pengertian job crafting

Apa itu ‘Job Crafting’ dan Manfaatnya untuk Pekerja

Dalam dunia kerja yang terus berkembang, konsep job crafting menjadi semakin relevan. Job crafting mengacu pada proses di mana individu merancang dan mengubah tugas, peran, dan hubungan dalam pekerjaan untuk menciptakan pengalaman yang lebih memuaskan dan bermakna. 

Dengan melakukannya, seseorang dapat meningkatkan keterlibatan, kepuasan kerja, dan kinerja secara keseluruhan.

Artikel ini akan menjelaskan secara rinci tentang konsep job crafting, manfaat, dan bagaimana mengimplementasikannya dalam kehidupan profesional.

Apa itu Job Crafting?

Dikutip dari Better Up, What is job crafting, why does it matter, and how can you do it?, Job crafting adalah konsep yang diperkenalkan oleh Amy Wrzesniewski dan Jane E. Dutton pada 2001. Ini mengacu pada proses di mana individu secara aktif mengubah elemen-elemen pekerjaan mereka, seperti tugas, peran, dan hubungan, untuk mencapai kepuasan dan makna yang lebih besar dalam pekerjaan mereka. Konsep ini memberikan karyawan kebebasan untuk mengatur dan mengelola pekerjaan mereka sesuai dengan pilihan dan kebutuhan masing-masing.

Baca Juga: Apa itu ‘Peak Performance’ di Dunia Kerja, Bagaimana Mencapainya

Dalam job crafting, individu berperan aktif dalam menciptakan pengalaman kerja yang lebih memuaskan dan bermakna. Mereka dapat mengubah fokus, menambahkan tantangan baru, menghilangkan tugas yang kurang bermakna, atau mengubah cara berinteraksi dengan rekan kerja, atasan, atau klien. Selain itu, individu juga dapat mengubah cara mereka memahami dan memberi makna pada pekerjaan.

Konsep ini juga menciptakan kesempatan bagi individu untuk memadukan minat, keahlian, dan nilai-nilai pribadi ke dalam pekerjaan mereka. Misalnya, seseorang yang memiliki minat dalam proyek-proyek kreatif, dapat mencoba mengubah tugas mereka agar lebih banyak terlibat dalam proyek semacam itu. Atau seseorang yang menikmati interaksi sosial dapat mencoba memperkuat hubungan dengan rekan kerja atau mengambil peran yang melibatkan lebih banyak kolaborasi.

Jenis-jenis Job Crafting

  1. Task crafting

Task crafting melibatkan mengubah dan menyesuaikan tugas dan tanggung jawab yang terkait dengan pekerjaan. Misalnya, seseorang dapat menambahkan tugas baru yang lebih menarik atau mengurangi tugas yang kurang bermakna.

  1. Relationship crafting

Relationship crafting melibatkan mengubah hubungan dan interaksi dengan rekan kerja, atasan, atau klien. Individu dapat mencari peluang untuk bekerja sama dengan orang-orang yang memotivasi mereka atau menghindari interaksi yang negatif.

  1. Cognitive crafting

Cognitive crafting melibatkan perubahan dalam cara seseorang memahami dan memandang pekerjaan mereka. Ini melibatkan pengaturan kembali persepsi dan makna yang melekat pada pekerjaan.

Manfaat Job Crafting

Job crafting memiliki beberapa manfaat bagi individu dalam mengelola pekerjaan mereka. Berikut adalah beberapa di antaranya:

  • Kepuasan Kerja yang Lebih Tinggi: 

Dengan melakukan job crafting, individu dapat memilih tugas-tugas yang sesuai dengan minat dan keahlian mereka. Mereka dapat menyesuaikan pekerjaan mereka agar lebih sejalan dengan preferensi pribadi. Hal ini secara langsung berdampak pada peningkatan kepuasan kerja secara keseluruhan.

Baca Juga: 7 Tips Menjaga ‘Work-Life Balance’ Buat ‘Fresh Graduate’

Ketika individu merasa pekerjaan mereka relevan dengan minat dan nilai-nilai sendiri, maka cenderung akan lebih puas dengan pekerjaan yang dilakoni.

  • Peningkatan Keterlibatan:

Job crafting memungkinkan individu untuk merasa lebih terlibat dalam pekerjaan mereka. Mereka memiliki kontrol yang lebih besar atas pekerjaan mereka dan dapat menyesuaikannya sesuai dengan preferensi pribadi. Dengan ini, individu menjadi lebih fokus, motivasi kerja meningkat, dan bersemangat dalam menjalankan tugas-tugas. Mereka merasa memiliki kontribusi yang lebih besar dalam organisasi dan merasa penting dalam mencapai tujuan bersama.

  • Motivasi yang Lebih Besar:

Dengan adanya kebebasan untuk merancang pekerjaan mereka sendiri, individu cenderung lebih termotivasi dan bersemangat untuk mencapai tujuan kerja. Mereka memiliki kebebasan untuk menetapkan target yang lebih menantang atau memilih proyek-proyek yang lebih menarik bagi mereka. Dalam mengubah pekerjaan mereka agar lebih sesuai dengan minat dan tujuan pribadi, individu merasa lebih terdorong untuk memberikan yang terbaik dalam pekerjaan mereka.

  • Pengembangan Karir yang Lebih Baik:

Job crafting memungkinkan individu untuk mengubah peran dan tanggung jawab, sehingga dapat mengembangkan keterampilan yang relevan dan meningkatkan peluang karire. Dengan merancang pekerjaan mereka agar sesuai dengan minat dan keahlian, individu dapat mengarahkan perkembangan karir mereka ke arah yang diinginkan. Mereka dapat memilih tugas-tugas yang membantu mereka tumbuh dan berkembang, serta memperluas jaringan profesional mereka melalui kolaborasi dengan rekan kerja yang relevan.

Baca Juga: Apa itu ‘Growth Mindset’ dan Cara Kita Mengembangkannya

Dengan semua manfaat ini, job crafting memberikan individu kendali yang lebih besar atas pengalaman kerja. Ini membantu menciptakan lingkungan kerja yang lebih bermakna, memuaskan, dan memotivasi. Dengan menggabungkan minat, nilai, dan keahlian pribadi ke dalam pekerjaan, individu dapat mencapai kepuasan kerja yang lebih tinggi, keterlibatan yang lebih dalam, motivasi yang lebih besar, dan peluang pengembangan karir yang lebih baik.

Job crafting adalah konsep yang memungkinkan individu untuk merancang pekerjaan mereka sendiri agar lebih memuaskan dan bermakna. Dengan mengubah tugas, hubungan, dan persepsi tentang pekerjaan, seseorang dapat mencapai kepuasan kerja yang lebih tinggi, meningkatkan keterlibatan, dan mengembangkan karir mereka. Penting untuk menghadapi tantangan dan mengambil langkah-langkah proaktif untuk melaksanakan job crafting.

Read More
Self Efficacy di Lingkungan Kerja

Beban Kerja Mahasiswa Magang Setara Pekerja Penuh Waktu, tapi Mayoritas Tak Diupah

Baru-baru ini, warganet membicarakan praktik magang mahasiswa yang umumnya tak mendapatkan upah. Ada yang pro, ada juga yang kontra dengan alasan beban kerja yang cukup berat.

Soal magang sendiri secara umum diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 6 Tahun 2020, sering dianggap sebagai sarana praktik sebelum memasuki dunia kerja, memperoleh jejaring profesional, hingga pengembangan kapasitas individu.

Sayangnya, meski para pemagang dipekerjakan penuh waktu layaknya pekerja, Pemernaker tersebut tak mengamanatkan kompensasi berupa upah dan hanya berupa uang saku yang meliputi “biaya transportasi, uang makan, dan insentif peserta pemagangan” yang layak.

Yang lebih parah lagi justru adalah peserta magang akademik, utamanya yang melibatkan pelajar dan mahasiswa.

Relasi kerja yang diatur dalam Permenaker di atas, sebenarnya merujuk pada “percantrikan” (apprenticeship), yakni pelatihan sebelum pekerja ditempatkan ke posisi jabatan tertentu. Sedangkan, magang yang melibatkan pelajar dan mahasiswa bukan bertujuan untuk itu, melainkan untuk tujuan pembelajaran (internship) – dan kegiatan ini belum memiliki payung hukum yang formal di Indonesia.

Akibatnya, meski juga kerap dipekerjakan secara penuh waktu, pemagang akademik bahkan tak mendapat hak uang saku sama sekali.

Hasil sementara dalam penelitian saya (belum dipublikasikan) memberi gambaran bagaimana alih-alih mengasah kompetensi pemagang, praktik magang akademik justru menempatkan mereka dalam posisi yang rentan di tempat kerja. Banyak dari mereka bekerja penuh waktu tanpa upah dan hak kerja layak.

