5 Cara Tepat Terima Kritik dari Atasan

Salah satu keterampilan penting di dunia kerja adalah mampu menerima kritik yang diberikan oleh atasan maupun rekan kerja. Sayangnya, banyak orang yang masih menganggap kritik merupakan beban dan melulu negatif. Padahal kritik bisa mendorong diri kita untuk bekerja jadi lebih baik lagi.

Tentu saja, kritik yang baik itu perlu disampaikan dengan intonasi serta penggunakan kata yang tidak menyinggung. Namun, jika kritik sudah terlanjur disampaikan dan ternyata tak berkenan di hati, bagaimana?

Apa yang harus kamu lakukan waktu harus menerima kritik dari atasan yang mungkin tidak mengenakkan?

Kritik di Tempat Kerja Relatif Penting

Kritik yang baik itu mesti bersifat membangun. Kritik yang seperti ini juga merupakan bentuk dari feedback. Menurut Indeed, dalam artikel yang berjudul Why Is Feedback Important in the Workplace? (2022), feedback yang membangun berguna untuk perkembangan karyawan.

Feedback tersebut akan menjelaskan ekspektasi, membantu seseorang untuk belajar dari kesalahan, dan bikin kepercayaan diri meningkat.

Baca Juga: 7 Amunisi Sebelum Kamu Dievaluasi Rutin oleh Atasan

Masalahnya, kritik semacam ini biasanya disalahartikan sebagai kelemahan, sehingga sulit diterima dengan legowo. Padahal, meskipun tidak enak untuk didengar, kritik di tempat kerja bisa membantumu membangun karier yang lebih baik.

Tanpa kritik, kita bakal cenderung berpuas diri dan enggan melakukan pembaruan. Karena itulah, mustahil kita bisa menaikkan performa di tempat kerja.

Cara Menerima Kritik yang Tepat di Tempat Kerja

Untuk dapat bersikap profesional dalam menghadapi kritik dari atasan atau rekan kerja, berikut ini beberapa caranya.

  1. Jangan anggap personal

Saat mendapat kritik dari atasan, mungkin kamu akan refleks tersinggung, apalagi jika itu disampaikan di depan rekan kerja lain. Ini merupakan hal yang wajar. Dalam kondisi seperti ini, harus diusahakan kamu bisa berpikiran terbuka, dan mampu memisahkan lingkungan kerja dengan lingkup pribadi.

Bahwa kritik yang diberikan itu bukan serangan personal, tetapi masukan supaya kamu mengoreksi kinerja. Jadi, jangan sampai langsung emosi atau berasumsi kalau atasan tidak suka dengan kamu.

Terlepas dari itu, dalam ranah profesional, kritik yang baik seharusnya disampaikan dengan sopan. Akan tetapi, jika kamu mendapat kritik yang lumayan keras dari atasan, tetap berikan respon yang baik tanpa perlu melontarkan argumen tambahan.

  1. Memahami kritik yang diberikan

Dibanding langsung menelan kritik bulat-bulat, kamu dapat memberikan sedikit waktu untuk lebih memahami substansinya. Selama kritik tersebut memang membangun, kamu dapat mencoba lebih terbuka dan memahami. Dengan begitu, rekan kerja atau atasan akan jadi lebih nyaman dalam menyampaikan feedback di kemudian hari.

  1. Bertanya kepada atasan

Menurut Indeed, setelah memahami kritik yang diberikan, kamu dapat bertanya lebih jauh untuk mengklarifikasi kritik tersebut. Mungkin kamu setuju, bisa juga tidak. Namun, anggaplah itu sebagai masukan untuk berefleksi.

Baca Juga: Di Balik Menolak Pujian: Rendahnya Kepercayaan Diri Hingga Budaya

Ingat kamu berhak untuk bertanya dan mendiskusikannya supaya lebih jelas. Ini juga penting agar tidak muncul kesalahpahaman di kemudian hari.

  1. Evaluasi kerja

Setelah mendengarkan kritik dan mencatat poin-poin pentingnya, sekarang saatnya untuk menggunakannya sebagai bahan evaluasi kerja. Tujuannya agar kamu tak perlu mengulangi kesalahan yang sama.

Dalam hal ini, ada bagusnya membuat catatan yang berisikan do’s and don’ts dari kritik yang masuk. Lalu kamu perlu menghadapi kritik dengan mengimplementasikannya secara nyata.

  1. Berhati-hati saat memberikan tanggapan

Dalam artikel Indeed yang berjudul Steps to Handle Criticism at Work, kamu perlu lebih hati-hati dalam memberikan respons, baik secara verbal maupun nonverbal.

Contohnya, kalau sedang bertatap muka, hindari menyilangkan tangan dan bernapas dengan tempo yang teratur supaya bisa menurunkan level stres.

Menghadapi kritik memang bukan perkara yang gampang, namun dengan lebih hati-hati dalam merespon, akan membuat kamu jadi lebih profesional.

Read More

7 Manfaat Olahraga Jalan Pagi Sebelum Berangkat Kantor

Kegiatan yang padat setiap harinya akan membuat kita terlalu lelah berolahraga. Apalagi buat pekerja yang harus datang ke kantor setiap hari atau Work From Office. Padahal sebenarnya ada olahraga yang tidak butuh banyak waktu dan tenaga, yaitu jalan pagi.

Olahraga jalan pagi sebelum bekerja ternyata punya banyak manfaat untuk tubuh serta pikiran. Dengan jalan pagi secara teratur, kamu bisa berpotensi tidur lebih nyenyak dan badan lebih bugar. Tak cukup sampai di sini, masih ada sejumlah manfaat olahraga lainnya untukmu.

Manfaat Olahraga Jalan Pagi Sebelum Bekerja

  1. Menambah energi

Manfaat jalan pagi yang pertama adalah bisa meningkatkan energi kamu. Dalam hal ini, energi yang meningkat bakal sangat membantu menjalani hari-harimu ketika di kantor.

Baca Juga: 7 Tips Kembali Produktif Usai Liburan Panjang

Ada beberapa kajian yang menunjukkan, orang dewasa yang rutin olah raga jalan pagi selama 20 menit di luar rumah, akan memperoleh energi lebih, dibandingkan mereka yang cuma berjalan 20 menit dalam ruangan.

Kalau kamu sekarang kerap merasa kurang bersemangat saat bangun di pagi hari, melakukan jalan pagi dapat menjadi aktivitas positif yang dapat dicoba.

  1. Meningkatkan suasana hati

Dikutip dari Healthline, dalam artikel yang berjudul The Benefits of Starting Your Day with a Walk, jalan pagi sebelum berangkat bekerja dapat meningkatkan suasana hati atau mood.

Olah raga jalan pagi selama 20 hingga 30 menit setidaknya 5 hari seminggu, punya manfaat:

  • mengurangi stres
  • menurunkan rasa cemas
  • mengurangi rasa kelelahan
  • meredakan gejala depresi atau mengurangi risiko depresi
  1. Bisa Membantu Berpikir Kreatif

Manfaat olahraga jalan pagi yang selanjutnya adalah membantu kamu untuk berpikir lebih kreatif. Alasannya, saat berjalan, kamu bisa melihat lingkungan dan aktivitas di sekeliling, sehingga bisa mendapatkan ide-ide cemerlang.

