Tersandera ‘Glass Cliff’, Perempuan Pekerja Sulit Berkembang

Sampai saat ini bias gender relatif masih menyandera pekerja perempuan, khususnya di perusahaan yang didominasi laki-laki. Buntut bias ini membuat kemampuan mereka dipandang sebelah mata.

Bahkan jika ingin meniti karier lebih jauh, kebanyakan perempuan terjebak dalam keadaan stagnan. Penyebabnya, masyarakat mengondisikan mereka untuk tidak berkembang dalam karier, dan perusahaan turut berperan dalam hal ini.

Saat menghadiri Pesta Perempuan yang digelar Magdalene pada (26/3), Executive Director Indonesia Business Coalition for Women (IBCWE) Maya Juwita menceritakan, salah satu perusahaan di bawah koalisi itu sempat enggan mempromosikan perempuan.

“Akhirnya mereka mempromosikan dua perempuan dari bagian sales, ke suatu daerah yang sales-nya nggak pernah nutup” ujarnya. “Setelah enam bulan, ternyata sales di sana menutup dari targetnya. Mereka menempati posisi ketiga dan keempat top sales di perusahaan.”

Peristiwa seperti yang dijelaskan Maya, merupakan contoh glass cliff. Itu merupakan kondisi ketika perusahaan mempromosikan perempuan untuk jabatan lebih tinggi, saat mengalami krisis atau sewaktu resesi, ketika kegagalan lebih mungkin terjadi.

Baca Juga: Bias Gender yang Harus Dialami Perempuan STEM

Kondisi tersebut umumnya diberikan kepada perempuan, karena perannya lebih mudah digantikan dan dikambing hitamkan. Pun jika kesuksesan diraih perempuan, akan membawa keberhasilan bagi perusahaan. Sedangkan jika gagal dan situasi di perusahaan memburuk, perempuan justru disalahkan dan laki-laki kembali ditunjuk mengambil alih peran tersebut.

Dalam Think crisis—think female: The glass cliff and contextual variation in the think manager—think male stereotype (2011) oleh profesor psikologi di University of Queensland, Australia S. Alexander Haslam, dkk., disebutkan, pada dasarnya perempuan tidak selalu diharapkan memperbaiki situasi. Acapkali, mereka diposisikan sebagai sosok yang dapat disalahkan atas kegagalan.

Pasalnya, perusahaan tidak ingin mengorbankan pekerjanya yang lebih potensial dan bernilai—dalam hal ini laki-laki. Namun, perempuan kerap menerima promosi tersebut karena tidak memiliki akses informasi terkait posisinya. Dalam hal ini, tawaran itu dianggap satu-satunya kesempatan mengembangkan karier, padahal mereka dianggap tidak berharga.

Maka itu, pekerja yang menerima promosi jabatan perlu menerima dukungan yang membantunya mengembangkan perusahaan. Karena apabila gagal membawa perusahaannya ke arah lebih baik, kemungkinannya perempuan akan meninggalkan perusahaan. Ini juga yang memperkuat stereotip tentang mereka yang kurang ahli dalam kepemimpinan, seperti disebutkan Investopedia.

Baca Juga: Kerap Dinomorduakan, Karier Perempuan Minim Harapan

Glass Cliff Merupakan Second-Generation Gender Bias

Glass cliff merupakan salah satu second-generation gender bias, yaitu bias yang tidak terlihat dan dilakukan secara tidak sadar, tetapi mendiskriminasi gender dan membentuk stereotip. Bias ini juga umumnya terjadi di perusahaan, misalnya ketika pemimpin perempuan diharapkan bersikap tegas, justru dipandang terlalu agresif dan dominan.

Sebenarnya bias ini mencerminkan nilai maskulinitas di dalam perusahaan, dan mengakar dalam kultur. Alhasil berdampak pada pengambilan keputusan proses rekrutmen, kesempatan promosi jabatan, dan penghasilan pekerja.

Pernyataan ini didukung oleh akademisi asal India, Vijay Grover, dalam Second generation gender bias: Invisible barriers holding women back in organizations (2015). Pada penelitian tersebut disebutkan, kesenjangan gaji merupakan fenomena yang terjadi di seluruh dunia, dan lebih tinggi di beberapa negara. Seperti Korea mencapai 37,5 persen, Rusia sejumlah 32,1 persen, adn Estonia sebesar 27,9 persen.

Menurut Grover, pay gap itu adalah strategi untuk memengaruhi perempuan, agar memegang jabatan tinggi di perusahaan.

Belum lagi, sebagian perusahaan cenderung lebih menyukai pekerja yang memprioritaskan pekerjaan, dibandingkan keluarga. Kondisi ini menjadi hambatan bagi perempuan yang memikul beban ganda, tepatnya mengurus anak dan rumah tangga. 

Karena itu, mereka tidak memiliki waktu kerja yang cukup fleksibel, dan pekerja laki-laki kembali berdiri di bawah spotlight. Dan perempuan cenderung menginternalisasi bias tersebut, sehingga menganggap dirinya tidak memiliki kapabilitas yang cukup untuk meraih suatu jabatan.

Namun, sebetulnya tidak menutup kemungkinan second-generation gender bias dilakukan perempuan. Maya mengungkapkan, tanpa disadari ia melakukannya beberapa waktu lalu.

“Kami harus pergi ke Manila di pertengahan Mei. Nah, dua hari sebelumnya ada seorang staf yang menikah. Saya langsung bilang supaya dia jangan pergi, kan baru menikah,” ceritanya.

Bias seperti yang dilakukan Maya adalah contoh yang dilakukan atas dasar empati. Hal ini juga berlaku dalam beberapa kasus lainnya, seperti perusahaan yang tidak mengizinkan pekerja perempuan pulang malam hari karena dianggap membahayakan keselamatan. Padahal laki-laki juga sama rentannya untuk menjadi korban kejahatan.

Karena itu Maya menggarisbawahi. Yang terpenting dalam menangani second-generation gender bias adalah, bersikap terbuka dalam memberikan kesempatan, tanpa melihat latar belakang maupun gender pekerja.

“Yang penting pekerjanya ditanya dulu, jangan langsung memutuskan sendiri,” tegasnya.

Baca Juga: Bias Finansial: Asal Suami Senang: Bias Aturan Perbankan dan Sulitnya Perempuan Punya Usaha

Investasi terhadap Pekerja Perempuan

Di sejumlah perusahaan dan divisi tertentu, mempekerjakan perempuan masih dianggap lebih mengeluarkan banyak biaya. Pasalnya, ada banyak kewajiban yang harus ditanggung, seperti cuti hamil, melahirkan, menstruasi, dan berbagai keperluan keluarga yang dilihat menghambat kinerja perusahaan.
Namun, Maya justru menilai sebaliknya. Menurutnya, ketika perusahaan mendukung karier perempuan secara maksimal, akan mendorong perempuan bersikap loyal dan memiliki kinerja tinggi. Ini bentuk investasi jangka panjang, yang akan memajukan perusahaan, baik dari segi sumber daya manusia dan keuntungan.

“Dia merasa dihargai karena perusahaan udah memperjuangkan banyak untuk dia,” ungkapnya. “Jadi dia akan stay sampe perusahaan enggak butuh lagi.”

Sayangnya, investasi ini kebanyakan masih dilakukan perusahaan global ataupun berafiliasi ke luar negeri, karena merupakan global movement. Salah satunya adalah The Body Shop, yang telah melakukannya selama 20 tahun. Kini perusahaan kosmetik asal Britania Raya itu telah menuai hasilnya, dengan fasilitas yang memudahkan perempuan, terlebih yang berperan sebagai ibu.

Sedangkan sejumlah perusahaan di Indonesia masih bersifat konvensional dan investasinya lebih mengarah pada infrastruktur.

“Kecuali ada business case yang menguntungkan,” kata Maya. Padahal, investasi pada sumber daya tidak dapat dihitung secara ekonomi.

Karenanya, diperlukan komitmen dan kebijakan secara struktural dari atas ke bawah, sehingga mindset mendobrak bias dapat dibentuk dan dilaksanakan. “Yang penting komitmen kuat, along the way bisa kok nemu caranya,” terang Maya.

Read More
Tips Jitu Supaya Tetap Semangat Bekerja Saat Puasa di Kantor

10 Jurus Anti-Lemas Saat Harus Puasa di Kantor

bekerja saat puasa – Apakah semangatmu sering terjun bebas ketika bekerja dalam kondisi puasa? Pun, apakah fokus dan produktivitas kerja juga terpengaruh oleh rasa lapar dan bosan? Kalau iya, kamu butuh tips agar tetap kuat puasa.

Sudah jamak kita ketahui, selama Ramadan, kebiasaan makan, tidur, dan ibadah mengalami perubahan yang cukup besar. Perubahan inilah yang akhirnya membuat energi dan kualitas kerjamu ikut terpengaruh.

Baca Juga: Afirmasi Positif dalam Pekerjaan dan Apa Pentingnya

Kendati demikian, kamu tidak perlu cemas. Berikut ini beberapa cara supaya kamu tetap semangat bekerja di bulan Ramadan. Yuk, simak penjelasan lengkapnya.

Bekerja Saat Puasa, Kamu Perlu Istirahat yang Cukup

Tips pertama supaya kamu tetap semangat adalah mempunyai jam tidur yang cukup. Mengatur pola tidur adalah tantangan yang relatif berat selama bulan ini. Karena itulah disarankan agar kamu segera tidur setelah rampung menjalankan ibadah di waktu malam.

Dikutip dari Gulfnews.com, kamu justru harus menghindari lembur saat puasa, karena bisa membuat jam tidur terganggu.

