam Pekerjaan dan Apa Pentingnya

Contohnya, berjalan kaki di luar tanpa membawa handphone bisa meningkatkan keadaan mentalmu. Kamu pun dapat mencoba meditasi untuk menambah fokus dan kesehatan mental jadi terjaga.

Nah, sudah kita bahas beberapa hal yang perlu diketahui tentang banjir informasi atau information overload. Apakah kamu punya cara tersendiri untuk menghindarinya?

Read More
Mau Cuti Lebaran? Ingat Tips Ini Agar Lebih Efektif

Mau Cuti Lebaran? Ingat Tips Ini Agar Lebih Efektif

Pemerintah sudah memutuskan cuti bersama Idulfitri 1443 Hijriah jatuh dari (29/4) hingga (6/5). Ketetapan ini sontak dinanti-nantikan oleh publik, khususnya masyarakat Muslim. Pasalnya, selain bisa bersilaturahmi, cuti Lebaran merupakan waktu yang tepat untuk beristirahat. Syaratnya tentu saja agar pikiran dapat kembali segar, harus benar-benar bebas dari pekerjaan dan tanggung jawab lain selama curi.

Baca Juga: Cara Paling Mudah Menghitung THR Prorata untuk Karyawan Baru

Berikut  beberapa tips mengelola cuti Lebaran yang sudah kamu rangkum buat kamu.

Pastikan Pekerjaan Kamu Sudah Beres

Tips pertama kelola cuti Lebaran adalah memastikan kalau semua pekerjaan kamu sudah diselesaikan. Hal ini penting kamu lakukan supaya jadwal libur tidak terganggu dengan panggilan tugas. Selain itu, inisiatif ini diperlukan agar rekan kerja di kantor terbebas dari tanggung jawab yang kamu tinggalkan.

Baca Juga: 6 Tips Agar Ibadah Puasa dan Kerja Tetap Seimbang

Sudah menyelesaikan pekerjaan dari jauh hari pun dapat jadi cara yang baik untuk memperoleh izin cuti dari atasan.

Izin Cuti Lebaran dari Jauh Hari

Izin cuti dari jauh hari merupakan tips kelola libur Lebaran berikutnya yang perlu kamu ikuti.

Menurut Themuse.com, hal satu ini sangat penting kamu lakukan supaya dapat memperoleh tanggal cuti yang diinginkan.

Selain itu, meminta izin cuti dari jauh hari juga dapat membantu perusahaan untuk membatalkan semua timeline kerjamu, serta mencari rekan kerja yang lain untuk menggantikanmu sementara waktu.

Dengan begini, kamu jadi bisa liburan tanpa perlu khawatir dengan pekerjaan atau bentrok dengan jadwal cuti teman kerja yang lain.

Buat Rencana Kerja Sehabis Cuti Lebaran

Tips kelola cuti Lebaran berikutnya adalah untuk menyiapkan rencana kerja usai berlibur. Dalam membuat rencana ini, kamu harus memikirkan kembali hal-hal yang belum diselesaikan.

Selain itu, pikirkan juga durasi kerja yang kamu perlukan untuk menyelesaikan semua pekerjaan tersebut.

Apabila dirasa kamu butuh bantuan, jangan sungkan untuk menghubungi atasan atau teman kerja satu divisi untuk menolongmu menuntaskan pekerjaan itu.

Baca Juga: 10 Jurus Anti-Lemas Saat Harus Puasa di Kantor

Ingat ya, rencana kerja yang kamu buat harus realistis dan sesuai dengan kebutuhan.

Bicarakan Jadwal Cuti Ke Atasan

Tips lainnya untuk kelola cuti Lebaran dengan baik adalah dengan membicarakan jadwal liburmu pada atasan serta rekan kerja. Hal ini harus dilakukan agar atasan lebih siap dengan absensimu selama sedang berlibur.

Rekan kerja juga perlu diinfokan supaya rencana liburnya tidak bertabrakan dengan jadwal cutimu.

Tidak cuma itu, menurut Bizjournals.com, inisiatif ini penting dilakukan agar kamu terbebas dari pekerjaan-pekerjaan yang akan diberikan selama libur.

Periksa Tenggat Pekerjaan Kamu

Memeriksa semua tenggat waktu dan status pekerjaan merupakan tips kelola cuti Lebaran yang sering dilupakan para pekerja.

Hal satu ini tidak dapat kamu lupakan. Sebab, menurut siliconrepublic.com, proyek akan terus berjalan biarpun kamu sedang cuti.

Memperhatikan deadline juga penting agar kamu dapat mengganti jadwalnya bila memang tidak sempat diselesaikan.

Sebagai saran, bila ada deadline pekerjaan yang belum selesai, beri tahu atasan dan rekan kerja di kantor.

Dengan begitu, mereka bisa membuat jadwal baru setelah waktu cutimu selesai.

Cek Apakah Ada Jadwal Meeting Waktu Cuti Lebaran

Sebelum mulai liburan, kamu bisa mengecek apakah ada jadwal rapat saat kamu sedang cuti. Tips kelola cuti Lebaran satu ini penting dilakukan supaya waktu libur tidak terganggu pekerjaan.

Jika ada rapat saat kamu cuti, bila memungkinkan kamu dapat membuat kesepakatan dan jadwal baru dengan peserta meeting yang lain sebelum berlibur.

Baca Juga: Kokok Dirgantoro: Cuti Ayah Dukung Perempuan Berkarier

Dengan itu, kamu bisa merencanakan tanggal rapat yang lebih sesuai dengan kebutuhan masing-masing.

Bila meeting tetap harus dilaksanakan saat kamu cuti, jangan lupa minta kesimpulan dan minutes of meeting (MOM)-nya pada peserta meeting yang lain.

Pastikan Kamu Dapat Dihubungi

Tips terakhir untuk kelola cuti Lebaran adalah dengan memastikan kamu nanti tetap bisa dihubungi orang kantor.

Biarpun kamu berhak menjauhkan diri dari pekerjaan selama cuti, pastikan kamu masih bisa selama selama liburan.

Baca Juga: Pangkas Jam Kerja Panjang untuk Hasil Lebih Optimal, Dorong Kesetaraan Gender

Pasalnya, terkadang ada pekerjaan atau informasi penting yang penting kamu terima selama cuti.

Selain itu, infokan juga lokasi yang akan kamu tuju selama mengambil cuti Lebaran.

Dengan begini, mereka akan mengerti kalau kamu agak sulit dihubungi, apalagi kalau tempat tujuanmu tidak mempunyai sinyal yang baik.

Itulah beberapa tips yang dapat kamu terapkan untuk mengatur waktu cuti buat para pekerja kantoran. Jadi, di libur Lebaran tahun ini apakah kamu yang termasuk mengambil jatah cuti?

Read More
Tips Sederhana Menyeimbangkan Ibadah dan Kerja Waktu Puasa

6 Tips Agar Ibadah Puasa dan Kerja Tetap Seimbang

kerja dan ibadah – Ramadan dikenal sebagai bulan untuk berlomba mencari pahala. Namun, tentu saja kamu tidak dapat melupakan pekerjaanmu sepenuhnya, bukan? Perlu ada keseimbangan antara pekerjaan dan ibadah.

Berikut ini ada beberapa tips sederhana untuk menyeimbangkan ibadah dan pekerjaan saat berpuasa, agar produktivitas kerja kamu terjaga di kantor:

Jaga Stamina Supaya Ibadah dan Kerja Optimal

Supaya waktu bekerja kerja nanti tidak terganggu karena puasa, manfaatkan makan sahur kamu sebaik-baiknya. Dengan memakan makanan yang sehat dan kaya energi, mengerjakan pekerjaan harian dalam keadaan berpuasa seharusnya tidak akan jadi masalah. Selain memaksimalkan sahur, jangan lupakan minum air yang cukup, konsumsi vitamin atau suplemen, istirahat, serta olahraga secukupnya guna menjaga stamina.

Baca Juga: 10 Jurus Anti-Lemas Saat Harus Puasa di Kantor

Buat Tujuan yang Ingin di Capai

Menurut Timeskuwait.com, tips selanjutnya supaya kamu dapat menyeimbangkan ibadah dan kerja saat puasa adalah dengan membuat goals-mu di bulan Ramadan. Catat apa saja yang ingin kamu capai di bulan Ramadan kali ini.

Contohnya, kamu ingin membaca Alquran setidaknya sekali waktu bulan Ramadan atau tidak pernah absen untuk salat tarawih di masjid dari hari pertama sampai terakhir.

