Realita, Cinta, dan Romantisasi Kekerasan di Layar Lebar

Tahun lalu, film asal Polandia “365 Days” sempat ramai diperbincangkan setelah tayang di Netflix. Bercerita tentang romansa antara mafia Italia Massimo Torricelli dengan Laura Biel, seorang direktur penjualan sebuah hotel di Warsawa, Polandia, film ini menuai banyak kritik

karena dianggap mengglorifikasi kekerasan seksual terhadap perempuan.

Kritik terhadap film tersebut juga berlaku untuk banyak film yang mengangkat tema kekerasan seksual lainnya, baik dari dalam maupun luar negeri.

Apa saja akibat pelanggengan kekerasan terhadap perempuan dalam film ya? Ada enggak sih, film-film lain yang ngomong soal kekerasan terhadap perempuan tapi enggak diglorifikasi?

Read More
perempuan dirundung online

Perempuan di Ujung Jempol Netizen

Berlindung di balik anonimitas, jempol warganet gampang banget menuliskan komentar-komentar jahat di akun-akun orang lain, terutama di akun perempuan. 

Episode 4 FTW Media

Kenapa perempuan lebih rentan di-bully di dunia maya, ya? Menurut Dhyta Caturani dari Purple Code, pandangan masyarakat yang masih misoginis telah berujung pada banyaknya ujaran-ujaran misoginis serta seksis di dunia maya. 

Waduh, apa ya dampaknya jika perisakan online seperti ini terus terjadi? Apa iya hanya dengan log out dari media sosial, semua akan beres? Bagaimana seharusnya kita menghadapi hal ini?

Simak selengkapnya dalam episode terbaru podcast FTW Media ini ya!

Read More
potret perempuan dalam iklan

Sumur, Dapur, Kasur Potret Perempuan dalam Iklan

Pernah enggak kamu memperhatikan iklan-iklan yang cuma memperlihatkan perempuan mengurus rumah tangga aja, sedangkan laki-laki bekerja di luar rumah. Sementara dalam iklan produk kecantikan, perempuan selalu dituntut tampil cantik dan wangi untuk kepentingan laki-laki. 

Iklan televisi bisa dibilang merupakan salah satu media yang efektif buat menyampaikan pesan secara luas. Iklan disampaikan dengan secara persuasif untuk akhirnya mendatangkan recall yang tinggi dan menciptakan keinginan para konsumen akhirnya tertarik untuk membeli.

Potret perempuan dalam iklan sering dipakai dan dibilang sangat efektif untuk membujuk konsumen. Kita pasti sering sekali melihat penggambaran potret perempuan dipakai dalam iklan media elektronik seperti televisi.

Penggambaran perempuan yang sebatas ruang domestik seperti dalam gambar kaleng Khong Guan kayaknya sudah jadi standar atau playbook yang kudu dipatuhi, bahwa kalau pengen produknya dibeli perempuan, ya harus menampilkan perempuan yang distandarisasi juga penggambarannya.

Contohnya, penggambaran perempuan yang ruang geraknya hanya dalam ranah domestik, meja makan atau dapur itu misalnya. Nggak cuma dalam kemasan produk, dalam iklan-iklan produk yang sama, penggambaran semacam itu secara otomatis juga jadi pilihan.

Atau seperti produk-produk yang sebenarnya menyasar kaum pria, tetapi di iklannya sering sekali menampilkan model perempuan seksi yang tidak ada hubungannya dengan produk yang dijual. Potret perempuan dalam iklan ini seperti jadi hal yang biasa di era sekarang ini.

Potret perempuan dalam iklan seakan-akan dibuat menjadi alat untuk memasarkan produk saja. Tubuh yang dieksploitasi hanya untuk melepaskan definisi cantik versi standarisasi market dengan cara memamerkan bagian rambut yang panjang dan lebat untuk iklan shampo atau dalam iklan obat kurus yang menampilkan perempuan dengan fisik yang ramping.

Iklan yang cuma memperlihatkan fisik dari perempuan bisa kita bilang mengandung eksploitasi. Eksploitasi merupakan pengusahaan, pendayagunaan atau pemanfaatan, kalau dilihat memang eksploitasi tidak selalu bersifat buruk tapi bisa punya value yang baik. Tetapi dalam hal ini bergantung dari konteksnya.

Jangan dikira iklan produk itu enggak ada dampaknya, loh. Apa saja dampaknya? Apakah sudah ada perubahan ke arah yang lebih baik? Episode terbaru podcast FTW Media yang satu ini mengupas tuntas soal ini. Cuss dengerin!