Studi ini melibatkan 215 responden pekerja magang selama menjadi pelajar atau mahasiswa.

Berdasarkan jenjang pendidikan mereka ketika magang, sebanyak 88 persen merupakan mahasiswa sedangkan 12 persen berjenjang sekolah menengah. Di antara mahasiswa, sebanyak 66 persen dari rumpun ilmu sosial dan humaniora sedangkan 34 persen dari rumpun ilmu sains dan teknologi.

Instansi magang mereka berada di sektor lembaga publik (44 persen), swasta (41 persen), dan sebanyak 15 persen lainnya tersebar di sektor lain seperti Badan Usaha Milik Negara atau Daerah (BUMN/D), sektor pendidikan, dan nonprofit.

Baca juga: 9 Jurus Penting Sebelum Sah Jadi Anak Magang

Lemahnya Pemagang Akademik dalam Hierarki Kerja

Akibat absennya regulasi, banyak pemberi kerja di Indonesia menyamakan beban kerja pemagang akademik setara dengan pekerja formal.

Misalnya, mayoritas pemberi kerja sering menerapkan durasi kerja 8 jam per hari atau 40 jam per minggu sesuai Undang-undang (UU) Ketenagakerjaan. Padahal, regulasi ketenagakerjaan berlaku hanya jika ada hubungan pekerja dan pemberi kerja secara formal, bukan dalam konteks magang akademik.

Tak hanya itu, para pemagang dibebankan mekanisme target, kewajiban, kontrol, serta sanksi yang diberlakukan selayaknya pekerja penuh waktu.

Namun, berbeda dengan pekerja, pengelompokan pemagang akademik sebagai orang yang masih belajar atau mencari pengalaman juga membuat mereka rentan ditekan dalam “kultur kepatuhan” terhadap atasan dan instansi.

Seluruh dinamika tersebut membuat pekerja magang akademik justru menanggung beban kerja besar yang menghasilkan nilai bagi pemberi kerja – tanpa timbal balik yang setara buat mereka.

Hasil survei, misalnya, menunjukkan bahwa 53 persen responden pemagang menyatakan mereka seringkali bekerja di luar jam kerja hingga terpaksa membawa pekerjaan ke rumah karena beban kerja yang tinggi. Target yang harus mereka selesaikan juga setara dengan pekerja.

Ini bisa berupa penanganan keluhan pelanggan, rapat, membuat laporan, menginput data, atau observasi yang menyebabkan pemagang bekerja lembur.

Bahkan, beberapa menyatakan pernah bekerja lembur sampai dini hari, dan 3 persen responden bekerja lebih dari 8 jam per hari untuk menyelesaikan target.

Survei Magang Layak, Wulansari (2023)

Tak hanya itu, para responden kami juga melaporkan berbagai tekanan kerja akibat beberapa hal lainnya, termasuk:

  • hambatan teknis yang meliputi miskomunikasi, alat dan instrumen kerja yang tidak berfungsi, dan pendelegasian tugas yang buruk,
  • fasilitas pembelajaran yang tidak sesuai ekspektasi mulai dari minimnya ruang untuk berpendapat hingga mentor yang kurang handal dan responsif, serta
  • diskriminasi karena status mereka sebagai pemagang yang posisinya dianggap rendah.

Selain itu, sebanyak 72,6 persen responden menyatakan tidak memiliki kesempatan untuk memilih minat pekerjaan dan kompetensi yang mereka inginkan saat magang.

Pemagang justru hanya bisa menerima beban kerja yang diberikan oleh tempat magang, bahkan oleh oknum pekerja yang melimpahkan beban kerja penuh waktu mereka pada pemagang.

Baca Juga: 10 Tips Buat Kamu yang Baru Lulus dan Mau Lamar Kerja

Mayoritas Tak Diupah dan Tanggung Ongkos Sendiri

Meski sering menanggung beban dan target kerja yang sama dengan pekerja penuh waktu, kekosongan hukum dan kerangka kerja pemagang akademik sebagai “pembelajar” membuat mereka tidak punya jaminan hak-hak kerja yang layak dan adil.

Banyak dari mereka harus mengandalkan “kebaikan hati” pemberi kerja untuk memberikan upah. Misalnya, hanya 23,72 persen responden pemagang akademik menyatakan menerima upah.

Survei Magang Layak, Wulansari (2023)

Di antara mereka, mayoritas yang dibayar oleh perusahaan hanya berkisar Rp1-2 juta.

Sedangkan, bagi mereka yang melaksanakan program magang pemerintah, seperti lewat Program Magang dan Studi Independen Bersertifikat (MSIB) dalam kerangka Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM), mayoritas dibayar sebesar Rp2-2,9 juta.

Survei Magang Layak, Wulansari (2023)

Ongkos produksi yang harus ditanggung oleh pemagang akademik pun menjadi salah satu persoalan besar. Sebanyak 65,58% responden menyatakan tidak diberikan kompensasi ongkos transportasi dan uang makan.

Bagi mereka yang menerima, besarannya per bulan mayoritas hanya berkisar Rp 200-400 ribu.

Survei Magang Layak, Wulansari (2023)
Survei Magang Layak, Wulansari (2023)

Padahal, banyak pemagang harus menanggung ongkos transportasi dan uang makan sebesar Rp400-720 ribu per bulan. Banyak dari mereka membayar bahan bakar kendaraan dan banyak pula yang menggunakan moda transportasi umum untuk pulang dan pergi magang.

Baca Juga: 7 Tips Menjaga ‘Work-Life Balance’ Buat ‘Fresh Graduate’

Pemangkasan Biaya Produksi

Relasi kerja magang akademik juga menunjukkan adanya fenomena penggeseran risiko kerja dan ongkos produksi dari perusahaan ke pemagang.

Pada sektor swasta atau profit, ada banyak kasus juga ketika kompensasi justru diberikan oleh negara, misalnya program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) yang disebutkan sebelumnya.

Sebagai gambaran, lewat skema magang akademik seperti pada program MBKM, ada kisaran Rp55,9-78,3 miliar anggaran yang seharusnya menjadi ongkos pengupahan dari 216 perusahaan “mitra” yang justru ditanggung oleh pemerintah.

Padahal, skema ini mempermudah perusahaan melihat dan menguji talenta, kecocokan, dan kualifikasi profesional spesifik dari pegawai – dengan biaya rendah atau bahkan tanpa ongkos rekrutmen.

Di satu sisi, program ini pada kenyataannya memang memfasilitasi program magang yang lebih layak pada pekerja magang.

Di sisi lain, mekanisme ini menunjukkan adanya penyimpangan amanat regulasi kewajiban hak atas upah layak dalam relasi kerja yang idealnya dibebankan pada pemberi kerja.

Selain itu, karena adanya batasan kuota, tidak semua pendaftar program magang yang diupah pemerintah, dapat diterima.

Baca Juga: 7 Tips Latihan ‘Interview’ Kerja demi Pikat HRD

Mendorong Program Magang Layak

Dalam praktiknya, alih-alih ditempatkan sebagai pembelajar, mayoritas pemagang akademik justru terjebak dalam sistem sukarelawan (volunteer) yang hanya mengandalkan kebaikan hati pemberi kerja untuk sekadar mendapatkan kompensasi atas ongkos produksi.

Dengan skema ini, posisi tawar pemagang – apalagi pemagang akademik – yang secara politik lebih lemah menyebabkan mereka sering kali harus pasrah dengan mekanisme kerja yang rentan.

Pemerintah perlu melakukan intervensi untuk menutup celah regulasi yang ada terkait pemagangan, baik akademik dan nonakademik. Harus ada kerangka hak dan kewajiban yang adil, beserta mekanisme pendisiplinan untuk pemberi kerja, agar tidak ada lagi praktik magang yang tidak layak.

Menegaskan kelayakan upah atau uang saku juga dapat mencegah praktik ketidakadilan karena timpangnya ongkos produksi yang dibebankan pada pemagang. Batasan minimum ini perlu dikaji – misalnya menggunakan survei kelayakan upah dan survei pengeluaran ongkos kerja oleh pemagang di setiap daerah.

Jika merefleksikan magang dalam kultur akademik, penting untuk menjamin regulasi yang menempatkan pemagang sebagai pihak otonom agar dapat memilih kompetensi yang mereka ingin dalami selama magang. Target dan beban kerja ditentukan berdasarkan kesepakatan yang demokratis antara pemagang, pemerintah yang menaungi relasi kerja, dan pemberi kerja dengan memperhatikan hak-hak kerja layak.

Anindya Dessi Wulansari, Research Fellow at Institute of Governance and Public Affairs Universitas Gadjah Mada (UGM) and Lecturer, Universitas Tidar Magelang.

Artikel ini pertama kali diterbitkan oleh The Conversation, sumber berita dan analisis yang independen dari akademisi dan komunitas peneliti yang disalurkan langsung pada masyarakat.

