Tips Anti-Gagal Saat Wawancara Kerja perhatikan bahasa tubuh

Tips Anti-Gagal Saat Wawancara Kerja: Perhatikan Bahasa Tubuhmu

Jangan remehkan tindakan berjabat tangan, mengangguk, atau menjaga postur tubuh agar tetap tegah. Semua itu adalah contoh bahasa tubuh yang penting diperhatikan, terutama saat menjalani wawancara kerja.

Bahasa tubuh atau bahasa non-verbal merupakan bentuk komunikasi yang kuat dan mendalam. Bahkan ketika kata-kata tidak diucapkan, bahasa tubuh dapat menyampaikan pesan yang jelas kepada orang lain.

Saat berhadapan dengan situasi penting seperti wawancara kerja, bahasa tubuh dapat menjadi kunci kesuksesan dalam menciptakan kesan positif.

Pentingnya Bahasa Tubuh dalam Interview

Dikutip dari Indeed, Body language in an interview: importance and tips, bahasa tubuh berperan penting dalam proses wawancara kerja. Lebih dari sekadar kata-kata yang diucapkan, bahasa tubuh dapat menjadi penanda kuat tentang kepribadian, sikap, dan kepercayaan diri seseorang.

Ketika kamu berbicara dengan pewawancara, bahasa tubuh kamu akan menyampaikan pesan yang tidak terucapkan secara verbal, dan hal ini dapat memengaruhi pandangan mereka tentang kamu sebagai calon karyawan.

Salah satu aspek utama dari bahasa tubuh dalam wawancara adalah ekspresi wajah dan senyuman. Saat kamu memasuki ruangan wawancara dengan senyuman hangat, itu menciptakan kesan positif pertama pada pewawancara. Senyuman adalah tanda kepercayaan diri dan kenyamanan, dan hal ini menunjukkan kamu bersemangat dan antusias di momen itu.

Selain senyuman, kontak mata juga memainkan peran penting. Melakukan kontak mata dengan perekrut memberi kesan, kamu benar-benar terlibat dan fokus pada wawancara. Ini menandakan kamu percaya diri dan siap untuk berinteraksi dengan baik di tempat kerja. Namun, perlu diingat untuk tidak berlebihan dalam kontak mata, karena itu bisa membuat perekrut merasa tidak nyaman.

Selain itu, gerakan tangan yang tepat juga dapat mendukung komunikasi kamu. Menggunakan gerakan tangan yang sesuai dan mendukung apa yang kamu katakan dapat menambah daya tarik dalam penyampaian pesan. Akan tetapi, sebaiknya hindari gerakan tangan yang terlalu berlebihan, karena itu dapat mengganggu perhatian pewawancara dari konten wawancara.

Baca Juga: 7 Tips Latihan ‘Interview’ Kerja demi Pikat HRD

Kiat-kiat Menggunakan Bahasa Tubuh yang Efektif dalam Wawancara

Kiat-kiat menggunakan bahasa tubuh yang efektif dalam wawancara kerja sangatlah penting untuk menciptakan kesan positif dan meningkatkan peluang kamu sukses mendapat pekerjaan. Bahasa tubuh yang tepat dapat menunjukkan rasa percaya diri, profesionalisme, dan keterbukaan kamu sebagai calon karyawan.

Dikutip dari Linkedin, Importance of Body Language In Interviews, berikut adalah beberapa tips tentang bagaimana kamu dapat menggunakan bahasa tubuh dengan efektif dalam wawancara:

  • Bersikap Ramah dengan Senyuman

Saat memasuki ruangan wawancara, berikan senyuman hangat kepada para pewawancara. Senyuman adalah salah satu bentuk ekspresi yang paling positif dan dapat membantu menciptakan suasana yang nyaman dan bersahabat. Senyuman juga menunjukkan kamu percaya diri dan senang menghadiri wawancara tersebut.

  • Tatap Mata dengan Percaya Diri

Selama wawancara, jangan ragu untuk menjaga kontak mata dengan pewawancara. Kontak mata yang kuat menunjukkan kamu fokus dan terlibat sepenuhnya dalam percakapan. Ini juga memberi kesan kamu memiliki rasa percaya diri dalam diri sendiri dan siap untuk berkomunikasi dengan baik.

  • Menggunakan Gerakan Tangan yang Tepat

Gerakan tangan yang tepat dapat memperkuat apa yang kamu katakan dan menambah daya tarik komunikasi. Gunakan gerakan tangan yang mendukung dan relevan dengan apa yang kamu sampaikan. Namun, hindari gerakan yang terlalu berlebihan atau mengganggu perhatian.

  • Postur Tubuh yang Menunjukkan Kepercayaan Diri

Pertahankan postur tubuh yang tegak dan terbuka. Hindari bersandar atau menyilangkan lengan di dada, karena itu dapat memberikan kesan kurangnya minat atau ketidakpercayaan diri. Berdiri atau duduk dengan postur tubuh yang tegak menunjukkan, kamu percaya diri dan siap menghadapi tantangan.

  • Tanggapi dengan Ekspresi Wajah yang Sesuai

Ekspresi wajah kamu dapat mencerminkan perasaan dan sikap kamu. Cobalah untuk menanggapi pertanyaan dengan ekspresi wajah yang sesuai dan positif. Hindari mengernyitkan atau menggumamkan bibir, karena itu dapat memberikan kesan ketidaknyamanan atau ketidakpuasan.

  • Jaga Volume dan Tempo Suara

Selain bahasa tubuh, suara kamu juga memiliki peran penting dalam wawancara. Pastikan untuk berbicara dengan volume yang sesuai, jelas, dan mudah didengar. Jangan terlalu pelan atau terlalu keras. Selain itu, kendalikan tempo bicara kamu agar terdengar tenang dan teratur.

  • Mendengarkan saat Rekruter Berbicara

Selain berbicara dengan baik, penting juga untuk mendengarkan dengan sungguh-sungguh. Tunjukkan bahwa kamu tertarik dengan pertanyaan dan informasi yang diberikan oleh pewawancara. Dengarkan dengan sabar dan jangan terburu-buru memberikan tanggapan.

  • Jaga Kontrol Diri saat Merasa Gugup

Merasa gugup adalah hal yang wajar dalam wawancara. Cobalah untuk tetap tenang dan mengontrol perasaan gugup kamu. Latih diri kamu sebelumnya dengan melakukan latihan pernapasan atau teknik relaksasi untuk mengatasi perasaan nervous.

  • Lakukan Isyarat Terima Kasih

Setelah wawancara selesai, jangan lupa untuk memberikan isyarat terima kasih kepada pewawancara. Anggukkan kepala dengan sopan dan berikan senyuman singkat sebagai tanda penghargaan atas kesempatan wawancara tersebut.

Baca Juga: Dear ‘Fresh Graduate’, Siapkan Hal Ini untuk Masuk ke Dunia Kerja

Bahasa Tubuh yang Perlu Dihindari dalam Interview

  • Kontak Mata yang Berlebihan

Kontak mata yang berlebihan atau terlalu intens dapat membuat lawan bicara merasa tidak nyaman. Berikan tatap mata dengan wajar dan alami.

  • Gerakan Tangan Terlalu Banyak

Terlalu banyak gerakan atau gelisah dapat mengalihkan perhatian perekrut dari apa yang kamu katakan. Cobalah untuk tetap tenang dan terkendali.

  • Menyilangkan Tangan

Hindari menyilangkan lengan di dada atau menyembunyikan tangan kamu, karena hal ini dapat memberikan kesan ketertutupan dan kurangnya keterbukaan.

Bahasa Tubuh di Berbagai Budaya dan Konteks

Perlu diingat bahwa setiap budaya memiliki bahasa tubuh yang berbeda. Apa yang dianggap sopan dan pantas dalam satu budaya mungkin dianggap tidak lazim dalam budaya lain. Oleh karena itu, penting untuk menyesuaikan bahasa tubuh kamu sesuai dengan konteks dan budaya tempat kamu berada.

Baca Juga: 6 Alasan Pindah Kerja yang Bisa Kamu Pakai

Atasi Rasa Gugup dalam Interview

Merasa gugup adalah hal yang wajar saat menghadapi wawancara kerja. Untuk mengatasi perasaan ini, cobalah melakukan latihan pernapasan atau visualisasi positif sebelum wawancara. Ingatlah bahwa perekrut juga manusia dan mereka memahami bahwa kamu bisa merasa gugup dalam situasi penting seperti ini.

Dalam wawancara kerja, bahasa tubuh dapat berbicara lebih keras daripada kata-kata. Penggunaan bahasa tubuh yang tepat dan efektif dapat meningkatkan kesempatan kamu untuk berhasil dalam wawancara. Tatap mata yang percaya diri, senyuman ramah, gerakan tangan yang tepat, dan postur tubuh yang menunjukkan kepercayaan diri dapat mencerminkan kepribadian dan kemampuan kamu secara positif.

Read More
hak pekerja perempuan di indonesia

Hak Pekerja Perempuan di Indonesia yang Perlu Diketahui

Penting untuk memastikan hak-hak semua individu dihormati dan dilindungi. Hal ini juga berlaku untuk hak-hak pekerja perempuan di Indonesia. Pekerja perempuan memainkan peran penting dalam dunia kerja, kontribusi mereka tidak hanya berpengaruh terhadap perekonomian, tetapi juga terhadap perkembangan sosial dan kesejahteraan masyarakat.

Dalam lingkungan kerja, pekerja perempuan sering menghadapi tantangan yang unik, termasuk diskriminasi, ketidakadilan upah, dan kekerasan seksual. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami hak-hak yang dijamin oleh hukum Indonesia serta upaya yang dilakukan oleh pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya untuk memastikan perlindungan dan kesetaraan bagi pekerja perempuan.

Dalam artikel ini, kita akan mengeksplorasi berbagai aspek penting hak-hak pekerja perempuan di Indonesia, termasuk perlindungan terhadap diskriminasi, kekerasan seksual, hak cuti persalinan, kesetaraan upah, promosi dan kenaikan jabatan, perlindungan terhadap pelecehan dan mobbing, serta keamanan dan kesehatan kerja.

Dengan memahami dan memperjuangkan hak-hak pekerja perempuan, kita dapat mendorong terciptanya lingkungan kerja yang adil, inklusif, dan berkeadilan gender. Hak-hak pekerja perempuan tidak hanya penting untuk individu, tetapi juga untuk kemajuan dan kemakmuran negara secara keseluruhan.

Kesetaraan Gender di Tempat Kerja

Perlindungan terhadap Diskriminasi

Salah satu aspek penting dalam hak pekerja perempuan di Indonesia adalah kesetaraan gender di tempat kerja. Setiap pekerja, baik pria, perempuan, dan lainnya, memiliki hak yang sama untuk bekerja tanpa adanya diskriminasi berdasarkan jenis kelamin.