Baca Juga: Apa itu ‘Divergent Thinking’ dan Manfaatnya di Dunia Kerja

Apapun goals-mu di bulan Ramadan, pastikan kalau goals tersebut bersifat spesifik, realistis, serta terukur.

Buat Rencana Kerja dan Ibadah

Setelah memilih tujuan yang ingin dicapai di bulan puasa, tips lain supaya dapat menyeimbangkan ibadah dan kerja adalah dengan membuat persiapan untuk mencapainya.

Contohnya, kamu sudah menentukan goals untuk salat tarawih di Masjid dari hari pertama sampai akhir bulan Ramadan. Dari goals tersebut, kamu bisa merencanakan untuk lebih cepat menyelesaikan pekerjaan di kantor supaya bisa pulang lebih awal.

Utamakan Pekerjaan Kantor Terlebih Dahulu

Cara lain supaya kamu dapat menyeimbangkan ibadah dan kerja saat puasa adalah dengan mengutamakan pekerjaanmu terlebih dahulu.

Baca Juga: 8 Jurus Ampuh Agar Kamu Lebih Kreatif

Tentunya, kalau pekerjaanmu sudah selesai, kamu pun jadi tidak kepikiran pekerjaan waktu beribadah, bukan?

Menurut Emirates247.com, kamu dapat menyusun skala prioritas untuk menyelesaikan pekerjaan dari yang paling penting terlebih dahulu. Hal ini karena badan dan pikiranmu masih bugar setelah tidur di malam hari.

Manfaatkan Waktu Istirahat untuk Beribadah

Untuk menyeimbangkan waktu, kamu juga dapat memakai waktu istirahat kantor untuk beribadah.

Baca Juga: ‘Burnout’ di Tempat Kerja, Ini Ciri dan Tips Mengatasinya

Karena sedang puasa, tentu kamu tidak akan makan siang, sehingga waktu istirahat tersebut bisa kamu manfaatkan untuk beribadah.

Biasanya, jam istirahat siang yang lumayan panjang, kamu pun bisa melanjutkan rencana membaca 1 juz per hari.

Apabila kamu mempunyai goals untuk bisa tamat baca Alquran selama bulan Ramadan, tips ini sangat pas untuk kamu lakukan. Sebab, istirahat siang yang lumayan lama memberikanmu jeda waktu untuk dapat melanjutkan bacaan Alquranmu ketika sebelum mulai bekerja kembali.

Jangan Malas dan Segera Selesaikan Pekerjaan

Tips terakhir supaya dapat menyeimbangkan ibadah dan kerja saat puasa adalah dengan tidak bermalas-malasan serta menunda pekerjaan.

Seperti yang ada di poin sebelumnya, kamu akan jadi susah untuk fokus dan tenang waktu beribadah jika terus memikirkan pekerjaan yang belum selesai. Oleh karena itu, kamu harus segera mungkin membereskan pekerjaanmu dan jangan malah menunda-nunda. Pastinya, kamu tidak ingin malah jadi lebur waktu sedang puasa juga, bukan?

Read More
Apa itu Divergent Thinking dan Manfaatnya di Dunia Kerja

Apa itu ‘Divergent Thinking’ dan Manfaatnya di Dunia Kerja

Dunia kerja yang makin dinamis, menuntut kita para “budak korporat” untuk selalu berpikir kreatif. Pola pikir yang juga familier dengan sebutan divergent thinking ini sebenarnya sudah mulai populer sejak medio 1950-an. 

Apa sih sebenarnya divergent thinking itu dan bagaimana implementasinya dalam pekerjaan? Yuk, simak penjelasan lengkap kami berikut ini, yang sudah dirangkum dari berbagai sumber.

Apa yang Dimaksud dengan Divergent Thinking?

Menurut Binus.ac.id, divergent thinking adalah kapabilitas berpikir kreatif untuk mencari solusi dalam memecahkan masalah di waktu yang singkat.

Baca Juga: Afirmasi Positif dalam Pekerjaan dan Apa Pentingnya

Senada, menurut Airfocus.com, divergent thinking adalah proses berpikir untuk mendapatkan banyak solusi, jawaban, atau ide unik.

Dari dua referensi di atas, dapat disimpulkan divergent thinking merupakan cara berpikir yang cenderung spontan, kreatif, dan visioner.

Apa Bedanya Divergent Thinking dengan Convergent Thinking?

Menurut Psychologytoday.com, dalam convergent thinking, semua kemungkinan solusi diperhitungkan berdasarkan informasi yang sudah diketahui secara pasti. Maka, umumnya pola pikir convergent akan menghasilkan satu gagasan atau solusi yang terbaik. Pola pikir ini sangat tepat diterapkan buat permasalahan yang memang butuh pemecahan secara logis. Atau contohnya menjawab soal pilihan ganda.

Sementara itu, dalam divergent thinking, kamu dituntut untuk lebih kreatif waktu melihat suatu permasalahan. Kamu bisa saja mendapatkan banyak solusi sekaligus, tidak cuma satu. Karena itu, metode berpikir ini lebih membutuhkan brainstorming dan keterbukaan.

Baca Juga: Rupa-rupa Manajemen di Tempat Kerja, Kantormu Tipe Mana?

Contoh perbedaan divergent thinking dengan convergent thinking adalah sebagai berikut:

  • Convergent: kalau layar monitor komputer di kantor bermasalah, solusinya adalah dengan memanggil teknisi untuk memperbaiki monitor
  • Divergent: kalau monitor di kantor rusak, cari tahu dulu akar permasalahannya lalu pikirkan semua solusi yang mungkin. Misalnya cari video cara memperbaiki monitor yang blank di YouTube, tanya ke rekan kerja di kantor yang terakhir menggunakan monitor tersebut, atau menelepon teknisi untuk langsung memperbaikinya.

Pentingnya Divergent Thinking

  1. Membuka Peluang Mendapatkan Solusi Terbaik

Divergent thinking dapat memberikan peluang seluasnya untuk segala kemungkinan terbaik.

Dengan pola pikir yang biasanya, kamu mungkin tidak akan terpikirkan solusi yang out of the box.

  1. Membuat Kamu Lebih Fleksibel

Melatih divergent thinking adalah cara yang bagus supaya kamu dapat lebih adaptif dan fleksibel dalam menghadapi keadaan sesulit apa pun.

Ini pastinya sangat penting karena perkembangan teknologi yang sangat cepat di dunia kerja.

Baca Juga: Dear ‘Fresh Graduate’, Siapkan Hal Ini untuk Masuk ke Dunia Kerja

Semua permasalahan yang timbul dapat dibilang merupakan tantangan baru yang butuh solusi baru pula.

  1. Membuat Tim jadi Lebih Bersemangat

Semakin banyak kemungkinan solusinya, setiap anggota tim akan memiliki kesempatan yang sama untuk memberikan ide mereka. Jadi bukan cuma satu atau dua orang saja yang dapat memberikan ide.

Hal ini dapat membantu membangun semangat dan solidaritas tim dalam mencapai satu tujuan bersama.

Cara Menerapkan Pola Pikir Divergent

Ingat, divergent thinking merupakan pola pikir yang harus kamu latih terus-menerus, tidak bisa instan, ya.

Karena itu, coba beberapa tips yang dikutip dari berbagai sumber ini secara rutin, ya.

  1. Membuat Mind Map

Menurut Indeed.com, dengan membuat mind map, kamu dapat melihat masalah utamanya secara visual, di tengah-tengah.

Baca Juga: Tersandera ‘Glass Cliff’, Perempuan Pekerja Sulit Berkembang

Dari situ, kamu dapat membuat cabang serta turunan sebanyak-banyaknya. Bahkan setiap cabang bisa kamu cabangkan lagi tanpa batas.

Ini akan lebih efektif dalam menciptakan banyak ide dibanding memakai tabel untuk membandingkan plus minus berbagai solusi.

2. Mencoba Sesuatu yang Beda dari Biasanya

Sesekali, coba cara lain dalam menyelesaikan pekerjaan meskipun kamu sudah terbiasa dengan cara yang selama ini kamu terapkan.

Contohnya, kamu selalu memberikan laporan ke atasanmu dalam bentuk tabel angka. Sekarang coba untuk membuat laporan dalam bentuk visual.

  1. Teratur Membuat Jurnal

Kalau kamu teratur membuat jurnal, kamu akan terbiasa menuliskan bermacam ide yang tiba-tiba muncul. Pasalnya, ide dapat datang kapan saja dan di mana saja. Bahkan waktu kamu lagi sedang tidak meeting dengan tim.