Selain bisa memantik untuk berpikir kreatif, jalan pagi juga bisa membuat otakmu lebih jernih. Pasalnya, saat jalan pagi, kamu bisa menghirup udara segar, mengamati suasana dengan warna hijau dari pepohonan.

Jadi, bila kamu mulai merasa kesulitan dan susah menemukan ide, jalan pagi sebelum berangkat bekerja mungkin bisa jadi jalan ninjamu.

Baca Juga: Apa itu Pekerja Kreatif dan Siapa Saja Mereka?

  1. Menurunkan risiko diabetes

Dikutip dari Halodoc, jalan kaki selama 30 menit setiap hari bisa membantu menaikkan kontrol gula darah serta membantu manajemen insulin pada diabetes tipe 2. Berjalan kaki akan membuat sel-sel dalam tubuh memanfaatkan glukosa yang tidak terpakai, sehingga lemak dalam tubuh bisa diolah dengan baik, dan menurunkan risiko obesitas.

  1. Menghilangkan rasa malas

Jalan pagi juga bisa menghilangkan rasa malas kamu. Terlebih jika dilakukan secara rutin, itu membantumu membakar kalori yang tersimpan di tubuh. Hal ini secara tidak langsung bisa mendorong tubuh jadi lebih aktif dan menyegarkan pikiran. Sehingga, kamu akan jadi lebih bersemangat dan produktif saat bekerja di kantor.

  1. Menaikkan fungsi otak

Olahraga jalan pagi juga bisa menaikkan fungsi otak. Pasalnya, sirkulasi darah dan oksigen dalam tubuhmu berjalan lancar saat berolahraga. Tidak cuma itu saja, berjalan kaki juga akan mengurangi tingkat stres.

Baca Juga: ‘Holiday Stress’: Memahami Stres yang Datang Menjelang Liburan

  1. Membantu mengurangi berat badan

Dikutip dari Healthline, berjalan kaki di pagi hari sebelum pergi bekerja ternyata juga bisa membantu menurunkan berat badan.

Berjalan kaki dengan kecepatan sedang selama 30 menit dapat membuang sebesar 150 kalori. Kalau dikombinasikan dengan pola makan yang sehat serta latihan kekuatan, berat badanmu pun dapat berkurang secara efektif.

Read More
kantor berbudaya maskulin

Apa itu Mansplaining dan Kenapa Sering Terjadi di Tempat Kerja?

Belakangan terminologi “mansplaining semakin populer digunakan di media dan media sosial. Hanya dalam waktu enam bulan antara November 2016 dan April 2017, terminologi tersebut muncul dalam paling tidak 10.000 cuitan unik di Twitter.

Mansplaining merupakan singkatan yang menggabungkan antara “man” (laki-laki) dan “explain” (menjelaskan). Ini merujuk pada bagaimana laki-laki memberikan penjelasan yang tak diminta pada perempuan. Perilaku ini ditandai dengan kepercayaan diri si pembicara, nada yang merendahkan, interjeksi atau interupsi, serta asumsi dasar bahwa lawan bicaranya tak punya pengetahuan sebelumnya tentang apa yang sedang dibicarakan.

Terminologi mansplaining pertama kali dipopulerkan oleh Rebecca Solnit pada 2008 melalui esainya yang bertajuk Men Explain Things to Me (Laki-laki Menjelaskan Hal-hal Kepada Saya). Dalam tulisannya, Solnit mendeskripsikan interaksinya dengan seorang lelaki yang menjelaskan premis dan pentingnya sebuah buku, menganggap Solnit tak punya wawasan tentang buku tersebut – yang padahal ditulis oleh Solnit sendiri. Pria tersebut melanjutkan penjelasannya dengan gigih walaupun teman Solnit berulang kali menekankan “Buku itu ditulis olehnya (Solnit).”

Contoh lainnya yang terkemuka adalah ketika seorang ahli astrofisika mencuit tentang perubahan iklim dan diminta untuk “belajar sains sungguhan”, atau ketika cuitan seorang astronot NASA tentang eksperimennya sendiri dikoreksi netizen. Diskursus yang tengah berjalan di media sosial tentang mansplaining dan hubungannya dengan pengalaman profesional perempuan pada akhirnya mempertanyakan apakah perilaku ini juga dapat terjadi di tempat kerja. Dan jika ya, efek apa yang mungkin terjadi.

Baca juga: ‘Mansplaining’: Perilaku Seksis yang Hambat Karier Perempuan

Perundungan Terselubung di Tempat Kerja

Studi menunjukkan bahwa perundungan terselubung di tempat kerja meningkat selama 20 tahun terakhir. Ini kerap dikaitkan dengan meningkatnya kecaman terhadap diskriminasi yang bersifat terang-terangan.

Kebanyakan perundungan di tempat kerja kini umumnya karena kurangnya kesopanan atau pelanggaran terhadap norma sosial – ketimbang perlakuan diskriminatif terbuka, sikap bermusuhan ataupun kekerasan. Perundungan terselubung seperti meremehkan, merendahkan, dan mempermalukan sangat berbahaya karena intensinya yang ambigu.

Kami mengeksplorasi tentang terminologi “mansplaining” dalam diskursus populer seputar tempat kerja. Kami juga ingin tahu apakah mansplaining juga terjadi di luar media sosial, atau hanya sekadar bentuk reaksi negatif terhadap para ahli yang terjadi di jagad maya. Untuk menemukan jawabannya, kami memeriksa prevalensi mansplaining yang terjadi di lingkup kerja.

Terakhir, kami ingin memetakan siapa yang mengalami mansplaining, siapa yang melakukannya, dan potensi dampaknya terhadap target.

Mendefinisikan Mansplaining

Untuk mendefinisikan mansplaining dalam konteks tempat kerja, kami menyusuri Twitter yang memuat terminologi tersebut sembari memasukkan kata-kata yang terkait kerjaan.

Analisis kami memperluas definisi dari mansplaining: seseorang (biasanya laki-laki) yang memberikan penjelasan yang merendahkan atau persisten, tanpa diminta atau bahkan tak dikehendaki, kepada seseorang (biasanya bukan laki-laki). Penjelasan mereka cenderung mempertanyakan wawasan lawan bicaranya, atau mengasumsikan lawan bicaranya kurang berwawasan mengenai persoalan tersebut, terlepas dari kebenaran dari isi penjelasannya.

Kami kemudian melakukan survei terhadap para pekerja di Amerika Utara untuk mengetahui apakah mereka pernah mengalami mansplaining, seberapa sering mereka mengalaminya serta gender dari pelakunya.

Kami secara khusus tertarik untuk mengetahui apakah kata “man” dari mansplaining benar-benar tepat. Karena itu, kami menanyai orang-orang dari kelompok gender manapun soal perilaku yang kami anggap terkait dengan mansplaining, tanpa secara spesifik bertanya tentang mansplaining itu sendiri.

