FTW Media Episode 12

Menjadi Konsumen Media yang Berdaya

Enggak terasa FTW Media sudah sampai episode terakhir aja, nih. Dari perjalanan kami mengupas representasi perempuan di media, ternyata masih banyak di antaranya yang nggak sensitif gender dalam pemberitaannya. 

Masalahnya beragam banget, mulai dari seksisme, seksualisasi, stereotipe, hingga yang suara perempuan yang masih minim terwakilkan di media. Memang sih, saat ini sudah ada beberapa perubahan dengan inisiatif menarik seperti Womenunlimited.id, sebuah database berisi narasumber peeempuan di berbagai sektor. Dalam iklan kita juha bisa melihat kampanye suami sejati dari kecap ABC, dan lain-lain. 

Tapi perubahan kayak gini nggak akan menjamur kalau konsumen kayak kita juga enggak mendukungnya. Kita bisa lho, mendorong produsen atau media untuk menggambarkan gender dengan lebih fair.

Yuk simak episode terakhir FTW Media ini! 

Nah, kamu punya komentar, masukan atau pertanyaan terkait bahasan ini? Kamu bisa sampaikan melalui [email protected] atau bisa melalui pesan di media sosial kami ya!

Read More

Marking dan Stereotyping Perempuan di Media

Pernah enggak sih kamu perhatiin orang-orang melanesia atau Indonesia Timur lebih sering digambarkan sebagai preman, atau orang jahat di sinetron dan film.

Kalau pun mereka tidak digambarkan jahat, biasanya dijadikan bahan olok-olokan dan digambarkan tidak bisa tertib dan suka membuat onar. Penampilan mereka pun biasanya digambarkan sebagai orang berkulit gelap dengan rambut yang keriting.Padahal tidak semua Melanesia berpenampilan seperti itu loh.

Alih-alih memberikan edukasi dan representasi yang baik untuk teman-teman minoritas, media malah menyebarkan representasi keliru seperti ini yang ujungnya bakal sangat merugikan kelompok minoritas.

Lantas, apa sih yang bisa kita lakukan untuk mengurangi representasi keliru ini? Sebetulnya, sudah sejauh mana sih media memperbaiki isu ini agar mereka lebih inklusif terhadap kelompok minoritas?

Read More

Seksploitasi Penyanyi Perempuan

Di dunia dangdut, bukan hal langka mendapati penyanyi perempuan bergoyang erotis dan kerap mendapat pelecehan dari penonton laki-laki. Mulai dari saweran yang diselipkan di belahan dada hingga aksi meraba bagian tubuh si penyanyi perempuan saat si penonton laki-laki berjoget bersamanya di panggung. Emang harus banget ya seperti ini? Bagaimana dengan genre musik yang lain?

Sayangnya di genre lain pun, sebagian penyanyi perempuan enggak luput dari eksploitasi, mulai secara ekonomi sampai seksual.

Apa memang mustahil bagi penyanyi perempuan untuk mendapatkan ruang aman untuk berkarya? Apa saja yang bisa kita lakukan agar ruang aman tersebut dapat terwujud?

Read More

Nangis atau Bengis: Stereotip Perempuan di Sinetron

Kamu pasti familiar banget dengan plot sinetron “Pintu Berkah” dan “Kisah Nyata”, di mana karakter istri di dalam sinetron tersebut selalu digambarkan teraniaya dan terlampau baik. Ketika ia digambarkan menjadi antagonis, sifat jahatnya tampak enggak realistis banget.

Makin ke sini, rasanya banyak sinetron Indonesia yang semakin seragam: Tokoh perempuan digambarkan entah sangat tipikal mulai dari super-pasrah dan terzalimi, tukang gosip, materialis, perayu, pelakor, atau mertua galak.

Ketika ada protes dari penonton soal kualitas plot dan karakter dalam sinetron, pihak industri sering berkilah “Loh kami kan cuma mengikuti selera pasar”. Alasan klasik banget.

Apa iya industri memang memotret selera pasar? Apakah memang benar selera masyarakat selalu monoton dan cenderung menyudutkan perempuan? Lalu apa yang bisa kita lakukan agar kita bisa mendorong keberagaman cerita dalam sinetron?

