8 Tanda Kantor Dukung Perempuan yang Patut Dicontoh

Walau kesempatan bersekolah tinggi dan bekerja semakin besar bagi perempuan Indonesia, masih banyak hambatan yang dihadapi perempuan pekerja. Mereka sering kali sulit mengembangkan kariernya karena berbagai alasan, bahkan harus rela berhenti kerja karena lebih dituntut keluarga atau masyarakat untuk mengutamakan urusan rumah tangga dan anak. Ini tidak lepas dari masih minimnya perusahaan yang menerapkan kebijakan berperspektif gender sebagai tanda kantor dukung perempuan.

Untuk mendorong mereka supaya dapat berkarier dengan baik, pemerintah telah berupaya membuat aturan yang menjamin hak-hak khusus pekerja perempuan sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang (UU) Ketenagakerjaan. Tetapi sayangnya, banyak pekerja perempuan yang masih belum menyadari bahwa hal ini adalah hak dasar yang harus diterima oleh pekerja perempuan, seperti cuti haid, melahirkan, durasi jam kerja dan fasilitas antar jemput bagi mereka yang bertugas malam hari. Ditambah lagi, meski sudah tahu ada aturan semacam itu dalam UU, banyak perusahaan yang masih mengabaikannya.

Untuk terus menggaungkan isu hak-hak pekerja perempuan ini, Magdalene didukung oleh Investing in Women, sebuah inisiatif dari pemerintah Australia, dan Indonesia Business Coalition for Women Empowerment (IBCWE) menyelenggarakan kompetisi video  #KantorDukungPerempuan. Dalam video-video kompetisi tersebut yang diikuti perwakilan 64 kantor tersebut, tergambar bagaimana perusahaan dapat mendukung para pekerja perempuannya.

Berikut ini beberapa tanda kantor dukung perempuan yang diceritakan para peserta kompetisi tersebut terkait inisiatif dan kebijakan di perusahaannya. Mereka menilai, kebijakan ramah perempuan tersebut telah menciptakan kondisi yang aman dan nyaman bagi perempuan untuk bekerja serta meniti tangga kariernya.

1. Penuhi Hak-hak Dasar Pekerja Perempuan

Perusahaan-perusahaan yang mengikuti kompetisi #KantorDukungPerempuan setidaknya sudah memenuhi beberapa hak-hak dasar pekerja perempuan seperti cuti hamil dan melahirkan, cuti haid, serta cuti saat keguguran. Mereka juga menyediakan ruang laktasi dan pekerja perempuan dapat mengakses fasilitas khusus seperti antar-jemput pada jam tertentu.

Berbeda dari perusahaan-perusahaan ini, perusahaan lain masih mempersulit pekerja perempuannya mendapat cuti haid, salah satunya di pabrik es krim AICE yang kasusnya diekspos media tahun lalu.

Ada argumen perusahaan bahwa ketika pekerja perempuan mengajukan cuti haid, mereka bisa saja berbohong dan tidak benar-benar sakit parah ketika haid, sehingga berdampak pada produktivitas mereka. Padahal, sakit atau pun tidak, cuti haid merupakan hak yang semestinya bisa perempuan ambil.

Beberapa perusahaan mengharuskan adanya surat keterangan dokter lebih dulu saat pekerja perempuan hendak mengambil cuti ini. Tetapi di sebagian perusahaan lainnya seperti Radio Volare, sebuah radio lokal di Kalimantan Barat, dan Organisasi Koalisi Seni, pekerja perempuan mendapat kemudahan untuk mengambil cuti haid selama mengomunikasikannya ke pihak kantor.

2. Dukung Pekerja Perempuan Capai Posisi Strategis

Perempuan sulit naik ke posisi strategis di perusahaan masih menjadi isu kesenjangan gender di tempat kerja hingga saat ini. Hambatan ini dikenal dengan konsep glass ceiling, yakni hambatan tidak terlihat yang dialami oleh perempuan atau kelompok minoritas untuk menempati posisi atas.