Baca juga: ‘Glass Ceiling’ dan Faktor Lain yang Halangi Perempuan Naiki Jenjang Karier

Lebih dari Media Sosial

Penelitian kami mengindikasikan bahwa mansplaining lebih dari sekadar fenomena di media sosial. Perilaku ini pun terjadi di luar jagad maya dan memengaruhi orang-orang di lingkungan kerjanya.

Hampir tiap orang dalam studi kami – terlepas dari gendernya – pernah menjumpai paling tidak satu perilaku mansplaining. Akan tetapi, perempuan dan minoritas gender mengalami perilaku ini lebih sering dan dalam cakupan yang lebih luas.

Ini menunjukkan mansplaining bisa jadi merepresentasikan adab yang buruk berbasis gender, yang umumnya dialami oleh pekerja perempuan dan minoritas gender, dengan kebanyakan pelakunya adalah laki-laki. Kata “mansplaining” bisa jadi terlalu menggeneralisasi, namun ini tampaknya merefleksikan dengan akurat pengalaman pekerja perempuan dan minoritas gender.

Temuan kami juga menunjukkan, mansplaining punya efek buruk yang signifikan terhadap sasaran perilaku ini — layaknya bentuk adab buruk di tempat kerja lainnya. Tiap pengalaman mansplaining terasosiasi dengan rendahnya komitmen organisasional dan kepuasan kerja, keinginan berpindah kerja yang tinggi, serta kelelahan emosional dan tekanan psikologis.

Baca juga: Perempuan Lebih Emosional dan Mitos-mitos Soal Perempuan di Dunia Profesional

Mansplaining Bukan Sekadar Tren

Organisasi sebaiknya tidak melihat mansplaining sebagai produk adab buruk di media sosial atau sekadar tren yang akan berlalu. Sebaliknya, perilaku ini seharusnya dipahami sebagai permasalahan terkait perilaku buruk selektif yang menyasar individu berdasarkan identitasnya dan membuat mereka merasa tak mumpuni.

Sekalinya diidentifikasi sebagai bentuk adab yang buruk, mansplaining seharusnya dapat disikapi di tempat kerja. Intervensi yang selama ini efektif untuk menghadapi adab buruk bisa jadi ampuh untuk menangani mansplaining.

Pelatihan terkait intervensi kesopanan, penghormatan, dan pelibatan di tempat kerja yang dilakukan oleh Pemerintah Amerika Serikat (AS), misalnya, berusaha mengatasi permasalahan seperti ini dan mendorong perilaku sopan di lingkungan kerja. Sistem rumah sakit di Kanada yang menerapkan intervensi ini menunjukkan adanya peningkatan dalam perilaku menghormati, kepuasan kerja dan kepercayaan terhadap manajemen – sementara tingkat burnout dan kepasifan karyawan mengalami penurunan.Buku Subtle Acts of Exclusion (Tindakan Pengecualian Halus), bisa jadi panduan yang berguna untuk pemimpin maupun karyawan dalam mengatasi bentuk perundungan berbasis gender yang terselubung ini. Buku ini dapat membantu organisasi untuk mencegah agresi mikro agar karyawan merasa nyaman dan diterima di lingkungan kerja mereka.

Bagaimana mengurangi bahaya yang disebabkan oleh mansplaining dan mencegahnya menjadi masalah berulang di tempat kerja merupakan hak organisasi. Namun, perlu diingat bahwa produktivitas dan kesejahteraan karyawan bisa terpengaruh olehnya.

Linda Schweitzer adalah Profesor Manajemen dan Strategi Carleton University; Chelsie J. Smith, PhD Candidate di Manajemen dan Strategi Carleton University, dan Katarina Lauch, PhD Candidate, Sprott School of Business, Carleton University.

Artikel ini pertama kali diterbitkan oleh The Conversation, sumber berita dan analisis yang independen dari akademisi dan komunitas peneliti yang disalurkan langsung pada masyarakat.

Opini yang dinyatakan di artikel tidak mewakili pandangan Magdalene.co dan adalah sepenuhnya tanggung jawab penulis.

Read More
Mengembalikan produktivitas kerja setelah liburan

7 Tips Kembali Produktif Usai Liburan Panjang

Sejumlah pekerja merasa kesulitan mengembalikan produktivitas kerja mereka setelah liburan panjang Natal dan Tahun Baru. Hal ini sebenarnya relatif wajar, sebab biasanya kita masih terngiang-ngiang dengan suasana bersantai liburan yang lebih nyaman.

Meski wajar, kondisi susah kembali fokus 100 persen pada pekerjaan pascaliburan nyatanya tak bisa dibiarkan. Risikonya, pekerjaan bisa terbengkalai, produktivitas juga bakal menurun.

Supaya hal itu tidak sampai terjadi, berikut ini beberapa tips yang dapat mengembalikan produktivitas kerja di kantor setelah asyik liburan.

Tips Meningkatkan Produktivitas Kerja Setelah Liburan

  1. Membuat jadwal kerja di hari pertama

Dikutip dari Huffpost, banyak orang yang datang ke kantor setelah liburan malah jadi stres, karena melihat pekerjaan yang sudah menumpuk di mejanya. Bahkan, banyak juga yang jadi bingung lantaran tak mampu menemukan cara yang tepat untuk membereskan pekerjaan tersebut.

Baca Juga: Apa itu ‘Coping Mechanism’ dan Manfaatnya untuk Pekerja

Karena itulah, untuk mengembalikan produktivitas kerja setelah liburan, kamu perlu membuat jadwal pekerjaan dengan rapi di hari pertama kerja. Hal ini akan sangat membantu ketika menghadapi tumpukan pekerjaan yang menanti.

Membuat daftar sederhana di hari pertama juga akan membuat kamu lebih semangat. Sebab, dengan jadwal kerja yang jelas, pekerjaan akan jadi terasa lebih ringan dan tidak membebankan.

  1. Merapikan meja kerja

Cara selanjutnya untuk mengembalikan produktivitas kerja setelah liburan adalah dengan merapikan meja kerja.

Meja kerja yang rapi tentu akan membuat suasana hatimu jadi baik. Hasilnya, kamu akan jadi lebih semangat saat kembali bekerja di kantor.

  1. Menentukan goals baru

Cara berikutnya kamu dapat membuat goals baru. Dari daftar pekerjaan yang sudah dibuat setiap hari, pastikan kamu membuat target baru yang harus dicapai dari pekerjaan tersebut.

Mengapa hal ini dirasa penting? Sebab, dengan adanya tujuan baru, semangat kerjamu dapat kembali lagi dengan cepat.

Kamu juga nantinya bisa mempunyai pandangan lebih jelas mengenai hal-hal yang harus kamu kerjakan di kantor.

Tujuan ini dapat dibuat dengan cara membandingkan target-target sebelumnya belum sempat terselesaikan.