Read More
mengatasi mental block di dunia kerja

Mengatasi Mental Block: Cara Meningkatkan Kreativitas dan Produktivitas

Apakah kamu pernah mengalami mental block? Ketika kamu merasa sulit untuk memikirkan atau menghasilkan ide-ide kreatif, bisa jadi kamu sedang mengalami kondisi yang umum terjadi ini. Mental block adalah suatu kondisi seseorang mengalami kesulitan memperoleh ide atau gagasan baru.

Dalam artikel ini, kita akan membahas lebih lanjut tentang apa itu mental block, mengapa hal itu terjadi, dan bagaimana mengatasinya untuk meningkatkan kreativitas dan produktivitas kerja.

Pengertian Mental Block

Dikutip dari Lifehack, 8 Practical Ways to Get Over a Mental Block, mental block adalah kondisi seseorang mengalami kesulitan memperoleh ide atau gagasan baru. Ketika seseorang mengalami kondisi ini, pikiran mereka terasa terhenti dan sulit untuk menghasilkan ide-ide yang kreatif atau menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan.

Hal ini sering terjadi pada orang-orang kreativitas dalam pekerjaan atau kegiatan sehari-hari mereka. Baik penulis, seniman, pengusaha, maupun mahasiswa dapat mengalaminya. Kondisi ini dapat terjadi secara tiba-tiba atau berlanjut dalam jangka waktu yang lebih lama.

Saat mengalaminya, seseorang mungkin merasa terjebak dalam pikiran yang kosong. Mereka merasa sulit untuk menghasilkan ide-ide baru, merancang konsep baru, atau menyelesaikan tugas dengan kemampuan kreatif yang biasanya mereka miliki. Hal ini dapat menimbulkan rasa frustrasi, stres, dan hilangnya motivasi kerja.

Mental block dapat terjadi karena berbagai faktor, termasuk tekanan, stres, kurangnya inspirasi, rasa takut akan kegagalan, atau gangguan konsentrasi. Terkadang, ketika seseorang terlalu memaksakan diri untuk menciptakan sesuatu, mereka justru menjadi terjebak dalam mental block. Hal ini dapat menghambat aliran kreativitas dan mengurangi produktivitas.

Baca Juga: Apa itu ‘Growth Mindset’ dan Cara Kita Mengembangkannya

Faktor Penyebab Mental Block

Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan mental block. Beberapa di antaranya adalah:

  • Ketegangan dan Stres
    Stres dan tekanan yang tinggi dapat menghambat kreativitas seseorang. Ketika seseorang merasa tertekan, pikiran mereka menjadi kaku dan sulit untuk berpikir secara fleksibel.
  • Kurangnya Inspirasi
    Ketika seseorang kurang terpapar dengan ide-ide baru atau kurang mendapatkan inspirasi, mereka cenderung mengalaminya. Kekeringan ide dapat menghambat kreativitas dan mengurangi produktivitas.
  • Rasa Takut akan Kegagalan
    Rasa takut akan kegagalan dapat membuat seseorang takut untuk mengambil risiko dan mencoba hal-hal baru. Hal ini dapat menyebabkan mental block dan menghambat kreativitas.
  • Gangguan Konsentrasi
    Ketika seseorang sulit untuk fokus atau konsentrasi pada tugas yang sedang dihadapi, mereka dapat mengalami mental block. Gangguan konsentrasi seperti bunyi bising atau gangguan lingkungan lainnya dapat mengganggu aliran pikiran yang kreatif.

Tanda-tanda Kamu Mengalami Mental Block

Berikut adalah beberapa tanda bahwa kamu mungkin mengalaminya:

  • Kesulitan menghasilkan ide-ide baru
  • Merasa terjebak dalam pikiran yang kosong
  • Kesulitan menyelesaikan tugas yang diberikan
  • Ketidakmampuan untuk berpikir secara fleksibel
  • Rasa frustrasi atau kehilangan minat dalam pekerjaan kreatif

Baca Juga: 7 Cara Jitu Atasi ‘Mental Fatigue’ di Tempat Kerja

Cara Tepat Mengatasinya

Dikutip dari Entrepreneur, 7 Unexpected Ways to Get Around Mental Blocks, untuk mengatasi mental block, kamu dapat mencoba langkah-langkah berikut:

  • Mengistirahatkan Pikiran kamu
    Ketika kamu merasa terjebak dalam mental block, istirahatkan pikiran kamu sejenak. Berjalan-jalan atau melakukan sesuatu yang tidak terkait dengan pekerjaan dapat membantu meremajakan pikiran kamu.
  • Berolahraga Secara Teratur
    Olahraga memiliki banyak manfaat, bila dilakukan secara teratur dapat meningkatkan aliran darah ke otak dan membantu mengatasinya.
  • Menjaga Pola Makan yang Sehat
    Pola makan yang sehat berkontribusi pada kesehatan otak. Pastikan kamu mengonsumsi makanan yang mengandung nutrisi penting untuk fungsi otak yang optimal.
  • Melakukan Aktivitas yang Menyenangkan
    Melakukan aktivitas yang kamu nikmati dapat membantu merangsang kreativitas kamu. Temukan kegiatan yang menyenangkan bagi kamu, seperti membaca buku, menulis, atau mendengarkan musik.
  • Mengubah Lingkungan Kerja
    Kadang-kadang, mengubah lingkungan kerja dapat mengatasi mental block. Cobalah bekerja di tempat yang berbeda atau mengatur ulang meja kerja kamu untuk menciptakan suasana yang baru dan segar.
  • Berdiskusi dengan Orang Lain
    Berdiskusi dengan orang lain dapat membantu memperoleh perspektif baru dan ide-ide segar. Bicarakan ide-ide kamu dengan rekan kerja, teman, atau keluarga untuk mendapatkan masukan yang berharga.
  • Mencatat Ide-Ide yang Kamu Dapat
    Seringkali, ide-ide brilian muncul secara tiba-tiba. Pastikan kamu mencatat ide-ide tersebut agar tidak terlupakan. Gunakan buku catatan atau aplikasi di ponsel kamu untuk mencatat ide-ide yang muncul di saat-saat tidak terduga.
  • Menggunakan Teknik Relaksasi
    Teknik relaksasi seperti meditasi atau pernapasan dalam dapat membantu mengatasi stres dan meningkatkan fokus kamu. Luangkan waktu setiap hari untuk berlatih teknik relaksasi ini.
  • Mencoba Teknik Kreativitas seperti Brainstorming
    Brainstorming adalah teknik yang efektif untuk menghasilkan ide-ide baru. Ajak tim kamu atau teman-teman kamu untuk melakukan sesi brainstorming dan jadikanlah suasana yang santai dan bebas kritik.
  • Membuat Rencana Kerja
    Membuat rencana kerja yang terstruktur dapat membantu mengatasi mental block. Bagi pekerjaan menjadi tugas-tugas yang lebih kecil dan buat jadwal yang jelas untuk setiap tugas.

Baca Juga: Lamaran Kerja Ditolak, Siapa Bertindak: 9 Tanda Wawancaramu Gagal

Manfaat Meningkatkan Kreativitas dan Produktivitas

Meningkatkan kreativitas dan produktivitas memiliki banyak manfaat, antara lain:

  • Kemampuan untuk memecahkan masalah dengan lebih efektif
  • Pengembangan ide-ide baru yang inovatif
  • Peningkatan kinerja dan efisiensi
  • Meningkatkan kepuasan kerja dan motivasi
  • Meningkatkan peluang untuk mencapai kesuksesan

Mental block adalah hal yang umum terjadi dan dapat mempengaruhi kreativitas dan produktivitas seseorang. Dengan menggunakan beberapa teknik dan strategi yang telah disebutkan di atas, kamu dapat mengatasinya dan meningkatkan kreativitas serta produktivitas kamu. Ingatlah untuk memberikan waktu istirahat bagi pikiran kamu, menjaga kesehatan tubuh dan pikiran, dan mencari inspirasi dari lingkungan sekitar kamu. Dengan melakukannya, kamu akan dapat melampaui batasan mental dan mencapai potensi kreatif kamu yang sebenarnya.

Read More
pengertian growth mindset dan cara kita kembangkannya

Apa itu ‘Growth Mindset’ dan Cara Kita Mengembangkannya

Growth mindset secara sederhana adalah keyakinan bahwa kemampuan dan kualitas dapat berkembang melalui usaha, latihan, dan pengalaman. Konsep ini penting diketahui para pekerja yang ingin mencapai potensi penuhnya.

Dari definisi di atas, kita tahu, kemampuan dan bakat bukanlah faktor tetap yang ditentukan sejak lahir. Itu dapat ditingkatkan melalui upaya yang konsisten dan ketekunan.