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyatakan dengan jelas bahwa diskriminasi berdasarkan jenis kelamin dilarang dalam hal penerimaan kerja, kenaikan jabatan, dan kesempatan berkarier. Artinya, tidak ada alasan bagi perusahaan atau organisasi untuk membedakan perlakuan terhadap pekerja berdasarkan jenis kelamin mereka.

Akses terhadap Pendidikan dan Pelatihan

Pemerintah Indonesia juga telah mengambil langkah-langkah untuk memastikan bahwa pekerja perempuan memiliki akses yang sama terhadap pendidikan dan pelatihan. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan dan kompetensi pekerja perempuan, sehingga mereka memiliki peluang yang sama dalam dunia kerja.

Baca Juga: Menghadapi Diskriminasi di Tempat Kerja

Melalui kebijakan dan program pendidikan yang inklusif, perempuan diberikan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan formal dan non-formal yang sesuai dengan minat dan bakat mereka. Dengan memiliki kualifikasi dan keterampilan yang memadai, pekerja perempuan dapat bersaing secara adil dalam pasar tenaga kerja.

Kesetaraan Upah

Hak pekerja perempuan untuk upah yang setara dengan pekerja laki-laki juga dijamin undang-undang di Indonesia. Pekerja perempuan berhak menerima upah yang adil dan setara untuk pekerjaan yang sama atau setara dengan pekerjaan yang dilakukan oleh laki-laki.

Perlindungan terhadap Kekerasan Seksual

Perlindungan terhadap kekerasan seksual merupakan salah satu aspek penting dalam hak pekerja perempuan di Indonesia. Setiap individu memiliki hak untuk bekerja dalam lingkungan yang aman dan bebas dari ancaman kekerasan, termasuk kekerasan seksual.

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan melarang tindakan kekerasan seksual dan pelecehan seksual di tempat kerja. Hal ini mencakup segala bentuk perilaku yang tidak diinginkan atau memaksa yang berkaitan dengan seksualitas seseorang, seperti pelecehan verbal, pelecehan fisik, atau pemaksaan hubungan seksual.

Pemberi kerja diwajibkan untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman dan bebas dari kekerasan seksual. Mereka harus menjalankan tanggung jawab dalam mencegah, mengatasi, dan menindak tegas tindakan kekerasan seksual di tempat kerja. Hal ini termasuk memberikan pelatihan kepada karyawan tentang kekerasan seksual, mempromosikan kesadaran akan hak-hak pekerja perempuan, dan menyediakan mekanisme pengaduan yang efektif.

Selain itu, pemerintah Indonesia juga telah mengeluarkan kebijakan dan program untuk meningkatkan perlindungan terhadap kekerasan seksual. Salah satunya adalah pembentukan Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (UPPA) di dalam kepolisian yang khusus menangani kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Dengan adanya unit ini, diharapkan korban kekerasan seksual dapat melaporkan kasusnya dengan aman dan mendapatkan perlindungan serta keadilan yang layak.

Cuti Persalinan dan Hak Kesehatan

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan memberikan hak cuti persalinan bagi pekerja perempuan. Seorang pekerja perempuan berhak mendapatkan cuti persalinan selama minimal 3 bulan. Selama masa cuti persalinan ini, pekerja perempuan akan mendapatkan tunjangan yang tetap dibayarkan oleh pemberi kerja.

Baca Juga: Cuti Haid bagi Pekerja Perempuan: Problem Klasik yang Masih Mengusik

Hak cuti persalinan memberikan kesempatan bagi pekerja perempuan untuk pulih secara fisik dan emosional setelah melahirkan. Selain itu, cuti persalinan juga memberikan waktu yang diperlukan untuk merawat dan memberikan perhatian kepada bayi yang baru lahir. Hal ini penting dalam memastikan kesejahteraan ibu dan anak serta memberikan dukungan bagi pemberian ASI secara eksklusif.

Selain cuti persalinan, pekerja perempuan juga memiliki hak untuk mendapatkan akses ke layanan kesehatan yang memadai selama masa kehamilan dan setelah melahirkan. Hak ini mencakup pemeriksaan kesehatan rutin, pemantauan kehamilan, dan perawatan medis yang diperlukan.

Perlindungan terhadap Pelecehan dan Mobbing

Perlindungan terhadap pelecehan dan mobbing adalah salah satu aspek penting dalam hak pekerja di Indonesia. Setiap individu memiliki hak untuk bekerja dalam lingkungan yang bebas dari pelecehan, intimidasi, atau perlakuan yang merendahkan.

Pelecehan dan mobbing di tempat kerja dapat merugikan kesejahteraan dan produktivitas pekerja perempuan. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan melarang segala bentuk pelecehan, intimidasi, atau tindakan yang merugikan martabat seseorang di tempat kerja.

Perlindungan terhadap pelecehan dan mobbing mencakup langkah-langkah preventif dan penanganan kasus yang efektif. Pemberi kerja diharapkan untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman dan mengadopsi kebijakan yang jelas dalam menangani kasus pelecehan dan mobbing. Kebijakan ini harus memberikan prosedur pengaduan yang jelas, menjaga kerahasiaan pelapor, dan menjamin tidak adanya tindakan balasan terhadap pelapor.

Selain itu, penting untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang pelecehan dan mobbing di tempat kerja. Pelatihan dan sosialisasi kepada pekerja perempuan dan pemberi kerja tentang hak-hak pekerja, kode etik kerja, dan mekanisme pengaduan yang ada merupakan langkah penting dalam mencegah dan mengatasi pelecehan dan mobbing.

Kesetaraan Promosi dan Kenaikan Jabatan

Kesetaraan promosi dan kenaikan jabatan adalah salah satu aspek penting dalam hak pekerja perempuan di Indonesia. Setiap individu, tanpa memandang jenis kelamin, memiliki hak yang sama untuk kesempatan dan perlakuan yang adil dalam hal promosi dan kenaikan jabatan di tempat kerja.

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan telah menetapkan dasar hukum yang melindungi hak-hak pekerja perempuan terkait kesetaraan promosi dan kenaikan jabatan. Undang-undang ini mendorong pemberi kerja untuk memastikan bahwa proses seleksi dan promosi didasarkan pada kualifikasi dan kinerja, bukan diskriminasi gender.

Pentingnya kesetaraan promosi dan kenaikan jabatan terletak pada penciptaan kesempatan yang adil bagi pekerja perempuan untuk berkembang dan mencapai potensi penuh mereka di tempat kerja. Dalam lingkungan kerja yang setara, individu, termasuk pekerja perempuan, dievaluasi berdasarkan kompetensi, pengetahuan, dan kinerja mereka.

Keamanan dan Kesehatan Kerja

Keamanan dan kesehatan kerja adalah aspek penting dalam hak pekerja perempuan di Indonesia. Setiap individu, termasuk pekerja perempuan, memiliki hak untuk bekerja dalam lingkungan yang aman, sehat, dan bebas dari risiko yang dapat membahayakan keselamatan dan kesehatan mereka.

Baca Juga: Kesehatan Mental Pekerja Masih Diabaikan, Perusahaan Perlu Buat Perubahan Kebijakan

Pemerintah Indonesia telah mengambil langkah-langkah penting untuk memastikan perlindungan dan keselamatan pekerja perempuan di tempat kerja. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja menjadi dasar hukum yang mengatur standar keamanan dan kesehatan kerja di Indonesia.

Undang-undang ini mewajibkan pemberi kerja untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman dan sehat, termasuk mengidentifikasi, mencegah, dan mengurangi risiko kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Pemberi kerja juga harus memberikan perlindungan dan pelatihan yang diperlukan kepada pekerja perempuan untuk menjaga keselamatan dan kesehatan mereka.

Keamanan dan kesehatan kerja melibatkan berbagai aspek, seperti pemenuhan standar keamanan fisik, penggunaan alat pelindung diri, penanganan bahan berbahaya, dan pengendalian risiko lingkungan kerja. Pekerja perempuan memiliki hak yang sama dengan pekerja laki-laki untuk melindungi diri mereka sendiri dari risiko dan bahaya di tempat kerja.

Selain itu, keamanan dan kesehatan kerja juga melibatkan pemantauan dan evaluasi secara rutin terhadap kondisi kerja dan dampaknya terhadap kesehatan pekerja. Pemerintah dan pemberi kerja diharapkan melakukan inspeksi dan penilaian terhadap lingkungan kerja untuk memastikan bahwa standar keamanan dan kesehatan terpenuhi.

Read More
cara meningkatkan semangat kerja turun

5 Cara Meningkatkan Semangat Kerja yang Sedang Turun

Semangat kerja tentu dapat menurun pada waktu-waktu tertentu, apalagi kalau ternyata kamu baru saja menyelesaikan pekerjaan berat ditambah dengan deadline yang mepet. Tentu hal ini bisa membuat kamu jadi kurang fokus, kurang produktif, dan kurang bahagia dalam menjalani aktivitas sehari-hari.

Penting bagi kita untuk menemukan cara-cara yang efektif demi meningkatkan semangat kerja supaya tingkat produktivitas kerja terjaga.

Ada beberapa cara tepat untuk mengembalikan semangat kerja yang turun dan juga caranya bisa dibilang cukup mudah buat kamu coba. Beirkut beberapa tips efektif yang bisa kamu coba, dirangkum dari berbagai sumber.

Cara Sederhana Meningkatkan Semangat Kerja yang Turun

  1. Mengatur Waktu dengan Bijak

Mengatur waktu dengan bijak adalah kunci penting dalam meningkatkan semangat kerja dan produktivitas. Saat sedang bekerja, seringkali kita merasa kehabisan waktu dan sulit untuk menyelesaikan semua tugas yang ada. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memiliki strategi yang efektif dalam mengelola waktu kita.

Salah satu cara yang efektif dalam mengatur waktu adalah dengan membuat jadwal harian atau mingguan yang terperinci. Dalam jadwal ini, catatlah semua tugas dan aktivitas yang perlu kamu selesaikan. Prioritaskan tugas-tugas yang paling penting dan tentukan waktu yang tepat untuk menyelesaikannya. Dengan memiliki jadwal yang terstruktur, kamu dapat lebih fokus dan efisien dalam menjalani aktivitas sehari-hari.

Selain membuat jadwal, penting juga untuk menghindari penyebab pemborosan waktu, seperti gangguan dari media sosial atau percakapan yang tidak perlu. Identifikasi apa yang membuat kamu jadi tidak fokus dan cari cara untuk mengelolanya. kamu dapat menggunakan teknik pomodoro, di mana kamu bekerja selama periode waktu tertentu, misalnya 25 menit, kemudian mengambil istirahat singkat selama 5 menit. Dengan cara ini, kamu dapat mempertahankan fokus kamu dan menghindari kelelahan mental.