  1. Menyelesaikan pekerjaan dengan bertahap

Untuk mengembalikan semangat di hari pertama masuk, sangat disarankan untuk tidak langsung berhadapan dengan pekerjaan yang berat. Supaya bisa kembali produktif setelah liburan, sebaiknya kamu menyelesaikan pekerjaan dengan bertahap, dari yang paling gampang sampai yang paling sulit.

Baca Juga: Habis WFH Terbit ‘Workcation’, Ini Fakta-fakta yang Perlu Kamu Tahu

Hal ini perlu dilakukan supaya pikiran dapat beradaptasi dengan deadline dan tumpukan pekerjaan. Bekerja dengan bertahap juga bisa menjadi cara yang tepat untuk menaikkan kualitas kerja setelah berlibur.

  1. Istirahat sebentar di sela-sela pekerjaan

Cara yang berikutnya adalah dengan mengambil waktu sebentar untuk istirahat di kantor. Istirahat di sini bukan berarti istirahat jam makan siang. Namun, kamu dapat mengambil jeda waktu singkat di saat pekerjaan yang menumpuk.

Dengan mengambil istirahat singkat seperti ini, kamu bisa jadi lebih fokus dan disiplin. Sederhananya, memaksa diri untuk bekerja di saat fisik dan mental masih belum siap cuma akan menurunkan kualitas kerja serta membuatmu stres.

  1. Datang ke kantor lebih pagi

Awali hari pertama kembali bekerja dengan datang ke kantor lebih pagi, paling tidak 20 menit lebih awal. Kamu dapat memanfaatkan waktu tersebut untuk beradaptasi dengan lingkungan kantor yang telah lama ditinggalkan saat liburan.

Kamu dapat membuka kembali folder pekerjaan, untuk mencari tahu pekerjaan terakhir yang ditinggalkan.

  1. Memikirkan liburan yang selanjutnya

Supaya kamu jadi lebih semangat di hari pertama, coba pikirkan, ke mana kira-kira kamu akan liburan berikutnya? Kapan waktu yang tepat untuk kembali mengambil cuti dan melakukan perjalanan lagi? Merencanakan liburan selanjutnya dapat menaikkan produktivitas kerja kamu. Bahkan, lebih baik lagi kalau kamu dapat membuat rencana liburan selama satu tahun, kamu dapat mengatur keuangan dan membagi pekerjaan.

Itulah beberapa tips yang dapat kamu coba untuk meningkatkan produktivitas kerja setelah liburan. Intinya, di hari pertama setelah berlibur, sindrom pascaliburan memang susah untuk dihilangkan secara total.

Namun, jika kamu dapat melakukan tips-tips di atas dengan bertahap, dijamin semangat kerjamu akan kembali dengan sendirinya.

Read More
Mengembalikan produktivitas kerja setelah liburan

7 Tips Kembali Produktif Usai Liburan Panjang

Sejumlah pekerja merasa kesulitan mengembalikan produktivitas mereka setelah liburan panjang Natal dan Tahun Baru. Hal ini sebenarnya relatif wajar, sebab biasanya kita masih terngiang-ngiang dengan suasana bersantai liburan yang lebih nyaman.

Meski wajar, kondisi susah kembali fokus 100 persen pada pekerjaan pascaliburan nyatanya tak bisa dibiarkan. Risikonya, pekerjaan bisa terbengkalai, produktivitas juga bakal menurun.

Supaya hal itu tidak sampai terjadi, berikut ini beberapa tips yang dapat mengembalikan produktivitas kerja di kantor setelah asyik liburan.

Tips Meningkatkan Produktivitas Kerja Setelah Liburan

  1. Membuat jadwal kerja di hari pertama

Dikutip dari Huffpost, banyak orang yang datang ke kantor setelah liburan malah jadi stres, karena melihat pekerjaan yang sudah menumpuk di mejanya. Bahkan, banyak juga yang jadi bingung lantaran tak mampu menemukan cara yang tepat untuk membereskan pekerjaan tersebut.

Baca Juga: Apa itu ‘Coping Mechanism’ dan Manfaatnya untuk Pekerja

Karena itulah, untuk mengembalikan produktivitas kerja setelah liburan, kamu perlu membuat jadwal pekerjaan dengan rapi di hari pertama kerja. Hal ini akan sangat membantu ketika menghadapi tumpukan pekerjaan yang menanti.

Membuat daftar sederhana di hari pertama juga akan membuat kamu lebih semangat. Sebab, dengan jadwal kerja yang jelas, pekerjaan akan jadi terasa lebih ringan dan tidak membebankan.

  1. Merapikan meja kerja

Cara selanjutnya untuk mengembalikan produktivitas kerja setelah liburan adalah dengan merapikan meja kerja.

Meja kerja yang rapi tentu akan membuat suasana hatimu jadi baik. Hasilnya, kamu akan jadi lebih semangat saat kembali bekerja di kantor.

  1. Menentukan goals baru

Cara berikutnya kamu dapat membuat goals baru. Dari daftar pekerjaan yang sudah dibuat setiap hari, pastikan kamu membuat target baru yang harus dicapai dari pekerjaan tersebut.

Mengapa hal ini dirasa penting? Sebab, dengan adanya tujuan baru, semangat kerjamu dapat kembali lagi dengan cepat.

Kamu juga nantinya bisa mempunyai pandangan lebih jelas mengenai hal-hal yang harus kamu kerjakan di kantor.

Tujuan ini dapat dibuat dengan cara membandingkan target-target sebelumnya belum sempat terselesaikan.

  1. Menyelesaikan pekerjaan dengan bertahap

Untuk mengembalikan semangat di hari pertama masuk, sangat disarankan untuk tidak langsung berhadapan dengan pekerjaan yang berat. Supaya bisa kembali produktif setelah liburan, sebaiknya kamu menyelesaikan pekerjaan dengan bertahap, dari yang paling gampang sampai yang paling sulit.

Baca Juga: Habis WFH Terbit ‘Workcation’, Ini Fakta-fakta yang Perlu Kamu Tahu

Hal ini perlu dilakukan supaya pikiran dapat beradaptasi dengan deadline dan tumpukan pekerjaan. Bekerja dengan bertahap juga bisa menjadi cara yang tepat untuk menaikkan kualitas kerja setelah berlibur.

  1. Istirahat sebentar di sela-sela pekerjaan

Cara yang berikutnya adalah dengan mengambil waktu sebentar untuk istirahat di kantor. Istirahat di sini bukan berarti istirahat jam makan siang. Namun, kamu dapat mengambil jeda waktu singkat di saat pekerjaan yang menumpuk.

Dengan mengambil istirahat singkat seperti ini, kamu bisa jadi lebih fokus dan disiplin. Sederhananya, memaksa diri untuk bekerja di saat fisik dan mental masih belum siap cuma akan menurunkan kualitas kerja serta membuatmu stres.

  1. Datang ke kantor lebih pagi

Awali hari pertama kembali bekerja dengan datang ke kantor lebih pagi, paling tidak 20 menit lebih awal. Kamu dapat memanfaatkan waktu tersebut untuk beradaptasi dengan lingkungan kantor yang telah lama ditinggalkan saat liburan.