Karakteristik dari Growth Mindset

Growth mindset ditandai oleh beberapa karakteristik kunci yang membedakannya dari fixed mindset. Pertama, seseorang dengan growth mindset menyambut tantangan sebagai peluang untuk tumbuh dan belajar. Mereka melihat kesulitan sebagai jalan menuju perkembangan diri, alih-alih penghalang yang menghentikan.

Kedua, mereka memiliki ketekunan dan ketangguhan dalam menghadapi rintangan. Meskipun mengalami kegagalan atau kejatuhan, mereka melihatnya sebagai bagian dari proses pembelajaran dan tidak menyerah begitu saja. Mereka mengerti kesuksesan sering kali datang setelah melewati berbagai kegagalan.

Ketiga, individu dengan growth mindset terbuka terhadap pembelajaran dan umpan balik. Mereka tidak takut untuk mengakui kekurangan dan melihatnya sebagai kesempatan untuk tumbuh dan berkembang. Mereka menerima saran dan kritik dengan baik, dan menggunakan hal tersebut untuk memperbaiki diri.

Baca Juga: Kantor Berbudaya Maskulin Tambah Beban bagi Pekerja Perempuan

Perbedaan Growth Mindset dengan Fixed Mindset

Dikutip dari LifeHack, growth mindset memiliki perbedaan mendasar dengan fixed mindset. Dalam fixed mindset, individu cenderung membatasi potensi dirinya dengan memercayai kemampuan, keberhasilan, dan kegagalan mereka sudah ditentukan sejak lahir dan tidak dapat berubah. 

Fixed mindset juga didasarkan pada kepercayaan akan adanya bakat bawaan yang tidak dapat diganggu gugat. Mereka cenderung fokus pada pembenaran akan kegagalan atau keberhasilan mereka berdasarkan faktor-faktor eksternal, seperti keberuntungan atau situasi yang tidak menguntungkan.

Selain itu, individu dengan fixed mindset cenderung takut gagal dan menghindari tantangan. Mereka lebih memilih untuk tetap dalam zona nyaman dan menghindari situasi yang memerlukan usaha tambahan. Kegagalan dianggap sebagai penilaian diri yang buruk dan dapat merusak harga diri mereka.

Mengembangkan Growth Mindset

Dilansir dari Psychology Today, mengembangkan growth mindset memerlukan kesadaran diri yang tinggi dan komitmen untuk berubah. Pertama, kita perlu mengenali pola pikir kita sendiri dan memahami apakah kita lebih cenderung memiliki fixed mindset atau growth mindset. Dengan menyadari pola pikir kita saat ini, kita dapat mengambil langkah-langkah untuk mengubahnya.

Selanjutnya, kita perlu mengadopsi sikap positif terhadap kehidupan dan tantangan yang dihadapi. Mengubah cara kita berpikir dan menggantikan pikiran negatif dengan pikiran yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan diri akan membantu kita mengembangkan growth mindset.

Selain itu, menetapkan tujuan yang jelas dan membuat rencana tindakan adalah bagian penting dari pengembangan growth mindset. Dengan menetapkan tujuan yang spesifik dan menguraikan langkah-langkah yang perlu diambil, kita dapat melacak kemajuan kita dan memotivasi diri untuk terus berkembang.

Manfaat dari Growth Mindset

Mengadopsi pola pikir tumbuh memiliki banyak manfaat dalam kehidupan sehari-hari. Pertama, mindset ini dapat meningkatkan motivasi kerja. Ketika percaya kemampuan dapat berkembang melalui usaha, kita akan lebih termotivasi untuk bekerja keras dan mencapai tujuan.

Kedua, growth mindset juga dapat meningkatkan kreativitas dan kemampuan dalam memecahkan masalah. Dengan pola pikir yang terbuka terhadap pembelajaran dan eksplorasi, kita dapat menghasilkan ide-ide baru dan melihat berbagai sudut pandang dalam menyelesaikan masalah.

Selain itu, growth mindset juga memengaruhi hubungan kita dengan orang lain. Dengan sikap yang terbuka terhadap feedback dan kemauan untuk belajar dari orang lain, kita dapat membangun hubungan yang lebih baik dengan rekan kerja, teman, dan keluarga.

Baca Juga: Mungkinkah Pisahkan Kehidupan Pribadi dan Pekerjaan?

Contoh Seseorang dengan Growth Mindset

Ada banyak contoh individu yang telah mengadopsi pola pikir tumbuh dan mencapai kesuksesan dalam berbagai bidang. Berikut ini adalah beberapa contoh individu dengan growth mindset:

  • Elon Musk – Seorang pengusaha dan inovator terkenal, Elon Musk, memiliki pola pikir tumbuh yang kuat. Dikutip dari Inc, Elon Musk Says Adopting These 3 Simple Steps Has Helped Produce His Success, ia tidak takut untuk mengambil risiko besar dan mencoba hal-hal baru. Dalam perjalanan membangun perusahaan seperti Tesla Motors, SpaceX, dan Neuralink, Musk telah menghadapi banyak kegagalan dan rintangan. Namun, ia melihat kegagalan sebagai kesempatan untuk belajar dan terus berkembang.
  • Serena Williams – Sebagai salah satu atlet tenis terbaik sepanjang masa, Serena Williams adalah contoh nyata dari individu dengan growth mindset. Dikutip dari The Strive, The Serena Williams Success Story, meskipun sudah mencapai banyak prestasi, Williams tidak pernah puas dengan pencapaian dirinya. Ia terus berlatih keras, menguasai teknik baru, dan beradaptasi dengan perubahan dalam permainan tenis. Ia melihat setiap kekalahan sebagai peluang untuk belajar dan tumbuh menjadi lebih baik.
  • Thomas Edison – Thomas Edison, penemu terkenal yang berhasil menemukan bola lampu pijar, juga memiliki pola pikir tumbuh. Dalam proses menciptakan bola lampu, Edison menghadapi lebih dari seribu percobaan yang tidak berhasil. Namun, ia tidak menyerah dan terus mencoba dengan keyakinan, setiap percobaan yang gagal mendekatkannya pada penemuan yang berhasil. Edison melihat kegagalan sebagai bagian penting dari proses inovasi.
  • Malala Yousafzai – Aktivis hak pendidikan perempuan, Malala Yousafzai, juga memiliki pola pikir tumbuh yang luar biasa. Meskipun menghadapi ancaman dan kekerasan yang serius, ia tidak mundur dalam perjuangannya. Malala terus belajar, berbicara di depan umum, dan memperjuangkan hak pendidikan bagi perempuan di seluruh dunia. Ia melihat tantangan sebagai peluang untuk membuat perbedaan dan memajukan tujuannya.
  • Stephen Hawking – Fisikawan terkenal Stephen Hawking adalah contoh lain dari individu dengan growth mindset. Walaupun menghadapi kondisi kesehatan yang sangat menantang, Hawking tidak menyerah pada keterbatasan fisiknya. Ia terus mengejar penelitian dan membuat kontribusi besar dalam bidang kosmologi. Hawking melihat setiap hambatan sebagai tantangan yang dapat diatasi dan terus berusaha untuk mengembangkan pemahaman kita tentang alam semesta.

Contoh-contoh di atas menunjukkan, individu dengan growth mindset memiliki sikap yang terbuka terhadap pembelajaran, berani mengambil risiko, dan melihat kegagalan sebagai kesempatan untuk belajar dan tumbuh. Mereka tidak terhenti oleh rintangan dan terus mencari cara untuk berkembang dan mencapai potensi penuh mereka.

Menerapkan Growth Mindset dalam Kehidupan Sehari-hari

Menerapkan pola pikir tumbuh dalam kehidupan sehari-hari dapat membantu kita mengatasi rintangan dan mencapai potensi penuh kita. Kita perlu mengatasi hambatan dan kegagalan dengan sikap yang positif. Melihat kegagalan sebagai kesempatan untuk belajar dan tumbuh akan membantu kita tidak menyerah begitu saja.

Selain itu, kita juga perlu aktif mencari kesempatan untuk terus belajar dan mengembangkan diri. Mengikuti seminar, mengikuti kursus online misalnya, atau membaca buku adalah beberapa cara untuk meningkatkan pengetahuan kita dan mengembangkan keterampilan baru.

Baca Juga: Apa itu ‘Life Skill’ dan Bagaimana Cara Mengembangkannya?

Terakhir, penting untuk mengadopsi growth mindset dalam lingkungan kerja. Dengan menerima feedback dan berkolaborasi dengan rekan kerja, kita dapat menciptakan budaya kerja yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan.

Growth mindset adalah pola pikir yang memungkinkan kita untuk mencapai potensi penuh kita melalui keyakinan bahwa kemampuan dan kualitas dapat berkembang melalui usaha dan latihan. Dengan mengadopsi sikap yang terbuka terhadap pembelajaran, mengatasi rintangan, dan mencari kesempatan untuk tumbuh, kita dapat mencapai kesuksesan dan mencapai potensi pribadi yang lebih besar.