Baca Juga: ‘Digital Fatigue’: Kelelahan Digital dan Cara Tepat Mengatasinya

  1. Menghindari Prokrastinasi atau Menunda Pekerjaan

Prokrastinasi adalah kebiasaan menunda-nunda atau menunda pekerjaan yang harus segera diselesaikan. Ini adalah masalah umum yang dapat menghambat semangat kerja dan produktivitas kita. Menghindari prokrastinasi merupakan langkah penting dalam mencapai keberhasilan di tempat kerja. Dikutip dari Time, Psychologists Explain Why You Procrastinate—And How to Stop, berikut adalah beberapa tips yang dapat membantu kamu mengatasi prokrastinasi:

  • Mulailah dengan tugas yang sulit: Cenderung untuk memulai hari kerja dengan menyelesaikan tugas-tugas yang lebih mudah atau menyenangkan. Namun, ini dapat menjadi jebakan prokrastinasi. Sebaliknya, mulailah dengan menyelesaikan tugas-tugas yang sulit atau membutuhkan konsentrasi lebih tinggi. Setelah tugas sulit selesai, kamu akan merasa lega dan semangat kerja akan meningkat.
  • Buat tenggat waktu yang realistis: Mengatur tenggat waktu yang jelas dan realistis untuk setiap tugas dapat membantu mencegah prokrastinasi. Ketika kamu memiliki tenggat waktu yang ditetapkan, kamu akan merasa lebih terdorong untuk menyelesaikan tugas tepat waktu. Pastikan untuk mempertimbangkan kompleksitas dan skala tugas saat menetapkan tenggat waktu.
  • Temukan sumber motivasi dan inspirasi: Cari sumber motivasi dan inspirasi yang dapat membantu kamu mengatasi prokrastinasi. Dapat berupa buku, podcast yang dapat menginspirasi. Mengingatkan diri sendiri tentang tujuan dan impian kamu akan membantu mempertahankan semangat dan mengatasi prokrastinasi.

Baca Juga: Kehilangan Motivasi Kerja, Penyebab dan Bagaimana Cara Mengatasinya?

  1. Membangun Hubungan yang Positif dengan Rekan Kerja

Membangun hubungan yang positif dengan rekan kerja adalah faktor penting dalam meningkatkan semangat kerja dan produktivitas. Lingkungan kerja yang harmonis dan kerjasama yang baik antara tim dapat menciptakan atmosfer yang positif dan mendukung. Berikut adalah beberapa tips untuk membangun hubungan yang positif dengan rekan kerja:

  • Komunikasi yang baik: Komunikasi yang efektif adalah kunci dalam membangun hubungan yang positif. Berikan perhatian pada cara kamu berkomunikasi dengan rekan kerja kamu. Dengarkan dengan saksama, berbicaralah dengan sopan, dan jangan ragu untuk mengajukan pertanyaan atau klarifikasi jika ada yang tidak kamu mengerti. Komunikasi yang baik akan meningkatkan pemahaman dan mengurangi kesalahpahaman di tempat kerja.
  • Hindari konflik yang tidak perlu: Konflik dapat merusak semangat kerja dan menciptakan atmosfer yang negatif. Jika terjadi perbedaan pendapat atau masalah, carilah cara untuk menyelesaikannya secara dewasa dan konstruktif. Hindari konfrontasi langsung dan berusaha untuk mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan.
  • Memberikan apresiasi: Berikan apresiasi kepada rekan kerja kamu ketika mereka melakukan pekerjaan yang baik atau memberikan kontribusi yang berharga. Katakan terima kasih secara tulus dan jangan ragu untuk memberikan pujian yang tulus. Ini dapat meningkatkan semangat kerja dan motivasi rekan kerja kamu.
  1. Menjaga Keseimbangan Kerja dan Kehidupan Pribadi

Menjaga keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi atau work-life balance adalah hal yang penting untuk meningkatkan semangat kerja. Terlalu banyak fokus pada pekerjaan dapat menyebabkan kelelahan, stres, dan mengorbankan waktu bersama keluarga, teman, dan diri sendiri. Oleh karena itu, penting untuk menciptakan keseimbangan yang sehat antara keduanya.

  1. Mencari Tantangan Baru

Mencari tantangan baru merupakan langkah penting dalam meningkatkan semangat kerja dan menghindari rasa bosan atau kejenuhan dalam pekerjaan. Rutinitas yang monoton dapat mengurangi semangat dan motivasi kita. Oleh karena itu, penting untuk aktif mencari tantangan baru yang dapat memicu perkembangan dan pertumbuhan karier kita.

Baca Juga: Apa itu ‘Coping Mechanism’ dan Manfaatnya untuk Pekerja

Salah satu cara untuk mencari tantangan baru adalah dengan mengambil inisiatif untuk mengambil proyek-proyek yang menantang di tempat kerja. Jangan takut untuk keluar dari zona nyaman dan mencoba hal-hal baru. Proyek-proyek yang menantang akan memaksa kita untuk berpikir kreatif, mengembangkan keterampilan baru, dan menghadapi tantangan yang lebih besar. Hal ini akan memberikan perasaan pencapaian dan kepuasan yang dapat meningkatkan semangat kerja kita.

Selain itu, kita juga dapat mencari tantangan baru di luar pekerjaan. Misalnya, mengikuti kursus atau pelatihan yang relevan dengan bidang pekerjaan kita. Ini tidak hanya akan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan kita, tetapi juga memberikan kesempatan untuk berinteraksi dengan orang-orang baru dan mengembangkan jaringan profesional yang lebih luas. Tantangan baru di luar pekerjaan dapat memberikan perspektif yang segar dan memotivasi kita untuk tetap belajar dan berkembang.

Read More
pengertian job crafting

Apa itu ‘Job Crafting’ dan Manfaatnya untuk Pekerja

Dalam dunia kerja yang terus berkembang, konsep job crafting menjadi semakin relevan. Job crafting mengacu pada proses di mana individu merancang dan mengubah tugas, peran, dan hubungan dalam pekerjaan untuk menciptakan pengalaman yang lebih memuaskan dan bermakna. 

Dengan melakukannya, seseorang dapat meningkatkan keterlibatan, kepuasan kerja, dan kinerja secara keseluruhan.

Artikel ini akan menjelaskan secara rinci tentang konsep job crafting, manfaat, dan bagaimana mengimplementasikannya dalam kehidupan profesional.

Apa itu Job Crafting?

Dikutip dari Better Up, What is job crafting, why does it matter, and how can you do it?, Job crafting adalah konsep yang diperkenalkan oleh Amy Wrzesniewski dan Jane E. Dutton pada 2001. Ini mengacu pada proses di mana individu secara aktif mengubah elemen-elemen pekerjaan mereka, seperti tugas, peran, dan hubungan, untuk mencapai kepuasan dan makna yang lebih besar dalam pekerjaan mereka. Konsep ini memberikan karyawan kebebasan untuk mengatur dan mengelola pekerjaan mereka sesuai dengan pilihan dan kebutuhan masing-masing.

Baca Juga: Apa itu ‘Peak Performance’ di Dunia Kerja, Bagaimana Mencapainya

Dalam job crafting, individu berperan aktif dalam menciptakan pengalaman kerja yang lebih memuaskan dan bermakna. Mereka dapat mengubah fokus, menambahkan tantangan baru, menghilangkan tugas yang kurang bermakna, atau mengubah cara berinteraksi dengan rekan kerja, atasan, atau klien. Selain itu, individu juga dapat mengubah cara mereka memahami dan memberi makna pada pekerjaan.

Konsep ini juga menciptakan kesempatan bagi individu untuk memadukan minat, keahlian, dan nilai-nilai pribadi ke dalam pekerjaan mereka. Misalnya, seseorang yang memiliki minat dalam proyek-proyek kreatif, dapat mencoba mengubah tugas mereka agar lebih banyak terlibat dalam proyek semacam itu. Atau seseorang yang menikmati interaksi sosial dapat mencoba memperkuat hubungan dengan rekan kerja atau mengambil peran yang melibatkan lebih banyak kolaborasi.

Jenis-jenis Job Crafting

  1. Task crafting

Task crafting melibatkan mengubah dan menyesuaikan tugas dan tanggung jawab yang terkait dengan pekerjaan. Misalnya, seseorang dapat menambahkan tugas baru yang lebih menarik atau mengurangi tugas yang kurang bermakna.

  1. Relationship crafting

Relationship crafting melibatkan mengubah hubungan dan interaksi dengan rekan kerja, atasan, atau klien. Individu dapat mencari peluang untuk bekerja sama dengan orang-orang yang memotivasi mereka atau menghindari interaksi yang negatif.

  1. Cognitive crafting

Cognitive crafting melibatkan perubahan dalam cara seseorang memahami dan memandang pekerjaan mereka. Ini melibatkan pengaturan kembali persepsi dan makna yang melekat pada pekerjaan.

Manfaat Job Crafting

Job crafting memiliki beberapa manfaat bagi individu dalam mengelola pekerjaan mereka. Berikut adalah beberapa di antaranya:

  • Kepuasan Kerja yang Lebih Tinggi: 

Dengan melakukan job crafting, individu dapat memilih tugas-tugas yang sesuai dengan minat dan keahlian mereka. Mereka dapat menyesuaikan pekerjaan mereka agar lebih sejalan dengan preferensi pribadi. Hal ini secara langsung berdampak pada peningkatan kepuasan kerja secara keseluruhan.

Baca Juga: 7 Tips Menjaga ‘Work-Life Balance’ Buat ‘Fresh Graduate’

Ketika individu merasa pekerjaan mereka relevan dengan minat dan nilai-nilai sendiri, maka cenderung akan lebih puas dengan pekerjaan yang dilakoni.

  • Peningkatan Keterlibatan:

Job crafting memungkinkan individu untuk merasa lebih terlibat dalam pekerjaan mereka. Mereka memiliki kontrol yang lebih besar atas pekerjaan mereka dan dapat menyesuaikannya sesuai dengan preferensi pribadi. Dengan ini, individu menjadi lebih fokus, motivasi kerja meningkat, dan bersemangat dalam menjalankan tugas-tugas. Mereka merasa memiliki kontribusi yang lebih besar dalam organisasi dan merasa penting dalam mencapai tujuan bersama.

  • Motivasi yang Lebih Besar:

Dengan adanya kebebasan untuk merancang pekerjaan mereka sendiri, individu cenderung lebih termotivasi dan bersemangat untuk mencapai tujuan kerja. Mereka memiliki kebebasan untuk menetapkan target yang lebih menantang atau memilih proyek-proyek yang lebih menarik bagi mereka. Dalam mengubah pekerjaan mereka agar lebih sesuai dengan minat dan tujuan pribadi, individu merasa lebih terdorong untuk memberikan yang terbaik dalam pekerjaan mereka.