Kamu dapat membuka kembalifolder pekerjaan, untuk mencari tahu pekerjaan terakhir yang ditinggalkan.

  1. Memikirkan liburan yang selanjutnya

Supaya kamu jadi lebih semangat di hari pertama, coba pikirkan, ke mana kira-kira kamu akan liburan berikutnya? Kapan waktu yang tepat untuk kembali mengambil cuti dan melakukan perjalanan lagi? Merencanakan liburan selanjutnya dapat menaikkan produktivitas kerja kamu. Bahkan, lebih baik lagi kalau kamu dapat membuat rencana liburan selama satu tahun, kamu dapat mengatur keuangan dan membagi pekerjaan.

Itulah beberapa tips yang dapat kamu coba untuk meningkatkan produktivitas kerja setelah liburan. Intinya, di hari pertama setelah berlibur, sindrom pascaliburan memang susah untuk dihilangkan secara total.

Namun, jika kamu dapat melakukan tips-tips di atas dengan bertahap, dijamin semangat kerjamu akan kembali dengan sendirinya.

Read More
Kelebihan dan Kekurangan dari Work from Anywhere

‘Work from Anywhere’, Apa Untung Ruginya?

Sebagai karyawan, dulu setiap harinya kita harus datang ke kantor untuk bekerja dan berkoordinasi dengan rekan lain. Namun, setelah pandemi, sistem kerja mau tidak mau harus berubah, untuk menekan angka penyebaran Covid-19. Akhirnya muncul istilah work from home (WFH) dan work from anywhere (WFA).

Apa sebenarnya work from anywhere itu? Apakah cara kerjanya sama dengan WFH dan WFO? Berikut ini penjelasan lengkapnya.

Pengertian Work from Anywhere

Work from anywhere adalah bekerja secara fleksibel, di mana perusahaan mendorong produktivitas kerja karyawannya dengan cara bekerja secara bebas dari mana saja, asal tetap terhubung dan sejalan dengan kultur dan tujuan perusahaan.

Istilah tersebut datang setelah kasus Covid-19 mereda dan pemerintah akhirnya melonggarkan aturan keluar rumah buat masyarakat. Namun, rupanya banyak perusahaan yang masih mempraktikkan sistem kerja remote dan tidak mewajibkan karyawannya bekerja dari kantor.

Baca Juga: Tips Mengatasi ‘Work Anxiety’ atau Rasa Cemas di Tempat Kerja

Dengan demikian, mereka yang sudah merasa jenuh bekerja dari rumah, memilih untuk keluar rumah dan bekerja dari cafe atau mencari workplace. Bahkan, ada yang memilih untuk menginap di hotel, demi menghilangkan kejenuhan bekerja di rumah, tetapi masih aman dari Covid-19.

Mana yang Lebih Baik antara WFH, WFO, atau WFA?

Mana kira-kira yang lebih nyaman antara work from office, work from home, dan work from anywhere? Tentu saja kenyamanan sistem kerja bergantung pada preferensi setiap orang, sehingga sangat subjektif.

Untuk work from office misalnya. Sistem kerja itu mewajibkan kita untuk datang ke kantor setiap hari. Jika jam kerja di kantor kamu mulai jam 8.00 pagi dan kamu datang pada jam 8.10, sudah pasti kamu terlambat dan dapat mengalami pemotongan gaji. Ini belum termasuk dengan rasa lelah berdesak-desakan di moda transportasi umum atau macet-macetan berkendara membelah kota.

Sebaliknya, work from home dan work from anywhere tak mewajibkan kamu datang ke kantor. Namun, work from anywhere akan terasa lebih fleksibel dalam pemilihan tempat, yang ditentukan oleh rasa nyaman karyawan sendiri.

Baca Juga: Habis WFH Terbit ‘Workcation’, Ini Fakta-fakta yang Perlu Kamu Tahu

Dari sisi perusahaan, sistem work from anywhere atau work from home punya manfaat tersendiri. Selain bisa menghemat biaya operasional, seperti biaya penyewaan gedung kantor, perusahaan juga tahu mana karyawan yang loyal dalam pekerjaannya. Jadi, meski tidak dipantau secara langsung dengan bertemu setiap hari, mereka dapat mencapai target kerja dengan baik.

Kelebihan dan Kekurangan Work From Anywhere

Lalu, apa kelebihan dan kekurangan dari WFA? Berikut manfaat yang bisa kamu jika menerapkan sistem kerja WFA:

  1. Kamu jadi lebih hemat biaya

Manfaat WFA yang pertama adalah kamu akan jadi lebih hemat. Kamu tidak perlu mengeluarkan biaya untuk membeli bensin kendaraan atau bayar biaya transportasi untuk pergi ke kantor.

Kalau dari sisi perusahaan, mereka juga lebih menghemat dengan tidak perlu menyediakan fasilitas kerja, seperti wifi atau makan siang. Sama-sama untung, bukan?

  1. Dapat kerja sambil traveling

Kelebihan dari work from anywhere yang selanjutnya adalah kamu dapat bekerja sambil traveling. Pasalnya, dengan WFA, kamu jadi dapat bekerja dari mana saja, asalkan ada akses internet. Bahkan kalau merasa nyaman, kamu juga dapat bekerja dari dalam kendaraan umum seperti kereta.

  1. Kamu jadi lebih fleksibel dalam mengatur jam kerja

Sebelum adanya sistem work from home atau work from anywhere, perusahaan membayar karyawan berdasarkan jam kerja. Tidak peduli apakah kamu sedang produktif atau tidak memanfaatkan jam kerja, aturan ini sudah berlaku tetap.

Akan tetapi, sejak work from anywhere diterapkan, kamu dapat jadi lebih fleksibel mengatur jam kerja. Jika sedang bersemangat, kamu bisa saja membereskan pekerjaan 8 jam kerja dalam waktu 4 jam WFA. Sisa waktunya dapat kamu manfaatkan untuk hal lain, seperti belajar hal baru, melakukan hobi, atau mengurus keluarga.

Kekurangan dari Sistem WFA

Setelah membahas kelebihan dari work from anywhere, kali ini kita juga akan membahas kekurangannya dari sistem ini. Karena tren bekerja WFA bisa dibilang masih baru, sangat wajar kalau tidak semua orang siap melakukannya.

Baca Juga: Bisa Kerja dari Mana Saja yang Kamu Pilih, Tertarik Jadi ‘Digital Nomad’?

Jadi, buat kamu yang memang ingin mencoba WFA, coba cari tahu solusi dari kekurangan-kekurangan work from anywhere di bawah ini ya.

  1. Work Life Balance dapat terganggu

Menurut beberapa orang, work from anywhere merupakan sistem kerja yang dapat membuat kita jadi lebih produktif dengan waktu kerja lebih singkat. Namun, ada beberapa orang yang malah susah melakukan manajemen waktu, WFA akhirnya dapat mengganggu work life balance.