Read More
Micromanaging: Mengenal Karakteristik, Dampak, dan Cara Mengatasinya

Micromanaging: Mengenal Karakteristik, Dampak, dan Cara Mengatasinya

Pengertian Micromanaging adalah gaya manajemen dengan pengawasan dan kontrol berlebihan terhadap pekerjaan dan detail-detail kecil, serta kurangnya kepercayaan terhadap bawahan. Ketika seorang atasan terlalu terlibat dalam setiap aspek tugas dan mengendalikan setiap langkah yang diambil karyawan, ini dapat menciptakan lingkungan kerja yang tidak sehat dan berdampak negatif bagi produktivitas kerja serta perkembangan profesional.

Micromanaging sering kali muncul karena ketakutan akan kegagalan, kebutuhan untuk menjaga kendali, atau keinginan untuk mencapai hasil sempurna. Namun, gaya manajemen ini memiliki konsekuensi yang bisa merugikan tim dan organisasi secara keseluruhan.

Karakteristik Micromanaging

Dikutip dari Indeed, Micromanagement: Definition and How To Respond to It, ada beberapa ciri khas yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi micromanaging:

  1. Kurangnya Kepercayaan

Micromanaging sering kali timbul dari kurangnya kepercayaan terhadap kemampuan dan kompetensi bawahan. Atasan yang cenderung micromanaging akan merasa perlu untuk terus memantau setiap tindakan dan hasil pekerjaan karyawan.

  1. Kontrol dan Pengawasan yang Berlebihan

Micromanaging ditandai dengan kebutuhan untuk mengontrol setiap aspek pekerjaan. Atasan yang terlalu terlibat akan memberikan instruksi yang sangat rinci, mengendalikan waktu yang dihabiskan untuk setiap tugas, dan terus memonitor kemajuan yang dicapai.

Baca Juga: ‘Servant Leadership’ dan Pentingnya Jadi Bos yang Membumi

  1. Overemphasizing pada Detail-Detail Kecil

Micromanaging cenderung memperhatikan hal-hal kecil yang mungkin memiliki dampak minimal terhadap hasil akhir. Fokus yang berlebihan pada detail-detail kecil ini dapat menghambat kemampuan karyawan untuk berinovasi, membuat keputusan, dan mengatasi masalah secara mandiri.

Dampak Micromanaging

Micromanaging dapat memiliki dampak negatif yang signifikan pada tim dan organisasi. Beberapa dampak yang mungkin timbul antara lain:

  • Pengaruh Buruk pada Semangat Kerja Karyawan

Pengawasan yang berlebihan dan kurangnya kepercayaan dapat menurunkan semangat kerja karyawan. Mereka mungkin merasa terkekang dan tidak dihargai, yang pada gilirannya dapat mengurangi motivasi dan dedikasi mereka terhadap pekerjaan.

  • Penurunan Produktivitas dan Inovasi

Micromanaging memakan waktu dan energi yang berharga, baik bagi atasan maupun karyawan. Waktu yang seharusnya digunakan untuk tugas-tugas yang lebih strategis atau inovatif terbuang karena keterlibatan yang berlebihan dalam detail-detail yang seharusnya ditangani oleh bawahan.

  • Menghambat Pertumbuhan Profesional

Ketika atasan terlalu terlibat dalam pekerjaan karyawan, hal ini dapat menghambat kemampuan mereka untuk mengambil inisiatif, mengembangkan keterampilan, dan mengambil tanggung jawab yang lebih besar. Ini bisa menjadi hambatan bagi pertumbuhan dan perkembangan profesional mereka.

Tanda-tanda Micromanaging

Untuk mengenali tanda-tanda micromanaging, perhatikan hal-hal berikut:

  1. Sering Memeriksa Karyawan

Atasan yang cenderung micromanaging akan sering memeriksa dan memantau setiap langkah yang diambil oleh karyawan. Mereka mungkin mengecek pekerjaan yang sedang dikerjakan atau bahkan mengamati secara langsung.

  1. Mendikte Setiap Langkah Proses

Micromanaging melibatkan pengendalian yang berlebihan terhadap proses kerja. Atasan akan mendikte setiap langkah yang harus diikuti oleh karyawan, tanpa memberi mereka kebebasan atau ruang untuk mengambil keputusan sendiri.

Baca Juga: Menjadi Pemimpin Perempuan

  1. Enggan Delegasikan Tugas

Atasan yang cenderung micromanaging akan ragu untuk mendistribusikan tanggung jawab kepada karyawan. Mereka mungkin merasa tidak nyaman memberikan otonomi kepada bawahan dan lebih memilih untuk mengendalikan semua aspek pekerjaan sendiri.

Kekurangan Micromanaging

Meskipun atasan mungkin memiliki alasan untuk melibatkan diri secara mendalam dalam pekerjaan, micromanage memiliki kelemahan yang signifikan, termasuk:

  • Pemborosan Waktu dan Sumber Daya

Micromanaging menghabiskan waktu yang berharga baik bagi atasan maupun karyawan. Upaya yang digunakan untuk mengendalikan setiap aspek pekerjaan dan detail kecil dapat menyebabkan pemborosan sumber daya yang seharusnya digunakan untuk tugas-tugas yang lebih penting.

  • Ketidakmampuan untuk Fokus pada Tugas Strategis

Dengan terlalu terlibat dalam pekerjaan operasional, atasan yang micromanaging mungkin kehilangan fokus pada tugas-tugas strategis yang memerlukan perhatian dan pemikiran strategis yang lebih luas. Hal ini dapat menghambat kemampuan organisasi untuk merencanakan, berinovasi, dan beradaptasi dengan perubahan.

  • Tingkat Turnover Karyawan yang Tinggi Alias Banyak Karyawan yang Memilih Resign

Micromanage cenderung menciptakan lingkungan kerja yang tidak sehat dan kurang menyenangkan. Ini dapat mengakibatkan tingkat turnover karyawan yang tinggi karena karyawan merasa terkekang, tidak dihargai, atau kehilangan motivasi dalam lingkungan yang selalu terpantau dan dikendalikan.

Mengatasi Kecenderungan Micromanaging

Untuk mengatasi kecenderungan micromanaging dan membangun lingkungan kerja yang lebih produktif, berikut adalah beberapa langkah yang dapat diambil:

  1. Membangun Kepercayaan dan Memberdayakan Karyawan
    Kepercayaan adalah kunci untuk mengurangi micromanage. Atasan perlu membangun hubungan yang kuat dengan bawahan dan menunjukkan kepercayaan pada kemampuan mereka. Memberdayakan karyawan dengan memberi mereka tanggung jawab dan kebebasan untuk mengambil keputusan dapat meningkatkan rasa kepemilikan dan motivasi mereka.
  2. Menetapkan Harapan dan Tujuan yang Jelas
    Atasan harus menyampaikan harapan dan tujuan dengan jelas kepada karyawan. Dengan memahami apa yang diharapkan dari mereka, karyawan dapat bekerja secara mandiri dan mengambil inisiatif yang sesuai.
  3. Menyediakan Pelatihan dan Dukungan yang Cukup
    Untuk mengurangi kebutuhan untuk micromanaging, penting bagi atasan untuk menyediakan pelatihan dan dukungan yang cukup kepada karyawan. Dengan memberikan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan, karyawan dapat merasa lebih percaya diri dan mampu untuk menghadapi tugas-tugas dengan lebih mandiri.

Manfaat Manajemen yang Efektif

Mengatasi micromanaging dan mengadopsi gaya manajemen yang efektif memiliki manfaat yang signifikan, antara lain:

  • Meningkatkan Keterlibatan dan Kepuasan Karyawan
  • Meningkatkan Produktivitas dan Inovasi
  • Menjaga Karyawan yang Berkualitas Tinggi

Baca Juga: 7 Gaya Kepemimpinan yang Disukai Karyawan

Dengan mengembangkan lingkungan kerja yang memungkinkan karyawan untuk bertumbuh, mengambil inisiatif, dan berkontribusi secara signifikan, organisasi dapat meraih keunggulan kompetitif dan mempertahankan talenta terbaik dalam jangka panjang.

Micromanaging adalah gaya manajemen yang dapat memiliki dampak negatif pada tim dan organisasi. Kurangnya kepercayaan, kontrol yang berlebihan, dan fokus pada detail-detail kecil dapat menghambat produktivitas, mengurangi semangat kerja, dan mencegah pertumbuhan profesional. Dengan membangun kepercayaan, memberdayakan karyawan, dan menyediakan dukungan yang cukup, atasan dapat mengatasi kecenderungan micromanage dan mencapai manfaat dari manajemen yang efektif.