  • Pengembangan Karir yang Lebih Baik:

Job crafting memungkinkan individu untuk mengubah peran dan tanggung jawab, sehingga dapat mengembangkan keterampilan yang relevan dan meningkatkan peluang karire. Dengan merancang pekerjaan mereka agar sesuai dengan minat dan keahlian, individu dapat mengarahkan perkembangan karir mereka ke arah yang diinginkan. Mereka dapat memilih tugas-tugas yang membantu mereka tumbuh dan berkembang, serta memperluas jaringan profesional mereka melalui kolaborasi dengan rekan kerja yang relevan.

Baca Juga: Apa itu ‘Growth Mindset’ dan Cara Kita Mengembangkannya

Dengan semua manfaat ini, job crafting memberikan individu kendali yang lebih besar atas pengalaman kerja. Ini membantu menciptakan lingkungan kerja yang lebih bermakna, memuaskan, dan memotivasi. Dengan menggabungkan minat, nilai, dan keahlian pribadi ke dalam pekerjaan, individu dapat mencapai kepuasan kerja yang lebih tinggi, keterlibatan yang lebih dalam, motivasi yang lebih besar, dan peluang pengembangan karir yang lebih baik.

Job crafting adalah konsep yang memungkinkan individu untuk merancang pekerjaan mereka sendiri agar lebih memuaskan dan bermakna. Dengan mengubah tugas, hubungan, dan persepsi tentang pekerjaan, seseorang dapat mencapai kepuasan kerja yang lebih tinggi, meningkatkan keterlibatan, dan mengembangkan karir mereka. Penting untuk menghadapi tantangan dan mengambil langkah-langkah proaktif untuk melaksanakan job crafting.

Read More
Self Efficacy di Lingkungan Kerja

Beban Kerja Mahasiswa Magang Setara Pekerja Penuh Waktu, tapi Mayoritas Tak Diupah

Baru-baru ini, warganet membicarakan praktik magang mahasiswa yang umumnya tak mendapatkan upah. Ada yang pro, ada juga yang kontra dengan alasan beban kerja yang cukup berat.

Soal magang sendiri secara umum diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 6 Tahun 2020, sering dianggap sebagai sarana praktik sebelum memasuki dunia kerja, memperoleh jejaring profesional, hingga pengembangan kapasitas individu.

Sayangnya, meski para pemagang dipekerjakan penuh waktu layaknya pekerja, Pemernaker tersebut tak mengamanatkan kompensasi berupa upah dan hanya berupa uang saku yang meliputi “biaya transportasi, uang makan, dan insentif peserta pemagangan” yang layak.

Yang lebih parah lagi justru adalah peserta magang akademik, utamanya yang melibatkan pelajar dan mahasiswa.

Relasi kerja yang diatur dalam Permenaker di atas, sebenarnya merujuk pada “percantrikan” (apprenticeship), yakni pelatihan sebelum pekerja ditempatkan ke posisi jabatan tertentu. Sedangkan, magang yang melibatkan pelajar dan mahasiswa bukan bertujuan untuk itu, melainkan untuk tujuan pembelajaran (internship) – dan kegiatan ini belum memiliki payung hukum yang formal di Indonesia.

Akibatnya, meski juga kerap dipekerjakan secara penuh waktu, pemagang akademik bahkan tak mendapat hak uang saku sama sekali.

Hasil sementara dalam penelitian saya (belum dipublikasikan) memberi gambaran bagaimana alih-alih mengasah kompetensi pemagang, praktik magang akademik justru menempatkan mereka dalam posisi yang rentan di tempat kerja. Banyak dari mereka bekerja penuh waktu tanpa upah dan hak kerja layak.

Studi ini melibatkan 215 responden pekerja magang selama menjadi pelajar atau mahasiswa.

Berdasarkan jenjang pendidikan mereka ketika magang, sebanyak 88 persen merupakan mahasiswa sedangkan 12 persen berjenjang sekolah menengah. Di antara mahasiswa, sebanyak 66 persen dari rumpun ilmu sosial dan humaniora sedangkan 34 persen dari rumpun ilmu sains dan teknologi.

Instansi magang mereka berada di sektor lembaga publik (44 persen), swasta (41 persen), dan sebanyak 15 persen lainnya tersebar di sektor lain seperti Badan Usaha Milik Negara atau Daerah (BUMN/D), sektor pendidikan, dan nonprofit.

Baca juga: 9 Jurus Penting Sebelum Sah Jadi Anak Magang

Lemahnya Pemagang Akademik dalam Hierarki Kerja

Akibat absennya regulasi, banyak pemberi kerja di Indonesia menyamakan beban kerja pemagang akademik setara dengan pekerja formal.

Misalnya, mayoritas pemberi kerja sering menerapkan durasi kerja 8 jam per hari atau 40 jam per minggu sesuai Undang-undang (UU) Ketenagakerjaan. Padahal, regulasi ketenagakerjaan berlaku hanya jika ada hubungan pekerja dan pemberi kerja secara formal, bukan dalam konteks magang akademik.

Tak hanya itu, para pemagang dibebankan mekanisme target, kewajiban, kontrol, serta sanksi yang diberlakukan selayaknya pekerja penuh waktu.

Namun, berbeda dengan pekerja, pengelompokan pemagang akademik sebagai orang yang masih belajar atau mencari pengalaman juga membuat mereka rentan ditekan dalam “kultur kepatuhan” terhadap atasan dan instansi.

Seluruh dinamika tersebut membuat pekerja magang akademik justru menanggung beban kerja besar yang menghasilkan nilai bagi pemberi kerja – tanpa timbal balik yang setara buat mereka.

Hasil survei, misalnya, menunjukkan bahwa 53 persen responden pemagang menyatakan mereka seringkali bekerja di luar jam kerja hingga terpaksa membawa pekerjaan ke rumah karena beban kerja yang tinggi. Target yang harus mereka selesaikan juga setara dengan pekerja.

Ini bisa berupa penanganan keluhan pelanggan, rapat, membuat laporan, menginput data, atau observasi yang menyebabkan pemagang bekerja lembur.

Bahkan, beberapa menyatakan pernah bekerja lembur sampai dini hari, dan 3 persen responden bekerja lebih dari 8 jam per hari untuk menyelesaikan target.

Survei Magang Layak, Wulansari (2023)

Tak hanya itu, para responden kami juga melaporkan berbagai tekanan kerja akibat beberapa hal lainnya, termasuk:

  • hambatan teknis yang meliputi miskomunikasi, alat dan instrumen kerja yang tidak berfungsi, dan pendelegasian tugas yang buruk,
  • fasilitas pembelajaran yang tidak sesuai ekspektasi mulai dari minimnya ruang untuk berpendapat hingga mentor yang kurang handal dan responsif, serta
  • diskriminasi karena status mereka sebagai pemagang yang posisinya dianggap rendah.

Selain itu, sebanyak 72,6 persen responden menyatakan tidak memiliki kesempatan untuk memilih minat pekerjaan dan kompetensi yang mereka inginkan saat magang.

Pemagang justru hanya bisa menerima beban kerja yang diberikan oleh tempat magang, bahkan oleh oknum pekerja yang melimpahkan beban kerja penuh waktu mereka pada pemagang.

Baca Juga: 10 Tips Buat Kamu yang Baru Lulus dan Mau Lamar Kerja

Mayoritas Tak Diupah dan Tanggung Ongkos Sendiri

Meski sering menanggung beban dan target kerja yang sama dengan pekerja penuh waktu, kekosongan hukum dan kerangka kerja pemagang akademik sebagai “pembelajar” membuat mereka tidak punya jaminan hak-hak kerja yang layak dan adil.

Banyak dari mereka harus mengandalkan “kebaikan hati” pemberi kerja untuk memberikan upah. Misalnya, hanya 23,72 persen responden pemagang akademik menyatakan menerima upah.

Survei Magang Layak, Wulansari (2023)

Di antara mereka, mayoritas yang dibayar oleh perusahaan hanya berkisar Rp1-2 juta.

Sedangkan, bagi mereka yang melaksanakan program magang pemerintah, seperti lewat Program Magang dan Studi Independen Bersertifikat (MSIB) dalam kerangka Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM), mayoritas dibayar sebesar Rp2-2,9 juta.

Survei Magang Layak, Wulansari (2023)

Ongkos produksi yang harus ditanggung oleh pemagang akademik pun menjadi salah satu persoalan besar. Sebanyak 65,58% responden menyatakan tidak diberikan kompensasi ongkos transportasi dan uang makan.

Bagi mereka yang menerima, besarannya per bulan mayoritas hanya berkisar Rp 200-400 ribu.

Survei Magang Layak, Wulansari (2023)
Survei Magang Layak, Wulansari (2023)

Padahal, banyak pemagang harus menanggung ongkos transportasi dan uang makan sebesar Rp400-720 ribu per bulan. Banyak dari mereka membayar bahan bakar kendaraan dan banyak pula yang menggunakan moda transportasi umum untuk pulang dan pergi magang.

Baca Juga: 7 Tips Menjaga ‘Work-Life Balance’ Buat ‘Fresh Graduate’

Pemangkasan Biaya Produksi

Relasi kerja magang akademik juga menunjukkan adanya fenomena penggeseran risiko kerja dan ongkos produksi dari perusahaan ke pemagang.

Pada sektor swasta atau profit, ada banyak kasus juga ketika kompensasi justru diberikan oleh negara, misalnya program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) yang disebutkan sebelumnya.

Sebagai gambaran, lewat skema magang akademik seperti pada program MBKM, ada kisaran Rp55,9-78,3 miliar anggaran yang seharusnya menjadi ongkos pengupahan dari 216 perusahaan “mitra” yang justru ditanggung oleh pemerintah.

Padahal, skema ini mempermudah perusahaan melihat dan menguji talenta, kecocokan, dan kualifikasi profesional spesifik dari pegawai – dengan biaya rendah atau bahkan tanpa ongkos rekrutmen.

Di satu sisi, program ini pada kenyataannya memang memfasilitasi program magang yang lebih layak pada pekerja magang.

Di sisi lain, mekanisme ini menunjukkan adanya penyimpangan amanat regulasi kewajiban hak atas upah layak dalam relasi kerja yang idealnya dibebankan pada pemberi kerja.

Selain itu, karena adanya batasan kuota, tidak semua pendaftar program magang yang diupah pemerintah, dapat diterima.