Jangan Mengonsumsi Kafein

Tips selanjutnya agar kamu tetap semangat bekerja saat puasa adalah dengan jangan mengonsumsi kafein.

Kafein pada dasarnya dikonsumsi untuk menghilangkan rasa kantuk. Namun, kamu tetap dianjurkan menghindari kafein selama sahur atau berbuka karena rentan mengalami dehidrasi hingga masalah lambung.

Baca Juga: 5 Tips Sulap Cemas Jadi Produktif di Tempat Kerja

Manfaatkan Waktu Istirahat

Memanfaatkan waktu istirahat juga dapat menjadi cara menjaga semangat kala bekerja saat puasa.

Meskipun waktu istirahat di bulan puasa terasa lebih sebentar, sebaiknya kamu tetap memanfaatkan waktu luang tersebut.

Misalnya, setelah selesai beribadah, kamu dapat menggunakan waktu rehat di siang hari untuk tidur sejenak guna mengembalikan energi.

Dengan begitu, kamu bisa jadi lebih fokus dan semangat waktu bekerja nantinya.

Makan Tak Berlebihan Waktu Sahur dan Berbuka

Menurut Globalsadaqah.com, kamu perlu cukup nutrisi dengan asupan makanan yang sehat waktu berpuasa.

Saat berbuka, makanlah makanan dengan nutrisi seimbang yang mengandung karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral. Selain itu, kamu juga perlu asupan serat supaya kamu tetap sehat dan produktif.

Makanan waktu sahur juga harus kaya serat dan seimbang, sama seperti waktu berbuka. Jangan lupa untuk memerhatikan kebutuhan minum waktu puasa.

Selain langgam makanannya, kamu juga sangat disarankan untuk menjaga porsi makan yang secukupnya.

Mengapa demikian? Sebab, makan yang berlebihan akan mengakibatkan kamu jadi mengantuk dan kurang berenergi nantinya. Hindarilah hal ini supaya kamu tidak malas bekerja saat puasa.

Ubah Jam Kerja

Karena pola hidup yang berubah, coba untuk bekerja dengan jadwal yang berbeda dari biasanya. Tujuannya, yakni untuk mencegah timbulnya rasa malas bekerja saat puasa.

Dilansir dari Britishcouncilfoundation.id, kamu dapat mulai menyiapkan bekerja setelah makan sahur. Sebab, energi untuk bekerja sedang berada di puncak waktu sehabis makan.

Kebanyakan orang, setelah sahur dan salat Subuh, mereka lebih memilih untuk tidur kembali. Kamu perlu menghindari hal ini ya. Sebaliknya, kamu dapat memulai pekerjaan sedikit lebih awal dari hari biasanya, apa lagi jika kamu masih WFH.

Namun, sebaiknya, sebelum melakukan hal ini, kamu perlu berkonsultasi dengan atasan serta rekan kerja.

Baca Juga: Habis WFH Terbit ‘Workcation’, Ini Fakta-fakta yang Perlu Kamu Tahu

Secara khusus, beberapa perusahaan memang memberi kelonggaran untuk mengatur kerja sendiri di bulan puasa.

Bangun Lebih Awal

Tips lainnya agar kamu bisa tetap semangat bekerja saat puasa adalah dengan bangun lebih awal.

Kalau kamu sedang berpuasa dan besok harus bekerja, sebaiknya kamu bangun sahur lebih cepat dan makan makanan yang bernutrisi.

Selain itu, kamu dapat mengkonsumsi vitamin tambahan berupa suplemen supaya badan lebih bugar waktu berpuasa nantinya.

Buka Puasa Bersama

Buka bersama (bukber) dengan rekan kerja atau keluarga juga dapat membuatmu jadi lebih bersemangat ketika bekerja saat puasa.

Kamu bisa ikut menyiapkan takjil, makanan, serta konsep acara untuk menikmati buka puasa bersama teman kantor atau orang-orang terdekat.

Namun, jangan lupa untuk selesaikan pekerjaan sebelum memulai acara buka bersama ya.

Jaga Kehidupan Pribadi dan Kerja Tetap Seimbang

Meski kamu harus tetap fokus bekerja dan berpuasa, jangan sampai terlewat juga untuk memperhatikan kehidupan pribadimu.

Menurut Islamic-relief.org.uk, kamu tetap perlu melakukan hobi yang kamu suka, atau mengobrol dengan teman serta keluarga di waktu luangmu. Hal ini berguna supaya antara kehidupan kerja dan pribadi tetap seimbang (work life balance).

Baca juga: Apa itu ‘Life Skill’ dan Bagaimana Cara Mengembangkannya?

Keseimbangan kerja dan kehidupan pribadi akan menjaga kesehatan mental.

Mengatur Jadwal Waktu Bekerja Saat Puasa

Hal yang tidak kalah penting yang bisa kamu lakukan adalah mengatur jadwalmu.

Supaya dapat mencegah kamu jadi malas bekerja saat puasa, buat jadwal sepadat mungkin. Hal ini dapat mengalihkanmu dari rasa haus dan lapar, dan lebih berfokus untuk dapat menyelesaikan pekerjaan yang sudah kamu jadwalkan tersebut.

Agar Lancar Bekerja Saat Puasa, Kamu Perlu Meneguhkan Niat dan Tekad

Tips terakhir supaya kamu tetap semangat bekerja saat puasa adalah dengan meneguhkan niat dan tekad. Sejatinya, meneguhkan niat merupakan hal penting yang harus dilakukan sebelum berpuasa.

Pasalnya, ia akan membantumu supaya mampu hadapi semua tantangan waktu bekerja di bulan Ramadan.

Ia juga dapat menjadi langkah yang penting untuk kamu supaya tidak jadi malas bekerja saat berpuasa.

Maka dari itu, jangan lupa untuk masukan niat puasamu waktu beribadah. Dengan begitu, dijamin kamu akan selalu bersemangat biar pun harus pergi ke kantor di bulan puasa ini.

Nah, itu dia beberapa tips yang dapat kamu lakukan apabila ingin tetap semangat bekerja saat puasa.

Biar pun akan dihadapkan dengan berbagai tantangan, kamu tetap harus memaksimalkan kinerja saat berpuasa, ya!

Read More

Pentingnya Mentor dalam Mengembangkan Karier

Ada kecemasan yang tergambar jelas dari pesan Hanny di ponsel saya siang itu. Tanpa basa basi, saya menawarkan untuk meneleponnya setelah jam kerja usai.

“Kak, aku kehilangan mentorku, dia baru aja resign. Aku enggak tahu harus apa. Aku jadi kehilangan arah banget sekarang,” kata suara di ujung telepon.

Sebagai lulusan baru yang baru terjun di bidang pemasaran digital, apa yang Hanny rasakan terbilang valid. Belum lagi ia bekerja sebagai tim, sehingga segala keputusan yang ia ambil otomatis akan berpengaruh pada timnya sendiri.

“Ada mentor yang ngebuat aku lebih secure karena aku tahu bisa bertanya pada siapa, tapi sekarang aku jadi bingung sendiri,” curhatnya.

Hanny tidak sendiri. Shinta, 27, penerjemah dan telah berganti pekerjaan sebanyak tiga kali, menyadari bagaimana ketidakhadiran mentor sangat berpengaruh pada kinerjanya di kantor. Tidak jarang, ketidakhadiran mentor pun juga berpengaruh pada kepercayaan dirinya selama mengambil keputusan.

“Tiap masuk ke pekerjaan baru itu awal-awal pasti nge-blank banget. Makanya pas aku enggak ada mentor, aku merasakan banget lost sendirian. Enggak ada yang bisa ngasih aku feedback. Aku juga enggak tahu pekerjaanku sudah benar atau belum, hasilnya sudah maksimal atau belum.”

Baca Juga: ‘Servant Leadership’ dan Pentingnya Jadi Bos yang Membumi

Pentingnya Mentor di Dunia Kerja

Courtney Templin, Presiden JB Training Solutions dalam wawancaranya di SHRM mengungkapkan, setiap orang yang memulai karier mereka biasanya masih belum memiliki arah dan tujuan yang jelas. Ada banyak sekali pertanyaan yang ingin mereka tanyakan tanpa tahu siapa yang bisa menjawabnya dengan baik.

“Hal inilah yang sering kali membuat individu terjebak dalam keadaan yang menghambatnya meraih kesuksesan. Karenanya, kehadiran seorang mentor benar-benar tak ternilai harganya,” ungkap dia.

Mentor dalam hal ini pun tidak selalu seorang supervisor kita. Mereka bisa jadi kolega satu tim, senior, atau bahkan seorang yang sebelumnya hanya kita kenal lewat relasi profesional saja. Oleh karena itu, jelas sekali ada perbedaan antara pemahaman kita mengenai mentor secara umum dan mentor karier.

Dilansir dari Indeed, mentor pada umumnya adalah seseorang yang memberikan bimbingan kepada orang lain melalui pengalaman dengan cara menawarkan nasihat, membangun kepercayaan diri, dan mendengarkan serta menanggapi pertanyaan dan kekhawatiran.

Dalam arti profesional, mentor juga harus menunjukkan atribut yang diperlukan untuk berhasil dalam industri atau bidang tertentu. Mereka ada untuk memberikan bimbingan kepada seseorang yang baru memulai bidang baru, menjelajahi jalur karier berbeda, atau hanya ingin sukses di posisi mereka saat ini.

Mereka pula yang dapat memberikan wawasan tentang situasi profesional tertentu, taktik negosiasi, peluang, dan tujuan jalur karier. Tidak sedikit pula, mentor juga dapat menjadi support system yang mampu memberikan dukungan secara emosional. Karenanya, mereka haruslah punya kapabilitas untuk menyadari kebutuhan orang yang mereka bimbing, otentik, dan dapat diandalkan.