Read More
jenis pekerjaan freelance

8 Jenis Pekerjaan ‘Freelance’ untuk Tambahan Cuan

Pernah enggak, sih kamu merasa kelelahan karena harus bekerja dari pagi sampai sore bahkan malam? Terkadang jam kerja yang saklek ini juga bisa membuatmu melewatkan banyak momen berharga bareng keluarga.

Karena kondisi inilah, pekerjaan freelance telah menjadi pilihan menarik bagi banyak orang di Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, sebanyak 33,34 juta orang bekerja paruh waktu per Agustus 2020.

Penyebabnya, jenis pekerjaan ini menawarkan kebebasan dan fleksibilitas. Maksudnya individu bisa bekerja secara mandiri dari mana saja, dan mengatur jadwal mereka sendiri. 

Apa itu Pekerjaan Freelance?

Dikutip dari Katadata, Pekerjaan freelance merujuk pada pekerjaan yang dilakukan oleh individu secara mandiri tanpa menjadi pegawai tetap perusahaan. Dalam pekerjaan ini, seorang freelancer bekerja untuk klien atau perusahaan tertentu dalam proyek-proyek yang ditentukan dengan waktu yang fleksibel.

Pekerja freelance bebas memilih proyek-proyek yang ingin mereka kerjakan, bagaimana metode kerja, dan kapan mereka bakal mengerjakannya. Ini berbeda dengan definisi pekerja konvensional yang dituntut mematuhi jam kerja standar karyawan.

Salah satu keuntungan menjadi pekerja freelance adalah fleksibilitas waktu yang dimiliki. Seorang freelancer dapat mengatur jadwal kerja sesuai kebutuhan pribadi. Ini memungkinkan mereka untuk menjalankan pekerjaan lain atau menyesuaikan jadwal dengan kehidupan pribadi mereka.

Selain fleksibilitas waktu, pekerjaan freelance juga dapat menjadi sumber penghasilan tambahan yang signifikan. Seorang freelancer memiliki kesempatan untuk bekerja pada proyek-proyek yang berbeda dan mendapatkan bayaran yang sesuai dengan tingkat keahlian dan pengalaman mereka. Bagi beberapa orang, pekerjaan freelance bahkan menjadi sumber penghasilan utama.

Namun, menjadi pekerja freelance juga memiliki tantangan tersendiri. Stabilitas pendapatan sering kali tidak terjamin. Bahkan, karena ini pula freelancer harus mampu mengatur keuangan mereka dengan bijak. Selain itu, disiplin dan motivasi diri juga sangat penting dalam pekerjaan ini, karena tidak ada pengawasan langsung.

Baca Juga: ‘Work from Anywhere’, Apa Untung Ruginya?

Keuntungan Pekerjaan Freelance

Banyak orang tertarik dengan pekerjaan freelance karena keuntungan yang ditawarkannya. Berikut adalah beberapa keuntungan utama menjadi seorang pekerja freelance:

  • Fleksibilitas Waktu

Seperti disinggung sebelumnya, keuntungan terbesar menjadi pekerja freelance adalah fleksibilitas waktu yang dimiliki. Ini memungkinkan kamu untuk menjalankan pekerjaan lain atau menyesuaikan jadwal dengan kehidupan pribadi.

  • Penghasilan Tambahan

Menjadi freelancer juga dapat menjadi sumber penghasilan tambahan yang signifikan. kamu memiliki kesempatan untuk bekerja pada proyek-proyek yang berbeda dan mendapatkan bayaran yang sesuai dengan tingkat keahlian dan pengalaman kamu. 

  • Mandiri dan Kebebasan

Sebagai pekerja lepas, kamu menjadi bos bagi diri sendiri. Kamu dapat membuat keputusan sendiri, mengatur prioritas, serta mengeksplorasi minat dan keahlian pribadi. Kamu memiliki kontrol penuh atas pekerjaan kamu dan dapat merancang karier sesuai dengan keinginan.

  • Kesempatan untuk Mengeksplorasi

Menjadi freelancer juga memberikan kesempatan untuk mengeksplorasi berbagai industri dan jenis proyek. Kamu dapat bekerja dengan klien dari berbagai latar belakang dan mendapatkan wawasan yang berbeda. Ini membantu kamu mengembangkan keterampilan baru dan memperluas jaringan profesional kamu.

Jenis-jenis Pekerjaan Freelance

Ada banyak jenis pekerjaan freelance yang tersedia. 

  1. Penulis Konten

Pekerjaan penulis konten freelance melibatkan menulis artikel, blog, konten situs web, dan materi pemasaran lainnya. Penulis konten harus memiliki kemampuan menulis yang baik dan mampu menghasilkan konten yang menarik dan relevan.

  1. Desainer Grafis

Desainer grafis freelance menciptakan desain visual untuk berbagai keperluan, seperti logo, brosur, pamflet, dan desain situs web. Mereka harus memiliki pemahaman yang baik tentang desain, warna, dan komposisi visual.

Baca Juga: Islam Menjawab: Bekerja adalah Hak Semua Bangsa Termasuk Perempuan

  1. Programmer dan Pengembang Web

Pekerjaan freelance dalam bidang pemrograman dan pengembangan web melibatkan pembuatan dan pengembangan situs web, aplikasi, dan sistem berbasis teknologi. Keahlian dalam bahasa pemrograman dan pengetahuan tentang pengembangan web diperlukan.

  1. Fotografer dan Videografer

Fotografer dan videografer freelance menciptakan konten visual dalam bentuk foto dan video. Mereka dapat bekerja dalam berbagai bidang, seperti fotografi pernikahan, jurnalistik, atau produksi video.

  1. Konsultan dan Pelatih

Sebagai konsultan dan pelatih melibatkan memberikan saran dan bimbingan dalam bidang spesifik, seperti keuangan, pemasaran, manajemen, atau pengembangan pribadi. Seorang konsultan atau pelatih harus memiliki pengetahuan yang mendalam dalam bidangnya dan kemampuan untuk memberikan solusi yang efektif.

  1. Penerjemah

Tugas utamanya adalah menerjemahkan teks atau materi dari satu bahasa ke bahasa lain. Seorang penerjemah harus memiliki kemampuan bahasa yang sangat baik dan pemahaman yang mendalam tentang budaya dan konteks bahasa yang diterjemahkan.

  1. Pemasar Digital

Pekerjaan sebagai pemasar digital melibatkan promosi dan pemasaran produk atau layanan menggunakan media digital. Mereka harus memiliki pemahaman tentang strategi pemasaran online, SEO, media sosial, dan analisis data.

Cara Memulai Menjadi Freelancer

Jika kamu tertarik untuk menjadi pekerja freelance, berikut adalah beberapa langkah yang dapat kamu ikuti agar tetap eksis:

  • Menentukan Bidang Keahlian dan Tingkatkan Terus

Pertama, tentukan bidang keahlian atau minat yang ingin kamu tekuni. Pilih bidang yang sesuai dengan bakat dan minat, sehingga kamu dapat dengan mudah menunjukkan kualitas dan kemampuan dalam pekerjaan tersebut.

Tak cukup menentukan bidang keahlian, berusahalah selalu untuk meningkatkan keterampilan kamu di bidang itu. Ikuti pelatihan, baca buku, atau cari sumber belajar lainnya untuk tetap update dengan perkembangan terkini di industri kamu.

  • Membangun Portofolio

Bangunlah portofolio yang mencerminkan kemampuan dan pengalaman kamu. Ini bisa berupa contoh pekerjaan yang telah kamu selesaikan sebelumnya atau proyek-proyek kecil yang kamu buat sendiri.

  • Menawarkan Jasa dan Mencari Klien

Mulailah menawarkan jasa kamu melalui platform daring, situs web pribadi, atau jaringan profesional. Pasarkan diri kamu secara efektif dan aktif mencari peluang kerja. Juga, jaga hubungan baik dengan klien yang ada untuk mendapatkan referensi dan ulasan positif.

Di sini, penting sekali untuk memperluas jaringan profesional. Bergabunglah dengan komunitas online dan offline, hadiri acara atau seminar industri, dan jalin hubungan dengan sesama profesional di bidang kamu.

  • Menjaga Hubungan Baik dengan Klien

Penting untuk menjaga hubungan yang baik dengan klien kamu. Komunikasikan dengan jelas, berikan pembaruan secara teratur, dan berikan layanan yang memuaskan. Hal ini akan membantu membangun reputasi yang baik dan memperoleh klien yang berulang.

Baca Juga: Mungkinkah Pisahkan Kehidupan Pribadi dan Pekerjaan?

  • Menjaga Reputasi yang Baik

Reputasi yang baik sangat penting dalam pekerjaan freelance. Selalu berikan yang terbaik dalam pekerjaan kamu, penuhi janji, dan tanggapi dengan cepat dan profesional terhadap klien dan mitra kerja.