Baca Juga: Kerja, Kerja, ‘Burnout’: Dilema Perempuan Karier

  1. Sering Melakukan Brainstorming

Biasakan untuk melakukan brainstorming dengan rekan kerjamu, baik yang satu divisi ataupun tidak.

Brainstorming akan memunculkan ide-ide yang lebih beragam dan mungkin yang belum pernah terpikirkan oleh kamu saat mencari solusi sendirian.

Nah, itulah penjelasan mengenai divergent thinking yang sudah kami rangkum untukmu.

Ternyata melatih pola pikir divergent tidak begitu susah, bukan? Yang penting kamu sudah mulai melatih diri demi karier yang terus menanjak naik.

Read More
Kelebihan dan Kekurangan Bekerja di Perusahaan Startup

Untung Rugi Kerja di Perusahaan ‘Startup’

Bekerja di perusahaan startup kini jadi impian para fresh graduate. Bukan tanpa alasan, perusahaan startup biasanya berani menawarkan suasana kerja yang asyik serta gaji yang bersaing. Ini berbeda dengan bekerja di perusahaan mapan yang cenderung menerapkan nilai-nilai lama.

Padahal, persis seperti bekerja di korporat atau perusahaan yang lain, pasti akan ada tantangan yang akan dihadapi. Pun, perlu kamu kamu tahu, tidak semua perusahaan startup dalam kondisi yang sama. Hal itu bergantung pada kondisi perusahaan sampai budaya kerja yang diterapkan.

Yuk, kita bahas kelebihan dan kekurangan bekerja di perusahaan startup yang sudah dirangkum Magdalene dari berbagai sumber.

Kelebihan Bekerja di Perusahaan Startup

Ada beberapa hal positif yang dapat kamu rasakan saat bekerja di sebuah perusahaan startup, di antaranya:

1. Bekerja di Lingkungan yang Menyenangkan

Kalau kita lihat, umumnya yang bekerja di perusahaan startup diisi oleh generasi milenial. Karena usia yang masih muda, lingkungan kerja akan terasa lebih menyenangkan. Kamu akan merasa bekerja dengan teman-temanmu sendiri.

Jadi kamu dapat memberikan pendapat, bertanya, berkomunikasi, dan melakukan hal lain dengan lebih santai tapi tetap profesional. Santai yang dimaksud disini tidak terlalu kaku dari cara kerjanya.

Selain itu, desain kantor juga akan dibuat lebih menyenangkan. Dinding dengan banyak warna, disediakan cemilan, ada sudut-sudut ruangan yang bisa dipakai untuk istirahat, dan berbagai fasilitas lain untuk mengurangi stres saat bekerja.

Baca Juga: ‘Burnout’ di Tempat Kerja, Ini Ciri dan Tips Mengatasinya

2. Setiap Kontribusi akan Diberikan Apresiasi

Menurut Codeburst.io, umumnya juga jumlah anggota setiap divisi di perusahaan startup jauh lebih kecil. Karena itu, pendapat dan kontribusi dari setiap orang akan selalu terlihat, terdengar, dan diapresiasi.

Seperti yang kita tahu, perusahaan startup masih dalam fase berkembang. Jadi setiap gagasan, inovasi atau pekerjaan yang kamu kerjakan dapat memberi pengaruh pada pertumbuhan dan kesuksesan perusahaan.

Bekerja di perusahaan yang selalu memberi apresiasi, pastinya akan membuat kamu jadi lebih semangat untuk memberikan perubahan-perubahan menarik lainnya.

3. Membuat Kamu Terus Belajar dan Berkembang

Perusahaan konvensional biasanya sudah mempunyai sistem dan manajemen yang stabil. Jadi, bila kamu bekerja disana, kamu cenderung mengikuti sistem yang sudah ada tersebut.

Berbeda kalau kamu bekerja di perusahaan startup yang masih dalam fase pengembangan. Sangat memungkinkan mereka tengah mencoba beragam strategi, pembaruan sistem, dan manajemen. Karena itu, kamu punya kesempatan untuk menyumbangkan ide atau inovasi untuk perusahaan.

Kamu akan belajar untuk memberikan ide, menciptakan inovasi baru, melakukan banyak riset, meningkatkan pemikiran yang lebih kritis. Kemampuan yang sudah kamu miliki pastinya akan semakin berkembang. Selain itu dengan perubahan yang terjadi, kamu akan jadi gampang beradaptasi dengan berbagai kondisi.

4. Kamu Bebas Berinovasi

Kamu punya banyak sekali ide di kepala dan ingin selalu membuat sebuah inovasi? Maka, kamu sepertinya cocok bekerja di startup, nih!

Menurut Indeed.com, karyawan yang bekerja di perusahaan startup mempunyai kesempatan lebih besar untuk memperlihatkan ide dan berkontribusi dalam proses pengembangan inovasi.

Baca Juga: Agar Tetap Produktif Meski Kerja dari Rumah

Hal ini pastinya akan bermanfaat buat karyawan yang kreatif karena dimudahkan untuk membagikan idenya kepada tim dan menciptakan inovasi baru.

Berbeda bila kamu bekerja di perusahaan konvensional yang sudah stabil, umumnya proses penyampaian ide lebih ribet dan harus melewati persetujuan beberapa atasan terlebih dahulu.

5. Punya Kepuasan Kerja

Tanpa kamu sadari, kamu ternyata ikut berkembang bersama perusahaan. Kamu ada di setiap proses, dimulai dari perusahaan yang baru lahir, belajar merangkak, sampai akhirnya berhasil berjalan dengan stabil.

Dari sini, akan muncul kepuasan dan senang tersendiri. Apalagi saat kamu mengingat kembali ide apa saja yang sudah kamu berikan dan bisa memberikan dampak yang baik untuk perusahaan.

Contohnya, karena ide yang kamu berikan, perusahaan bisa berhasil mendapatkan penjualan tertinggi selama beberapa tahun.

Kekurangan Bekerja di Perusahaan Startup

Dimanapun bekerja, pasti ada kelebihan dan kekurangan, Sama halnya bila kamu bekerja di startup. Tadi kita sudah membahas kelebihannya, sekarang kita akan membahas kekurangannya:

1. Kamu Dituntut untuk Multitasking

Menurut Theladders.com, multitasking merupakan hal yang wajib dikuasai karena besar kemungkinannya kamu akan mengerjakan pekerjaan di luar kewajibanmu.

Hal itu disebabkan, karyawan di perusahaan startup biasanya masih sedikit sehingga kamu harus bekerja dalam tim yang kecil. Jadi, kamu dituntut untuk selalu cekatan dan dapat melakukan dua tiga pekerjaan sekaligus.

Baca Juga: Tidak Bekerja sampai Bukan Pemimpin, 4 Miskonsepsi Kodrat Perempuan

Beban kerja juga semakin banyak, sehingga kadang menyita banyak waktu untuk membereskannya. Bahkan mau tidak mau karyawan harus merelakan jam istirahat kalau masih ada pekerjaan yang belum terselesaikan.

Meskipun mendapatkan kesempatan untuk belajar hal baru, tapi beban kerja yang besar juga bisa menimbulkan stres.

2. Startup Biasanya Belum Stabil

Bekerja di startup memang menantang dan akan membuatmu mendapatkan banyak pengalaman baru. Sayangnya, perusahaan startup biasanya belum stabil.

Menurut Blogs.berkeley.edu, lebih dari 90 persen perusahaan startup gagal dalam tiga tahun pertamanya.

Itulah mengapa lumayan banyak perusahaan startup yang harus tutup karena untuk mempunyai keuangan yang stabil bukanlah perkara gampang.

Meskipun perusahaan startup mempunyai banyak ide menarik, tapi kalau tidak berhasil mendapatkan pendanaan, tentu akan sangat susah buat bertahan.

3. Harus Mampu Mengatur Work-life Balance

Para pekerja pasti menginginkan kehidupan kerja dan sosial yang seimbang. Jika kamu ingin berhasil bekerja di perusahaan startup, maka harus mampu dalam mengatur work-life balance.

Startups.com menyebutkan kalau perbedaan yang sangat terlihat dari bekerja di sebuah perusahaan konvensional dan startup.

Perbedaan utama tersebut berada pada struktur perusahaan. Hal itu berpengaruh pada jam kerja, proses kerja, sampai hubungan kerja.

Jadi, jangan kaget kalau kamu bekerja dalam waktu yang lebih lama karena ada banyak meeting yang harus dihadiri atau pekerjaan yang harus diselesaikan.

Waktu bekerja di perusahaan startup memang fleksibel dan tidak harus dari jam sembilan pagi sampai jam lima sore. Namun, banyak karyawan yang mau tidak mau bekerja lebih lama, karena harus menyelesaikan beragam pekerjaan.