Hal inilah yang dialami Iwip, 27, software engineer yang diwawancara Magdalene. Sebagai lulusan Sastra Jepang yang tidak memiliki basis keterampilan sains dan teknologi, utamanya coding, punya mentor sangat membantunya.

“Mereka yang pertama kali mengajarkan aku (keterampilan kerja) dari 0. Bahkan setelah lima tahun bekerja di bidang ini, aku masih membutuhkan mentor. Mereka tidak hanya memberikan ilmu-ilmu penting tapi juga nasihat, feedback, dan berbagi pengalaman selama bekerja. Ini secara enggak langsung membentuk keterampilan dan menentukan arah kita bekerja,” ujarnya.

Senada dengan Iwip, “Renata”, jurnalis berusia 21 tahun juga mengungkapkan bagaimana sosok mentor sangat berpengaruh dalam kariernya. Tak hanya mampu membimbingnya dalam penulisan artikel sehari-hari, mentor juga berpengaruh dalam mengembangkan keterampilan menulis dan membangun sudut pandang. Ia kini bahkan telah mantap menetapkan arah kariernya berkat sang mentor.

“Mentor ngebantu aku banget dalam perkembangan skill dan karier aku, karena dia provide apa yang kita butuhkan, dan terbuka ngasih feedback. Bahkan ketika belum genap satu tahun bekerja, kehadiran mentor jelas membuat aku tumbuh. I’ve grown a lot, dari segi skill misalnya aku jadi tau ke depannya gimana. Seandainya aku mau stay di media, aku mau stay di media kaya apa. Jadi terbentuk gitu tujuanku,” ungkapnya.

Baca Juga: ‘Love-Hate Relationship’ dengan Pekerjaan, Haruskah Karyawan Bertahan?

Tips Cara Mencari Mentor

Lulusan baru atau tidak, mentor nyatanya sangat dibutuhkan di dunia kerja dan memberikan efek positif dalam karier. Dilansir dari Harvard Business Review, program pendampingan formal untuk CEO pada 2015, sebanyak 84 persen mengatakan mentor telah membantu mereka lebih cepat menguasai keterampilan dan 69 persen bilang, mentor membantu mereka membuat keputusan yang lebih baik dalam pekerjaan.

Sayangnya tidak semua orang memiliki pebimbing selama karier mereka. Hal ini misalnya bisa dilihat dari survei yang dilakukan Olivet Nazarene University pada 2019 yang menyatakan, lebih dari 4 dari 10 pekerja AS (44 persen) melaporkan, mereka tidak pernah memiliki mentor yang secara signifikan memengaruhi karier mereka. Oleh karena itu, penting untuk kita membangun strategi karier dengan mencari mentor jika memang sampai detik ini kita belum memilikinya.

Hal pertama yang harus kamu lakukan adalah mengidentifikasi beberapa kualitas mentor. Dilansir dari The Balance Careers, setidaknya ada tiga kualitas yang harus dimiliki mentor.

Baca Juga:Mengejar Karier: Antara Passion dan Realitas

Pertama, pengalaman. Carilah mentor yang telah berkembang dalam bidang karier mereka sendiri. Mereka ini nantinya yang akan membantumu memberikan wawasan tentang situasi profesional tertentu, taktik negosiasi, serta peluang karier.

Kedua, kompatibilitas. Carilah pebimbing yang memiliki visi dan nilai yang sama denganmu. Dengan begitu, kamu bisa lebih nyaman bertukar pikiran dan bertanya tanpa merasa tertekan atau terbebani.

Ketiga, kepedulian. Meskipun hubungan mentor dan mentee adalah hubungan dua arah. Sebagai mentee, kamu akan mendapatkan banyak nilai darinya. Pastikan untuk mencari orang yang bersedia meluangkan waktu dan tenaga.

Hal selanjutnya yang harus kita lakukan adalah mengikuti beberapa tips, seperti dibagikan Indeed berikut:

1.   Jika kamu baru atau sedang berganti karier, cobalah meneliti bidang pekerjaanmu terlebih dahulu dan cari tahu tentang orang-orang top yang sudah berpengalaman di dalamnya. Pelajari apa yang kamu bisa ketahui tentang latar belakang, pendidikan, dan minat mereka.

2.   Buatlah daftar orang-orang yang tampaknya cocok dengan kita dan tujuan kariermu berdasarkan tiga kualitas di atas. Ingatlah untuk mencari mentor dari manapun yang kamu bisa. Gunakan koneksi semaksimal mungkin.

3.   Mulailah menghubungi orang-orang di daftarmu. Kamu bisa mengirimkan mereka email yang sopan dan formal, atau menghubungi mereka melalui kontak yang sudah kamu dapatkan. Perkenalkan diri kamu dan berbagilah sedikit tentang apa yang kamu kagumi tentang orang tersebut, rincian tentang di mana kamu berada dalam karier, dan beberapa perspektif tentang mengapa orang ini akan menjadi pebimbing yang baik untukmu.

4.   Cobalah untuk menjalin hubungan dengan mereka dan kenali kepribadian mereka. Jika ternyata kamu tidak merasa nyaman atau cocok dengan mereka, coba mulai lagi dari tahap awal dan jangan menyerah.

Read More
tanda diterima kerja setelah interview

Hai ‘Job Seeker’, Simak 9 Tanda Kamu Sudah Pasti Diterima Kerja

Tanda Diterima Kerja – Kalau kamu sedang menjalani proses rekrutmen, pasti ada rasa cemas saat harus menunggu kabar dari perusahaan. Sebenarnya kamu bisa melihat tanda-tanda apakah perusahaan menyukaimu atau tidak.

Tanda-tanda tersebut biasanya sudah terlihat sejak sesi wawancara kerja. Penasaran? Berikut sembilan tanda kamu kemungkinan besar diterima di perusahaan tempatmu melamar.

Terlihat dari Durasi Interview

Tanda pertama diterima kerja oleh perusahaan adalah kamu melewati waktu wawancara yang lama. Kendati tak selalu begitu, tapi dilansir dari Indeed.com, umumnya setiap interview kerja sudah ditentukan durasinya masing-masing oleh perusahaan dan tercantum pada surel panggilan wawancara.

Nah, kalau wawancaramu kemarin durasinya lebih lama dibanding waktu yang ditentukan, maka kemungkinan besar tim rekrutmen atau user tertarik denganmu. Mereka antusias dan ingin mengobrol banyak dengan latar, pengalaman kerja, dan pribadimu.

Baca Juga: Dear ‘Fresh Graduate’, Siapkan Hal Ini untuk Masuk ke Dunia Kerja

Diinfokan Budaya Kerja Perusahaan

Apakah di tengah-tengah wawancara kamu mendapatkan bocoran mengenai sistem kerja di perusahaan tersebut? Bila iya, ini ini dapat menjadi salah satu tanda kalau interview-mu terbilang lancar.

Pengenalan ini sengaja perusahaan lakukan supaya kamu tidak kaget kalau nanti sudah menjadi karyawan di sana. Selain itu, umumnya mereka juga akan membahas mengenai kewajiban dan hak yang akan kamu dapat kalau berhasil lolos pada wawancara kerja ini.

Perusahaan Terlihat Antusias

Apakah kamu memerhatikan bagaimana nada tim rekrutmen waktu berbicara denganmu? Jika terdengar antusias dan berusaha menggali lebih jauh mengenai dirimu, hal itu menjadi sinyal baik.

Baca Juga: Cara Menemukan Karier yang Tepat untuk Para Fresh Graduate

Pertama-tama interviewer akan menanyakan seputar pengalaman dan latar belakangmu. Bahkan ia akan menanyakan pencapaian kamu dan bagaimana kamu bisa meraihnya ketika interview.

Nah, kalau jawabanmu dirasa sesuai dengan yang mereka inginkan, bisa jadi obrolan akan lebih santai.

Bila tim rekrutmen berubah menjadi lebih santai, itu juga merupakan salah satu tanda kamu akan diterima kerja setelah sesi interview tersebut.

Tanda Diterima Kerja Terlihat dari Bahasa Tubuh yang Positif

Jika tim rekrutmen terlihat nyaman waktu denganmu, tersenyum, dan menganggukkan kepala, bisa jadi kamu lolos ke tahap selanjutnya.

Memang beberapa perekrut umumnya sudah terbiasa untuk mengendalikan ekspresi dan bahasa tubuh mereka, lalu mereka kelihatan ramah ke semua kandidat.

Namun, kamu dapat membedakan mana perekrut yang antusias dengan pengalaman yang kamu punya.

Jangan sampai terlewat, kamu juga harus memerhatikan gaya bicara dan bahasa tubuhmu sendiri waktu interview. Hal tersebut juga menentukan kesan pertama kamu di mata perekrut atau user.

Diinfokan Tahapan Rekrutmen dengan Detail

Setelah sesi interview sudah selesai, umumnya tim rekrutmen akan menginfokan tahapan seleksi berikutnya.

Nah, kalau ia menjabarkannya dengan detail, bahkan memberitahukan kalau kamu akan bertemu dengan siapa saja nanti, bisa jadi ini tanda yang bagus.

Baca Juga: 7 Tips Menjaga ‘Work-Life Balance’ Buat ‘Fresh Graduate’

Contohnya, perekrut menginfokan ia akan memberi kabar dalam waktu paling lama dua minggu ke depan. Bisa disimpulkan, peluang kamu lolos setelah interview bakal cukup besar.

Tanda Diterima Kerja, Kamu Dipuji Karena Pengalaman dan Pencapaianmu

Menurut Careersherpa.net, ciri lain kamu akan diterima setelah interview adalah pujian yang dilontarkan para perekrut waktu sesi wawancara.