Baca Juga: 7 Tips Latihan ‘Interview’ Kerja demi Pikat HRD

Mendorong Program Magang Layak

Dalam praktiknya, alih-alih ditempatkan sebagai pembelajar, mayoritas pemagang akademik justru terjebak dalam sistem sukarelawan (volunteer) yang hanya mengandalkan kebaikan hati pemberi kerja untuk sekadar mendapatkan kompensasi atas ongkos produksi.

Dengan skema ini, posisi tawar pemagang – apalagi pemagang akademik – yang secara politik lebih lemah menyebabkan mereka sering kali harus pasrah dengan mekanisme kerja yang rentan.

Pemerintah perlu melakukan intervensi untuk menutup celah regulasi yang ada terkait pemagangan, baik akademik dan nonakademik. Harus ada kerangka hak dan kewajiban yang adil, beserta mekanisme pendisiplinan untuk pemberi kerja, agar tidak ada lagi praktik magang yang tidak layak.

Menegaskan kelayakan upah atau uang saku juga dapat mencegah praktik ketidakadilan karena timpangnya ongkos produksi yang dibebankan pada pemagang. Batasan minimum ini perlu dikaji – misalnya menggunakan survei kelayakan upah dan survei pengeluaran ongkos kerja oleh pemagang di setiap daerah.

Jika merefleksikan magang dalam kultur akademik, penting untuk menjamin regulasi yang menempatkan pemagang sebagai pihak otonom agar dapat memilih kompetensi yang mereka ingin dalami selama magang. Target dan beban kerja ditentukan berdasarkan kesepakatan yang demokratis antara pemagang, pemerintah yang menaungi relasi kerja, dan pemberi kerja dengan memperhatikan hak-hak kerja layak.

Anindya Dessi Wulansari, Research Fellow at Institute of Governance and Public Affairs Universitas Gadjah Mada (UGM) and Lecturer, Universitas Tidar Magelang.

Artikel ini pertama kali diterbitkan oleh The Conversation, sumber berita dan analisis yang independen dari akademisi dan komunitas peneliti yang disalurkan langsung pada masyarakat.

Read More
mengatasi mental block di dunia kerja

Mengatasi Mental Block: Cara Meningkatkan Kreativitas dan Produktivitas

Apakah kamu pernah mengalami mental block? Ketika kamu merasa sulit untuk memikirkan atau menghasilkan ide-ide kreatif, bisa jadi kamu sedang mengalami kondisi yang umum terjadi ini. Mental block adalah suatu kondisi seseorang mengalami kesulitan memperoleh ide atau gagasan baru.

Dalam artikel ini, kita akan membahas lebih lanjut tentang apa itu mental block, mengapa hal itu terjadi, dan bagaimana mengatasinya untuk meningkatkan kreativitas dan produktivitas kerja.

Pengertian Mental Block

Dikutip dari Lifehack, 8 Practical Ways to Get Over a Mental Block, mental block adalah kondisi seseorang mengalami kesulitan memperoleh ide atau gagasan baru. Ketika seseorang mengalami kondisi ini, pikiran mereka terasa terhenti dan sulit untuk menghasilkan ide-ide yang kreatif atau menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan.

Hal ini sering terjadi pada orang-orang kreativitas dalam pekerjaan atau kegiatan sehari-hari mereka. Baik penulis, seniman, pengusaha, maupun mahasiswa dapat mengalaminya. Kondisi ini dapat terjadi secara tiba-tiba atau berlanjut dalam jangka waktu yang lebih lama.

Saat mengalaminya, seseorang mungkin merasa terjebak dalam pikiran yang kosong. Mereka merasa sulit untuk menghasilkan ide-ide baru, merancang konsep baru, atau menyelesaikan tugas dengan kemampuan kreatif yang biasanya mereka miliki. Hal ini dapat menimbulkan rasa frustrasi, stres, dan hilangnya motivasi kerja.

Mental block dapat terjadi karena berbagai faktor, termasuk tekanan, stres, kurangnya inspirasi, rasa takut akan kegagalan, atau gangguan konsentrasi. Terkadang, ketika seseorang terlalu memaksakan diri untuk menciptakan sesuatu, mereka justru menjadi terjebak dalam mental block. Hal ini dapat menghambat aliran kreativitas dan mengurangi produktivitas.

Baca Juga: Apa itu ‘Growth Mindset’ dan Cara Kita Mengembangkannya

Faktor Penyebab Mental Block

Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan mental block. Beberapa di antaranya adalah:

  • Ketegangan dan Stres
    Stres dan tekanan yang tinggi dapat menghambat kreativitas seseorang. Ketika seseorang merasa tertekan, pikiran mereka menjadi kaku dan sulit untuk berpikir secara fleksibel.
  • Kurangnya Inspirasi
    Ketika seseorang kurang terpapar dengan ide-ide baru atau kurang mendapatkan inspirasi, mereka cenderung mengalaminya. Kekeringan ide dapat menghambat kreativitas dan mengurangi produktivitas.
  • Rasa Takut akan Kegagalan
    Rasa takut akan kegagalan dapat membuat seseorang takut untuk mengambil risiko dan mencoba hal-hal baru. Hal ini dapat menyebabkan mental block dan menghambat kreativitas.
  • Gangguan Konsentrasi
    Ketika seseorang sulit untuk fokus atau konsentrasi pada tugas yang sedang dihadapi, mereka dapat mengalami mental block. Gangguan konsentrasi seperti bunyi bising atau gangguan lingkungan lainnya dapat mengganggu aliran pikiran yang kreatif.

Tanda-tanda Kamu Mengalami Mental Block

Berikut adalah beberapa tanda bahwa kamu mungkin mengalaminya:

  • Kesulitan menghasilkan ide-ide baru
  • Merasa terjebak dalam pikiran yang kosong
  • Kesulitan menyelesaikan tugas yang diberikan
  • Ketidakmampuan untuk berpikir secara fleksibel
  • Rasa frustrasi atau kehilangan minat dalam pekerjaan kreatif

Baca Juga: 7 Cara Jitu Atasi ‘Mental Fatigue’ di Tempat Kerja

Cara Tepat Mengatasinya

Dikutip dari Entrepreneur, 7 Unexpected Ways to Get Around Mental Blocks, untuk mengatasi mental block, kamu dapat mencoba langkah-langkah berikut:

  • Mengistirahatkan Pikiran kamu
    Ketika kamu merasa terjebak dalam mental block, istirahatkan pikiran kamu sejenak. Berjalan-jalan atau melakukan sesuatu yang tidak terkait dengan pekerjaan dapat membantu meremajakan pikiran kamu.
  • Berolahraga Secara Teratur
    Olahraga memiliki banyak manfaat, bila dilakukan secara teratur dapat meningkatkan aliran darah ke otak dan membantu mengatasinya.
  • Menjaga Pola Makan yang Sehat
    Pola makan yang sehat berkontribusi pada kesehatan otak. Pastikan kamu mengonsumsi makanan yang mengandung nutrisi penting untuk fungsi otak yang optimal.
  • Melakukan Aktivitas yang Menyenangkan
    Melakukan aktivitas yang kamu nikmati dapat membantu merangsang kreativitas kamu. Temukan kegiatan yang menyenangkan bagi kamu, seperti membaca buku, menulis, atau mendengarkan musik.
  • Mengubah Lingkungan Kerja
    Kadang-kadang, mengubah lingkungan kerja dapat mengatasi mental block. Cobalah bekerja di tempat yang berbeda atau mengatur ulang meja kerja kamu untuk menciptakan suasana yang baru dan segar.
  • Berdiskusi dengan Orang Lain
    Berdiskusi dengan orang lain dapat membantu memperoleh perspektif baru dan ide-ide segar. Bicarakan ide-ide kamu dengan rekan kerja, teman, atau keluarga untuk mendapatkan masukan yang berharga.
  • Mencatat Ide-Ide yang Kamu Dapat
    Seringkali, ide-ide brilian muncul secara tiba-tiba. Pastikan kamu mencatat ide-ide tersebut agar tidak terlupakan. Gunakan buku catatan atau aplikasi di ponsel kamu untuk mencatat ide-ide yang muncul di saat-saat tidak terduga.
  • Menggunakan Teknik Relaksasi
    Teknik relaksasi seperti meditasi atau pernapasan dalam dapat membantu mengatasi stres dan meningkatkan fokus kamu. Luangkan waktu setiap hari untuk berlatih teknik relaksasi ini.
  • Mencoba Teknik Kreativitas seperti Brainstorming
    Brainstorming adalah teknik yang efektif untuk menghasilkan ide-ide baru. Ajak tim kamu atau teman-teman kamu untuk melakukan sesi brainstorming dan jadikanlah suasana yang santai dan bebas kritik.
  • Membuat Rencana Kerja
    Membuat rencana kerja yang terstruktur dapat membantu mengatasi mental block. Bagi pekerjaan menjadi tugas-tugas yang lebih kecil dan buat jadwal yang jelas untuk setiap tugas.

Baca Juga: Lamaran Kerja Ditolak, Siapa Bertindak: 9 Tanda Wawancaramu Gagal

Manfaat Meningkatkan Kreativitas dan Produktivitas

Meningkatkan kreativitas dan produktivitas memiliki banyak manfaat, antara lain:

  • Kemampuan untuk memecahkan masalah dengan lebih efektif
  • Pengembangan ide-ide baru yang inovatif
  • Peningkatan kinerja dan efisiensi
  • Meningkatkan kepuasan kerja dan motivasi
  • Meningkatkan peluang untuk mencapai kesuksesan

Mental block adalah hal yang umum terjadi dan dapat mempengaruhi kreativitas dan produktivitas seseorang. Dengan menggunakan beberapa teknik dan strategi yang telah disebutkan di atas, kamu dapat mengatasinya dan meningkatkan kreativitas serta produktivitas kamu. Ingatlah untuk memberikan waktu istirahat bagi pikiran kamu, menjaga kesehatan tubuh dan pikiran, dan mencari inspirasi dari lingkungan sekitar kamu. Dengan melakukannya, kamu akan dapat melampaui batasan mental dan mencapai potensi kreatif kamu yang sebenarnya.

Read More
pengertian growth mindset dan cara kita kembangkannya

Apa itu ‘Growth Mindset’ dan Cara Kita Mengembangkannya

Growth mindset secara sederhana adalah keyakinan bahwa kemampuan dan kualitas dapat berkembang melalui usaha, latihan, dan pengalaman. Konsep ini penting diketahui para pekerja yang ingin mencapai potensi penuhnya.

Dari definisi di atas, kita tahu, kemampuan dan bakat bukanlah faktor tetap yang ditentukan sejak lahir. Itu dapat ditingkatkan melalui upaya yang konsisten dan ketekunan.