Saat tidak bisa mengatur work-life balance pastinya akan kesulitan untuk beristirahat dan punya waktu bersama keluarga atau teman.

4. Gaji yang Tidak Besar

Kamu mungkin pernah mendengar kalau bekerja di startup, kamu akan mendapatkan gaji yang sangat besar. Padahal hal ini tidak selalu benar. Faktanya, ada perusahaan startup yang memberikan gaji yang cenderung kecil untuk semua pekerjaannya, terlebih jika startup baru mendapatkan dana dari investor. Selain kompensasi yang cenderung kecil, fasilitas lain seperti asuransi kesehatan juga belum tentu bisa kamu dapatkan.

5. Bekerja di Startup, Kamu Dituntut untuk Bisa Beradaptasi

Kemampuan adaptasi memang sangat diperlukan kalau kamu ingin berhasil kerja di startup.

Menurut Themuse.com, perusahaan startup akan sering mengalami perubahan baik pada sistem organisasi sampai target pekerjaan dari setiap pekerjanya.

Baca Juga: Enggak Melulu Buruk, ‘Overthinking’ Kerjaan Punya Segudang Manfaat

Apalagi kalau perusahaan startup tersebut belum lama berdiri. Tidak perlu kaget kalau sering terjadi perubahan, bahkan sampai ke model bisnisnya.

Buat kamu yang susah untuk beradaptasi dengan cepat, pastinya bekerja di perusahaan startup akan menjadi tantangan tersendiri.

Itulah mengapa, kalau kamu ingin mencoba berkarir di perusahaan startup, sebaiknya pertajam dahulu beberapa kemampuan yang diperlukan, seperti beradaptasi dengan cepat, komunikasi, sampai problem solving.

Kalau sudah tahu untung rugi bekerja di perusahaan startup, semoga kamu tidak salah pilih ya nanti.

Read More

Tersandera ‘Glass Cliff’, Perempuan Pekerja Sulit Berkembang

Sampai saat ini bias gender relatif masih menyandera pekerja perempuan, khususnya di perusahaan yang didominasi laki-laki. Buntut bias ini membuat kemampuan mereka dipandang sebelah mata.

Bahkan jika ingin meniti karier lebih jauh, kebanyakan perempuan terjebak dalam keadaan stagnan. Penyebabnya, masyarakat mengondisikan mereka untuk tidak berkembang dalam karier, dan perusahaan turut berperan dalam hal ini.

Saat menghadiri Pesta Perempuan yang digelar Magdalene pada (26/3), Executive Director Indonesia Business Coalition for Women (IBCWE) Maya Juwita menceritakan, salah satu perusahaan di bawah koalisi itu sempat enggan mempromosikan perempuan.

“Akhirnya mereka mempromosikan dua perempuan dari bagian sales, ke suatu daerah yang sales-nya nggak pernah nutup” ujarnya. “Setelah enam bulan, ternyata sales di sana menutup dari targetnya. Mereka menempati posisi ketiga dan keempat top sales di perusahaan.”

Peristiwa seperti yang dijelaskan Maya, merupakan contoh glass cliff. Itu merupakan kondisi ketika perusahaan mempromosikan perempuan untuk jabatan lebih tinggi, saat mengalami krisis atau sewaktu resesi, ketika kegagalan lebih mungkin terjadi.

Baca Juga: Bias Gender yang Harus Dialami Perempuan STEM

Kondisi tersebut umumnya diberikan kepada perempuan, karena perannya lebih mudah digantikan dan dikambing hitamkan. Pun jika kesuksesan diraih perempuan, akan membawa keberhasilan bagi perusahaan. Sedangkan jika gagal dan situasi di perusahaan memburuk, perempuan justru disalahkan dan laki-laki kembali ditunjuk mengambil alih peran tersebut.

Dalam Think crisis—think female: The glass cliff and contextual variation in the think manager—think male stereotype (2011) oleh profesor psikologi di University of Queensland, Australia S. Alexander Haslam, dkk., disebutkan, pada dasarnya perempuan tidak selalu diharapkan memperbaiki situasi. Acapkali, mereka diposisikan sebagai sosok yang dapat disalahkan atas kegagalan.

Pasalnya, perusahaan tidak ingin mengorbankan pekerjanya yang lebih potensial dan bernilai—dalam hal ini laki-laki. Namun, perempuan kerap menerima promosi tersebut karena tidak memiliki akses informasi terkait posisinya. Dalam hal ini, tawaran itu dianggap satu-satunya kesempatan mengembangkan karier, padahal mereka dianggap tidak berharga.

Maka itu, pekerja yang menerima promosi jabatan perlu menerima dukungan yang membantunya mengembangkan perusahaan. Karena apabila gagal membawa perusahaannya ke arah lebih baik, kemungkinannya perempuan akan meninggalkan perusahaan. Ini juga yang memperkuat stereotip tentang mereka yang kurang ahli dalam kepemimpinan, seperti disebutkan Investopedia.

Baca Juga: Kerap Dinomorduakan, Karier Perempuan Minim Harapan

Glass Cliff Merupakan Second-Generation Gender Bias

Glass cliff merupakan salah satu second-generation gender bias, yaitu bias yang tidak terlihat dan dilakukan secara tidak sadar, tetapi mendiskriminasi gender dan membentuk stereotip. Bias ini juga umumnya terjadi di perusahaan, misalnya ketika pemimpin perempuan diharapkan bersikap tegas, justru dipandang terlalu agresif dan dominan.

Sebenarnya bias ini mencerminkan nilai maskulinitas di dalam perusahaan, dan mengakar dalam kultur. Alhasil berdampak pada pengambilan keputusan proses rekrutmen, kesempatan promosi jabatan, dan penghasilan pekerja.

Pernyataan ini didukung oleh akademisi asal India, Vijay Grover, dalam Second generation gender bias: Invisible barriers holding women back in organizations (2015). Pada penelitian tersebut disebutkan, kesenjangan gaji merupakan fenomena yang terjadi di seluruh dunia, dan lebih tinggi di beberapa negara. Seperti Korea mencapai 37,5 persen, Rusia sejumlah 32,1 persen, adn Estonia sebesar 27,9 persen.

Menurut Grover, pay gap itu adalah strategi untuk memengaruhi perempuan, agar memegang jabatan tinggi di perusahaan.

Belum lagi, sebagian perusahaan cenderung lebih menyukai pekerja yang memprioritaskan pekerjaan, dibandingkan keluarga. Kondisi ini menjadi hambatan bagi perempuan yang memikul beban ganda, tepatnya mengurus anak dan rumah tangga. 

Karena itu, mereka tidak memiliki waktu kerja yang cukup fleksibel, dan pekerja laki-laki kembali berdiri di bawah spotlight. Dan perempuan cenderung menginternalisasi bias tersebut, sehingga menganggap dirinya tidak memiliki kapabilitas yang cukup untuk meraih suatu jabatan.

Namun, sebetulnya tidak menutup kemungkinan second-generation gender bias dilakukan perempuan. Maya mengungkapkan, tanpa disadari ia melakukannya beberapa waktu lalu.

“Kami harus pergi ke Manila di pertengahan Mei. Nah, dua hari sebelumnya ada seorang staf yang menikah. Saya langsung bilang supaya dia jangan pergi, kan baru menikah,” ceritanya.

Bias seperti yang dilakukan Maya adalah contoh yang dilakukan atas dasar empati. Hal ini juga berlaku dalam beberapa kasus lainnya, seperti perusahaan yang tidak mengizinkan pekerja perempuan pulang malam hari karena dianggap membahayakan keselamatan. Padahal laki-laki juga sama rentannya untuk menjadi korban kejahatan.

Karena itu Maya menggarisbawahi. Yang terpenting dalam menangani second-generation gender bias adalah, bersikap terbuka dalam memberikan kesempatan, tanpa melihat latar belakang maupun gender pekerja.

“Yang penting pekerjanya ditanya dulu, jangan langsung memutuskan sendiri,” tegasnya.

Baca Juga: Bias Finansial: Asal Suami Senang: Bias Aturan Perbankan dan Sulitnya Perempuan Punya Usaha

Investasi terhadap Pekerja Perempuan

Di sejumlah perusahaan dan divisi tertentu, mempekerjakan perempuan masih dianggap lebih mengeluarkan banyak biaya. Pasalnya, ada banyak kewajiban yang harus ditanggung, seperti cuti hamil, melahirkan, menstruasi, dan berbagai keperluan keluarga yang dilihat menghambat kinerja perusahaan.
Namun, Maya justru menilai sebaliknya. Menurutnya, ketika perusahaan mendukung karier perempuan secara maksimal, akan mendorong perempuan bersikap loyal dan memiliki kinerja tinggi. Ini bentuk investasi jangka panjang, yang akan memajukan perusahaan, baik dari segi sumber daya manusia dan keuntungan.