Kalau kamu termasuk workaholic, WFA juga berpotensi membuatmu jadi kesusahan memisah jam kerja dan istirahat. Akhirnya, tanpa terasa kamu akan bekerja dari siang sampai malam, sampai lupa untuk beristirahat.

  1. Sangat bergantung pada akses internet

Kekurangan selanjutnya dari sistem ini adalah kamu jadi sangat bergantung pada akses internet. Waktu WFA, kamu harus bisa membereskan semua pekerjaan secara online, mulai dari setor pekerjaan sampai meeting. Bila tidak ada jaringan internet yang baik, tentu itu akan menghambat kamu dalam menyelesaikan pekerjaan nantinya.

  1. Meningkatnya risiko terkena depresi

Work from anywhere dapat meningkatkan risiko terkena chronic loneliness atau kesepian kronis. Pada awal WFA, kamu mungkin merasa bahagia karena dapat mengatur jam kerja.

Akan tetapi, tanpa adanya manajemen waktu dan sosial yang baik, kamu justru berpotensi kehilangan koneksi dengan lingkungan sekitar. Akhirnya, kamu dapat merasa kesepian dan berisiko mengalami depresi.

Read More

Emotional Labour: What it is and Why it Falls to Women in the Workplace and Home

Have you ever been asked to make a cup of tea for your colleagues in the workplace? A recent survey commissioned by Samsung of around 2,000 employees in the UK showed that this is about three times more likely to happen to you if you are a woman.

Women are expected to do more non-work office tasks, such as organising staff away days and cards and gifts for colleagues, than men. Even if a woman says no to a task like this, it’s likely that another women will be asked in her place.

Women are fearful of being seen as difficult and more likely to agree to take on the invisible and unpaid labour that detracts from their other responsibilities. They may think, “If I don’t do it, another woman will.” And women have to hide their displeasure or discomfort and pretend to be accommodating even at the cost of their own mental health. This process of managing, modulating, and suppressing one’s emotions to fulfil expectations from others or to achieve professional goals is called “emotional labour”.

American sociologist Arlie Hochschild first introduced the concept of emotional labour in 1983 to mean that emotions have a market and exchange value in our capitalist society. People are required to regulate their emotions to fit in with the emotional norm, and manage their emotions to ensure the smooth flow of business necessary to get a wage.

Emotional labour was never intended to be a gendered term. But invisible unpaid labour, like doing the office tea round, falls disproportionately on women – who then have to manage their emotional response to carrying out unwanted tasks.

As I discuss in my book Hysterical, this is is due to gendered stereotypes that women are more empathetic or nurturing. They lack the “status shield” – the social protection – that men have to act outside what is expected of their role. So women make the tea or organise the office Secret Santa, and pretend that they are happy to do so.

Also read: Proper Child Care Boosts Women’s Participation in The Workforce

Acting out Empathy

There actually seems to be little difference between men and women when it comes to the ability to empathise. However, there is a more significant difference between men’s and women’s motivation to show empathy. Women are more conscious of their social gender roles and the need to conform to them – perhaps in order to advance their careers.

What’s more, while there is pressure on everyone to maintain pleasantness and conform to emotional rules, people of colour feel this pressure much more than others and have to modulate their emotions much more in the workplace.

This is because their regulation of emotions in the workplace is also likely to include having to deal with racially motivated hostility and micro-aggressions – small, subtle instances of discrimination that the perpetrator may not even realise they are doing. The intersection of the pressure placed on them by both their gender and their race means that this emotional labour is magnified for women of colour.

In academia, Black and brown women may have to perform more emotional labour than men and white women. Research has found that Black women scholars are challenged by non-Black students who perceive them as less capable and competent and confer lower status on them.

Despite microaggressions like these, Black and brown women academics have to manage their anger and frustration to appear professional because any anger outburst will only reinforce the stereotype that they are not, in fact, capable and professional.

This work – constantly being on high alert to figure out the emotional norms in the workplace, making an effort to appear to be warm and likeable, and suppressing emotions in order to create comfort for others – all have an impact on the health and wellbeing of women and women of colour in particular.

Also read: Housewives vs Working Mom: Enough with the Arguing!

In the Home

While Hochschild does not extend the definition of emotional labour to the domestic domain, I do not agree. In the home, women often bear the responsibility for the everyday running of the house, childcare and all the niggly organisational tasks.

While taking on these roles, women also often internalise the message that they are expected to be nurturing, that this work of caring is their responsibility and shouldn’t seem so onerous – and that they should never complain, or get angry, tired and frustrated. And so they suppress any discontentment.

This emotional load is never higher than around the festive season. In heterosexual relationships, much of the burden of creating magic for everyone, especially the children, and making everyone feel comfortable and joyous seems to fall to women – even in the most gender-equitable households.

Also read: Can Women Have It All? Working and Mothering in Jakarta

What Can We Do?

A significant part of the responsibility for changing this lies with men. They should reflect on their expectations of women around them in the workplace – and in the home. Men reading this should reflect: Do you treat women differently to your male colleagues? Do you expect them to carry the burden of tasks that are often invisible and unpaid? If so, step up, address your internal biases and become an ally.

For women, it is important to learn to say no. It is true that taking a stand like this is another emotional burden for women to bear. But change has to start somewhere.

Or, another solution might be to just make a really bad cup of tea and not be asked ever again. But that is unlikely to change the systemic problems for everyone. More importantly, women of colour do not have the luxury – or the status shield – to fail.

Pragya Agarwal, Visiting Professor of Social Inequities and Injustice, Loughborough University.

This article was first published on The Conversation, a global media resource that provides cutting edge ideas and people who know what they are talking about.

Read More
pengertian fatigue management

Apa itu ‘Fatigue Management’: Tips Atasi Lelah Berlebih di Tempat Kerja

fatigue management – Kamu pernah enggak merasakan lelah yang sangat saat bekerja? Saking lelahnya, pekerjaan jadi terbengkalai dan kamu bingung dan kerap meragukan banyak hal. “Ngapain aku masih di sini, apa yang lagi aku cari?”

Jika merasakan itu di lingkungan kerja, bisa jadi kamu mengalami fatigue. Dari hasil penelitian National Safety Council, 69 persen pekerja pernah mengalami fatigue di tempat kerja. Karena itu, fatigue management merupakan suatu hal yang penting dilakukan.

Secara sederhana, cara kerja fatigue management adalah perusahaan mesti punya mitigasi dalam menangani problem fatigue para pekerjanya. Strategi ini penting, sebab fatigue tidak cuma berpengaruh pada produktivitas kerja, tapi juga kesehatan mental buat para pekerja.

Supaya hal tersebut jangan sampai terjadi, kenali lebih dalam apa itu fatigue management dan bagaimana melakukannya di tempat kerja.

Pengertian Fatigue Management

Fatigue management adalah usaha untuk mencegah terjadinya fatigue atau rasa lelah, capek, tidak bersemangat, serta turunya motivasi kerja.