Karakteristik dari Growth Mindset

Growth mindset ditandai oleh beberapa karakteristik kunci yang membedakannya dari fixed mindset. Pertama, seseorang dengan growth mindset menyambut tantangan sebagai peluang untuk tumbuh dan belajar. Mereka melihat kesulitan sebagai jalan menuju perkembangan diri, alih-alih penghalang yang menghentikan.

Kedua, mereka memiliki ketekunan dan ketangguhan dalam menghadapi rintangan. Meskipun mengalami kegagalan atau kejatuhan, mereka melihatnya sebagai bagian dari proses pembelajaran dan tidak menyerah begitu saja. Mereka mengerti kesuksesan sering kali datang setelah melewati berbagai kegagalan.

Ketiga, individu dengan growth mindset terbuka terhadap pembelajaran dan umpan balik. Mereka tidak takut untuk mengakui kekurangan dan melihatnya sebagai kesempatan untuk tumbuh dan berkembang. Mereka menerima saran dan kritik dengan baik, dan menggunakan hal tersebut untuk memperbaiki diri.

Baca Juga: Kantor Berbudaya Maskulin Tambah Beban bagi Pekerja Perempuan

Perbedaan Growth Mindset dengan Fixed Mindset

Dikutip dari LifeHack, growth mindset memiliki perbedaan mendasar dengan fixed mindset. Dalam fixed mindset, individu cenderung membatasi potensi dirinya dengan memercayai kemampuan, keberhasilan, dan kegagalan mereka sudah ditentukan sejak lahir dan tidak dapat berubah. 

Fixed mindset juga didasarkan pada kepercayaan akan adanya bakat bawaan yang tidak dapat diganggu gugat. Mereka cenderung fokus pada pembenaran akan kegagalan atau keberhasilan mereka berdasarkan faktor-faktor eksternal, seperti keberuntungan atau situasi yang tidak menguntungkan.

Selain itu, individu dengan fixed mindset cenderung takut gagal dan menghindari tantangan. Mereka lebih memilih untuk tetap dalam zona nyaman dan menghindari situasi yang memerlukan usaha tambahan. Kegagalan dianggap sebagai penilaian diri yang buruk dan dapat merusak harga diri mereka.

Mengembangkan Growth Mindset

Dilansir dari Psychology Today, mengembangkan growth mindset memerlukan kesadaran diri yang tinggi dan komitmen untuk berubah. Pertama, kita perlu mengenali pola pikir kita sendiri dan memahami apakah kita lebih cenderung memiliki fixed mindset atau growth mindset. Dengan menyadari pola pikir kita saat ini, kita dapat mengambil langkah-langkah untuk mengubahnya.

Selanjutnya, kita perlu mengadopsi sikap positif terhadap kehidupan dan tantangan yang dihadapi. Mengubah cara kita berpikir dan menggantikan pikiran negatif dengan pikiran yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan diri akan membantu kita mengembangkan growth mindset.

Selain itu, menetapkan tujuan yang jelas dan membuat rencana tindakan adalah bagian penting dari pengembangan growth mindset. Dengan menetapkan tujuan yang spesifik dan menguraikan langkah-langkah yang perlu diambil, kita dapat melacak kemajuan kita dan memotivasi diri untuk terus berkembang.

Manfaat dari Growth Mindset

Mengadopsi pola pikir tumbuh memiliki banyak manfaat dalam kehidupan sehari-hari. Pertama, mindset ini dapat meningkatkan motivasi kerja. Ketika percaya kemampuan dapat berkembang melalui usaha, kita akan lebih termotivasi untuk bekerja keras dan mencapai tujuan.

Kedua, growth mindset juga dapat meningkatkan kreativitas dan kemampuan dalam memecahkan masalah. Dengan pola pikir yang terbuka terhadap pembelajaran dan eksplorasi, kita dapat menghasilkan ide-ide baru dan melihat berbagai sudut pandang dalam menyelesaikan masalah.

Selain itu, growth mindset juga memengaruhi hubungan kita dengan orang lain. Dengan sikap yang terbuka terhadap feedback dan kemauan untuk belajar dari orang lain, kita dapat membangun hubungan yang lebih baik dengan rekan kerja, teman, dan keluarga.

Baca Juga: Mungkinkah Pisahkan Kehidupan Pribadi dan Pekerjaan?

Contoh Seseorang dengan Growth Mindset

Ada banyak contoh individu yang telah mengadopsi pola pikir tumbuh dan mencapai kesuksesan dalam berbagai bidang. Berikut ini adalah beberapa contoh individu dengan growth mindset:

  • Elon Musk – Seorang pengusaha dan inovator terkenal, Elon Musk, memiliki pola pikir tumbuh yang kuat. Dikutip dari Inc, Elon Musk Says Adopting These 3 Simple Steps Has Helped Produce His Success, ia tidak takut untuk mengambil risiko besar dan mencoba hal-hal baru. Dalam perjalanan membangun perusahaan seperti Tesla Motors, SpaceX, dan Neuralink, Musk telah menghadapi banyak kegagalan dan rintangan. Namun, ia melihat kegagalan sebagai kesempatan untuk belajar dan terus berkembang.
  • Serena Williams – Sebagai salah satu atlet tenis terbaik sepanjang masa, Serena Williams adalah contoh nyata dari individu dengan growth mindset. Dikutip dari The Strive, The Serena Williams Success Story, meskipun sudah mencapai banyak prestasi, Williams tidak pernah puas dengan pencapaian dirinya. Ia terus berlatih keras, menguasai teknik baru, dan beradaptasi dengan perubahan dalam permainan tenis. Ia melihat setiap kekalahan sebagai peluang untuk belajar dan tumbuh menjadi lebih baik.
  • Thomas Edison – Thomas Edison, penemu terkenal yang berhasil menemukan bola lampu pijar, juga memiliki pola pikir tumbuh. Dalam proses menciptakan bola lampu, Edison menghadapi lebih dari seribu percobaan yang tidak berhasil. Namun, ia tidak menyerah dan terus mencoba dengan keyakinan, setiap percobaan yang gagal mendekatkannya pada penemuan yang berhasil. Edison melihat kegagalan sebagai bagian penting dari proses inovasi.
  • Malala Yousafzai – Aktivis hak pendidikan perempuan, Malala Yousafzai, juga memiliki pola pikir tumbuh yang luar biasa. Meskipun menghadapi ancaman dan kekerasan yang serius, ia tidak mundur dalam perjuangannya. Malala terus belajar, berbicara di depan umum, dan memperjuangkan hak pendidikan bagi perempuan di seluruh dunia. Ia melihat tantangan sebagai peluang untuk membuat perbedaan dan memajukan tujuannya.
  • Stephen Hawking – Fisikawan terkenal Stephen Hawking adalah contoh lain dari individu dengan growth mindset. Walaupun menghadapi kondisi kesehatan yang sangat menantang, Hawking tidak menyerah pada keterbatasan fisiknya. Ia terus mengejar penelitian dan membuat kontribusi besar dalam bidang kosmologi. Hawking melihat setiap hambatan sebagai tantangan yang dapat diatasi dan terus berusaha untuk mengembangkan pemahaman kita tentang alam semesta.

Contoh-contoh di atas menunjukkan, individu dengan growth mindset memiliki sikap yang terbuka terhadap pembelajaran, berani mengambil risiko, dan melihat kegagalan sebagai kesempatan untuk belajar dan tumbuh. Mereka tidak terhenti oleh rintangan dan terus mencari cara untuk berkembang dan mencapai potensi penuh mereka.

Menerapkan Growth Mindset dalam Kehidupan Sehari-hari

Menerapkan pola pikir tumbuh dalam kehidupan sehari-hari dapat membantu kita mengatasi rintangan dan mencapai potensi penuh kita. Kita perlu mengatasi hambatan dan kegagalan dengan sikap yang positif. Melihat kegagalan sebagai kesempatan untuk belajar dan tumbuh akan membantu kita tidak menyerah begitu saja.

Selain itu, kita juga perlu aktif mencari kesempatan untuk terus belajar dan mengembangkan diri. Mengikuti seminar, mengikuti kursus online misalnya, atau membaca buku adalah beberapa cara untuk meningkatkan pengetahuan kita dan mengembangkan keterampilan baru.

Baca Juga: Apa itu ‘Life Skill’ dan Bagaimana Cara Mengembangkannya?

Terakhir, penting untuk mengadopsi growth mindset dalam lingkungan kerja. Dengan menerima feedback dan berkolaborasi dengan rekan kerja, kita dapat menciptakan budaya kerja yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan.

Growth mindset adalah pola pikir yang memungkinkan kita untuk mencapai potensi penuh kita melalui keyakinan bahwa kemampuan dan kualitas dapat berkembang melalui usaha dan latihan. Dengan mengadopsi sikap yang terbuka terhadap pembelajaran, mengatasi rintangan, dan mencari kesempatan untuk tumbuh, kita dapat mencapai kesuksesan dan mencapai potensi pribadi yang lebih besar.

Read More
Micromanaging: Mengenal Karakteristik, Dampak, dan Cara Mengatasinya

Micromanaging: Mengenal Karakteristik, Dampak, dan Cara Mengatasinya

Pengertian Micromanaging adalah gaya manajemen dengan pengawasan dan kontrol berlebihan terhadap pekerjaan dan detail-detail kecil, serta kurangnya kepercayaan terhadap bawahan. Ketika seorang atasan terlalu terlibat dalam setiap aspek tugas dan mengendalikan setiap langkah yang diambil karyawan, ini dapat menciptakan lingkungan kerja yang tidak sehat dan berdampak negatif bagi produktivitas kerja serta perkembangan profesional.

Micromanaging sering kali muncul karena ketakutan akan kegagalan, kebutuhan untuk menjaga kendali, atau keinginan untuk mencapai hasil sempurna. Namun, gaya manajemen ini memiliki konsekuensi yang bisa merugikan tim dan organisasi secara keseluruhan.

Karakteristik Micromanaging

Dikutip dari Indeed, Micromanagement: Definition and How To Respond to It, ada beberapa ciri khas yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi micromanaging:

  1. Kurangnya Kepercayaan

Micromanaging sering kali timbul dari kurangnya kepercayaan terhadap kemampuan dan kompetensi bawahan. Atasan yang cenderung micromanaging akan merasa perlu untuk terus memantau setiap tindakan dan hasil pekerjaan karyawan.

  1. Kontrol dan Pengawasan yang Berlebihan

Micromanaging ditandai dengan kebutuhan untuk mengontrol setiap aspek pekerjaan. Atasan yang terlalu terlibat akan memberikan instruksi yang sangat rinci, mengendalikan waktu yang dihabiskan untuk setiap tugas, dan terus memonitor kemajuan yang dicapai.