“Dia merasa dihargai karena perusahaan udah memperjuangkan banyak untuk dia,” ungkapnya. “Jadi dia akan stay sampe perusahaan enggak butuh lagi.”

Sayangnya, investasi ini kebanyakan masih dilakukan perusahaan global ataupun berafiliasi ke luar negeri, karena merupakan global movement. Salah satunya adalah The Body Shop, yang telah melakukannya selama 20 tahun. Kini perusahaan kosmetik asal Britania Raya itu telah menuai hasilnya, dengan fasilitas yang memudahkan perempuan, terlebih yang berperan sebagai ibu.

Sedangkan sejumlah perusahaan di Indonesia masih bersifat konvensional dan investasinya lebih mengarah pada infrastruktur.

“Kecuali ada business case yang menguntungkan,” kata Maya. Padahal, investasi pada sumber daya tidak dapat dihitung secara ekonomi.

Karenanya, diperlukan komitmen dan kebijakan secara struktural dari atas ke bawah, sehingga mindset mendobrak bias dapat dibentuk dan dilaksanakan. “Yang penting komitmen kuat, along the way bisa kok nemu caranya,” terang Maya.

Read More
Tips Jitu Supaya Tetap Semangat Bekerja Saat Puasa di Kantor

10 Jurus Anti-Lemas Saat Harus Puasa di Kantor

bekerja saat puasa – Apakah semangatmu sering terjun bebas ketika bekerja dalam kondisi puasa? Pun, apakah fokus dan produktivitas kerja juga terpengaruh oleh rasa lapar dan bosan? Kalau iya, kamu butuh tips agar tetap kuat puasa.

Sudah jamak kita ketahui, selama Ramadan, kebiasaan makan, tidur, dan ibadah mengalami perubahan yang cukup besar. Perubahan inilah yang akhirnya membuat energi dan kualitas kerjamu ikut terpengaruh.

Baca Juga: Afirmasi Positif dalam Pekerjaan dan Apa Pentingnya

Kendati demikian, kamu tidak perlu cemas. Berikut ini beberapa cara supaya kamu tetap semangat bekerja di bulan Ramadan. Yuk, simak penjelasan lengkapnya.

Bekerja Saat Puasa, Kamu Perlu Istirahat yang Cukup

Tips pertama supaya kamu tetap semangat adalah mempunyai jam tidur yang cukup. Mengatur pola tidur adalah tantangan yang relatif berat selama bulan ini. Karena itulah disarankan agar kamu segera tidur setelah rampung menjalankan ibadah di waktu malam.

Dikutip dari Gulfnews.com, kamu justru harus menghindari lembur saat puasa, karena bisa membuat jam tidur terganggu.

Jangan Mengonsumsi Kafein

Tips selanjutnya agar kamu tetap semangat bekerja saat puasa adalah dengan jangan mengonsumsi kafein.

Kafein pada dasarnya dikonsumsi untuk menghilangkan rasa kantuk. Namun, kamu tetap dianjurkan menghindari kafein selama sahur atau berbuka karena rentan mengalami dehidrasi hingga masalah lambung.

Baca Juga: 5 Tips Sulap Cemas Jadi Produktif di Tempat Kerja

Manfaatkan Waktu Istirahat

Memanfaatkan waktu istirahat juga dapat menjadi cara menjaga semangat kala bekerja saat puasa.

Meskipun waktu istirahat di bulan puasa terasa lebih sebentar, sebaiknya kamu tetap memanfaatkan waktu luang tersebut.

Misalnya, setelah selesai beribadah, kamu dapat menggunakan waktu rehat di siang hari untuk tidur sejenak guna mengembalikan energi.

Dengan begitu, kamu bisa jadi lebih fokus dan semangat waktu bekerja nantinya.

Makan Tak Berlebihan Waktu Sahur dan Berbuka

Menurut Globalsadaqah.com, kamu perlu cukup nutrisi dengan asupan makanan yang sehat waktu berpuasa.

Saat berbuka, makanlah makanan dengan nutrisi seimbang yang mengandung karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral. Selain itu, kamu juga perlu asupan serat supaya kamu tetap sehat dan produktif.

Makanan waktu sahur juga harus kaya serat dan seimbang, sama seperti waktu berbuka. Jangan lupa untuk memerhatikan kebutuhan minum waktu puasa.

Selain langgam makanannya, kamu juga sangat disarankan untuk menjaga porsi makan yang secukupnya.

Mengapa demikian? Sebab, makan yang berlebihan akan mengakibatkan kamu jadi mengantuk dan kurang berenergi nantinya. Hindarilah hal ini supaya kamu tidak malas bekerja saat puasa.

Ubah Jam Kerja

Karena pola hidup yang berubah, coba untuk bekerja dengan jadwal yang berbeda dari biasanya. Tujuannya, yakni untuk mencegah timbulnya rasa malas bekerja saat puasa.

Dilansir dari Britishcouncilfoundation.id, kamu dapat mulai menyiapkan bekerja setelah makan sahur. Sebab, energi untuk bekerja sedang berada di puncak waktu sehabis makan.

Kebanyakan orang, setelah sahur dan salat Subuh, mereka lebih memilih untuk tidur kembali. Kamu perlu menghindari hal ini ya. Sebaliknya, kamu dapat memulai pekerjaan sedikit lebih awal dari hari biasanya, apa lagi jika kamu masih WFH.

Namun, sebaiknya, sebelum melakukan hal ini, kamu perlu berkonsultasi dengan atasan serta rekan kerja.

Baca Juga: Habis WFH Terbit ‘Workcation’, Ini Fakta-fakta yang Perlu Kamu Tahu

Secara khusus, beberapa perusahaan memang memberi kelonggaran untuk mengatur kerja sendiri di bulan puasa.

Bangun Lebih Awal

Tips lainnya agar kamu bisa tetap semangat bekerja saat puasa adalah dengan bangun lebih awal.

Kalau kamu sedang berpuasa dan besok harus bekerja, sebaiknya kamu bangun sahur lebih cepat dan makan makanan yang bernutrisi.

Selain itu, kamu dapat mengkonsumsi vitamin tambahan berupa suplemen supaya badan lebih bugar waktu berpuasa nantinya.

Buka Puasa Bersama

Buka bersama (bukber) dengan rekan kerja atau keluarga juga dapat membuatmu jadi lebih bersemangat ketika bekerja saat puasa.

Kamu bisa ikut menyiapkan takjil, makanan, serta konsep acara untuk menikmati buka puasa bersama teman kantor atau orang-orang terdekat.

Namun, jangan lupa untuk selesaikan pekerjaan sebelum memulai acara buka bersama ya.

Jaga Kehidupan Pribadi dan Kerja Tetap Seimbang

Meski kamu harus tetap fokus bekerja dan berpuasa, jangan sampai terlewat juga untuk memperhatikan kehidupan pribadimu.

Menurut Islamic-relief.org.uk, kamu tetap perlu melakukan hobi yang kamu suka, atau mengobrol dengan teman serta keluarga di waktu luangmu. Hal ini berguna supaya antara kehidupan kerja dan pribadi tetap seimbang (work life balance).

Baca juga: Apa itu ‘Life Skill’ dan Bagaimana Cara Mengembangkannya?

Keseimbangan kerja dan kehidupan pribadi akan menjaga kesehatan mental.

Mengatur Jadwal Waktu Bekerja Saat Puasa

Hal yang tidak kalah penting yang bisa kamu lakukan adalah mengatur jadwalmu.

Supaya dapat mencegah kamu jadi malas bekerja saat puasa, buat jadwal sepadat mungkin. Hal ini dapat mengalihkanmu dari rasa haus dan lapar, dan lebih berfokus untuk dapat menyelesaikan pekerjaan yang sudah kamu jadwalkan tersebut.

Agar Lancar Bekerja Saat Puasa, Kamu Perlu Meneguhkan Niat dan Tekad

Tips terakhir supaya kamu tetap semangat bekerja saat puasa adalah dengan meneguhkan niat dan tekad. Sejatinya, meneguhkan niat merupakan hal penting yang harus dilakukan sebelum berpuasa.

Pasalnya, ia akan membantumu supaya mampu hadapi semua tantangan waktu bekerja di bulan Ramadan.

Ia juga dapat menjadi langkah yang penting untuk kamu supaya tidak jadi malas bekerja saat berpuasa.