Hambatan ini dimulai dari level individual, di mana perempuan mesti berupaya ekstra dari laki-laki untuk memperlihatkan kemampuan diri mereka. Dalam banyak kasus, meski sudah memperlihatkan kapabilitasnya, pekerja perempuan masih tidak dipercaya sebagai pemimpin karena stereotip negatif yang dilekatkan kepada mereka (lebih emosional, kurang berdedikasi karena harus membagi waktu dengan urusan domestik, tidak sejago laki-laki dalam mengelola perusahaan, dan sebagainya).

Namun, di beberapa perusahaan seperti Bank BTPN, Organisasi SOS Children Village, dan Koalisi Seni Indonesia, hambatan bagi pekerja perempuan seperti ini diminimalisasi. Mereka membuka peluang seluas-luasnya untuk jenjang karier lebih tinggi, baik bagi pekerja perempuan maupun laki-laki. Ini menjadi tanda kantor dukung perempuan lainnya.

Contohnya di Bank BTPN Indonesia, setiap tahunnya para pegawai dinilai melalui Key perfomance index (KPI)-nya. Dalam penilaian tersebut, tidak ada penilaian yang dipengaruhi oleh gender para karyawan.

3. Ada SOP Penanganan Kasus Kekerasan Seksual

Walaupun kasus kekerasan seksual fisik maupun nonfisik jamak ditemukan di kantor-kantor, belum banyak perusahaan yang memiliki standard operational procedure (SOP) penanganan hal tersebut. Tapi, tidak demikian di kantor SOS Children’s Village dan Bank BTPN.

Kedua institusi ini sudah memiliki sistem penanganan keluhan kekerasan seksual yang jelas. Dalam SOP SOS Children’s Village, sesuatu yang tergolong pelecehan seksual mencakup “melontarkan lelucon berbau seksual”, “tuntutan atau permintaan pelayanan seksual (permainan orang yang mempunyai otoritas dalam menawarkan kenaikan/promosi, dengan imbalan pelayanan seksual)”, “panggilan telepon/SMS/surat/e-mail yang bermuatan seksual”, dan “gerakan tubuh dan sikap yang tidak senonoh”.  

Jika seorang pekerja menjadi korban pelecehan seksual dan tak berani menegur langsung pelakunya, dia dapat menyampaikan keluhan kepada departemen SDM melalui penyelia yang bersangkutan.

Sementara di Bank BTPN, bahkan tersedia juga layanan konsultasi hukum untuk kasus perceraian dan lain-lain, agar karyawan perempuan BTPN tidak buta hukum.  

4. Layanan Konseling dengan Psikolog untuk Pekerja

Saat ini  kesadaran tentang isu kesehatan mental di level individu sedang meningkat, termasuk yang berkaitan dengan beban pekerjaan. Akan tetapi di level perusahaan, hal ini masih belum menjadi isu penting. Padahal, kesehatan mental sangat berpengaruh terhadap kinerja pekerja.

Sisiliya Fujiya salah seorang karyawan BTPN mengatakan bahwa kantornya sudah mulai menyadari bahwa isu ini sangat penting, terutama bagi pekerja perempuan. Di kantornya tersebut disediakan layanan konseling dengan psikolog bagi para karyawan sehingga mereka bisa menceritakan keluhan-keluhan yang tidak dapat mereka sampaikan ke keluarga atau rekan kerja lainnya.  Layanan konseling ini sangat membantu karyawan, terlebih pekerja perempuan karena kerap kali mereka mengalami tekanan mental besar akibat beban ganda bekerja di kantor dan mengurus tugas domestik di rumah.

5. Jam Kerja Fleksibel

Sebelum pandemi, banyak pekerja yang harus  berjam-jam berada di jalan untuk menuju ke kantor. Hal ini tentu saja melelahkan, apalagi jika kamu adalah seorang ibu bekerja. Kamu perlu bangun lebih pagi dari semua orang di rumah untuk mempersiapkan segala macam keperluan keluarga di rumah, kadang ada yang harus mengantar anaknya sekolah dulu, dan baru berangkat ke kantor. Belum lagi bila ada urusan di sekolah anak yang mengharuskan orang tuanya datang atau ketika anak tiba-tiba sakit. Beban seperti ini yang membuat banyak ibu bekerja tidak sanggup mengatur waktu, pikiran, dan energi antara urusan domestik dan publik, hingga akhirnya mereka memilih resign.