Tantangan yang Akan Dihadapi

Meskipun pekerjaan freelance memiliki banyak keuntungan, ada juga tantangan yang perlu dihadapi, di antaranya:

  • Stabilitas Pendapatan

Pekerjaan freelance seringkali tidak menjamin stabilitas pendapatan yang tetap. kamu harus mampu mengatur keuangan kamu dengan bijak dan memiliki rencana cadangan untuk menghadapi masa-masa ketika tidak ada proyek baru. Bisa juga mulai pertimbangkan asuransi dan perencanaan masa depan agar keuanganmu tak terganggu.

  • Menjaga Disiplin dan Motivasi

Tanpa adanya struktur kerja yang ditetapkan, penting untuk menjaga disiplin dan motivasi. kamu harus mampu mengatur waktu dan menjaga produktivitas kerja tanpa pengawasan langsung.

  • Mengatur Waktu dengan Efektif

Sebagai seorang pekerja freelance, kamu harus mampu mengatur waktu dengan efektif. Ini termasuk menyeimbangkan pekerjaan dan kehidupan pribadi, mengatur tenggat waktu, dan mengelola proyek secara efisien.

  • Menangani Proyek yang Membutuhkan Kerja Sama

Dalam beberapa proyek, kamu mungkin perlu bekerja dengan tim atau bekerja sama dengan klien yang memiliki harapan yang berbeda. Kemampuan untuk berkolaborasi dengan orang lain dan menyelesaikan konflik adalah keterampilan yang penting dalam pekerjaan freelance.

Read More
Perempuan Bekerja dalam Islam

When Employers Reward ‘Ideal’ Workers, Gender Equality Suffers

UK deputy prime minister Dominic Raab recently resigned following the publication of a report into workplace complaints about his conduct, including bullying allegations. But this element of his behaviour wasn’t the only concerning workplace problem highlighted by the report.

It also detailed how, seemingly unencumbered by responsibilities outside work, his working hours ran from 7:30am until 10pm, Monday to Thursday, while Fridays were spent on constituency business, usually followed by extensive work on weekends.

When organisations or leaders support such working practices – either by working long hours themselves or rewarding those that do – it can deepen inequality in the workplace. Setting an expectation that it’s OK (or even necessary) to work beyond your contracted hours disadvantages those that need more flexibility, such as carers, who are typically women.

Unfortunately, long hours are essentially a requirement for promotion in many managerial and professional jobs. Such working practices accord with the very values that led to the emergence of modern capitalism and the creation of the concept of the “ideal worker”, as argued by sociologist Max Weber. It’s hardly surprising, then, that many organisations value and require long hours, even if they are inefficient.

But long working hours undermine health, raising the risks of cardiovascular disease, chronic fatigue, stress, depression, sleep quality, self-perceived health, use of alcohol and cigarettes, and a host of other conditions and problems. Inefficiently long hours could also contribute to low productivity, as well as promoting gender inequality at work and in the home.

Also read: From Recruitment to Career Path: How Gender Bias Affect Women’s Career

Work Flexibility versus Career Progression

Feminist scholars have also long pointed to the adverse effects of long hours on women in particular. Research shows this is a key source of the gender wage gap disadvantage. The UK’s Equal Pay Act made a substantial difference in narrowing the gender pay gap, but long working hours still stand in the way of this progress – particularly for those who have caring responsibilities, such as mothers. It is partly because of care that the gender wage gap continues to widen up to the age of 42. During this time, those who can’t work excessive hours could miss out on career opportunities.

Any kind of work flexibility can come at a high price in terms of career progression, as I found in my study of professional and managerial women’s exit from work, conducted with organisational psychologist Emma Cahusac. We found that even women who continued to work full-time after having a child were disadvantaged because in professional and managerial work, full time often means being available any time. Many women are pushed into less interesting work because face time and on-call availability are disproportionately rewarded.

Reducing women’s domestic work can contribute to closing the gender pay gap. Numerous studies have shown that housework is negatively associated with wages. This is why it matters when men do much less around the home than women. Their contributions have gradually increased to a small degree, with men’s involvement in childcare picking up more than their participation in the mundane daily housework tasks. But women still perform the lion’s share, and tend to take responsibility for domestic work, taking on the “mental load” of making sure chores get done.

Organisations reinforce this unequal sharing in the home when they make working long hours a pre-condition for success. Such company cultures uphold an unspoken “gendered contract” that it is women who are meant to perform care.

Illustration of a hand raised towards another hand holding an alarm clock, against a red/orange background.
eHrach/Shutterstock

Also readSexual Harassment at Work Harms Employment and Economy

Working Fewer Hours

If long hours are an ingredient of success in modern organisations, not everyone is convinced – even those who benefit. I conducted a study with University of Luxembourg sociologist Robin Samuel which showed that on average even male breadwinners – the main beneficiaries of the long hours system and those who actually work the longest hours – would prefer to work fewer hours for less pay. Further, when male breadwinners want to work fewer hours, our research shows it’s often because they feel their jobs interfere with their family lives.

Recent examples of toxic workplaces should encourage debate about what it is reasonable to expect from employees. Gender inequalities relating to the reconciliation of work and care remain largely a side issue within organisations, although both the crisis of care and how people can accomplish work and care are critical issues facing our society. The #MeToo movement shone a light on sexual harassment, but it hasn’t been the turning point many had hoped for in terms of boosting gender equality at work. There has been a substantial backlash to it, in part emanating from the gulf in understanding between those affected by such abuse and those who perpetrate or condone it.

A similar divergence can be seen in discussions about toxic workplaces – whether that’s about bullying or deep-rooted employer expectations about working practices such as long hours, which systematically disadvantage some employees. Some people may see working long hours as linked to being robust, high-achieving, results-driven and demanding, others believe it diminishes employees and degrades the workplace environment.

Shireen Kanji, Professor of Work and Organisation, Brunel University London

This article was first published on The Conversation, a global media resource that provides cutting edge ideas and people who know what they are talking about.

Read More
kehilangan motivasi kerja

Mungkinkah Pisahkan Kehidupan Pribadi dan Pekerjaan?

Tahun lalu, Apple TV meluncurkan serial Severance, yang langsung disambut dengan pujian kritikus dan penonton. Serial itu menceritakan tentang sekelompok karyawan di Lumon Industries yang benar-benar bisa memisahkan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi mereka. Ketika berada di kantor, karyawan tidak mengingat apa pun tentang dunia luar. Sebaliknya, ketika di rumah, mereka tidak mengingat apa pun tentang pekerjaan.

Ini adalah versi ekstrem dalam mengelola batas antara kehidupan pribadi dan profesional – konsep yang berlaku bagi sebagian besar dari kita – dan merupakan fokus bagi para akademisi yang bekerja di bidang penelitian hubungan pekerjaan-keluarga.

Dalam serial ini, para karyawan menjalani prosedur medis yang disebut sebagai severance (pemutusan) untuk “membersihkan” pikiran mereka. Dalam literatur pekerjaan-keluarga, walau tidak terlalu harafiah, istilah ini dikenal sebagai “severation” (pemisahan).

Pemisahan adalah teknik manajemen batasan yang membuat kita memisahkan peran pekerjaan dan keluarga tanpa adanya tumpang tindih.

Kebalikan dari hal ini adalah “integrasi”, yang melihat individu mencari sinergi dan tumpang tindih antara berbagai peran dalam hidup mereka demi mendapatkan kinerja yang lebih baik di semua aspek.

Contoh yang baik dari hal ini adalah Indra Nooyi, mantan CEO Pepsi-Co selama 12 tahun yang, mengambil peran sebagai “konsumen” dan mencicipi beberapa produk sebagai pelanggan saat ini sedang cuti. Ia kemudian menggunakan pengetahuan yang diperolehnya untuk mengusulkan beberapa inovasi pada produk bisnis inti.

Baca Juga: Mahalnya Biaya Ibu Bekerja, Sebagian Putuskan ‘Resign’

Tak mungkin melakukan pemisahan total antara pekerjaan dan keluarga. Kita akan selalu tergoda untuk memikirkan keluarga kita bekerja, dan jarang sekali orang bisa lepas dari komunikasi terkait kerjaan saat berada di rumah. Batas antara kedua kehidupan kita ini mudah ditembus.

Tak diragukan lagi, praktik severance yang dialami oleh karyawan dalam acara TV tersebut merupakan prospek yang menarik bagi beberapa perusahaan. Memutuskan semua pemikiran tentang dunia luar tentu akan mengurangi gangguan di luar pekerjaan dan seharusnya secara teori meningkatkan produktivitas. Ini juga bisa menjadi kondisi yang diinginkan oleh beberapa karyawan yang akhirnya bisa berhenti memikirkan pekerjaan saat berada di rumah.

Lima karyawan bekerja di bilik mereka dan saling berbincang-bincang.
Rekan-rekan kerja di kantor dalam serial TV Severance. Apple TV

Polinasi Silang

Bahkan dalam dunia fiksi Severance, kita melihat pemisahan total bukanlah pilihan jangka panjang yang berkelanjutan.