Maka dari itu, jangan lupa untuk masukan niat puasamu waktu beribadah. Dengan begitu, dijamin kamu akan selalu bersemangat biar pun harus pergi ke kantor di bulan puasa ini.

Nah, itu dia beberapa tips yang dapat kamu lakukan apabila ingin tetap semangat bekerja saat puasa.

Biar pun akan dihadapkan dengan berbagai tantangan, kamu tetap harus memaksimalkan kinerja saat berpuasa, ya!

Read More

Pentingnya Mentor dalam Mengembangkan Karier

Ada kecemasan yang tergambar jelas dari pesan Hanny di ponsel saya siang itu. Tanpa basa basi, saya menawarkan untuk meneleponnya setelah jam kerja usai.

“Kak, aku kehilangan mentorku, dia baru aja resign. Aku enggak tahu harus apa. Aku jadi kehilangan arah banget sekarang,” kata suara di ujung telepon.

Sebagai lulusan baru yang baru terjun di bidang pemasaran digital, apa yang Hanny rasakan terbilang valid. Belum lagi ia bekerja sebagai tim, sehingga segala keputusan yang ia ambil otomatis akan berpengaruh pada timnya sendiri.

“Ada mentor yang ngebuat aku lebih secure karena aku tahu bisa bertanya pada siapa, tapi sekarang aku jadi bingung sendiri,” curhatnya.

Hanny tidak sendiri. Shinta, 27, penerjemah dan telah berganti pekerjaan sebanyak tiga kali, menyadari bagaimana ketidakhadiran mentor sangat berpengaruh pada kinerjanya di kantor. Tidak jarang, ketidakhadiran mentor pun juga berpengaruh pada kepercayaan dirinya selama mengambil keputusan.

“Tiap masuk ke pekerjaan baru itu awal-awal pasti nge-blank banget. Makanya pas aku enggak ada mentor, aku merasakan banget lost sendirian. Enggak ada yang bisa ngasih aku feedback. Aku juga enggak tahu pekerjaanku sudah benar atau belum, hasilnya sudah maksimal atau belum.”

Baca Juga: ‘Servant Leadership’ dan Pentingnya Jadi Bos yang Membumi

Pentingnya Mentor di Dunia Kerja

Courtney Templin, Presiden JB Training Solutions dalam wawancaranya di SHRM mengungkapkan, setiap orang yang memulai karier mereka biasanya masih belum memiliki arah dan tujuan yang jelas. Ada banyak sekali pertanyaan yang ingin mereka tanyakan tanpa tahu siapa yang bisa menjawabnya dengan baik.

“Hal inilah yang sering kali membuat individu terjebak dalam keadaan yang menghambatnya meraih kesuksesan. Karenanya, kehadiran seorang mentor benar-benar tak ternilai harganya,” ungkap dia.

Mentor dalam hal ini pun tidak selalu seorang supervisor kita. Mereka bisa jadi kolega satu tim, senior, atau bahkan seorang yang sebelumnya hanya kita kenal lewat relasi profesional saja. Oleh karena itu, jelas sekali ada perbedaan antara pemahaman kita mengenai mentor secara umum dan mentor karier.

Dilansir dari Indeed, mentor pada umumnya adalah seseorang yang memberikan bimbingan kepada orang lain melalui pengalaman dengan cara menawarkan nasihat, membangun kepercayaan diri, dan mendengarkan serta menanggapi pertanyaan dan kekhawatiran.

Dalam arti profesional, mentor juga harus menunjukkan atribut yang diperlukan untuk berhasil dalam industri atau bidang tertentu. Mereka ada untuk memberikan bimbingan kepada seseorang yang baru memulai bidang baru, menjelajahi jalur karier berbeda, atau hanya ingin sukses di posisi mereka saat ini.

Mereka pula yang dapat memberikan wawasan tentang situasi profesional tertentu, taktik negosiasi, peluang, dan tujuan jalur karier. Tidak sedikit pula, mentor juga dapat menjadi support system yang mampu memberikan dukungan secara emosional. Karenanya, mereka haruslah punya kapabilitas untuk menyadari kebutuhan orang yang mereka bimbing, otentik, dan dapat diandalkan.

Hal inilah yang dialami Iwip, 27, software engineer yang diwawancara Magdalene. Sebagai lulusan Sastra Jepang yang tidak memiliki basis keterampilan sains dan teknologi, utamanya coding, punya mentor sangat membantunya.

“Mereka yang pertama kali mengajarkan aku (keterampilan kerja) dari 0. Bahkan setelah lima tahun bekerja di bidang ini, aku masih membutuhkan mentor. Mereka tidak hanya memberikan ilmu-ilmu penting tapi juga nasihat, feedback, dan berbagi pengalaman selama bekerja. Ini secara enggak langsung membentuk keterampilan dan menentukan arah kita bekerja,” ujarnya.

Senada dengan Iwip, “Renata”, jurnalis berusia 21 tahun juga mengungkapkan bagaimana sosok mentor sangat berpengaruh dalam kariernya. Tak hanya mampu membimbingnya dalam penulisan artikel sehari-hari, mentor juga berpengaruh dalam mengembangkan keterampilan menulis dan membangun sudut pandang. Ia kini bahkan telah mantap menetapkan arah kariernya berkat sang mentor.

“Mentor ngebantu aku banget dalam perkembangan skill dan karier aku, karena dia provide apa yang kita butuhkan, dan terbuka ngasih feedback. Bahkan ketika belum genap satu tahun bekerja, kehadiran mentor jelas membuat aku tumbuh. I’ve grown a lot, dari segi skill misalnya aku jadi tau ke depannya gimana. Seandainya aku mau stay di media, aku mau stay di media kaya apa. Jadi terbentuk gitu tujuanku,” ungkapnya.

Baca Juga: ‘Love-Hate Relationship’ dengan Pekerjaan, Haruskah Karyawan Bertahan?

Tips Cara Mencari Mentor

Lulusan baru atau tidak, mentor nyatanya sangat dibutuhkan di dunia kerja dan memberikan efek positif dalam karier. Dilansir dari Harvard Business Review, program pendampingan formal untuk CEO pada 2015, sebanyak 84 persen mengatakan mentor telah membantu mereka lebih cepat menguasai keterampilan dan 69 persen bilang, mentor membantu mereka membuat keputusan yang lebih baik dalam pekerjaan.

Sayangnya tidak semua orang memiliki pebimbing selama karier mereka. Hal ini misalnya bisa dilihat dari survei yang dilakukan Olivet Nazarene University pada 2019 yang menyatakan, lebih dari 4 dari 10 pekerja AS (44 persen) melaporkan, mereka tidak pernah memiliki mentor yang secara signifikan memengaruhi karier mereka. Oleh karena itu, penting untuk kita membangun strategi karier dengan mencari mentor jika memang sampai detik ini kita belum memilikinya.

Hal pertama yang harus kamu lakukan adalah mengidentifikasi beberapa kualitas mentor. Dilansir dari The Balance Careers, setidaknya ada tiga kualitas yang harus dimiliki mentor.

Baca Juga:Mengejar Karier: Antara Passion dan Realitas

Pertama, pengalaman. Carilah mentor yang telah berkembang dalam bidang karier mereka sendiri. Mereka ini nantinya yang akan membantumu memberikan wawasan tentang situasi profesional tertentu, taktik negosiasi, serta peluang karier.

Kedua, kompatibilitas. Carilah pebimbing yang memiliki visi dan nilai yang sama denganmu. Dengan begitu, kamu bisa lebih nyaman bertukar pikiran dan bertanya tanpa merasa tertekan atau terbebani.

Ketiga, kepedulian. Meskipun hubungan mentor dan mentee adalah hubungan dua arah. Sebagai mentee, kamu akan mendapatkan banyak nilai darinya. Pastikan untuk mencari orang yang bersedia meluangkan waktu dan tenaga.

Hal selanjutnya yang harus kita lakukan adalah mengikuti beberapa tips, seperti dibagikan Indeed berikut:

1.   Jika kamu baru atau sedang berganti karier, cobalah meneliti bidang pekerjaanmu terlebih dahulu dan cari tahu tentang orang-orang top yang sudah berpengalaman di dalamnya. Pelajari apa yang kamu bisa ketahui tentang latar belakang, pendidikan, dan minat mereka.

2.   Buatlah daftar orang-orang yang tampaknya cocok dengan kita dan tujuan kariermu berdasarkan tiga kualitas di atas. Ingatlah untuk mencari mentor dari manapun yang kamu bisa. Gunakan koneksi semaksimal mungkin.