Perusahaan sering kali  kurang memahami konteks dan hambatan berlapis yang dialami oleh pekerja perempuan seperti ini. Namun, beruntung bagi sebagian perempuan yang bekerja di beberapa kantor peserta kompetisi video #KantorDukungPerempuan. Di perusahaan asuransi FWD, Koalisi Seni, SOS Children’s Village, misalnya, diterapkan kebijakan jam kerja fleksibel yang memudahkan pekerja perempuan menjalankan perannya, baik secara profesional maupun sebagai istri dan ibu.

6. Dapat Membawa Anak ke Kantor

Bagi ibu bekerja, apalagi jika anaknya masih kecil dan tidak ada babysitter yang membantu mengurus anak, sering kali mereka was-was saat meninggalkan anaknya. Selain itu, akses untuk day care pun tidak terlalu banyak dan kalaupun ada, sering kali biayanya mahal.

Di sebagian perusahaan, pekerja tidak diperkenankan membawa anak karena berpotensi mengganggu kinerja harian mereka. Tetapi tidak demikian di kantor Radio Volare, Koalisi Seni, dan SOS Children’s Village. Mereka memahami betul kebutuhan pekerja saat memiliki anak, apalagi yang masih kecil dan butuh pengawasan lebih. Karena itu, mereka menunjukkan tanda kantor dukung perempuan lainnya dengan memperbolehkan  pekerjanya untuk membawa anak ke kantor.

7. Dukungan bagi Pekerja Hamil Selain Cuti Melahirkan

Tidak hanya memenuhi hak dasar seperti cuti hamil dan melahirkan saja, sudah ada juga loh perusahaan yang mendukung pekerjanya yang tengah hamil agar mereka lebih nyaman bekerja. Contohnya seperti dirasakan oleh pekerja perempuan di PT Adis Dimension Footwear.

Di perusahaan ini, mereka bisa mengakses konsultasi gratis dengan dokter kandungan dan bidan yang sudah disediakan oleh perusahaan. Tidak hanya itu, PT Adis Dimension Footwear juga menyediakan katering makanan untuk pekerja perempuannya, agar para pekerjanya mendapat asupan makanan bergizi.

8. Cuti Ayah untuk Bantu Istri Pasca-melahirkan

Cuti melahirkan baik untuk pekerja perempuan maupun laki-laki memang masih menjadi pro dan kontra, sebab bersinggungan dengan keuangan dan produktivitas pekerja di perusahaan. Jenis cuti ini sering banget dianggap membawa kerugian untuk perusahaan karena mereka tetap harus membayar pekerja yang cuti selama beberapa bulan. Maka itu, tidak jarang perusahaan yang belum memberi hak cuti melahirkan memadai bagi pekerjanya, apalagi pekerja laki-laki.

Padahal, dalam UU Ketenagakerjaan pasal 93 ayat 2 disebutkan, “Pengusaha wajib membayar upah apabila pekerja/buruh menikah, menikahkan, mengkhitankan, membaptiskan anaknya, istri melahirkan atau keguguran kandungan, suami atau istri atau anak atau menantu atau orang tua atau mertua atau anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia”. Lebih lanjut dalam pasal 92 ayat 4 dinyatakan, pekerja yang tidak masuk karena istri melahirkan atau keguguran dibayar selama dua hari.

Cuti berbayar selama dua hari bagi ayah ini dirasa sangat kurang mengingat sakit atau beratnya beban perempuan sehabis melahirkan. Karenanya, beberapa perusahaan berinisiatif membuat kebijakan progresif seperti pemberian cuti ayah bagi pekerja laki-laki yang istrinya baru melahirkan. Hal ini bisa ditemukan misalnya di Bank BTPN, Opal Communication, dan Lingkar Temu Kabupaten Lestari. Di Opal Communication, pekerja laki-laki bahkan bisa mengakses cuti ayah selama sebulan untuk membantu istrinya di rumah.