Baca Juga: ‘Digital Fatigue’: Kelelahan Digital dan Cara Tepat Mengatasinya

Menurut Psychology Today, fatigue di kantor merupakan penurunan kapasitas kinerja secara mental dan fisik seseorang.

Workplace fatigue ini penyebabnya pun beragam. Berikut beberapa penyebab dari workplace fatigue:

  • insomnia
  • lingkungan kerja yang tidak mendukung untuk fokus
  • jam kerja yang berlebihan

National Safety Council juga melakukan penelitian yang menunjukkan, 13 persen masalah atau kecelakaan kerja yang terjadi di tempat kerja disebabkan oleh fatigue. Ini jadi bukti kalau fatigue management di tempat kerja sangat penting dilakukan oleh perusahaan serta para pekerja.

Strategi Fatigue Management yang Dapat Diterapkan di Tempat Kerja

Berikut ini beberapa strategi untuk menjalankan fatigue management dan mengurangi stres di tempat kerja yang dirangkum dari beberapa sumber:

  1. Atur jadwal dan jam kerja karyawan

Ada banyak pekerja yang sukarela untuk bekerja lembur, maka sangat penting perusahaan untuk memberikan kejelasan dalam kebijakan tim atau perusahaan mengenai jam kerja.

Baca Juga: Apa itu ‘Zoom Fatigue’ dan Bagaimana Cara Menghadapinya?

Perusahaan dapat memberikan arahan ke setiap manajer yang ada di setiap divisi, dengan memberikan batasan mengenai jam kerja, jadwal shift kerja, sampai deadline yang dibuat dalam timnya.

Akan sangat bagus juga bila diberikan sosialisasi mengenai pentingnya work-life balance.

  1. Lakukan komunikasi dengan karyawan

Sangat penting buat perusahaan untuk meningkatkan komunikasi dengan karyawan yang ada. Dalam fatigue management, perusahaan dapat melakukan pendekatan dan membuat kebijakan untuk memfasilitasi komunikasi yang baik. Contohnya, dengan melakukan survei, kuisioner, atau menggunakan kotak saran.

Banyak karyawan yang tidak mengetahui apa yang dibutuhkan untuk mendapatkan solusi dari perasaan fatigue di tempat kerja.

Dengan adanya kebijakan dan pendekatan untuk komunikasi yang lebih baik akan membantu karyawan untuk mendapatkan solusi nantinya.

  1. Memberikan edukasi ke karyawan mengenai istirahat yang cukup

Istirahat dapat menjadi cara mengurangi risiko terjadinya fatigue di tempat kerja. Perusahaan dapat membuat semacam program edukasi kepada karyawannya mengenai pentingnya istirahat.

Saat perusahaan dapat memberikan edukasi tentang hal ini, karyawan akan jadi lebih paham mengenai batasan, juga kebutuhan mereka dalam hal istirahat. Jadi produktivitas kerja mereka juga dapat meningkat.

Baca Juga: 7 Cara Jitu Atasi ‘Mental Fatigue’ di Tempat Kerja

  1. Perusahaan lakukan penilaian tingkat fatigue

Dalam melakukan penilaian, perusahaan dapat melakukan beberapa metode berikut ini:

  • survei: cara yang pertama ini untuk mengidentifikasi area mana yang menyebabkan karyawan stres di tempat kerja dan menyebabkan kelelahan serta hilangnya motivasi dalam bekerja.
  • one-on-one: ini adalah cara penilaian dengan pendekatan yang lebih personal, cara ini dapat dilakukan oleh manajer, yang akan langsung berbicara ke setiap anggota di divisinya.
  • one-to-ten shout outs: cara ini menggunakan semacam survei, dengan mengkategorikan apa yang karyawan rasakan dengan skala angka 1-10 (1 paling buruk dan 10 paling baik)
  1. Membuat program kesejahteraan untuk karyawan

Program ini bisa dibuat berbagai bentuk. Contohnya, dibuat kelas olahraga di kantor seminggu sekali, perusahaan menyediakan alat olah raga, atau mengadakan medical check up sebulan sekali buat para karyawan.

Bukan cuma dengan menyediakan fasilitas saja, fatigue management juga dapat berbentuk dorongan pada anggota tim kamu untuk dapat berkonsultasi. Tepatnya, ketika ada masalah atau perusahaan dapat melakukan kampanye tentang inisiatif yang berkaitan dengan kesejahteraan.

Read More
metode pengambilan keputusan di perusahaan

7 Metode Pengambilan Keputusan di Perusahaan

metode pengambilan keputusan – Pernah galau enggak, sih waktu harus memutuskan hal penting di perusahaan tempatmu bekerja. Tenang saja, kamu enggak sendiri karena hal ini relatif lazim dialami banyak karyawan.

Tak cuma atasan, kemampuan membuat keputusan juga penting dimiliki oleh semua karyawan. Memang pengambilan keputusan sering kali merupakan hal yang susah dilakukan, karenanya perlu banyak pertimbangan.

Tak jarang keputusan yang kurang tepat, akan menghasilkan solusi kurang efektif. Nah, agar bisa membantu kamu melakukannya, ada beberapa metode pengambilan keputusan yang bisa kamu lakukan.

Metode-metode yang  biasa disebut sebagai teknik mengambil keputusan, dipakai untuk mendapatkan solusi efektif. Tidak cuma itu saja, beberapa metode ini juga akan membantumu jadi lebih percaya diri atas keputusan yang diambil.

Agar lebih jelas, berikut ini beberapa contoh metode pengambilan keputusan, yang sudah kami rangkum dari beberapa sumber.

7 Metode Pengambilan Keputusan

  1. Decision matrix

Metode decision matrix bisa membantumu dalam mengevaluasi berbagai pilihan dengan menyeluruh dalam menentukan keputusan.

Baca Juga: 7 Gaya Kepemimpinan yang Disukai Karyawan

Dikutip dari Indeed, kamu perlu membuat tabel dengan beberapa kolom.

Setiap kolom berisi beragam keputusan yang sekiranya akan kamu ambil. Lalu, kolom lainnya berisi alasan serta faktor mengapa opsi tersebut perlu dipilih.

Lewat informasi yang didapat dari decision matrix, kamu bisa mendapat urutan dari setiap alternatif keputusan lewat kepentingan dan kebutuhanmu.

  1. Trial and error

Trial and error adalah alat pengambilan keputusan ‘aktif’ yang memungkinkan kamu untuk menguji berbagai opsi dan menilai hasilnya. Metode pengambilan keputusan ini melibatkan uji coba terhadap opsi keputusan tersebut dan mengevaluasi setiap manfaat secara langsung.

Trial and error sangat pas digunakan untuk membuat keputusan dalam skala dan dampak yang tidak terlalu besar, serta keputusannya dapat ditarik kembali.

  1. Analisis SWOT

Metode pengambilan keputusan yang umum digunakan adalah analisis SWOT (strengths, weaknesses, opportunities, threats). Analisis SWOT akan sangat membantu dalam menilai setiap aspek dari opsi keputusan yang ada.