Pujian tersebut dapat berarti pengalaman serta latar belakangmu dirasa cocok dengan posisi yang dilamar.

Umumnya, perekrut akan mengonfirmasi ulang beragam skill serta pengalaman kerja kamu sebelumnya waktu wawancara.

Nah, supaya terlihat lebih meyakinkan, jangan lupa untuk menyampaikan bagaimana pengalaman dan skill kamu bisa berkontribusi dalam mencapai target.

Tiba-Tiba Diajak Berkenalan dengan Staf Perusahaan, Kamu Harus Berbangga Hati

Tidak semua jobseeker yang menerima panggilan interview punya kesempatan untuk mengenal lebih dekat para pegawai di perusahaan tersebut. Kalau kamu mendapatkannya, ini merupakan privilese buatmu. Itu tandanya, perusahaan secara tidak langsung memberitahu karyawan lain kalau kamu merupakan orang yang akan bergabung ke dalam divisi mereka nantinya.

Bertanya Kapan Kamu Mulai Dapat Bergabung

Bila tim rekrutmen merasa kamu cocok untuk mengisi posisi yang dicari, mereka pastinya ingin kamu bisa dengan cepat bergabung dalam tim. Setelah selesai interview, kamu ditanya kapan dapat mulai kerja, hal tersebut bisa menjadi tanda kamu diterima.

Kamu jangan tergesa menjawab, cobalah berpikir dulu dengan matang. Bila perekrut memang sudah yakin denganmu, ia pasti sangat menghargai jawaban yang kamu berikan saat itu.

Tanda Diterima Kerja, Perekrut Menjelaskan Benefit Bekerja di Perusahaan

Saat interview, bila perekrut antusias menjelaskan seputar benefit dan beragam fasilitas yang akan kamu dapat nanti, ini bisa jadi ciri kamu diterima.

Baca Juga: Untuk Kamu Karyawan Baru, Simak 9 Jurus Tepat Beradaptasi

Waktu perekrut menyampaikan benefit, artinya mereka sedang “menjual” perusahaannya pada kamu.

Bila perekrut dari awal tidak tertarik denganmu, biasanya mereka tidak akan menonjolkan keunggulan perusahaannya di depanmu.

Jadi, ketika ada kesempatan ini, pastikan kamu memanfaatkannya dengan baik. Contohnya, kamu bisa bertanya dengan detail mengenai benefit tersebut.

Nah, itulah tanda-tanda wawancaramu berhasil dan kamu punya peluang besar diterima perusahaan.

Read More
kehilangan motivasi kerja

Gara-gara Stigma Janda Media, Ibu Tunggal Sulit Berkarier

Cap ‘perempuan tidak benar’ sampai disebut janda kesepian sebagai bahan olok-olok untuk diseksualisasi terus ditempelkan pada status ibu tunggal atau janda. Bagi ibu satu anak Sagita Ajeng Daniari, stigma negatif sudah jadi makanan sehari-harinya bersama kawan ibu tunggal di komunitas Single Moms Indonesia. Sebuah komunitas yang menjadi ruang nyaman serta aman ibu tunggal untuk bebas dari penghakiman masyarakat. 

Namun, kata Ajeng, beban ibu tunggal tidak berhenti di sana sebab ada polemik lain yang jarang disorot: Kesulitan mencari pekerjaan dan membagi waktu untuk bekerja. Ajeng sendiri bekerja sebagai media and public relations untuk sebuah studio animasi serta public relation and partnership untuk Single Moms Indonesia. Akan tetapi, kesulitan dalam karier yang dihadapi ibu tunggal itu menjadi cerita lazim di komunitasnya. Apalagi untuk ibu tunggal yang masih dalam proses healing, ujarnya. 

“Terutama di masa pandemi ini ada peningkatan angka perceraian atau pasangannya meninggal karena COVID-19. Lalu perempuan yang belasan tahun menjadi ibu rumah tangga apakah dia sudah siap untuk bekerja secara psikologis?” kata Ajeng dalam webinar “Work-life Balance: Creating Healthy and Equal Partnership at Home” oleh Yayasan Pulih,  (17/3). 

Jika merujuk pada peningkatan perceraian, mengutip Databoks Katadata, Badan Pusat Statistik (BPS) menemukan terdapat 447.743 kasus perceraian selama 2021. Angka tersebut meroket drastis dibandingkan 2020 dengan 291.677 kasus perceraian. Sebagian besar penggugat cerai merupakan istri dengan alasan situasi ekonomi, kekerasan dalam rumah tangga, hingga poligami. 

Selain itu, lanjut Ajeng, saat ibu tunggal sampai pada tahap wawancara untuk sebuah pekerjaan, pertanyaan jamak semacam, “Kamu janda, jadi bagaimana cara mengatur waktu? Keganggu enggak?” 

“Itu bukan suatu hal yang wajar dilontarkan. Ada masa probation tiga bulan dan kalau di CV dan portofolio dia qualified bisa dikasih kesempatan. Jika tidak, maka jangan,” imbuh Ajeng. 

Terkait pengasuhan anak saat ibu tunggal sedang bekerja, pengeluaran tambahan untuk menitipkan anak ke tetangga, kerabat, atau penyedia layanan seperti daycare menjad satu hal yang sulit dihindari. 

“Mau tidak mau itu menjadi salah satu solusi. Atau ada yang akhirnya memilih untuk tidak bekerja dan membuka usaha sendiri. Kalau anggota kami, beberapa mengambil kerja freelance dan menjaga anak di rumah,” jelasnya. 

Baca juga: Pedihnya Nasib Ibu Tunggal Lawan Stigma di Kantor

Media Massa Ikut Langgengkan Stigma

Ajeng mengatakan, walaupun sekarang sudah banyak ibu tunggal mendobrak narasi negatif yang menghambat karier ibu tunggal dengan ungkapan ibu single fighter yang berdaya, stigma tersebut sulit menghilang sebab menjadi warisan turun-temurun di masyarakat.

“Saya belajar dari diri sendiri dan sahabat di komunitas, kami ingin punya kesempatan yang sama seperti perempuan lain dari hal pekerjaan dan sosial di masyarakat. Namun, tidak bisa dimungkiri masih ada yang bilang, ‘janda sih, makanya nikah lagi’,” kata Ajeng. 

Menurut Pemimpin Redaksi dan Co-Founder Magdalene, Devi Asmarani, langgengnya stigma kepada janda itu dipengaruhi media yang kerap melakukan seksualisasi terhadap ibu tunggal. Dalam pembingkaian berita status janda kerap diikuti embel-embel seksi, cantik, dan gatal. Alasan media terus membuat pemberitaan mengobjektifikasi perempuan sebab menjadi strategi operasional dan bisnis untuk menggaet khalayak dengan judul berita clickbait

“Ini praktik kotor at the expense of women dengan headline yang clickbait, mengobjektifikasi perempuan, dan menggunakan lensa moralitas ketika merepresentasikan kelompok tertentu, terutama marginal,” kata Devi dalam webinar yang sama. 

Dia melanjutkan, pemberitaan yang tidak sensitif gender berpengaruh pada persepsi publik terhadap dunia, ide, dan aspirasi. Selain itu, ikut berdampak pada pandangan terkait peran gender yang rigid dan tradisional. Pemberitaan tentang perempuan CEO, misalnya, selain diobjektifikasi akan muncul pemberitaan yang mempertanyakan pilihan suaminya menjadi bapak rumah tangga, alih-alih menunjukkannya sebagai dobrakan. 

Baca juga: Tidak Bekerja sampai Bukan Pemimpin, 4 Miskonsepsi Kodrat Perempuan

Garis besarnya, praktik media yang maskulin dan misoginis tersebut tidak mempertimbangkan sudut pandang perempuan untuk konsultasi isu keberagaman, ujarnya. 

“Kalau mau melihat yang terjadi saat ini masih sangat kurang (perempuan pengambil keputusan di media maupun narasumber). Perempuan (narasumber) di media berita, misalnya, secara global hanya sekitar 24 persen diwawancara koran, TV, dan internet,” kata Devi.

Di Indonesia sendiri, pada 2018 Tempo Institute serta Pusat Data dan Analisis Tempo (PDAT) menemukan dari 22.900 narasumber yang dikutip media hanya 2.525 perempuan atau hanya 11 persen dari jumlah itu. Media cenderung memilih narasumber laki-laki untuk isu politik, IT, dan ekonomi, walaupun tidak memiliki keahlian dalam bidang tersebut, sebab menilai perempuan sulit diakses untuk diminta pendapatnya. 

“Melihat dampak yang dimiliki media dalam membentuk persepsi dan peran gender, disayangkan media mengekalkan ketidaksetaraan gender lewat representasi yang minim dan buruk,” tandasnya. 

Sementara itu, Nurasiah Jamil, Operational Manager dari Yayasan Rumah KitaB menyatakan, akses dengan media dan tokoh agama juga mempengaruhi tingkat moderat pemahaman agama seseorang. Semakin moderat seseorang, maka semakin menerima perempuan bekerja. Selain itu, jika mengonsumsi konten media yang menghambat perempuan berperan di ruang publik, maka akan mengkonfirmasi peran gender yang kaku itu. 

“Pandangan agama mendorong kembali ke rumah ada beberapa poin, seperti kalau tidak dapat izin suami tidak bisa bekerja, perempuan tidak pantas menjadi pencari nafkah utama, mengalami beban ganda dan menghalangi keterlibatan sampai kepemimpinan di ruang publik,” ujarnya. 