Read More
gamer perempuan

Bullying dan Seksualisasi: Perempuan dalam Dunia Game

“Ngapain dah cewek maen pubg, nyusahin aja kalo kalah.”

“Cewek balik aja ke dapur, gausah maen game cowok”

Kamu sering mendengar kalimat-kalimat seperti ini ketika bermain game? Kamu enggak sendiri kok. Banyak banget gamer perempuan yang mengalami hal yang sama, bahkan yang sudah di tingkat profesional. Enggak cuma itu aja. Di dunia game yang memang masih terkesan maskulin, sering kali penggambaran karakter perempuannya cenderung dangkal, penuh stereotip, serta diseksualisasi.

Kalau begitu, apa ya yang bisa kita lakukan agar dunia game bisa lebih inklusif? Sudah sejauh mana sih dunia game menciptakan rasa aman dan nyaman bagi semua gamer?

Read More

Cerita Cinta Toksik Dalam Fiksi: Yay or Nay?

Siapa yang enggak kenal novel Fifty Shades of Grey dengan karakter Anastasia Steele dan pengusaha muda Christian Grey yang dibumbui aktivitas sadomasokis diterbitkan pada 2011 dan langsung booming di kalangan para pembaca perempuan. DI balik kesuksesan novel yang sudah diadaptasi ke layar lebar ini, banyak juga timbul perdebatan batas antara etika, kekerasan seksual dan emosional.

Ya berbicara soal kekerasan dan hubungan toksik di cerita fiksi romantis memang masih muncul dua kubu, ada yang bilang itu cuma fiksi doang santai dong, tapi ada juga yang bilang fiksi pun bisa jadi mempengaruhi para penikmatnya.

Semua memang kembali ke konsumen sih, tapi ada baiknya kita juga perlu punya saringan supaya cerita toksik semacam itu enggak memengaruhi kita sehingga enggak ada pemakluman terhadap kekerasan. Sebagai konsumen pun kita juga butuh percintaan lain yang enggak melulu toksik.


Nah apa saja yang bisa kita lakukan supaya cerita-cerita percintaah memiliki narasi yang beragam ya? Yuk simak cerita selengkapnya dalam podcast FTW Media episode terbaru ini!

Read More
perempuan dirundung online

Perempuan di Ujung Jempol Netizen

Berlindung di balik anonimitas, jempol warganet gampang banget menuliskan komentar-komentar jahat di akun-akun orang lain, terutama di akun perempuan. 

Episode 4 FTW Media

Kenapa perempuan lebih rentan di-bully di dunia maya, ya? Menurut Dhyta Caturani dari Purple Code, pandangan masyarakat yang masih misoginis telah berujung pada banyaknya ujaran-ujaran misoginis serta seksis di dunia maya. 

Waduh, apa ya dampaknya jika perisakan online seperti ini terus terjadi? Apa iya hanya dengan log out dari media sosial, semua akan beres? Bagaimana seharusnya kita menghadapi hal ini?

Simak selengkapnya dalam episode terbaru podcast FTW Media ini ya!

Read More
potret perempuan dalam iklan

Sumur, Dapur, Kasur Potret Perempuan dalam Iklan

Pernah enggak kamu memperhatikan iklan-iklan yang cuma memperlihatkan perempuan mengurus rumah tangga aja, sedangkan laki-laki bekerja di luar rumah. Sementara dalam iklan produk kecantikan, perempuan selalu dituntut tampil cantik dan wangi untuk kepentingan laki-laki. 

Iklan televisi bisa dibilang merupakan salah satu media yang efektif buat menyampaikan pesan secara luas. Iklan disampaikan dengan secara persuasif untuk akhirnya mendatangkan recall yang tinggi dan menciptakan keinginan para konsumen akhirnya tertarik untuk membeli.

Potret perempuan dalam iklan sering dipakai dan dibilang sangat efektif untuk membujuk konsumen. Kita pasti sering sekali melihat penggambaran potret perempuan dipakai dalam iklan media elektronik seperti televisi.

Penggambaran perempuan yang sebatas ruang domestik seperti dalam gambar kaleng Khong Guan kayaknya sudah jadi standar atau playbook yang kudu dipatuhi, bahwa kalau pengen produknya dibeli perempuan, ya harus menampilkan perempuan yang distandarisasi juga penggambarannya.