Durasi cuti ayah di tiap perusahaan memang masih berbeda-beda. Tetapi, mengingat sudah ada perusahaan yang memperhatikan isu ini, seharusnya masalah cuti ayah mendapat perhatian lebih dari pemerintah dan juga perusahaan lainnya. Dengan mengakomodasi laki-laki untuk berperan lebih dalam urusan rumah tangga dan anak, pemerintah dan perusahaan sebenarnya juga membantu meringankan beban ganda perempuan yang kerap menyandungnya dalam perjalanan menapaki tangga karier.

Read More
kepemimpinan perempuan

Risa E. Rustam: Pemimpin Perempuan Perlu untuk Atasi Kesenjangan Gender di Tempat Kerja

Bagi sebagian besar perempuan, meniti tangga karier dari bawah hingga akhirnya dapat mencapai posisi puncak bukanlah perjalanan mudah. Hal ini dialami pula oleh Risa Effenita Rustam, satu dari sedikit perempuan yang duduk di jajaran direksi pada industri jasa keuangan Indonesia. Ia kini menjabat sebagai Direktur Keuangan dan Sumber Daya Manusia PT Bursa Efek Indonesia (BEI), posisi yang dipegangnya sejak Juni 2018.

Di dunia keuangan dan pasar modal, dinamika yang terjadi sangat cepat sehingga menjadi tantangan tersendiri bagi orang-orang seperti Risa. Namun, hal itu tidak menyurutkan semangatnya untuk terus belajar dan bekerja keras hingga akhirnya dapat mencapai posisi pemimpin.

Sudah lebih dari tiga dekade Risa berkecimpung di dunia keuangan. Lulus S1 dari Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada, ia mengawali kariernya di HSBC-Custodial Services pada 1989. Dua tahun kemudian, ia bekerja sebagai settlement manager di Baring Securities Indonesia (yang kemudian diambil alih oleh ING Securities Indonesia), dan diangkat menjadi direktur pada tahun 1999. Pada 2004 hingga 2016, Risa menjabat sebagai direktur/Chief Operating Officer (COO) di Macquarie Sekuritas. 

Magdalene berkesempatan mewawancarai Risa pada Selasa (6/4) lalu mengenai pengalamannya selama berkarier di industri keuangan, serta pandangannya tentang isu kesetaraan gender dan kepemimpinan perempuan di tempat kerja. Berikut ini petikan wawancara kami.

Read More
Cara Jadi HRD Profesional

5 Tips Jadi HRD Profesional untuk Lingkungan Kerja Setara

Menciptakan lingkungan kerja yang setara, terutama dalam hal gender, memerlukan dukungan semua elemen tempat kerja. Salah satu pihak yang menjadi aktor utama pencapaian kesetaraan gender di tempat kerja adalah adanya Human Resources Department (HRD) alias departemen sumber daya manusia yang profesional.

Tugas HRD ini beragam, mulai dari, perencanaan sumber daya manusia, rekrutmen dan seleksi, pengembangan karyawan, manajemen performa, penggajian, dan lain sebagainya.

Baca Juga: Bentuk Diskriminasi Gender di Tempat Kerja dan Cara Mengatasinya

Direktur Eksekutif Indonesia Business Coalition for Women Empowerment (IBCWE), Maya Juwita mengatakan, banyak sekali keuntungan untuk perusahaan jika perusahaan mulai memperbaiki kebijakannya agar lebih ramah terhadap pekerja perempuan. Ia mengakui memang masih banyak perusahaan menganggap memberikan akses lebih untuk perempuan di tempat kerja adalah biaya, padahal itu justru akan memberi perusahaan lebih banyak keuntungan. 

“Memberikan cuti melahirkan enam bulan, misalnya. Waduh, [mereka pikir] itu nanti cost-nya gimana? Padahal, kalau mereka bikin regression analysis aja, enggak semua perempuan dalam perusahaan itu akan melahirkan lagi. Dan belum tentu ada yang  berencana mau melahirkan, atau enggak juga dalam waktu yang bersamaan semuanya cuti melahirkan,” kata Maya kepada Magdalene dalam acara BiSiK Kamis di Instagram bertema “Women on Top: Tantangan dan Peluang“. 