Baca juga: Dari Budaya sampai Agama, Ini 4 Hal yang Hambat Perempuan Berkarier

“Support System” Ibu Tunggal

Menurut data BPS, pada 2020 ada sekitar 50,70 juta perempuan pekerja di atas usia 15 tahun. Jumlah tersebut mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yang mencapai 49,40 juta orang. Untuk semakin mendorong partisipasi perempuan di ruang kerja, Nurasiah mengatakan perlu didorong advokasi oleh tokoh kunci, seperti pengusaha, media, figur keagamaan, dan orang-orang yang berpengaruh dalam pembentukan kebijakan. 

“Untuk menciptakan masyarakat perempuan bekerja perlu memberikan akses terbuka terhadap pandangan agama yang mendukung perempuan bekerja. Karenanya, kampanye bersama sangat diperlukan. Pengakuan sosial dan politik bahwa perempuan mengalami beban rangkap, dan kebijakan agar laki-laki dan perempuan melakukan pengasuhan,” tambahnya. 

Sementara Devi berpendapat, di media sendiri perlu lebih banyak representasi perempuan di posisi pengambil keputusan agar berdampak pada konten di media. Akan tetapi, perlu digarisbawahi, meski ada perempuan di jajaran eksekutif tidak serta-merta menjamin media itu akan sensitif gender. Pasalnya, tidak semua memiliki pemahaman itu dan paham kesetaraan gender. 

“Kita harus memperkuat perspektif gender ini sebab di ruang redaksi juga terbentur dengan editor yang belum sensitif gender. Selain itu, tugas kita sebagai konsumen untuk berhenti membaca dan membeli. Kekuatan konsumen ini yang luput disorot dan bisa mengajak masyarakat untuk memperkuat hal ini,” kata Devi. 

Untuk ibu tunggal, Ajeng mengatakan, dukungan dari support system, seperti teman, tetangga, dan keluarga menjadi sangat penting agar ibu tunggal dapat terus berkiprah di ruang profesional. Pasalnya, kadang ibu tunggal tidak hanya mencari pekerjaan untuk anaknya, tetapi anggota keluarganya yang lain, seperti orang tua maupun saudara. 

“Yang paling penting dari rumahnya sendiri, punya support system dan menjaga di rumah. Misalnya, oke ibunya bekerja, anaknya (dijaga) sama tante atau kakek dan neneknya,” ujarnya. 

Ilustrasi oleh Karina Tungari

Read More
cara adaptasi di lingkungan kerja baru

Untuk Kamu Karyawan Baru, Simak 9 Jurus Tepat Beradaptasi

adaptasi di lingkungan kerja – Saat kamu akhirnya diterima di perusahaan, sangat wajar kamu merasa gugup. Atasan dalam hal ini biasanya akan langsung memberikan rincian tugas, dan kamu dituntut cepat bekerja sama dengan rekan kerja baru. Bisa jadi sudut pandang dan gaya kerja mereka berbeda dibandingkan dengan tempat kerjamu sebelumnya.

Berita buruknya, kamu tak punya waktu untuk mengeluhkan ini. Sebab, karyawan baru ditun tut untuk cepat beradaptasi. Adaptasi ini penting, karena tantangan baru akan bisa dengan cepat kamu selesaikan.

Nah, apakah kamu termasuk orang yang dapat dengan cepat beradaptasi? Tenang, berikut ini beberapa tips untuk meningkatkan kemampuan adaptasi, yang kami rangkum dari beberapa sumber.

1. Tips Pertama Adaptasi di Lingkungan Kerja Baru: Buang Pikiran Negatif

Untuk meningkatkan kemampuan adaptasi, kamu perlu tenang, dan buang pikiran negatif. Merasa malu atau canggung itu tidak apa-apa. Namun, jangan sampai kamu jadi tidak percaya diri.

Baca Juga: Ciri Rekan Kerja yang Baik, Apakah Kamu Salah Satunya?

Kamu harus selalu semangat dan berpikir positif. Sambut pencapaianmu dengan hati yang terbuka.

Biasakan diri dengan semua kesibukan di lingkungan baru kamu. Sangat wajar bila kamu merasa takut. Pastikan kamu tetap positif supaya cepat beradaptasi dan terbiasa dengan lingkungan kerja baru.

2. Cari Informasi Seputar Kantor Baru Kamu

Visi dan misi setiap perusahaan pastinya akan berbeda. Kamu perlu mencari tahu mengenai budaya serta tujuan perusahaan kamu sekarang ini.

Menurut Themuse.com, penting buat kamu cari tahu mengenai etos kerja serta budaya komunikasi di lingkungan kerja baru kamu.

Hal ini agar kamu dapat jadi lebih mudah berinteraksi dengan teman-teman di tempat kerja baru.

Ide-ide dan nilai yang terkandung pada perusahaan akan menjadi petunjuk buat kamu untuk menjalankan keseharian di kantor.

3. Fokus di Minggu Pertama Memudahkan Kamu Adaptasi di Lingkungan Kerja Baru

Minggu pertama bekerja di perusahaan yang baru, kamu tentu akan dikenalkan ke semua orang. Tidak cuma pada rekan kerja, namun juga perkenalan dengan pekerjaan yang bisa jadi sama sekali berbeda.

Baca Juga: Dear ‘Fresh Graduate’, Siapkan Hal Ini untuk Masuk ke Dunia Kerja

Pergunakan waktumu untuk mengenal lingkungan kerja dengan baik, termasuk untuk mengenal perusahaan tersebut dengan lebih mendalam. Siapkan juga dirimu untuk menjalani hari-hari pertama dengan konsentrasi dan kemampuan maksimal, sehingga kamu dapat fokus untuk menjalani masa perkenalan tersebut dengan sebaik mungkin.

4. Perlihatkan Kalau Kamu Sopan dan Ramah

Menyapa rekan kerja baru memang terlihat mudah. Namun, bila kamu terlihat sombong dan terkesan tidak ramah, orang-orang akan malas untuk bercakap denganmu.

Hilangkan rasa gengsi dan coba tersenyum. Sapa teman-teman kerjamu. Dengan itu kamu bisa dengan mudah untuk berbaur dengan mereka.

Jangan lupa, ada batasan tertentu saat masih baru saja berkenalan. Jangan sampai orang-orang merasa kalau kamu SKSD atau sok kenal sok dekat.

Pastikan kamu memperlihatkan impresi pertama yang tidak akan mereka lupakan, ya.

5. Buat Meja Kerja Kamu Menjadi Bersih dan Nyaman juga Merupakan Cara Adaptasi di Lingkungan Kerja Baru

Jangan membiarkan meja kerja kamu terlihat berantakan dan kotor, sebab ini akan membuat kamu jadi kurang nyaman saat bekerja.

Hal ini sangat penting, apalagi kalau kamu berbagi meja dengan rekan kerja lainnya. Kamu dapat mencoba mengatur cara pembagian dan juga merapikannya dengan teman kamu tersebut dari awal.

6. Jangan Takut Membuat Kesalahan

Menurut Money.howstuffworks.com, meskipun kesalahan sering membuat kita menjadi berkecil hati, membuat kesalahan juga akan memberikan pelajaran buat kita.

Baca Juga: Cara Menemukan Karier yang Tepat untuk Para Fresh Graduate

Dengan membuat kesalahan, kamu jadi belajar bagaimana memecahkan permasalahan ke depannya. Khususnya, waktu kamu berhadapan dengan permasalahan yang sama. Ubahlah mindset kamu terkait membuat kesalahan di tempat kerja. Semakin baik kamu mengakui dan menerima kesalahan, maka akan semakin gampang kamu beradaptasi di lingkungan kerja baru.

7. Berlatih Kecerdasan Emosional

Waktu kamu berusaha untuk cepat beradaptasi, kamu bisa sekaligus melatih kecerdasan emosional, ya. Hal ini dilakukan untuk menegaskan kalau emosi kamu dapat selalu terkontrol dan kamu paham akan emosi yang juga dipunyai orang lain. Dengan begitu, kamu dapat membangun sikap dan respons yang baik waktu menghadapi perubahan atau bertemu situasi tertentu.

8. Menjadi Pendengar yang Baik

Supaya gampang beradaptasi di lingkungan kerja baru, kamu harus secara aktif menjadi pendengar yang baik dan paham apa yang sedang terjadi di tempat kerja. Dengan begitu, kamu menjadi paham bagaimana sebuah situasi perlu diatasi dan respons apa yang harus diambil. Hal ini akan menolong kamu dalam mengatasi konflik atau perubahan dengan tenang, sehingga kamu dapat mempunyai tanggapan yang positif pada setiap keadaan.

9. Mencoba untuk Lebih Inisiatif

Cara selanjutnya untuk meningkatkan kemampuan adaptasi kamu di lingkungan kerja baru adalah untuk bersikap lebih inisiatif. Kamu dapat mencoba memberikan pendapat dan masukan yang menarik. Kreativitas akan memberikanmu kemudahan saat sudah mulai bekerja.

Baca Juga: Dipromosikan, Bagaimana Menjaga Relasi dengan Rekan Kerja?

Kalau kamu menjadi seorang yang inisiatif serta kreatif, dipastikan atasan serta teman kerjamu akan menyukaimu.

Itulah beberapa cara adaptasi di lingkungan kerja baru, supaya jadi kunci keberhasilan untuk kamu. Semoga kamu nyaman dan meningkatkan karier di perusahaan baru, ya!

Read More

Afirmasi Positif dalam Pekerjaan dan Apa Pentingnya

Apakah kamu kerap diselimuti perasaan negatif saat bekerja? Jika iya, kamu butuh afirmasi positif. Selain memperbaiki mood kamu, afirmasi positif bisa membuat kepercayaan dirimu terdongkrak naik.

