Beri Perempuan Kesempatan: Pembelajaran dari Islandia Soal Kepemimpinan Perempuan

kepemimpinan perempuan

Girl Power di Berbagai Sektor

Sebagai negara dengan indeks kesetaraan gender tertinggi di dunia, Islandia mulai melirik peran perempuan pemimpin untuk membersihkan kekacauan yang dilakukan para pemimpin laki-laki sebelumnya. Akhirnya tampuk kepemimpinan Islandia jatuh pada Johanna Sigurdardotti, yang resmi dilantik pada Februari 2009. Sebagai perdana menteri perempuan pertama dan secara terbuka mengaku dirinya sebagai lesbian, Sigurdadotti membuktikan bahwa pemimpin perempuan mampu memulihkan ekonomi Islandia secara signifikan serta membuat kebijakan-kebijakan yang inklusif dan mementingkan kesejahteraan rakyat serta komunitas marginal.

“Pengalaman telah menunjukkan kepada saya bahwa perempuan sering kali lebih disukai untuk membangun sistem kesejahteraan yang kuat, dan setelah krisis keuangan, sistem seperti itu sangat penting untuk memastikan kebutuhan dasar masyarakat terpenuhi, mengurangi pengangguran dan melindungi keluarga berpenghasilan rendah,” tulis Sigurdardotti

Revolusi kepemimpinan perempuan di masa pemulihan krisis Islandia tidak hanya terjadi di badan pemerintahan saja, namun juga dunia bisnis dan perbankan. Di antara mereka yang menonjol adalah bankir Halla Tómasdóttir dan Kristin Petursdóttir, pendiri Audur Capital. Mereka menyiasati pemulihan krisis Islandia dengan menggalang dana investasi, bekerja sama dengan bintang pop Björk, untuk meningkatkan ekonomi yang hancur dengan berinvestasi dalam teknologi hijau.

Seperti dilansir The Guardian, Petursdóttir dan Tómasdóttir dalam menjalankan perusahaan dan perencanaannya selalu membawa nilai-nilai keperempuanan ke dalam lingkungan kerja yang sebagian besar didominasi laki-laki. 

“Dana Björk kami fokuskan  pada pertumbuhan berkelanjutan. Islandia adalah negara pertama di dunia yang memasuki krisis, tetapi kami bisa menjadi yang pertama keluar, dan perempuan memiliki peran besar dalam hal itu. Ini kembali ke nilai-nilai yang selalu kami pegang. Sementara banyak laki-laki di luar sana sibuk memikirkan egonya dengan memperkosa dan merampok. Para perempuan menjalankan pekerjaan dari rumah,” ujar Tómasdóttir dalam wawancaranya dengan The Guardian.

Nilai Feminin

Istilah “female values” yang mereka katakan seolah menghancurkan stigma terhadap perempuan yang sering kali terhalang menjadi pemimpin karena dianggap terlalu perasa, emosional dan sensitif. Dalam kasus Islandia, justru nilai-nilai keperempuanan yang tidak dimiliki laki-laki tersebut merupakan keunggulan yang berhasil menyelamatkan Islandia perlahan pulih dari krisis.

Menurut Tómasdóttir, “female values” yang selama ini ditekankan terdiri dari lima hal. Pertama, kesadaran risiko, agar tidak berinvestasi dalam hal-hal yang tidak dimengerti. Kedua, melihat laba atau keuntungan dalam perspektif yang lebih luas sehingga bukan hanya keuntungan ekonomi, tetapi sosial dan lingkungan yang berdampak positif. Ketiga, ketika  berinvestasi, penting untuk memeriksa perusahaan, apakah budaya perusahaan merupakan aset atau kewajiban.

Keempat, menormalisasi bahasa keuangan dan finansial supaya lebih dapat dimengerti semua kalangan. Kelima, para pemimpin perempuan itu tidak lupa untuk mengampanyekan kemandirian finansial untuk perempuan.

Bagi Sigurdadotti, keberhasilan Audur Capital dalam menangani krisis merupakan bukti nyata keberhasilan kepemimpinan perempuan. Ia juga menekankan tentang pentingnya kesempatan yang setara baik bagi laki-laki maupun perempuan untuk bekerja sama di masa-masa sulit.

“Hampir tidak ada perempuan di antara manajer bank Islandia yang gagal pada tahun 2008. Bahkan, bank-bank yang dikelola oleh perempuan, seperti Audur Capital, yang memberikan contoh terbaik tentang bagaimana menghadapi badai keuangan. Sebaliknya, kepala eksekutif perusahaan yang paling terpukul oleh krisis itu kebanyakan adalah laki-laki,” ujar Sigurdadotti.