Read More

Episode 12 – Reflection

Meski masih menjadi PR besar semua pihak, beberapa perusahaan sudah mulai memiliki kebijakan untuk menciptakan lingkungan kerja yang inklusif dan mendorong keseteraan gender.

Apa saja contohnya dan apa sih keuntungannya bagi perusahaan atau tempat kerja? Lalu apa peran pemerintah dalam mendorong lebih banyak perusahaan untuk melakukan ini?

Cari tahu jawabannya di episode episode terakhir How Women Lead, yang bisa kamu dengarkan di Spotify, Apple POdcast, dan layanan streaming podcast lainnya.
Read More

Episode 11 – What Women Want and Need

Jarang sekali ada pembahasan soal apa yang diinginkan dan dibutuhkan perempuan pekerja. Padahal kendala yang dihadapi perempuan pekerja itu berlapis, termasuk hambatan saat mau menjadi pemimpin.

Kita denger yuk, apa yang diinginkan dan dibutuhkan perempuan, untuk mengembangkan dirinya lebih baik lagi. Simak di podcast How Women Lead, di Spotify, Apple, dan layanan podcast lainnya.
Read More

Episode 10 – Resilience Through Crisis

Mengawali karier sebagai reporter Tempo tahun 1988, Gabriel Sugrahetty telah menduduki berbagai posisi di media tersebut, mulai dari editorial hingga divisi bisnis perusahaan. Setiap tantangan dia hadapi dengan pembelajaran tersendiri, hingga kini, sebagai konsultan bisnis, dia membantu perusahaan-perusahaan media di Indonesia dan Asia Tenggara membangun usaha mereka dan menghadapi krisis.

Di Episode 10 How Women Lead ini, simak bagaimana Hetty mengatasi berbagai tantangan yang sering kali ada karena gendernya, dan kenapa perempuan sering kali ditempati dalam posisi “tebing kaca” ketika perusahaan sedang mengalami situasi yang sulit.
Read More

Episode 9 – Leading with Compassion

Ketika krisis moneter 1997 menghantam Asia, perusahaan Sariayu ikut terpukul. Namun, demi tidak mem-PHK para karyawan, perusahaan melakukan inovasi dan tidak hanya bertahan, tapi mengeruk keuntungan. Di tengah pandemi Covid-19, inovasi kembali dilakukan agar para pekerja tidak terkena imbas krisis.

Pemimpin Martha Tilaar Group, yang memiliki brand kecantikan Sariayu, Martha Tilaar dan Wulan Tilaar, paham bahwa jika bisnis ingin selamat, perusahaan agile, adaptif, juga berani.

Simak kisah kepemimpinan mereka di Spotify dan layanan streaming lainnya.
Read More

Episode 8 – Plan for the Future

Banyak yang meremehkan kemampuan Nyai Masriyah Amva, saat suaminya meninggal dan ia harus mengambil alih kepemimpinan Pesantren Pondok Jambu Al Islamy, Cirebon. Namun dengan dengan sabar, tekun, dan rasa penuh empati, Masriyah membuktikan bahwa ia tidak hanya mampu memimpin pesantren, tapi juga membawanya ke arah yang lebih baik dan progresif.

Simak kisah Nyai Masriyah dalam podcast How Women Lead, di Spotify dan layanan streaming podcast lainnya.
Read More

Episode 7 – Adaptable and Flexibility

Pandemi menghantam banyak sekali perusahaan, salah satunya perusahaan garmen PT Pan Brothers Tbk. Namun dengan gesit, perusahaan ini kemudian melakukan ‘pivot’ yang berarti untuk bertahan di tengah krisis.

Simak perbincangan podcast How Women Lead bersama Anne Patricia Sutanto, Vice CEO PT Pan Brothers, tentang cara menavigasi bisnis selama pandemi, dan bagaimana fleksibilitas dan kemampuan beradaptasi sangat penting sebagai pemimpin.
Read More

Episode 6 – The Power of Connection

Ketika konflik di Poso pecah pada 2002 silam, Pendiri sekolah perempuan dan institute Mosintuwu, Lian Gogali menemukan banyak cerita dari para perempuan Poso yang jarang sekali ia dapatkan dari pemberitaan media nasional, salah satunya bagaimana perempuan-perempuan di Poso justru saling membantu satu sama lain antar agama antar komunitas.

Salah satu hal yang digarisbawahi oleh Lian dalam percakapan bersama Tim kami beberapa bulan lalu yaitu pentingnya kita menjadi seorang pendengar yang baik dan juga aktif. Menurut Lian mendengarkan itu juga berakar pada kemauan kita untuk memahami hidup sehari-sehari mereka itu seperti apa.

Read More