Apa Itu Afirmasi Positif

Menurut Alodokter.com, afirmasi positif adalah pernyataan positif yang kita ucapkan berulang kali untuk diri sendiri (self-talk). Tujuannya, yakni untuk membangun pola pikir positif dan membuang berbagai pikiran negatif.

Baca Juga: Ciri Rekan Kerja yang Baik, Apakah Kamu Salah Satunya?

Afirmasi positif berguna untuk mengurangi stres, menaikkan rasa percaya diri, dan meningkatkan keyakinan pada kemampuan diri kita sendiri (self-efficacy). Dengan mengulang pernyataan positif, otak akan terangsang untuk memercayai kalau afirmasi tersebut merupakan fakta betulan.

Contoh, saat mengatakan pada diri sendiri mampu menyelesaikan suatu pekerjaan, maka kamu dapat melakukannya dengan baik.

Sebaliknya, jika dari mula berpikir tidak mampu, tentu hasilnya kamu akan sulit merampungkannya.

Kamu dapat menggunakan positive affirmation untuk bermacam situasi di tempat kerja, misalnya:

  • menaikkan self-esteem waktu wawancara kerja
  • mengatur pikiran serta emosi negatif seperti rasa takut, rasa kecewa, dan tidak sabar
  • mengurangi kebiasaan buruk yang menghambat pertumbuhan karier, misalnya suka menunda pekerjaan
  • meningkatkan produktivitas kerja dan skill yang dimiliki
  • jadi lebih termotivasi untuk menyelesaikan tugas sesuai dengan jadwal.

Manfaat Afirmasi Positif

Dikutip dari Wikijob.co.uk, berikut ini merupakan manfaat afirmasi positif yang akan dirasakan diri sendiri.

1. Afirmasi Positif dapat Mengurangi Stres

Hal ini karena positive affirmation akan membantu kamu mengurangi pikiran negatif.

Contohnya, kamu dapat mengatakan “saya bisa bekerja tepat waktu”, maka akan mendorongmu lebih fokus terhadap pekerjaan saat ini.

Baca Juga: ‘Burnout’ di Tempat Kerja, Ini Ciri dan Tips Mengatasinya

Hal ini pastinya lebih baik dibanding memikirkan hal-hal yang membuat jadi stres, seperti takut tidak mampu menyelesaikan pekerjaan sesuai jadwal yang sudah ditentukan.

2. Meningkatkan Skill

Memberikan positive affirmation pada diri sendiri bisa membantumu mengerek keterampilan pribadi.

Contohnya dengan mengatakan “saya percaya diri” sebelum memulai presentasi, itu bisa membantumu tampil paripurna.

Kamu tentu juga dapat mengatakan hal yang serupa waktu melakukan wawancara kerja supaya berlipat-lipat kepercayaan dirimu.

3. Meningkatkan Kemampuan Interpersonal

Positive affirmation pun dapat menaikkan kemampuan interpesonal kamu dalam memberikan reaksi dan perasaan positif terhadap rekan kerja yang lain.

Contohnya, dengan mengatakan “kesuksesan orang lain merupakan kesuksesan saya juga” dapat membuat diri kamu jadi lebih terdorong untuk bekerja sama dengan rekan kerja.

4. Memberikan Pandangan Positif

Afirmasi positif pun bisa membantu kamu untuk memperoleh pandangan positif terhadap pekerjaan yang dimiliki.

Contohnya “saya sangat beruntung mendapatkan pekerjaan ini” dapat mengubah perspektif kamu terhadap pekerjaan saat ini dan cenderung lebih bersyukur.

5. Menjadi Lebih Fokus

Afirmasi positif pun dapat membantumu mengurangi distraksi agar dapat fokus menyelesaikan pekerjaan.

Sebagai contoh, dengan kamu mengatakan “saya mampu menyelesaikan pekerjaan hari ini” dapat membuat kamu jadi lebih termotivasi untuk fokus mengerjakan dan menyelesaikan pekerjaan hari ini sesuai jadwal.

6. Meningkatkan Kepuasan Kerja

Selain menaikkan produktivitas kerja, serta kemampuan interpersonal, positive affirmation juga membantu kamu meningkatkan kepuasan kerja.

Baca Juga: ‘Digital Fatigue’: Kelelahan Digital dan Cara Tepat Mengatasinya

Dengan mengucapkan kalimat-kalimat positif pada diri sendiri, kamu turut menaikan optimisme dan kebahagiaanmu dalam pekerjaan serta karir.

Cara Tepat Menggunakan Afirmasi Positif

Dikutip dari Indeed.com, berikut ini beberapa contoh momen yang tepat untuk melakukan positive affirmation pada diri sendiri.

Lakukan Sebelum Mulai Bekerja

Mengucapkan dalam hati perkataan baik pada diri sendiri sebelum bekerja bisa membuat sepanjang harimu dipenuhi hal positif.

Contohnya, saat mengatakan “saya akan sangat produktif hari ini” selama beberapa menit sebelum memulai bekerja bisa menaikan motivasi supaya dapat produktif bekerja.

Me-review Afirmasi

Catat afirmasi positif dengan rutin, baik itu harian atau mingguan.

Ketika kamu membuat sebuah pernyataan positif, hal ini bisa memberikan dorongan untuk mencapai tujuan atau menyempurnakan skill yang sudah dimiliki agar lebih berhasil di pekerjaan.

Afirmasi Positif Digunakan Waktu Meditasi

Apabila kamu suka melakukan meditasi, memberi afirmasi seperti “pikiran saya terbebas dari stres dan rasa cemas”, bisa membuat kamu jadi lebih rileks dan meningkatkan fokus.

Baca Juga: Enggak Melulu Buruk, ‘Overthinking’ Kerjaan Punya Segudang Manfaat

Digunakan dengan Berpikir Positif

Pikiran positifmu pun dapat kamu gabungkan dengan bentuk afirmasi ini.

Contohnya dengan mengatakan “saya berhasil di pekerjaan saya” bisa membuatmu melihat pekerjaan yang sekarang ini menjadi lebih positif dibandingkan sebelumnya.

Tulis dalam Notifikasi Smartphone

Kamu dapat membuat afirmasimu jadi lebih efektif dengan menaruhnya pada notifikasi di ponsel atau laptopmu.

Baca Juga: Dear ‘Fresh Graduate’, Siapkan Hal Ini untuk Masuk ke Dunia Kerja

Sehingga, waktu kamu melihat layar smartphone atau laptop, kamu akan jadi lebih termotivasi untuk bekerja dengan baik.

Diulang Waktu Mengalami Pikiran Negatif

Saat kamu mulai diselimuti pikiran negatif, afirmasi positif pun dapat membantumu untuk menghilangkannya.

Contohnya, kamu akan presentasi di depan klien namun muncul pikiran negatif kalau kamu tidak akan berhasil.

Nah, memberikan dirimu afirmasi positif berulang kali bisa membantu kamu atasi pikiran negatif tersebut.

Itulah beberapa hal yang perlu kamu pahami mengenai afirmasi positif di tempat kerja. Kira-kira, apa hal positif yang umum kamu ucapkan pada dirimu sendiri?

Read More
tips produktif selama wfh

Agar Tetap Produktif Meski Kerja dari Rumah

Sebagai orang yang juga nyaris dua tahun merasakan pengalaman bekerja dari rumah, saya merasa butuh suntikan semangat agar tetap bisa produktif selama WFH. Apa yang saya rasakan ini dibenarkan oleh Kff.org, bahwa setelah sekian lama WFH, semangat kerja dan kesehatan mental cenderung akan menurun kualitasnya.

Tidak cuma itu, sistem kerja jarak jauh yang minim pengawasan terkadang membuat kita jadi kurang termotivasi dan enggan bekerja dengan baik.

Nah, meskipun hal-hal tersebut wajar untuk dirasakan, sebagai pekerja profesional, kamu patut menghindarinya dan berupaya untuk tetap produktif.

Jangan bingung, berikut ini beberapa tips yang kami rangkum dari berbagai sumber, agar kamu bisa tetap produktif selama WFH. Yuk, simak penjelasan lengkapnya di bawah ini.

Ciptakan Rutinitas Pagi

Rutinitas pagi penting lantaran bisa membuat kamu berpikir seakan-akan harus pergi ke kantor.

Baca Juga: ‘Love-Hate Relationship’ dengan Pekerjaan, Haruskah Karyawan Bertahan?

Cara memulainya, kamu bisa bangun lebih pagi dan olahraga sebentar lalu sarapan.

Coba lakukan kegiatan ini dengan rutin dalam seminggu. Dijamin, semangat kerjamu dapat meningkat dan tubuh juga ikut bugar karena berolahraga pagi. Menarik bukan?

Bekerja Sambil Mendengarkan Musik Favorit

Kalau kamu mempunyai lagu atau genre musik favorit, tidak ada salahnya untuk mendengarkannya sambil bekerja. Menurut Nhs.uk, tips ini bagus agar kamu bisa tetap produktif. Pasalnya, musik dapat menutup suara yang biasanya mengganggu kamu berkonsentrasi dalam bekerja.

Namun, perlu kamu ingat, mendengarkan musik cuma efektif dilakukan saat tuntutan pekerjaanmu tak begitu berat. Sebaliknya, bila kamu sedang butuh konsentrasi, sebaiknya jangan sambil mendengarkan musik terlebih dahulu.

Membuat Urutan Kerja Penting Supaya Produktif Selama WFH

Tips yang tidak kalah penting yang bisa kamu coba supaya tetap produktif selama WFH adalah dengan membuat urutan atau jadwal kerja.