Baca Juga: ‘Servant Leadership’ dan Pentingnya Jadi Bos yang Membumi

  1. Overemphasizing pada Detail-Detail Kecil

Micromanaging cenderung memperhatikan hal-hal kecil yang mungkin memiliki dampak minimal terhadap hasil akhir. Fokus yang berlebihan pada detail-detail kecil ini dapat menghambat kemampuan karyawan untuk berinovasi, membuat keputusan, dan mengatasi masalah secara mandiri.

Dampak Micromanaging

Micromanaging dapat memiliki dampak negatif yang signifikan pada tim dan organisasi. Beberapa dampak yang mungkin timbul antara lain:

  • Pengaruh Buruk pada Semangat Kerja Karyawan

Pengawasan yang berlebihan dan kurangnya kepercayaan dapat menurunkan semangat kerja karyawan. Mereka mungkin merasa terkekang dan tidak dihargai, yang pada gilirannya dapat mengurangi motivasi dan dedikasi mereka terhadap pekerjaan.

  • Penurunan Produktivitas dan Inovasi

Micromanaging memakan waktu dan energi yang berharga, baik bagi atasan maupun karyawan. Waktu yang seharusnya digunakan untuk tugas-tugas yang lebih strategis atau inovatif terbuang karena keterlibatan yang berlebihan dalam detail-detail yang seharusnya ditangani oleh bawahan.

  • Menghambat Pertumbuhan Profesional

Ketika atasan terlalu terlibat dalam pekerjaan karyawan, hal ini dapat menghambat kemampuan mereka untuk mengambil inisiatif, mengembangkan keterampilan, dan mengambil tanggung jawab yang lebih besar. Ini bisa menjadi hambatan bagi pertumbuhan dan perkembangan profesional mereka.

Tanda-tanda Micromanaging

Untuk mengenali tanda-tanda micromanaging, perhatikan hal-hal berikut:

  1. Sering Memeriksa Karyawan

Atasan yang cenderung micromanaging akan sering memeriksa dan memantau setiap langkah yang diambil oleh karyawan. Mereka mungkin mengecek pekerjaan yang sedang dikerjakan atau bahkan mengamati secara langsung.

  1. Mendikte Setiap Langkah Proses

Micromanaging melibatkan pengendalian yang berlebihan terhadap proses kerja. Atasan akan mendikte setiap langkah yang harus diikuti oleh karyawan, tanpa memberi mereka kebebasan atau ruang untuk mengambil keputusan sendiri.

Baca Juga: Menjadi Pemimpin Perempuan

  1. Enggan Delegasikan Tugas

Atasan yang cenderung micromanaging akan ragu untuk mendistribusikan tanggung jawab kepada karyawan. Mereka mungkin merasa tidak nyaman memberikan otonomi kepada bawahan dan lebih memilih untuk mengendalikan semua aspek pekerjaan sendiri.

Kekurangan Micromanaging

Meskipun atasan mungkin memiliki alasan untuk melibatkan diri secara mendalam dalam pekerjaan, micromanage memiliki kelemahan yang signifikan, termasuk:

  • Pemborosan Waktu dan Sumber Daya

Micromanaging menghabiskan waktu yang berharga baik bagi atasan maupun karyawan. Upaya yang digunakan untuk mengendalikan setiap aspek pekerjaan dan detail kecil dapat menyebabkan pemborosan sumber daya yang seharusnya digunakan untuk tugas-tugas yang lebih penting.

  • Ketidakmampuan untuk Fokus pada Tugas Strategis

Dengan terlalu terlibat dalam pekerjaan operasional, atasan yang micromanaging mungkin kehilangan fokus pada tugas-tugas strategis yang memerlukan perhatian dan pemikiran strategis yang lebih luas. Hal ini dapat menghambat kemampuan organisasi untuk merencanakan, berinovasi, dan beradaptasi dengan perubahan.

  • Tingkat Turnover Karyawan yang Tinggi Alias Banyak Karyawan yang Memilih Resign

Micromanage cenderung menciptakan lingkungan kerja yang tidak sehat dan kurang menyenangkan. Ini dapat mengakibatkan tingkat turnover karyawan yang tinggi karena karyawan merasa terkekang, tidak dihargai, atau kehilangan motivasi dalam lingkungan yang selalu terpantau dan dikendalikan.

Mengatasi Kecenderungan Micromanaging

Untuk mengatasi kecenderungan micromanaging dan membangun lingkungan kerja yang lebih produktif, berikut adalah beberapa langkah yang dapat diambil:

  1. Membangun Kepercayaan dan Memberdayakan Karyawan
    Kepercayaan adalah kunci untuk mengurangi micromanage. Atasan perlu membangun hubungan yang kuat dengan bawahan dan menunjukkan kepercayaan pada kemampuan mereka. Memberdayakan karyawan dengan memberi mereka tanggung jawab dan kebebasan untuk mengambil keputusan dapat meningkatkan rasa kepemilikan dan motivasi mereka.
  2. Menetapkan Harapan dan Tujuan yang Jelas
    Atasan harus menyampaikan harapan dan tujuan dengan jelas kepada karyawan. Dengan memahami apa yang diharapkan dari mereka, karyawan dapat bekerja secara mandiri dan mengambil inisiatif yang sesuai.
  3. Menyediakan Pelatihan dan Dukungan yang Cukup
    Untuk mengurangi kebutuhan untuk micromanaging, penting bagi atasan untuk menyediakan pelatihan dan dukungan yang cukup kepada karyawan. Dengan memberikan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan, karyawan dapat merasa lebih percaya diri dan mampu untuk menghadapi tugas-tugas dengan lebih mandiri.

Manfaat Manajemen yang Efektif

Mengatasi micromanaging dan mengadopsi gaya manajemen yang efektif memiliki manfaat yang signifikan, antara lain:

  • Meningkatkan Keterlibatan dan Kepuasan Karyawan
  • Meningkatkan Produktivitas dan Inovasi
  • Menjaga Karyawan yang Berkualitas Tinggi

Baca Juga: 7 Gaya Kepemimpinan yang Disukai Karyawan

Dengan mengembangkan lingkungan kerja yang memungkinkan karyawan untuk bertumbuh, mengambil inisiatif, dan berkontribusi secara signifikan, organisasi dapat meraih keunggulan kompetitif dan mempertahankan talenta terbaik dalam jangka panjang.

Micromanaging adalah gaya manajemen yang dapat memiliki dampak negatif pada tim dan organisasi. Kurangnya kepercayaan, kontrol yang berlebihan, dan fokus pada detail-detail kecil dapat menghambat produktivitas, mengurangi semangat kerja, dan mencegah pertumbuhan profesional. Dengan membangun kepercayaan, memberdayakan karyawan, dan menyediakan dukungan yang cukup, atasan dapat mengatasi kecenderungan micromanage dan mencapai manfaat dari manajemen yang efektif.

Read More
jenis pekerjaan freelance

8 Jenis Pekerjaan ‘Freelance’ untuk Tambahan Cuan

Pernah enggak, sih kamu merasa kelelahan karena harus bekerja dari pagi sampai sore bahkan malam? Terkadang jam kerja yang saklek ini juga bisa membuatmu melewatkan banyak momen berharga bareng keluarga.

Karena kondisi inilah, pekerjaan freelance telah menjadi pilihan menarik bagi banyak orang di Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, sebanyak 33,34 juta orang bekerja paruh waktu per Agustus 2020.

Penyebabnya, jenis pekerjaan ini menawarkan kebebasan dan fleksibilitas. Maksudnya individu bisa bekerja secara mandiri dari mana saja, dan mengatur jadwal mereka sendiri. 

Apa itu Pekerjaan Freelance?

Dikutip dari Katadata, Pekerjaan freelance merujuk pada pekerjaan yang dilakukan oleh individu secara mandiri tanpa menjadi pegawai tetap perusahaan. Dalam pekerjaan ini, seorang freelancer bekerja untuk klien atau perusahaan tertentu dalam proyek-proyek yang ditentukan dengan waktu yang fleksibel.

Pekerja freelance bebas memilih proyek-proyek yang ingin mereka kerjakan, bagaimana metode kerja, dan kapan mereka bakal mengerjakannya. Ini berbeda dengan definisi pekerja konvensional yang dituntut mematuhi jam kerja standar karyawan.

Salah satu keuntungan menjadi pekerja freelance adalah fleksibilitas waktu yang dimiliki. Seorang freelancer dapat mengatur jadwal kerja sesuai kebutuhan pribadi. Ini memungkinkan mereka untuk menjalankan pekerjaan lain atau menyesuaikan jadwal dengan kehidupan pribadi mereka.

Selain fleksibilitas waktu, pekerjaan freelance juga dapat menjadi sumber penghasilan tambahan yang signifikan. Seorang freelancer memiliki kesempatan untuk bekerja pada proyek-proyek yang berbeda dan mendapatkan bayaran yang sesuai dengan tingkat keahlian dan pengalaman mereka. Bagi beberapa orang, pekerjaan freelance bahkan menjadi sumber penghasilan utama.

Namun, menjadi pekerja freelance juga memiliki tantangan tersendiri. Stabilitas pendapatan sering kali tidak terjamin. Bahkan, karena ini pula freelancer harus mampu mengatur keuangan mereka dengan bijak. Selain itu, disiplin dan motivasi diri juga sangat penting dalam pekerjaan ini, karena tidak ada pengawasan langsung.

Baca Juga: ‘Work from Anywhere’, Apa Untung Ruginya?

Keuntungan Pekerjaan Freelance

Banyak orang tertarik dengan pekerjaan freelance karena keuntungan yang ditawarkannya. Berikut adalah beberapa keuntungan utama menjadi seorang pekerja freelance:

  • Fleksibilitas Waktu

Seperti disinggung sebelumnya, keuntungan terbesar menjadi pekerja freelance adalah fleksibilitas waktu yang dimiliki. Ini memungkinkan kamu untuk menjalankan pekerjaan lain atau menyesuaikan jadwal dengan kehidupan pribadi.

  • Penghasilan Tambahan

Menjadi freelancer juga dapat menjadi sumber penghasilan tambahan yang signifikan. kamu memiliki kesempatan untuk bekerja pada proyek-proyek yang berbeda dan mendapatkan bayaran yang sesuai dengan tingkat keahlian dan pengalaman kamu. 

  • Mandiri dan Kebebasan

Sebagai pekerja lepas, kamu menjadi bos bagi diri sendiri. Kamu dapat membuat keputusan sendiri, mengatur prioritas, serta mengeksplorasi minat dan keahlian pribadi. Kamu memiliki kontrol penuh atas pekerjaan kamu dan dapat merancang karier sesuai dengan keinginan.