3.   Mulailah menghubungi orang-orang di daftarmu. Kamu bisa mengirimkan mereka email yang sopan dan formal, atau menghubungi mereka melalui kontak yang sudah kamu dapatkan. Perkenalkan diri kamu dan berbagilah sedikit tentang apa yang kamu kagumi tentang orang tersebut, rincian tentang di mana kamu berada dalam karier, dan beberapa perspektif tentang mengapa orang ini akan menjadi pebimbing yang baik untukmu.

4.   Cobalah untuk menjalin hubungan dengan mereka dan kenali kepribadian mereka. Jika ternyata kamu tidak merasa nyaman atau cocok dengan mereka, coba mulai lagi dari tahap awal dan jangan menyerah.

Read More
tanda diterima kerja setelah interview

Hai ‘Job Seeker’, Simak 9 Tanda Kamu Sudah Pasti Diterima Kerja

Tanda Diterima Kerja – Kalau kamu sedang menjalani proses rekrutmen, pasti ada rasa cemas saat harus menunggu kabar dari perusahaan. Sebenarnya kamu bisa melihat tanda-tanda apakah perusahaan menyukaimu atau tidak.

Tanda-tanda tersebut biasanya sudah terlihat sejak sesi wawancara kerja. Penasaran? Berikut sembilan tanda kamu kemungkinan besar diterima di perusahaan tempatmu melamar.

Terlihat dari Durasi Interview

Tanda pertama diterima kerja oleh perusahaan adalah kamu melewati waktu wawancara yang lama. Kendati tak selalu begitu, tapi dilansir dari Indeed.com, umumnya setiap interview kerja sudah ditentukan durasinya masing-masing oleh perusahaan dan tercantum pada surel panggilan wawancara.

Nah, kalau wawancaramu kemarin durasinya lebih lama dibanding waktu yang ditentukan, maka kemungkinan besar tim rekrutmen atau user tertarik denganmu. Mereka antusias dan ingin mengobrol banyak dengan latar, pengalaman kerja, dan pribadimu.

Baca Juga: Dear ‘Fresh Graduate’, Siapkan Hal Ini untuk Masuk ke Dunia Kerja

Diinfokan Budaya Kerja Perusahaan

Apakah di tengah-tengah wawancara kamu mendapatkan bocoran mengenai sistem kerja di perusahaan tersebut? Bila iya, ini ini dapat menjadi salah satu tanda kalau interview-mu terbilang lancar.

Pengenalan ini sengaja perusahaan lakukan supaya kamu tidak kaget kalau nanti sudah menjadi karyawan di sana. Selain itu, umumnya mereka juga akan membahas mengenai kewajiban dan hak yang akan kamu dapat kalau berhasil lolos pada wawancara kerja ini.

Perusahaan Terlihat Antusias

Apakah kamu memerhatikan bagaimana nada tim rekrutmen waktu berbicara denganmu? Jika terdengar antusias dan berusaha menggali lebih jauh mengenai dirimu, hal itu menjadi sinyal baik.

Baca Juga: Cara Menemukan Karier yang Tepat untuk Para Fresh Graduate

Pertama-tama interviewer akan menanyakan seputar pengalaman dan latar belakangmu. Bahkan ia akan menanyakan pencapaian kamu dan bagaimana kamu bisa meraihnya ketika interview.

Nah, kalau jawabanmu dirasa sesuai dengan yang mereka inginkan, bisa jadi obrolan akan lebih santai.

Bila tim rekrutmen berubah menjadi lebih santai, itu juga merupakan salah satu tanda kamu akan diterima kerja setelah sesi interview tersebut.

Tanda Diterima Kerja Terlihat dari Bahasa Tubuh yang Positif

Jika tim rekrutmen terlihat nyaman waktu denganmu, tersenyum, dan menganggukkan kepala, bisa jadi kamu lolos ke tahap selanjutnya.

Memang beberapa perekrut umumnya sudah terbiasa untuk mengendalikan ekspresi dan bahasa tubuh mereka, lalu mereka kelihatan ramah ke semua kandidat.

Namun, kamu dapat membedakan mana perekrut yang antusias dengan pengalaman yang kamu punya.

Jangan sampai terlewat, kamu juga harus memerhatikan gaya bicara dan bahasa tubuhmu sendiri waktu interview. Hal tersebut juga menentukan kesan pertama kamu di mata perekrut atau user.

Diinfokan Tahapan Rekrutmen dengan Detail

Setelah sesi interview sudah selesai, umumnya tim rekrutmen akan menginfokan tahapan seleksi berikutnya.

Nah, kalau ia menjabarkannya dengan detail, bahkan memberitahukan kalau kamu akan bertemu dengan siapa saja nanti, bisa jadi ini tanda yang bagus.

Baca Juga: 7 Tips Menjaga ‘Work-Life Balance’ Buat ‘Fresh Graduate’

Contohnya, perekrut menginfokan ia akan memberi kabar dalam waktu paling lama dua minggu ke depan. Bisa disimpulkan, peluang kamu lolos setelah interview bakal cukup besar.

Tanda Diterima Kerja, Kamu Dipuji Karena Pengalaman dan Pencapaianmu

Menurut Careersherpa.net, ciri lain kamu akan diterima setelah interview adalah pujian yang dilontarkan para perekrut waktu sesi wawancara.

Pujian tersebut dapat berarti pengalaman serta latar belakangmu dirasa cocok dengan posisi yang dilamar.

Umumnya, perekrut akan mengonfirmasi ulang beragam skill serta pengalaman kerja kamu sebelumnya waktu wawancara.

Nah, supaya terlihat lebih meyakinkan, jangan lupa untuk menyampaikan bagaimana pengalaman dan skill kamu bisa berkontribusi dalam mencapai target.

Tiba-Tiba Diajak Berkenalan dengan Staf Perusahaan, Kamu Harus Berbangga Hati

Tidak semua jobseeker yang menerima panggilan interview punya kesempatan untuk mengenal lebih dekat para pegawai di perusahaan tersebut. Kalau kamu mendapatkannya, ini merupakan privilese buatmu. Itu tandanya, perusahaan secara tidak langsung memberitahu karyawan lain kalau kamu merupakan orang yang akan bergabung ke dalam divisi mereka nantinya.

Bertanya Kapan Kamu Mulai Dapat Bergabung

Bila tim rekrutmen merasa kamu cocok untuk mengisi posisi yang dicari, mereka pastinya ingin kamu bisa dengan cepat bergabung dalam tim. Setelah selesai interview, kamu ditanya kapan dapat mulai kerja, hal tersebut bisa menjadi tanda kamu diterima.

Kamu jangan tergesa menjawab, cobalah berpikir dulu dengan matang. Bila perekrut memang sudah yakin denganmu, ia pasti sangat menghargai jawaban yang kamu berikan saat itu.

Tanda Diterima Kerja, Perekrut Menjelaskan Benefit Bekerja di Perusahaan

Saat interview, bila perekrut antusias menjelaskan seputar benefit dan beragam fasilitas yang akan kamu dapat nanti, ini bisa jadi ciri kamu diterima.

Baca Juga: Untuk Kamu Karyawan Baru, Simak 9 Jurus Tepat Beradaptasi

Waktu perekrut menyampaikan benefit, artinya mereka sedang “menjual” perusahaannya pada kamu.

Bila perekrut dari awal tidak tertarik denganmu, biasanya mereka tidak akan menonjolkan keunggulan perusahaannya di depanmu.

Jadi, ketika ada kesempatan ini, pastikan kamu memanfaatkannya dengan baik. Contohnya, kamu bisa bertanya dengan detail mengenai benefit tersebut.

Nah, itulah tanda-tanda wawancaramu berhasil dan kamu punya peluang besar diterima perusahaan.

Read More
kehilangan motivasi kerja

Gara-gara Stigma Janda Media, Ibu Tunggal Sulit Berkarier

Cap ‘perempuan tidak benar’ sampai disebut janda kesepian sebagai bahan olok-olok untuk diseksualisasi terus ditempelkan pada status ibu tunggal atau janda. Bagi ibu satu anak Sagita Ajeng Daniari, stigma negatif sudah jadi makanan sehari-harinya bersama kawan ibu tunggal di komunitas Single Moms Indonesia. Sebuah komunitas yang menjadi ruang nyaman serta aman ibu tunggal untuk bebas dari penghakiman masyarakat. 