Fakta lainnya, kesetaraan di tempat kerja juga membantu perusahaan untuk bertahan menghadapi pandemi. Legal Counsel Citi Indonesia serta Co-Chairwoman Citi Indonesia Women’s Network (IWN), Vera Sihombing mengatakan salah satu kunci agar perusahaan bertahan di tengah pandemi adalah mewujudkan  kebijakan serta kegiatan yang meningkatkan profesionalitas pekerja perempuan. 

Baca Juga: Berkaca dari Australia: Cara Menangani Pelecehan Seksual di Tempat Kerja

“Perempuan merupakan pilar kemajuan perusahaan. Jadi perusahaan harus memberikan mereka kesempatan aktualisasi diri untuk mencapai pencapaian yang maksimal di kantor,” kata Vera.

Agar lingkungan kerja lebih setara gender, kami memiliki tips jitu buat kamu yang bekerja sebagai HRD profesional di perusahaanmu, berikut ini.

1. HRD Profesional Merekrut Karyawan Baru dengan Prinsip Kesetaraan Gender

Beberapa kali kita melihat iklan lowongan kerja dengan syarat-syarat yang tidak relevan dan seksis, karena kaitannya dengan fisik calon pekerja, misalnya berpenampilan menarik, berusia tertentu, tinggi badan sekian, dan sebagainya. Padahal penampilan tidak ada sangkut pautnya dengan kemampuan seseorang dalam sebuah bidang. 

Baca Juga: Kantor Berbudaya Maskulin Tambah Beban bagi Pekerja Perempuan

Sebaiknya tidak menaruh hal-hal yang berkaitan dengan penampilan untuk syarat calon pelamar. Selain itu, di dalam proses rekrutmen, sebelum daftar para calon diajukan ke manajemen, sebaiknya nama dan gender disembunyikan dulu. Hal ini sangat membantu agar manajemen terhindar dari bias implisit. Pada tahap wawancara, pastikan ada keragaman opini di dalam ruangan. Dapatkan opini kedua dan ketiga. 

2. HRD Profesional Perlu Menerapkan Kebijakan yang Setara dan Adil 

Staf HRD profesional perlu berlaku adil dalam kebijakan-kebijakan yang dibuat. Apa pun latar belakang karyawan dan gender karyawannya, HRD profesional harus merangkul perbedaan sebab tenaga kerja yang lebih beragam juga lebih menguntungkan. 

Kita juga perlu menanamkan pemahaman bahwa kebijakan yang adil gender akan menguntungkan kedua belah pihak baik pihak karyawan laki-laki maupun perempuan. Adakan juga pelatihan tentang kesetaraan gender di tempat kerja supaya cara pandangnya berubah.  

3. Tanamkan Keutamaan Work-Life Balance pada Karyawan

Bekerja memang sebuah kewajiban, tapi jangan sampai lupa istirahat. Para staf HRD profesional perlu menanamkan prinsip work-life balance kepada seluruh karyawan termasuk kepala-kepala divisi. Ingatkan mereka untuk saling menghormati waktu istirahat masing-masing apalagi jika sedang cuti. 

Baca Juga: 12 Cara Hilangkan Jenuh dalam Bekerja Agar Tetap Produktif

Selain itu, HRD pun perlu jeli bahwa kondisi fisik dan mental antara karyawan perempuan dan laki-laki berbeda. Utamakan juga melihat permasalahan-permasalahan yang mereka hadapi dengan pendekatan dan perspektif gender, sebab sering kali permasalahan yang dihadapi tertutup oleh lapisan ketidaksetaraan yang dihadapi oleh perempuan.  

4. Buat Kebijakan dan SOP yang Ketat dan Efektif Terhadap Pelecehan dan Pelanggaran di Tempat Kerja

Ini masih menjadi pekerjaan rumah bersama di berbagai perusahaan, sebab pelecehan seksual di perusahaan masih luput dalam pembicaraan. Sebagai HRD profesional, kita perlu membicarakan isu ini dengan serius. 

Dalam riset yang dilakukan oleh Never Okay Project di tahun 2018, hanya 4 persen perempuan pekerja yang tidak pernah mengalami pelecehan seksual di tempat kerja. Bahkan, sebanyak 40 persen responden pernah mengalami pelecehan seksual secara fisik di tempat kerjanya. Temuan lain dari riset tersebut sebagian besar pelakunya merupakan atasan atau rekan kerja senior. 