Menurut Travelers.com, strategi satu ini bisa membuat kamu bekerja dengan lebih efisien karena adanya urutan mana tugas yang perlu dikerjakan terlebih dahulu.

Baca Juga: Habis WFH Terbit ‘Workcation’, Ini Fakta-fakta yang Perlu Kamu Tahu

Tidak cuma itu, dengan membuat jadwal kerja, kamu juga tidak perlu membuang-buang waktu untuk memikirkan pekerjaan untuk esok hari.

Bekerja di Ruangan dengan Pecahayaan yang Baik

Ruangan pribadi memang dibutuhkan supaya kamu dapat bekerja dengan produktif. Namun, hal tersebut harus disertai dengan pencahayaan ruangan yang baik.

Menurut Forbes.com, ruangan dengan pencahayaan yang kurang bisa membuat pekerja mudah merasa mengantuk dan motivasi kerja jadi berkurang. Maka dari itu, pastikan kamu bekerja di ruangan yang terang. Agar lebih sehat, kamu dapat membuka jendela dan memanfaatkan sinar matahari sebagai lampu meja di siang hari.

Supaya Lebih Produktif Selama WFH, Kurangi Akses Media Sosial

Tips berikutnya supaya kamu dapat tetap produktif selama WFH adalah dengan mengurangi aktivitas di media sosial.

Untuk kamu yang belum menyadari, media sosial merupakan salah satu tantangan buat para pekerja selama WFH.

Platform tersebut memang diperlukan untuk berhubungan dengan orang lain. Namun, bila terlalu dipakai berlebihan, media sosial bisa menghilangkan fokus kerja kita dengan cepat.

Tidak cuma itu, di waktu yang tidak menentu ini, berita hoaks atau negatif di media sosial bisa memberi dampak pada kesehatan mental juga, loh.

Nah, menurut Vantagecircle.com, coba kurangi diri dengan aktivitas di media sosial selama di jam kerja.

Kamu dapat mengakses media sosial nantinya selama waktu jam istirahat kerja, atau setelah pekerjaan sudah diselesaikan.

Sediakan Waktu untuk Istirahat

Tips selanjutnya agar kamu bisa tetap produktif selama menjalankan WFH adalah dengan menyediakan waktu untuk beristirahat. Terkadang, bekerja dari rumah membuat pekerja lupa atau tidak mau mengambil waktu istirahat.

Baca Juga: ‘Burnout’ di Tempat Kerja, Ini Ciri dan Tips Mengatasinya

Hal ini agak berbahaya. Jangan sampai kesehatan mental serta fisik menurun karena terlalu sibuk bekerja. Melansir Hubspot.com, kamu dapat mengambil waktu beristirahat dengan makan siang bersama keluarga yang ada di rumah.

Selain itu, kamu dapat sediakan waktu pada sore hari untuk olahraga lari atau jalan sore di sekitar rumah. Intinya, sediakan waktu sebaik mungkin supaya kamu bisa melepaskan penat dari rutinitas pekerjaan setiap harinya.

Sediakan Ruang Kerja Pribadi Supaya Kamu Tetap Produktif Selama WFH

Tips yang tidak kalah penting, supaya kamu bisa tetap produktif selama WFH adalah dengan menyediakan ruang kerja pribadi.

Masalah kebanyakan pekerja WFH adalah perhatian kita jadi mudah teralihkan dengan suasana di rumah. Contohnya suara tv yang berisik atau percakapan menganggu.

Baca Juga: 5 Tips Sulap Cemas Jadi Produktif di Tempat Kerja

Hal ini dapat kamu hindari kalau mempunyai ruang kerja pribadi. Idealnya, ruang kerja harus mempunyai pintu, sehingga kamu dapat mempunyai tempat yang tenang untuk bekerja seharian.

Tak hanya itu, kamu perlu meletakan peralatan yang mungkin kamu butuhkan selama bekerja, misalnya laptop, kertas, printer, dan yang lainnya.

Dengan peralatan yang lengkap, kamu jadi tidak perlu keluar ruangan yang bisa membuat kamu kehilangan fokus dalam bekerja.

Itulah beberapa tips mudah yang bisa kamu ikuti supaya tetap produktif selama WFH. Semoga tips-tips tersebut dapat membantu kamu dalam menjaga semangat kerja dan kesehatan dengan baik, ya.

Read More
apa itu workcation tren kaum milenial

Habis WFH Terbit ‘Workcation’, Ini Fakta-fakta yang Perlu Kamu Tahu

Kamu merasa jenuh bekerja dan bosan dengan WFH selama pandemi corona? workcation bisa jadi solusi untuk kamu. Apa itu workcation? Workcation atau work and vacation merupakan sebuah kegiatan mengunjungi destinasi tertentu untuk berlibur mencari suana baru sekaligus bekerja. Umumnya pekerjaan tersebut bersifat fleksibel, bisa dikerjakan kapan saja, di mana saja dengan dukungan koneksi internet yang baik.

Dikutip dari BBC, workcation tersebut sedang dipertimbangkan oleh banyak pekerja AS dan kanada yang sedang WFH. Haruskah kita mengikuti tren tersebut?

Mengapa Workcation Kedepannya akan Jadi Tren?

Seperti yang disebutkan di atas, workcation dapat jadi solusi kejenuhan bekerja secara jarak jauh karena pandemi. Bekerja dengan suasana baru dianggap lebih menyenangkan dari biasanya. Itulah mengapa, kegiatan ini kemungkinan besar akan jadi sebuah tren.

Baca Juga: ‘Burnout’ di Tempat Kerja, Ini Ciri dan Tips Mengatasinya

Mengapa Tidak Langsung Cuti Saja?

Mungkin beberapa orang akan berpikir bekerja sambil liburan, bukannya malah jadi tidak fokus? Pikiran jadi terbagi antara harus menyelesaikan pekerjaan, dan sebagian lagi membayangkan kegiatan lain yang menyenangkan yang dapat dilakukan di tempat wisata.

Walau begitu, nggak berarti workcation jadi kegiatan yang buruk. Supaya kamu tetap fokus dalam menyelesaikan pekerjaan, ada beberapa syarat yang harus kamu lakukan.

Dikutip dari Themuse.com, jangan berpikir workholiday itu sama dengan liburan saja. Kamu harus melihat kegiatan ini sebagai penghilang kejenuhan.

Kamu dapat bekerja dengan ditemani pemandangan baru, tanpa menghilangkan jatah cuti tahunan kamu. Tenang saja, kamu tetap bisa merasakan liburan dan sejenak melupakan pekerjaan kantor di luar jam kerja. 

Tips Melakukan Workcation Supaya Lebih Menyenangkan

Sekarang kita bahas beberapa tips untuk melakukan workcation. Yuk kita simak apa saja.

Cari Lokasi yang Tepat untuk Workcation

Tips pertama kamu harus tentukan lokasi workcation yang tepat. Dalam tahapan ini, kamu harus ingat, workcation boleh dijalani sambil rebahan dan minum es kelapa muda di pinggir pantai, tapi kamu harus tetap bekerja ya.

Menurut Themuse.com, kamu harus hindari tempat wisata yang banyak destinasi menarik. Sebab, kemungkinan kamu bisa kunjungi destinasi tersebut bisa batal, karena kamu harus menyelesaikan pekerjaan.

Baca Juga: ‘Love-Hate Relationship’ dengan Pekerjaan, Haruskah Karyawan Bertahan?

Sebagai saran, ini ada beberapa saran yang bisa kamu pilih:

  • Cari tempat dengan suasana yang tenang serta nyaman, dan kamu juga harus mencari tempat yang mempunyai koneksi internet bagus.
  • Main ke tempat saudara atau teman di kota lain, jadi kamu bisa sekalian mengunjungi mereka di waktu luang.
  • Cari tempat yang punya destinasi wisata yang tidak terlalu banyak namun menarik.

Intinya, cari destinasi yang cocok dengan tujuanmu, yaitu tempat untuk bekerja sambil liburan.

Atur Jadwal

Selanjutnya, kamu harus membuat jadwal yang jelas. Kamu tentukan waktu kamu harus bekerja dan waktu untuk kamu jalan-jalan. Buatlah jadwal tersebut dengan matang ya.

Walau kadang kita bisa keluar dari jadwal yang sudah ditentukan, paling tidak saat kamu sudah mempunyai jadwal akan mencegah kamu membuang waktu. Kamu pun jadi tidak merasa cuma pindah lokasi kerja, tetapi dapat memakai waktumu untuk sedikit bertualang.

Buat Persiapan Matang

Menurut Inc.com, workcation terasa lebih gampang kalau dilakukan oleh generasi Z. Pasalnya, kebanyakan dari mereka belum ada tanggungan, sehingga lebih fleksibel dan tidak perlu membuat persiapan rumit sebelum berangkat.

Walau begitu, bukan berarti kalau kamu punya anak dilarang kerja sambil liburan. Kamu cuma perlu menyiapkan workcation jadi lebih mendetail.

Kamu perlu pikirkan kira-kira siapa yang akan menjaga anak kamu saat sedang bekerja. Lalu, kapan waktu paling tepat untuk dapat berkunjung ketempat wisata. Tidak cuma untuk para ayah dan ibu, pemilik peliharaan juga perlu membuat persiapan. Pastikan ada yang menggantikanmu mengurus hewan kesayangan selama beberapa waktu.

Lakukan di Jadwal Kamu Sedang WFH

Kalau jadwal kamu harus ke kantor, kamu pastinya tidak mungkin dapat pergi ke tempat wisata dan bekerja dari sana. Jadi, lakukanlah workcation waktu kamu mendapat jadwal WFH.