Baca Juga: Pengertian Pola Pikir Kreatif dan Bagaimana Cara Meningkatkannya

Lewat penelitian yang mendalam dari berbagai sudut pandang, ini akan membuat kamu dapat mengetahui apa yang jadi kekuatan serta kelemahan dari setiap keputusan.

Dari sana, kamu bisa memaksimalkan kekuatan dan kesempatan setiap pilihan serta meminimalisasi kelemahan juga ancaman yang dimiliki.

  1. Pareto analysis

Pareto analysis merupakan metode pengambilan keputusan di mana kamu menilai setiap alternatif. Lewat metode ini, kamu bisa mengurutkan alternatif berdasarkan prioritas yang ada.

  1. Metode multivoting

Multivoting adalah metode yang sangat berguna apa lagi kalau ingin dilakukan secara kolaboratif.

Metode tersebut membantu kelompok mempersempit opsi dengan memilih keputusan sesuai kebutuhan setiap individu di dalamnya. 

6. Cost-benefit analysis

Cost-benefit analysis merupakan metode pengambilan keputusan yang bisa dipakai ketika kamu berhadapan dengan pilihan yang punya dampak finansial. Misalnya, untung rugi perusahaan, untung rugi karyawan, biaya produksi, dan sejenisnya.

Metode ini akan membantumu menilai biaya dari setiap opsi mana yang lebih menguntungkan, tapi biaya yang dikeluarkan paling rendah. 

  1. Konsultasi

Cara selanjutnya adalah dengan berkonsultasi. Kamu bisa mengundang orang lain untuk memberikan saran agar lebih mudah mengambil keputusan. Dalam hal ini, kamu dapat menggunakan jasa seperti konsultan atau rekan kerja lain yang lebih paham.

Metode pengambilan keputusan macam ini biasanya memang tidak diwarnai banyak perdebatan, tetapi akan butuh waktu yang lebih lama. Pasalnya, kamu perlu mempertimbangkan berbagai saran yang masuk.

Read More
pengertian holiday stress

‘Holiday Stress’: Memahami Stres yang Datang Menjelang Liburan

Tidak terasa sebentar lagi kita akan berganti tahun, musim liburan menjelang. Biasanya, orang-orang akan senang menyambut hari libur mereka, dan mempersipakan perjalanan liburan tahun baru bersama orang-orang terdekat. Namun, ternyata perasaan senang itu tidak dialami semua orang.

Ada teman saya yang setiap menjelang akhir tahun justru merasa sedih dan kurang semangat. Ternyata, fenomena itu biasa disebut holiday stress.

Holiday stress ternyata sering dialami oleh banyak orang. Perasaan stres atau rasa sedih yang dialami tiap orang akan berbeda, mulai dari ringan sampai depresi berat.

Nah, agar lebih paham tentang hal ini, berikut penjelasan lengkapnya mengenai holiday stress, dan cara tepat untuk mengantisipasinya.

Pengertian Holiday Stress

Holiday stress adalah stres atau perasaan negatif yang yang muncul sekitar akhir tahun, atau menjelang liburan. Menurut Healthline, holiday stress ini bisa menyerang siapa saja, bahkan anak-anak.

Penyebab hal ini biasanya karena ada tekanan atau keharusan untuk berupaya semaksimal mungkin untuk acara liburan nantinya. Karena banyak orang yang memilih akhir tahun untuk menjadi momen untuk berkumpul dengan keluarga atau bersenang-senang.

Baca Juga: Apa itu ‘Post Graduation Blues’ yang Sering Serang ‘Fresh Graduate’

Belum lagi, akhir tahun menjadi waktu yang sibuk buat banyak perusahaan, sehingga tekanan kerja jadi semakin tinggi.

Semua hal-hal tersebut yang berujung pada holiday stress yang harus dihindari.

Meskipun kamu tidak mengalami hal ini, kamu dapat memperhatikan orang yang di sekelilingmu dan membantu mereka kalau memperlihatkan tanda-tandanya.

Berikut ini beberapa tanya yang muncul:

Tanda di atas memang umum dan mungkin dapat berarti hal lain.

Akan tetapi, coba perhatikan kapan tanda-tanda ini muncul dan apakah perilakunya berbeda dari biasanya.

Cara Tepat Mengantisipasi Holiday Stress

Supaya hal ini tidak sampai terjadi, berikut beberapa cara, dikutip dari Verywell Mind, yang bisa kamu lakukan sebelum musim liburan datang.

Hal-hal ini akan membantu kamu merencanakan akhir tahun, menekan stres, dan mengelola keuangan dengan baik.

1. Tentukan budget yang akan kamu keluarkan

Agar kondisi finansialmu tetap aman sehabis liburan, tips menghindari holiday stress yang pertama adalah menentukan budget. Selain itu, penting untuk menghindari emotional spending atau membeli hal yang tidak begitu penting.

Kamu juga perlu ingat kalau tidak wajib untuk memaksakan diri membeli barang mahal sebagai hadiah untuk orang lain. Yang terpenting adalah niat serta rasa tulus yang bisa tersampaikan.

2. Berani untuk menolak

Di akhir tahun, mungkin kamu banyak menerima ajakan dari teman atau keluarga untuk ikut ke berbagai acara.

Kamu boleh saja, kok, menolaknya kalau memang sudah merasa lelah secara mental dan fisik. Kamu dapat memberanikan diri untuk menolak dengan mengatakan tidak secara tegas.

Ini lebih baik dibanding mengikuti semua acara namun kamu jadi merasa stres dan terlalu lelah waktu akhirnya harus kembali bekerja nantinya.

3. Buat rencana

Aktivitas liburan dan akhir tahun dapat menjadi lumayan padat. Oleh karena itu, cara selanjutnya untuk menghindari holiday stress adalah membuat rencana terlebih dahulu.

Baca Juga: 4 Penyebab ‘Mood Swing’ Saat Bekerja dan Cara Mengatasinya

Buatlah daftar aktivitas yang ingin kamu lakukan dengan teman atau keluarga saat liburan nanti. Jangan lupa juga untuk mencatat kira-kira budget yang akan dikeluarkan nantinya.

4. Menentukan skala prioritas

Kalau menjelang akhir tahun pekerjaanmu masih banyak yang perlu diselesaikan, kamu dapat mengatasinya dengan cara menyusun prioritas. Caranya dengan membuat daftar pekerjaan dengan skala prioritas, pekerjaan apa saja yang perlu diselesaikan sebelum liburan dan tuliskan juga deadline dari setiap pekerjaan.

Bila sudah membuat skala prioritas, tapi masih ada pekerjaan yang sebenarnya masih dapat ditunda untuk dikerjakan setelah liburan, jangan ragu untuk meminta izin kepada atasan supaya ia dapat memberikan kelonggaran kepadamu untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut setelah libur akhir tahun.

Setelah itu, kamu dapat membereskan pekerjaan yang sudah akan mendekati deadline lebih dahulu. Biarpun kelihatan sederhana, faktanya cara ini sangat efektif untuk menekan stres.

Read More