Contohnya, penggambaran perempuan yang ruang geraknya hanya dalam ranah domestik, meja makan atau dapur itu misalnya. Nggak cuma dalam kemasan produk, dalam iklan-iklan produk yang sama, penggambaran semacam itu secara otomatis juga jadi pilihan.

Atau seperti produk-produk yang sebenarnya menyasar kaum pria, tetapi di iklannya sering sekali menampilkan model perempuan seksi yang tidak ada hubungannya dengan produk yang dijual. Potret perempuan dalam iklan ini seperti jadi hal yang biasa di era sekarang ini.

Potret perempuan dalam iklan seakan-akan dibuat menjadi alat untuk memasarkan produk saja. Tubuh yang dieksploitasi hanya untuk melepaskan definisi cantik versi standarisasi market dengan cara memamerkan bagian rambut yang panjang dan lebat untuk iklan shampo atau dalam iklan obat kurus yang menampilkan perempuan dengan fisik yang ramping.

Iklan yang cuma memperlihatkan fisik dari perempuan bisa kita bilang mengandung eksploitasi. Eksploitasi merupakan pengusahaan, pendayagunaan atau pemanfaatan, kalau dilihat memang eksploitasi tidak selalu bersifat buruk tapi bisa punya value yang baik. Tetapi dalam hal ini bergantung dari konteksnya.

Jangan dikira iklan produk itu enggak ada dampaknya, loh. Apa saja dampaknya? Apakah sudah ada perubahan ke arah yang lebih baik? Episode terbaru podcast FTW Media yang satu ini mengupas tuntas soal ini. Cuss dengerin!

Read More

(Un)filter Me

Mau bentuk wajah terlihat tirus, Kulit muka terlihat glowing, bulu mata lentik, dan bibir merah merona?Sekarang hal itu bisa kita dapatkan dengan mengutak-atik filter kecantikan di kamera ponsel yang juga sering disebut beauty camera. Poof, kamu langsung bisa cantik dengan instan tanpa perlu susah-susah make up.

Eh tapi tunggu dulu,  semakin canggih  beauty camera atau filter kecantikan ini mengubah bentuk wajah hingga tubuh, hal ini ternyata berdampak sangat buruk bagi individu, apalagi perempuan yang sering menjadi target standar kecantikan yang tidak realistis.

episode terbaru FTW Media

Beauty Camera dan Dampaknya Terhadap Standar Kecantikan Masyarakat

Kalau kamu sendiri, pernah enggak mengubah bentuk wajahmu dengan  filter-filter kecantikan di beauty camera?

Pada 2019 lalu, seorang fesyen fotografer asal Inggris, John Rankin Waddell, menggelar pameran foto bertema “Selfie Harm”. Bersama dengan M&C Saatchi dan MT Art Agency,  Rankin meminta 15 orang remaja untuk mengedit swafoto atau selfie mereka hingga ke tahap yang mereka anggap “social-media friendly”.

Kebanyakan remaja mengubah wajah meniru para idola mereka. Yang diubah adalah hidung yang semakin kecil, mata yang besar, warna kulit yang lebih cerah, bibir yang lebih mungil dan bentuk muka yang semakin tirus.

Jadi penasaran, mengapa banyak orang yang sangat bergantung dengan filter kamera? Dan bagaimana filter kamera ini berdampak pada pandangan kita terhadap ide soal standar kecantikan yang ideal?

Read More

Women in Media and Why You Should Care

Dalam episode perdana FTW Media, kami mengajak kamu untuk kembali melihat bagaimana tiap-tiap media massa menggambarkan perempuan dalam produknya. Iklan bumbu dapur yang selalu memperlihatkan perempuan dalam peran-peran domestik, serial televisi yang lebih banyak menggambarkan perempuan tidak berdaya dan selalu ditindas sang suami, hingga novel-novel populer yang mengglorifikasi karakter laki-laki yang super toksik

Dengarkan podcast FTW Media di Spotify

Selain itu kami juga akan mengajakmu mengeksplorasi solusi-solusi apa yang bisa kita lakukan untuk mengubah penggambaran perempuan yang lebih baik. Nah, pantengin terus setiap Selasa ya!

Read More