Baca Juga: Dear ‘Fresh Graduate’, Siapkan Hal Ini untuk Masuk ke Dunia Kerja

Kamu yang sekarang masih setiap harinya bekerja dari rumah atau malah bebas bekerja darimana, tentu kamu bisa mencoba workcation.

Komunikasikan dengan Rekan Kerja

Poin kelima ini penting karena kamu harus bertanggung jawab dengan pekerjaan di kantor. Sebagai pekerja yang profesional, kamu seyogyanya menginfokan ke rekan yang lain kalau kamu akan liburan nyambi bekerja beberapa hari.

Kamu dapat memperlihatkan juga jadwal yang sudah kamu buat nantinya. Tujuannya supaya mereka dapat membantu menangani tugasmu di kantor untuk beberapa waktu ke depan. Tetap jaga komunikasi dan saling perbarui kabar dengan teman demi memperlihatkan kalau kamu tetap berkontribusi.

Jaga Diri dengan Vaksin dan Patuhi Protokol Kesehatan

Status pandemi Corona belum berakhir. Jadi, demi menjaga diri serta orang di sekitar, segera vaksinasi di klinik terdekat. Jadi, kamu akan jadi lebih tenang saat menjalani workcation.

Nah, jika kamu sudah mendapatkan dosis vaksin lengkap? Tetap jangan lengah, kamu tetap harus jaga protokol kesehatan selama liburan nantinya. Sebab, sebagaimana dikutip dari Cdc.gov, kendati kamu sudah vaksin, kamu tetap bisa terkena COVID-19 dengan pelbagai gejala ringan. Bahkan kamu tetap bisa berpotensi menularkan virus Corona ke orang lain.

Read More

‘Post-Graduate Depression’: Saat Lulusan Baru Berteman dengan Depresi

“Tia” sedang termenung di sudut kedai kopi dan segera menyeka air mata, ketika barista memanggil namanya. “Caramel macchiato ya,” tutur si pembuat kopi, menyodorkan minuman pesanan perempuan itu. Dengan cepat, ia mengambil dan kembali menjauhi keramaian untuk tenggelam dalam dunianya.

Manis yang dikecap di bibir bukan berarti menghapus kekalutannya. Ia masih saja bingung mempertanyakan identitas diri dan perjalanan karier yang akan dijalani kelak. Sebagai bright A student sewaktu bersekolah, Tia merasa dirinya bukan siapa-siapa begitu menghadapi dunia nyata.

“Dulu kan gue pinter, kenapa sekarang mereka yang dinas ke luar negeri dan punya jabatan tinggi?” tanyanya dalam hati. 

Sejak fresh graduate, ia bekerja di firma hukum di Jakarta selama dua tahun, dengan penghasilan enggak seberapa jika dibandingkan teman-temannya. Saking kecil gaji yang ia terima, sang ayah kerap mendesak untuk pindah pekerjaan.

“Akhirnya aku ambil S-2 dan resign dari kantor itu,” ceritanya pada Magdalene, (9/3). Dari berbagai alasan, perempuan 25 tahun itu mengaku, salah satunya untuk memvalidasi diri sendiri agar prestasinya tidak kalah dari teman-temannya.

Baca Juga: Mereka Bilang, Jadi Orang Dewasa Melelahkan

Kondisi yang dialami Tia selama setahun merupakan post-graduation depression, yakni perasaan cemas, depresi, stuck, dan tidak nyaman setelah lulus kuliah. Menurut konselor profesional berlisensi asal AS Libby O’Brien, hal itu lantaran perubahan fase kehidupan, dan seseorang tidak mengetahui yang akan terjadi ke depannya.

Melansir WebMD, ada beberapa faktor penyebabnya. Misalnya pandemi, membuat mahasiswa kesulitan berinteraksi dengan teman-teman dan dosen, maupun kehilangan kesempatan merealisasikan rencana hidupnya. Atau adanya tekanan dari diri sendiri maupun orang-orang di sekitar, tentang apa yang selanjutnya dilakukan.

Putri, dietary aide di care center di Toronto, Kanada, mengalami post-graduation depression karena kedua hal tersebut. Menekuni pendidikan di jurusan food and nutrition management, ia berencana bekerja dua tahun lalu melanjutkan pendidikan, orang tuanya perlu memfokuskan perhatian ke adiknya yang akan kuliah.

Sayangnya, ia harus memendam mimpi karena pandemi dan keuangan keluarganya tidak stabil. Alhasil Putri semakin ragu akan perjalanan kariernya.

There’s always clear milestones on what we achieve and what’s the next step,” ujarnya. TK terus SD, SMP, SMA, kuliah. What’s out there after this?”

Mengapa Transisi Hidup Sulit Dilalui?

Mengakhiri masa-masa perkuliahan adalah salah satu tahap perubahan dalam hidup, menghadapkan seseorang terhadap ketidakpastian. Menyebabkan perasaan tidak nyaman tanpa sebab, tidak termotivasi, merasa tidak mampu dan tidak berharga, hingga kesepian tanpa kehadiran teman dan keluarga.

Baca Juga: Cara Menemukan Karier yang Tepat untuk Para Fresh Graduate

Penulis dan psikoterapi asal AS Richard Joelson menjelaskan, masa transisi sulit dilalui karena memaksa seseorang untuk meninggalkan situasi familier, untuk menghadapi masa depan dengan perasaan rentan.

Menurutnya, kita hidup dalam budaya yang mengajarkan untuk tidak nyaman dengan ketidakpastian, menimbulkan kecemasan ketika hidup merasa terganggu. Karena itu, meskipun telah menyusun rencana, sesuatu di luar ekspektasi yang terjadi menyebabkan keresahan, dan mengharuskan untuk beradaptasi. Bahkan semakin sulit dilalui.

Situasi ini juga disebut liminality, atau keterbatasan. Didefinisikan sebagai keadaan ketika seseorang belum sepenuhnya meninggalkan suatu kondisi, juga belum berpindah ke yang baru, setidaknya tidak secara mental hingga menyebabkan ketidakstabilan emosional.

Dalam Life Is in the Transitions: Mastering Change at Any Age (2020) oeh Bruce Feiler, perubahan terjadi setiap 12 hingga 18 bulan. Dan yang berskala besar dapat terjadi sebanyak tiga hingga lima kali dalam hidup seseorang.

Pun pada masa transisi, perjuangan akan terasa lebih berat dan tidak bahagia. Seperti dirasakan Chris, seorang underwriting assistant di perusahaan asuransi. Hidupnya tidak begitu berarti karena pekerjaannya bertolak belakang dengan karier impiannya, di bidang perhotelan.

“Impossible nyari kerja di perhotelan, nggak ada yang hiring juga,” katanya. “Bikin gue desperate banget, akhirnya apply pekerjaan di semua perusahaan yang lagi buka,” sambungnya.

Selama beberapa bulan setelah lulus kuliah, laki-laki 23 tahun itu hanya menjalani hidup dari hari ke hari, tanpa melihat prospek pekerjaan di masa depan. Kini ia mulai tertarik pada bidang asuransi, karena melihat banyaknya kesempatan berkembang, dan peluang menyukai pekerjaannya.

“Mungkin gue bakal berkembang di asuransi for the rest of my life,” ucapnya.

Mengatasi Post-Graduation Depression

Dalam bukunya, Feiler menjelaskan ketika transisi itu berhasil, seseorang mampu menemukan dirinya kembali. Karena ada berbagai cara yang bisa dilakukan, untuk terlepas dari post-graduation depression.

Pertama, mengevaluasi tingkat kontrol. Biasanya, seseorang dalam keadaan ini cenderung terfokus pada permasalahan yang terjadi, tanpa mempertimbangkan tindakan yang dapat dilakukan untuk mengubahnya. Bahkan menyalahkan orang lain.

Baca Juga: Kenapa Memulihkan Diri dari Depresi Penting

Putri menyatakan sempat berada dalam lingkaran itu. Ketika ia menyadari ingin berkarier di bidang klinis pelayanan gizi, ia menyalahkan orang tuanya yang dianggap mendorongnya berkecimpung di bidang manajemen.

“I just need someone to blame the feeling of lostness within me,” katanya.

Padahal ketika fokusnya diubah, seseorang yang mengalami post-graduation depression akan melihat kesempatan yang terbuka untuk memberdayakan diri, dan memilih bergerak membawa perubahan.

Cara kedua adalah mencari kegiatan dan berelasi dengan orang baru, karena pertemanan dapat berubah seiring perubahan jarak dan waktu. Terlebih saat memasuki masa dewasa, memiliki kesibukan masing-masing dan membuat hubungan renggang.

Selain membangun koneksi, peluang itu tidak hanya dimanfaatkan untuk menjalin pertemanan, melainkan memperluas koneksi.

Ketiga, menemukan prioritas dan fokus pada diri sendiri. Masa transisi dapat digunakan untuk berefleksi dan kesempatan untuk berkembang. Pasalnya, post-graduation depression juga dikarenakan membandingkan diri sendiri dengan lingkungan sekitar, menambah tekanan akibat perbedaan progres kehidupan.

Hal ini telah dilakukan Putri, yang memilih mengambil waktu sejenak untuk menganalisis situasinya. Perempuan yang akan melanjutkan pendidikan S-1 di Jakarta itu memutuskan, untuk berhenti membandingkan pencapaiannya dengan orang lain.

“I finally see there’s so much opportunity out there,” jelasnya.

Walaupun sempat merasa dikejar usia, ia menyadari dirinyalah yang mengendalikan hidup. Dan punya banyak waktu untuk merealisasikan karier idaman sesuai passion, sekalipun ia akan menyelesaikan pendidikan S-1 di usia 28.

“I’ll take my time, because I’m in a race with myself, not with someone else.”

Read More