Namun, kata Ajeng, beban ibu tunggal tidak berhenti di sana sebab ada polemik lain yang jarang disorot: Kesulitan mencari pekerjaan dan membagi waktu untuk bekerja. Ajeng sendiri bekerja sebagai media and public relations untuk sebuah studio animasi serta public relation and partnership untuk Single Moms Indonesia. Akan tetapi, kesulitan dalam karier yang dihadapi ibu tunggal itu menjadi cerita lazim di komunitasnya. Apalagi untuk ibu tunggal yang masih dalam proses healing, ujarnya. 

“Terutama di masa pandemi ini ada peningkatan angka perceraian atau pasangannya meninggal karena COVID-19. Lalu perempuan yang belasan tahun menjadi ibu rumah tangga apakah dia sudah siap untuk bekerja secara psikologis?” kata Ajeng dalam webinar “Work-life Balance: Creating Healthy and Equal Partnership at Home” oleh Yayasan Pulih,  (17/3). 

Jika merujuk pada peningkatan perceraian, mengutip Databoks Katadata, Badan Pusat Statistik (BPS) menemukan terdapat 447.743 kasus perceraian selama 2021. Angka tersebut meroket drastis dibandingkan 2020 dengan 291.677 kasus perceraian. Sebagian besar penggugat cerai merupakan istri dengan alasan situasi ekonomi, kekerasan dalam rumah tangga, hingga poligami. 

Selain itu, lanjut Ajeng, saat ibu tunggal sampai pada tahap wawancara untuk sebuah pekerjaan, pertanyaan jamak semacam, “Kamu janda, jadi bagaimana cara mengatur waktu? Keganggu enggak?” 

“Itu bukan suatu hal yang wajar dilontarkan. Ada masa probation tiga bulan dan kalau di CV dan portofolio dia qualified bisa dikasih kesempatan. Jika tidak, maka jangan,” imbuh Ajeng. 

Terkait pengasuhan anak saat ibu tunggal sedang bekerja, pengeluaran tambahan untuk menitipkan anak ke tetangga, kerabat, atau penyedia layanan seperti daycare menjad satu hal yang sulit dihindari. 

“Mau tidak mau itu menjadi salah satu solusi. Atau ada yang akhirnya memilih untuk tidak bekerja dan membuka usaha sendiri. Kalau anggota kami, beberapa mengambil kerja freelance dan menjaga anak di rumah,” jelasnya. 

Baca juga: Pedihnya Nasib Ibu Tunggal Lawan Stigma di Kantor

Media Massa Ikut Langgengkan Stigma

Ajeng mengatakan, walaupun sekarang sudah banyak ibu tunggal mendobrak narasi negatif yang menghambat karier ibu tunggal dengan ungkapan ibu single fighter yang berdaya, stigma tersebut sulit menghilang sebab menjadi warisan turun-temurun di masyarakat.

“Saya belajar dari diri sendiri dan sahabat di komunitas, kami ingin punya kesempatan yang sama seperti perempuan lain dari hal pekerjaan dan sosial di masyarakat. Namun, tidak bisa dimungkiri masih ada yang bilang, ‘janda sih, makanya nikah lagi’,” kata Ajeng. 

Menurut Pemimpin Redaksi dan Co-Founder Magdalene, Devi Asmarani, langgengnya stigma kepada janda itu dipengaruhi media yang kerap melakukan seksualisasi terhadap ibu tunggal. Dalam pembingkaian berita status janda kerap diikuti embel-embel seksi, cantik, dan gatal. Alasan media terus membuat pemberitaan mengobjektifikasi perempuan sebab menjadi strategi operasional dan bisnis untuk menggaet khalayak dengan judul berita clickbait

“Ini praktik kotor at the expense of women dengan headline yang clickbait, mengobjektifikasi perempuan, dan menggunakan lensa moralitas ketika merepresentasikan kelompok tertentu, terutama marginal,” kata Devi dalam webinar yang sama. 

Dia melanjutkan, pemberitaan yang tidak sensitif gender berpengaruh pada persepsi publik terhadap dunia, ide, dan aspirasi. Selain itu, ikut berdampak pada pandangan terkait peran gender yang rigid dan tradisional. Pemberitaan tentang perempuan CEO, misalnya, selain diobjektifikasi akan muncul pemberitaan yang mempertanyakan pilihan suaminya menjadi bapak rumah tangga, alih-alih menunjukkannya sebagai dobrakan. 

Baca juga: Tidak Bekerja sampai Bukan Pemimpin, 4 Miskonsepsi Kodrat Perempuan

Garis besarnya, praktik media yang maskulin dan misoginis tersebut tidak mempertimbangkan sudut pandang perempuan untuk konsultasi isu keberagaman, ujarnya. 

“Kalau mau melihat yang terjadi saat ini masih sangat kurang (perempuan pengambil keputusan di media maupun narasumber). Perempuan (narasumber) di media berita, misalnya, secara global hanya sekitar 24 persen diwawancara koran, TV, dan internet,” kata Devi.

Di Indonesia sendiri, pada 2018 Tempo Institute serta Pusat Data dan Analisis Tempo (PDAT) menemukan dari 22.900 narasumber yang dikutip media hanya 2.525 perempuan atau hanya 11 persen dari jumlah itu. Media cenderung memilih narasumber laki-laki untuk isu politik, IT, dan ekonomi, walaupun tidak memiliki keahlian dalam bidang tersebut, sebab menilai perempuan sulit diakses untuk diminta pendapatnya. 

“Melihat dampak yang dimiliki media dalam membentuk persepsi dan peran gender, disayangkan media mengekalkan ketidaksetaraan gender lewat representasi yang minim dan buruk,” tandasnya. 

Sementara itu, Nurasiah Jamil, Operational Manager dari Yayasan Rumah KitaB menyatakan, akses dengan media dan tokoh agama juga mempengaruhi tingkat moderat pemahaman agama seseorang. Semakin moderat seseorang, maka semakin menerima perempuan bekerja. Selain itu, jika mengonsumsi konten media yang menghambat perempuan berperan di ruang publik, maka akan mengkonfirmasi peran gender yang kaku itu. 

“Pandangan agama mendorong kembali ke rumah ada beberapa poin, seperti kalau tidak dapat izin suami tidak bisa bekerja, perempuan tidak pantas menjadi pencari nafkah utama, mengalami beban ganda dan menghalangi keterlibatan sampai kepemimpinan di ruang publik,” ujarnya. 

Baca juga: Dari Budaya sampai Agama, Ini 4 Hal yang Hambat Perempuan Berkarier

“Support System” Ibu Tunggal

Menurut data BPS, pada 2020 ada sekitar 50,70 juta perempuan pekerja di atas usia 15 tahun. Jumlah tersebut mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yang mencapai 49,40 juta orang. Untuk semakin mendorong partisipasi perempuan di ruang kerja, Nurasiah mengatakan perlu didorong advokasi oleh tokoh kunci, seperti pengusaha, media, figur keagamaan, dan orang-orang yang berpengaruh dalam pembentukan kebijakan. 

“Untuk menciptakan masyarakat perempuan bekerja perlu memberikan akses terbuka terhadap pandangan agama yang mendukung perempuan bekerja. Karenanya, kampanye bersama sangat diperlukan. Pengakuan sosial dan politik bahwa perempuan mengalami beban rangkap, dan kebijakan agar laki-laki dan perempuan melakukan pengasuhan,” tambahnya. 

Sementara Devi berpendapat, di media sendiri perlu lebih banyak representasi perempuan di posisi pengambil keputusan agar berdampak pada konten di media. Akan tetapi, perlu digarisbawahi, meski ada perempuan di jajaran eksekutif tidak serta-merta menjamin media itu akan sensitif gender. Pasalnya, tidak semua memiliki pemahaman itu dan paham kesetaraan gender. 

“Kita harus memperkuat perspektif gender ini sebab di ruang redaksi juga terbentur dengan editor yang belum sensitif gender. Selain itu, tugas kita sebagai konsumen untuk berhenti membaca dan membeli. Kekuatan konsumen ini yang luput disorot dan bisa mengajak masyarakat untuk memperkuat hal ini,” kata Devi. 

Untuk ibu tunggal, Ajeng mengatakan, dukungan dari support system, seperti teman, tetangga, dan keluarga menjadi sangat penting agar ibu tunggal dapat terus berkiprah di ruang profesional. Pasalnya, kadang ibu tunggal tidak hanya mencari pekerjaan untuk anaknya, tetapi anggota keluarganya yang lain, seperti orang tua maupun saudara. 

“Yang paling penting dari rumahnya sendiri, punya support system dan menjaga di rumah. Misalnya, oke ibunya bekerja, anaknya (dijaga) sama tante atau kakek dan neneknya,” ujarnya. 

Ilustrasi oleh Karina Tungari

Read More