Angka tersebut merupakan puncak gunung es dari banyaknya kasus yang terjadi. Sering kali korban terhambat untuk melapor sebab tidak adanya standard operational procedure (SOP) khusus yang menangani isu kekerasan seksual. Jika pun ada, SOP tersebut masih belum memihak kepada korban. 

Baca Juga: Apa Hukum Perempuan Bekerja di dalam Islam?

Karenanya, HRD profesional perlu membuat kebijakan khusus terkait dengan isu kekerasan seksual, dan yang terpenting kebijakan ini berpihak kepada korban. 

5. Dorong Kepemimpinan Perempuan 

Penting bagi HRD profesional untuk melihat apakah perusahaan sudah memberikan kesempatan yang sama bagi perempuan untuk mencapai pucuk kepemimpinan. Seperti yang kita tahu, jumlah pemimpin perempuan masih minim disebabkan oleh banyak tantangan salah satunya, beban ganda yang mereka emban. 

Untuk membantu mereka mencapai pucuk kepemimpinan perusahaan perlu memberikan dukungan terhadap perempuan, seperti misalnya waktu kerja yang fleksibel, dan layanan penitipan anak.

Read More
women lead forum

Women Lead Forum 2021 Digelar untuk Dukung Karier, Kepemimpinan Perempuan

Magdalene, didukung oleh Investing in Women, sebuah inisiatif dari Pemerintah Australia, dan Indonesian Business Coalition for Women Empowerment (IBCWE) menggelar acara Women Lead Forum 2021 #KantorDukungPerempuan. Acara yang diselenggarakan secara daring ini diadakan pada 7 dan 8 April 2021, mulai pukul 13.30 WIB.

Inisiatif penyelenggaraan Women Lead Forum 2021 tidak lepas dari temuan studi dan fakta di lapangan bahwa perempuan masih menemukan berbagai kendala klasik kendati secara struktural, banyak dari mereka yang sudah dapat memasuki dunia kerja dengan lebih mudah.

Kendala-kendala tersebut disinggung oleh Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia, Ida Fauziyah dalam keynote speech yang disampaikannya dalam Women Lead Forum 2021. Ia memaparkan bermacam kondisi ketimpangan gender yang masih ditemukan di kalangan pekerja Indonesia, mulai dari ketimpangan tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK), kesenjangan upah, hingga perlakuan diskriminatif berbasis gender.

Pernyataan Ida ini berangkat dari hasil studi, salah satunya dari survei Organisasi Buruh Internasional (ILO) pada Juli 2020, yang menyatakan bahwa perempuan pekerja di Indonesia masih menerima upah 23 persen lebih rendah dari laki-laki. Selain itu, tidak sampai 50 persen perempuan bekerja sebagai profesional dan hanya 30 persen dari mereka yang mencapai posisi manajer.

Baca juga: Bentuk Diskriminasi Gender di Tempat Kerja dan Cara Mengatasinya

Women Lead Forum Soroti Hambatan Perempuan Pekerja

Hambatan yang dihadap perempuan pekerja dipengaruhi beragam faktor, mulai dari budaya hingga sistem, fasilitas, dan kebijakan yang diterapkan di kantor-kantor.

“Hambatan [yang dihadapi pekerja perempuan] ini disebabkan oleh beban ganda, seksisme, dan stereotip dalam masyarakat, diskriminasi berbasis gender, hingga pelecehan seksual. Hambatan ini tidak hanya berdampak pada mereka secara individu dan keluarganya, tetapi juga pada potensi ekonomi negara dan Indeks Kesetaraan Gender Indonesia dalam peringkat dunia,” terang Ida.

Di samping itu, Ida juga menyoroti bagaimana pandemi COVID-19 membawa tambahan beban tersendiri bagi pekerja perempuan. Mereka yang mengemban peran gender tradisional untuk mengurus tugas domestik kerap kewalahan ketika harus membagi waktu dan tenaga untuk bekerja dari rumah serta membantu anak sekolah dari rumah. Tidak jarang tekanan yang terjadi selama pandemi juga mendatangkan kekerasan dalam rumah tangga dari pasangan bagi perempuan.