  • Kesempatan untuk Mengeksplorasi

Menjadi freelancer juga memberikan kesempatan untuk mengeksplorasi berbagai industri dan jenis proyek. Kamu dapat bekerja dengan klien dari berbagai latar belakang dan mendapatkan wawasan yang berbeda. Ini membantu kamu mengembangkan keterampilan baru dan memperluas jaringan profesional kamu.

Jenis-jenis Pekerjaan Freelance

Ada banyak jenis pekerjaan freelance yang tersedia. 

  1. Penulis Konten

Pekerjaan penulis konten freelance melibatkan menulis artikel, blog, konten situs web, dan materi pemasaran lainnya. Penulis konten harus memiliki kemampuan menulis yang baik dan mampu menghasilkan konten yang menarik dan relevan.

  1. Desainer Grafis

Desainer grafis freelance menciptakan desain visual untuk berbagai keperluan, seperti logo, brosur, pamflet, dan desain situs web. Mereka harus memiliki pemahaman yang baik tentang desain, warna, dan komposisi visual.

Baca Juga: Islam Menjawab: Bekerja adalah Hak Semua Bangsa Termasuk Perempuan

  1. Programmer dan Pengembang Web

Pekerjaan freelance dalam bidang pemrograman dan pengembangan web melibatkan pembuatan dan pengembangan situs web, aplikasi, dan sistem berbasis teknologi. Keahlian dalam bahasa pemrograman dan pengetahuan tentang pengembangan web diperlukan.

  1. Fotografer dan Videografer

Fotografer dan videografer freelance menciptakan konten visual dalam bentuk foto dan video. Mereka dapat bekerja dalam berbagai bidang, seperti fotografi pernikahan, jurnalistik, atau produksi video.

  1. Konsultan dan Pelatih

Sebagai konsultan dan pelatih melibatkan memberikan saran dan bimbingan dalam bidang spesifik, seperti keuangan, pemasaran, manajemen, atau pengembangan pribadi. Seorang konsultan atau pelatih harus memiliki pengetahuan yang mendalam dalam bidangnya dan kemampuan untuk memberikan solusi yang efektif.

  1. Penerjemah

Tugas utamanya adalah menerjemahkan teks atau materi dari satu bahasa ke bahasa lain. Seorang penerjemah harus memiliki kemampuan bahasa yang sangat baik dan pemahaman yang mendalam tentang budaya dan konteks bahasa yang diterjemahkan.

  1. Pemasar Digital

Pekerjaan sebagai pemasar digital melibatkan promosi dan pemasaran produk atau layanan menggunakan media digital. Mereka harus memiliki pemahaman tentang strategi pemasaran online, SEO, media sosial, dan analisis data.

Cara Memulai Menjadi Freelancer

Jika kamu tertarik untuk menjadi pekerja freelance, berikut adalah beberapa langkah yang dapat kamu ikuti agar tetap eksis:

  • Menentukan Bidang Keahlian dan Tingkatkan Terus

Pertama, tentukan bidang keahlian atau minat yang ingin kamu tekuni. Pilih bidang yang sesuai dengan bakat dan minat, sehingga kamu dapat dengan mudah menunjukkan kualitas dan kemampuan dalam pekerjaan tersebut.

Tak cukup menentukan bidang keahlian, berusahalah selalu untuk meningkatkan keterampilan kamu di bidang itu. Ikuti pelatihan, baca buku, atau cari sumber belajar lainnya untuk tetap update dengan perkembangan terkini di industri kamu.

  • Membangun Portofolio

Bangunlah portofolio yang mencerminkan kemampuan dan pengalaman kamu. Ini bisa berupa contoh pekerjaan yang telah kamu selesaikan sebelumnya atau proyek-proyek kecil yang kamu buat sendiri.

  • Menawarkan Jasa dan Mencari Klien

Mulailah menawarkan jasa kamu melalui platform daring, situs web pribadi, atau jaringan profesional. Pasarkan diri kamu secara efektif dan aktif mencari peluang kerja. Juga, jaga hubungan baik dengan klien yang ada untuk mendapatkan referensi dan ulasan positif.

Di sini, penting sekali untuk memperluas jaringan profesional. Bergabunglah dengan komunitas online dan offline, hadiri acara atau seminar industri, dan jalin hubungan dengan sesama profesional di bidang kamu.

  • Menjaga Hubungan Baik dengan Klien

Penting untuk menjaga hubungan yang baik dengan klien kamu. Komunikasikan dengan jelas, berikan pembaruan secara teratur, dan berikan layanan yang memuaskan. Hal ini akan membantu membangun reputasi yang baik dan memperoleh klien yang berulang.

Baca Juga: Mungkinkah Pisahkan Kehidupan Pribadi dan Pekerjaan?

  • Menjaga Reputasi yang Baik

Reputasi yang baik sangat penting dalam pekerjaan freelance. Selalu berikan yang terbaik dalam pekerjaan kamu, penuhi janji, dan tanggapi dengan cepat dan profesional terhadap klien dan mitra kerja.

Tantangan yang Akan Dihadapi

Meskipun pekerjaan freelance memiliki banyak keuntungan, ada juga tantangan yang perlu dihadapi, di antaranya:

  • Stabilitas Pendapatan

Pekerjaan freelance seringkali tidak menjamin stabilitas pendapatan yang tetap. kamu harus mampu mengatur keuangan kamu dengan bijak dan memiliki rencana cadangan untuk menghadapi masa-masa ketika tidak ada proyek baru. Bisa juga mulai pertimbangkan asuransi dan perencanaan masa depan agar keuanganmu tak terganggu.

  • Menjaga Disiplin dan Motivasi

Tanpa adanya struktur kerja yang ditetapkan, penting untuk menjaga disiplin dan motivasi. kamu harus mampu mengatur waktu dan menjaga produktivitas kerja tanpa pengawasan langsung.

  • Mengatur Waktu dengan Efektif

Sebagai seorang pekerja freelance, kamu harus mampu mengatur waktu dengan efektif. Ini termasuk menyeimbangkan pekerjaan dan kehidupan pribadi, mengatur tenggat waktu, dan mengelola proyek secara efisien.

  • Menangani Proyek yang Membutuhkan Kerja Sama

Dalam beberapa proyek, kamu mungkin perlu bekerja dengan tim atau bekerja sama dengan klien yang memiliki harapan yang berbeda. Kemampuan untuk berkolaborasi dengan orang lain dan menyelesaikan konflik adalah keterampilan yang penting dalam pekerjaan freelance.

Read More
Perempuan Bekerja dalam Islam

When Employers Reward ‘Ideal’ Workers, Gender Equality Suffers

UK deputy prime minister Dominic Raab recently resigned following the publication of a report into workplace complaints about his conduct, including bullying allegations. But this element of his behaviour wasn’t the only concerning workplace problem highlighted by the report.

It also detailed how, seemingly unencumbered by responsibilities outside work, his working hours ran from 7:30am until 10pm, Monday to Thursday, while Fridays were spent on constituency business, usually followed by extensive work on weekends.

When organisations or leaders support such working practices – either by working long hours themselves or rewarding those that do – it can deepen inequality in the workplace. Setting an expectation that it’s OK (or even necessary) to work beyond your contracted hours disadvantages those that need more flexibility, such as carers, who are typically women.

Unfortunately, long hours are essentially a requirement for promotion in many managerial and professional jobs. Such working practices accord with the very values that led to the emergence of modern capitalism and the creation of the concept of the “ideal worker”, as argued by sociologist Max Weber. It’s hardly surprising, then, that many organisations value and require long hours, even if they are inefficient.

But long working hours undermine health, raising the risks of cardiovascular disease, chronic fatigue, stress, depression, sleep quality, self-perceived health, use of alcohol and cigarettes, and a host of other conditions and problems. Inefficiently long hours could also contribute to low productivity, as well as promoting gender inequality at work and in the home.

Also read: From Recruitment to Career Path: How Gender Bias Affect Women’s Career

Work Flexibility versus Career Progression

Feminist scholars have also long pointed to the adverse effects of long hours on women in particular. Research shows this is a key source of the gender wage gap disadvantage. The UK’s Equal Pay Act made a substantial difference in narrowing the gender pay gap, but long working hours still stand in the way of this progress – particularly for those who have caring responsibilities, such as mothers. It is partly because of care that the gender wage gap continues to widen up to the age of 42. During this time, those who can’t work excessive hours could miss out on career opportunities.

Any kind of work flexibility can come at a high price in terms of career progression, as I found in my study of professional and managerial women’s exit from work, conducted with organisational psychologist Emma Cahusac. We found that even women who continued to work full-time after having a child were disadvantaged because in professional and managerial work, full time often means being available any time. Many women are pushed into less interesting work because face time and on-call availability are disproportionately rewarded.

Reducing women’s domestic work can contribute to closing the gender pay gap. Numerous studies have shown that housework is negatively associated with wages. This is why it matters when men do much less around the home than women. Their contributions have gradually increased to a small degree, with men’s involvement in childcare picking up more than their participation in the mundane daily housework tasks. But women still perform the lion’s share, and tend to take responsibility for domestic work, taking on the “mental load” of making sure chores get done.

Organisations reinforce this unequal sharing in the home when they make working long hours a pre-condition for success. Such company cultures uphold an unspoken “gendered contract” that it is women who are meant to perform care.

Illustration of a hand raised towards another hand holding an alarm clock, against a red/orange background.
eHrach/Shutterstock

Also readSexual Harassment at Work Harms Employment and Economy

Working Fewer Hours

If long hours are an ingredient of success in modern organisations, not everyone is convinced – even those who benefit. I conducted a study with University of Luxembourg sociologist Robin Samuel which showed that on average even male breadwinners – the main beneficiaries of the long hours system and those who actually work the longest hours – would prefer to work fewer hours for less pay. Further, when male breadwinners want to work fewer hours, our research shows it’s often because they feel their jobs interfere with their family lives.

Recent examples of toxic workplaces should encourage debate about what it is reasonable to expect from employees. Gender inequalities relating to the reconciliation of work and care remain largely a side issue within organisations, although both the crisis of care and how people can accomplish work and care are critical issues facing our society. The #MeToo movement shone a light on sexual harassment, but it hasn’t been the turning point many had hoped for in terms of boosting gender equality at work. There has been a substantial backlash to it, in part emanating from the gulf in understanding between those affected by such abuse and those who perpetrate or condone it.

A similar divergence can be seen in discussions about toxic workplaces – whether that’s about bullying or deep-rooted employer expectations about working practices such as long hours, which systematically disadvantage some employees. Some people may see working long hours as linked to being robust, high-achieving, results-driven and demanding, others believe it diminishes employees and degrades the workplace environment.

Shireen Kanji, Professor of Work and Organisation, Brunel University London

This article was first published on The Conversation, a global media resource that provides cutting edge ideas and people who know what they are talking about.

Read More