Sementara itu, pemimpin redaksi Magdalene, Devi Asmarani berkomentar bahwa hambatan-hambatan yang dihadapi pekerja perempuan telah membatasi kesempatan mereka dalam memaksimalkan potensinya. Kendati sudah ada kebijakan-kebijakan yang mendukung pekerja perempuan, dalam realitasnya implementasi kebijakan tersebut belum optimal.

“Perusahaan memiliki andil besar untuk mengubah situasi ini. Karena itu Women Lead Forum 2021 ini kami tujukan untuk menyatukan para pembuat kebijakan di pemerintahan, legislasi maupun di perusahaan untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman mereka, agar ada pembelajaran dan tercipta sinergi yang kuat untuk mencapai kesetaraan gender di tempat kerja,” ujar Devi.

women lead forum

Berangkat dari permasalahan ini, Women Lead Forum 2021 mengadakan empat diskusi panel yang menghadirkan berbagai narasumber kompeten dari pemerintah, sektor swasta, serta organisasi internasional. Adapun empat topik diskusi yang diangkat ialah “Antara Tanggung Jawab Rumah Tangga dan Kesempatan Kerja”; “Peran Perusahaan Mendukung Kesetaraan Gender di Tempat Kerja”; “Normalisasi Kesetaraan Gender lewat Media”; dan “Mendukung Kepemimpinan Perempuan: Kebijakan dan Perubahan Norma”.

Baca juga: Women Lead Forum 2021: Dukung Perempuan Berkarier, Jadi Pemimpin di Tempat Kerja

Women Lead Forum 2021 Angkat Isu Kepemimpinan Perempuan

Women Lead Forum 2021 menjadi acara puncak dalam rangkaian program Magdalene mendukung kepemimpinan dan karier perempuan. Sejak September 2020, Magdalene telah menerbitkan berbagai artikel terkait kehidupan perempuan pekerja dan upaya mendukung kepemimpinan perempuan melalui microsite womenlead.magdalene.co, podcast How Women Lead dan FTW Media, dan berbagai konten di media sosial.

Women Lead Forum 2021 dibuka dengan pidato dari Deputy Head of Mission dari Kedutaan Besar Australia, H. E. Allaster Cox.

“Memajukan perempuan dalam kepemimpinan dipandang sebagai salah satu pendorong utama kesetaraan gender. Kami tahu bahwa pemimpin perempuan juga lebih cenderung mendukung kesetaraan gender. Namun demikian, meningkatkan keterwakilan perempuan dalam posisi kepemimpinan tetap menjadi tantangan di seluruh dunia,” papar Cox.

Untuk itu, Australia merasa bangga bisa bergandengan tangan dengan Indonesia dalam perjalanan memperkuat keterwakilan perempuan dalam kepemimpinan, dan mencapai kesetaraan gender yang lebih baik di tempat kerja.”

Baca Juga: Berkaca dari Australia: Cara Menangani Pelecehan Seksual di Tempat Kerja

Terkait perempuan di posisi kepemimpinan, Ida juga menyatakan bahwa ini masih menjadi masalah yang perlu diselesaikan bersama. Sebagai contoh, di sektor aparatur sipil negara(ASN) yang mencapai 4,1 juta, 52 persennya adalah perempuan. Akan tetapi jumlah yang menduduki jabatan struktural relatif sedikit. Di jabatan tinggi madya, hanya ada 96 orang perempuan, jauh lebih sedikit dari laki-laki yang berjumlah 483 orang.

Kampanye #KantorDukungPerempuan Lewat Instagram

Di samping diskusi panel tersebut, dalam acara ini juga diumumkan para pemenang kompetisi video #KantorDukungPerempuan yang diadakan Magdalene di Instagram. Kompetisi ini telah diikuti oleh sekitar 100 peserta, di mana mereka sebagai pekerja menyatakan dengan bangga bagaimana kantor masing-masing mendukung pekerja perempuan.

“Harapan kami, kebijakan dan best practices yang kuat dapat direplikasi oleh tempat kerja lainnya,” ujar Devi.

Baca Juga: Pelecehan Seksual di Tempat Kerja: Dinormalisasi dan Alat Jatuhkan Perempuan

Selain itu, terdapat pula berbagai acara lain seperti bincang-bincang inspiratif dengan perempuan wirausaha muda serta pertunjukan stand up comedy oleh Sakdiyah Ma’ruf dan Ligwina Hananto.

Women Lead Forum 2021 juga terselenggara berkat dukungan Citi Indonesia, Martha Tilaar Group, Women in Mining (WIME), The Body Shop Indonesia, Nipplets, WeWaw, Industrial Organizational Club, dan Go Works.

Read More
ciri ciri bos idola

Women Lead Forum 2021: Dukung Perempuan Berkarier, Jadi Pemimpin di Tempat Kerja

Peluang bagi perempuan untuk terjun ke dunia profesional semakin terbuka saat ini, namun berbagai kendala yang menjegal mereka menaiki tangga karier dan menjadi pemimpin di beragam industri masih kerap ditemukan.

Survei Organisasi Buruh Internasional (ILO) pada Juli 2020 menemukan, perempuan pekerja di Indonesia menerima upah 23 persen lebih rendah dari laki-laki. Selain itu, tidak sampai 50 persen perempuan bekerja sebagai profesional dan hanya 30 persen dari mereka yang mencapai posisi manajer, menurut survei yang sama.

Baca juga: Kesenjangan Gender di Dunia Profesional, Mulai dari Upah sampai Penugasan

Perempuan juga masih sering menghadapi masalah lain terkait gendernya, mulai dari diskriminasi dan seksisme, hingga pelecehan seksual. Hambatan lain adalah norma sosial dan budaya yang tidak mendukung perempuan berkarier dan menjadi pemimpin, serta tidak adanya kebijakan dan fasilitas memadai bagi perempuan pekerja, terlebih yang sudah berkeluarga. Di sebagian perusahaan, bahkan hak-hak dasar perempuan seperti hak cuti haid atau melahirkan masih diabaikan.  

Berangkat dari masalah perempuan dalam berkarier dan ketimpangan gender dalam kepemimpinan, Magdalene bekerja sama dengan Indonesian Business Coalition for Women Empowement (IBCWE) menggelar Women Lead Forum 2021, yang berlangsung pada 7 dan 8 April 2021 secara online. Acara ini didukung sepenuhnya oleh Investing in Women, sebuah inisiatif dari Pemerintah Australia.

Women Lead Forum 2021 akan dibuka dengan pidato dari Deputy Head of Mission dari Kedutaan Besar Australia, H. E. Allaster Cox dan keynote speech dari Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia, Ida Fauziyah.

Acara ini menghadirkan serangkaian diskusi panel bersama 12 narasumber kompeten dari pihak pemerintah, sektor swasta, serta organisasi internasional.  

Ada empat topik terkait perempuan di dunia kerja yang akan dibahas: Antara Tanggung Jawab Rumah Tangga dan Kesempatan Kerja; Peran Perusahaan Mendukung Kesetaraan Gender di Tempat Kerja; Normalisasi Kesetaraan Gender lewat Media; dan Mendukung Kepemimpinan Perempuan: Kebijakan dan Perubahan Norma.

Baca juga: Bentuk Diskriminasi Gender di Tempat Kerja dan Cara Mengatasinya

Selain diskusi panel, ada sesi bincang-bincang inspiratif bersama perempuan wirausaha muda, serta pertunjukan stand up comedy dari Sakdiyah Ma’ruf dan Ligwina Hananto. Women Lead Forum 2021 juga akan mengumumkan pemenang kompetisi video #KantorDukungPerempuan yang diselenggarakan Magdalene di Instagram.

Acara ini juga terselenggara berkat dukungan Citi Indonesia, Martha Tilaar Group, Women in Mining (WIME), The Body Shop Indonesia, Nipplets, WeWaw, Industrial Organizational Club, dan Go Works.

Pendaftaran dapat dilakukan lewat bit.ly/WomenLeadForum2021, dan informasi terkait jadwal acara dapat dilihat di akun Instagram Magdalene.

Read More