Berharap agar hidup kita tersegmentasi secara sempurna dapat menumbuhkan keyakinan yang salah tentang bagaimana area-area kehidupan berdampak terhadap satu sama lain. Hal ini terutama terjadi ketika pemisahan tersebut didorong oleh gagasan, peran pekerjaan dan keluarga kita selalu bertentangan. Kita menjadi percaya bahwa perlu untuk memisahkan keduanya demi menghindari limpahan negatif dari satu aspek ke aspek lainnya.

Literatur-literatur yang ada telah secara luas menunjukkan bahwa kehidupan profesional dan pribadi dapat menjadi sekutu. Ketika kita mengalami emosi positif di salah satu peran kita, hal itu dapat mempengaruhi peran lainnya. Konsep work-family enrichment (pengayaan hubungan kerja dan kelurga) ini mendorong kita untuk mengintegrasikan sebanyak mungkin peran-peran kita yang berbeda, berdasarkan premis bahwa mereka dapat saling menguntungkan satu sama lain.

Baca juga: 7 Tips Menjaga ‘Work-Life Balance’ Buat ‘Fresh Graduate’

Realitas Pascapandemi

Pandemi COVID-19 membuat segmentasi menjadi semakin sulit dilakukan. Selama periode ini, banyak dari kita yang mengalami pengaburan batas-batas antara pekerjaan dan rumah. Hal ini mendorong beberapa pakar hubungan pekerjaan-keluarga untuk menciptakan istilah baru: Kerja zigzag.

Menghadiri rapat kerja dengan anak-anak mengerjakan pekerjaan rumah mereka di meja yang sama atau duduk di pangkuan, atau menyiapkan makan malam sambil melakukan FaceTime dengan rekan kerja, sudah menjadi hal yang biasa. Beberapa orang bahkan cukup enggan untuk meninggalkan hal ini. Sebab, praktik ini tidak hanya membuat kehidupan rumah tangga menjadi lebih mudah diatur – beberapa orang merasa hal ini membawa perubahan radikal dan sifat manusiawi ke dunia kerja.

Meskipun masih terlalu dini untuk menarik kesimpulan, ada kemungkinan integrasi yang berkepanjangan dan dipaksakan antara peran kerja dan keluarga dapat mendorong perlunya ideologi alternatif yang lebih berkelanjutan untuk bekerja di rumah.

Kita perlu beralih dari pemikiran bahwa pekerja harus mengabdi pada pekerjaannya atau pekerja ideal adalah mereka yang siap sedia 24 jam sehari, 7 hari seminggu.

Selama pandemi, banyak eksekutif senior melihat hal-hal yang belum pernah mereka alami sebelumnya, realitas kehidupan sehari-hari mereka sendiri saat mereka mencoba membantu anggota keluarga dalam berbagai kegiatan sehari-hari. Keterpaparan yang dipaksakan dan berkepanjangan terhadap peran keluarga dan pekerjaan ini dapat mendorong pemikiran bahwa, selain bermanfaat dan produktif, berpartisipasi secara aktif dalam dinamika keluarga dan kegiatan operasional sehari-hari dapat memberikan manfaat emosional.

Hal ini juga dapat mendorong para manajer untuk lebih menghargai kehidupan pribadi rekan-rekan kerja mereka karena mereka telah mengalami secara langsung betapa sulitnya untuk mencoba mendapatkan semuanya sekaligus.

Mendapatkan semuanya – kemungkinan untuk mengalami kehidupan yang kaya di semua bidang – adalah tujuan yang sulit dicapai.

Baca Juga: 12 Cara Hilangkan Jenuh dalam Bekerja Agar Tetap Produktif

Pertimbangan ini membuat beberapa ahli menambahkan sebuah kata sifat pada gagasan ini: “tidak sempurna”. Ini berarti kita harus menerima gagasan bahwa hidup kita bisa jadi tidak sempurna – terutama ketika kita tidak rela melepaskan apa pun.

Kuncinya adalah menerima gagasan ini dan mencari solusi dengan hanya berfokus pada kegiatan yang kita lakukan dengan sebaik-baiknya. Misalnya, jika kita bukan koki yang hebat, seharusnya tidak masalah untuk membeli makanan di luar rumah pada saat dibutuhkan.

Seperti yang telah kami katakan sebelumnya, melakukan pekerjaan sembari menjalani kehidupan pribadi kita dengan cara yang sehat dapat membantu kita menyalurkan emosi positif yang muncul dari pekerjaan yang terselesaikan dengan baik ke dalam kehidupan keluarga kita, dan sebaliknya. Namun, kita juga tidak dapat melihat adanya manfaat dalam menerima email pekerjaan yang menuntut perhatian kita saat sedang di rumah bersama keluarga.

Artinya, tumpang tindihnya satu peran dengan peran lainnya dapat bermanfaat jika dilakukan dengan cara yang sehat dan benar dan bukan dengan cara yang intrusif.

Dan di sinilah kesalahan serial TV tersebut (dan juga banyak perusahaan): Sistem manajemen batasan hanya efektif jika sesuai dengan preferensi individu seorang karyawan terhadap keseimbangan pekerjaan/keluarganya. Sebelum mengusulkan sebuah sistem manajemen, perusahaan harus memastikan bahwa sistem tersebut sesuai dengan preferensi para pekerjanya.

Kita tentu saja sudah tahu prosedur penghapusan pikiran dalam Severance tidak mungkin dilakukan dalam dunia nyata. Namun, mungkin kita juga menemukan, praktik severance nyatanya juga tak diinginkan.

Kita tidak akan kembali ke dunia yang memungkinkan adanya pemisahan antara kehidupan pribadi dan pekerjaan – lebih baik kita bergerak menuju kenyataan yang menguntungkan kita daripada mempersulit kedua sisi kehidupan kita.

Marcello Russo, Full Professor of Organizational Behavior and Director of the Global MBA, Università di Bologna. Demetrius Adyatma Pangestu dari Universitas Bina Nusantara menerjemahkan artikel ini dari Bahasa Inggris.

Artikel ini pertama kali diterbitkan oleh The Conversation, sumber berita dan analisis yang independen dari akademisi dan komunitas peneliti yang disalurkan langsung pada masyarakat.

Read More
apa itu brain dump di dunia kerja

‘Brain Dump’: Apa Itu, Fungsi, dan Cara Tepat Melakukannya

Brain dump adalah metode atau teknik mengosongkan pikiran dan mencatat semua gagasan, ide, tugas, dan informasi di otak secara terstruktur. Dalam bahasa Indonesia, brain dump dapat diterjemahkan secara harfiah sebagai “pengosongan pikiran” atau “pembuangan pikiran”.

Metode ini dilakukan dengan menulis semua hal di pikiran ke wadah seperti kertas atau aplikasi catatan di komputer atau ponsel. Tujuannya untuk meredakan beban pikiran, menyusun pikiran kacau jadi lebih teratur, dan menyediakan ruang kosong dalam pikiran kita.

Dengan metode ini, kita mencatat segala hal di pikiran tanpa melakukan penyaringan terlebih dahulu. Ini termasuk gagasan, ide, impian, perasaan, rencana, tugas yang harus diselesaikan, dan informasi penting lainnya. Tidak ada batasan dalam teknik brain dump, sehingga kita bebas menulis apa pun yang ada dalam pikiran.

Baca Juga: Apa itu ‘Peak Performance’ di Dunia Kerja, Bagaimana Mencapainya

Fungsi dan Manfaat Brain Dump

Dikutip dari Verywell Mind, How a Brain Dump Can Help You Relieve Stress, metode ini memiliki fungsi dan manfaat beragam. Dengan melakukan teknik ini secara teratur, kita dapat mengoptimalkan potensi pikiran dan meningkatkan kualitas hidup kita. Berikut adalah beberapa fungsi dan manfaat utama dari brain dump:

  • Meningkatkan Konsentrasi dan Fokus

Sering kali pikiran kita dipenuhi berbagai hal. Ini dapat mengaburkan konsentrasi dan menghambat kemampuan kita fokus pada tugas yang sedang dikerjakan.

Dengan melakukan brain dump, kita dapat “mengosongkan” pikiran dari semua hal tersebut. Dengan menuliskan semua yang ada di pikiran, kita bisa melepaskan beban mental dan menciptakan ruang kosong di pikiran kita. Hal ini membantu meningkatkan konsentrasi dan fokus pada tugas yang sedang kita hadapi.

  • Mengurangi Stres dan Overwhelm

Ketika pikiran kita dipenuhi tugas yang harus diselesaikan, rencana yang perlu dibuat, atau masalah yang harus dipecahkan, kita cenderung merasa stres dan terbebani. Perasaan kewalahan dapat mengganggu keseimbangan emosional kita dan mengurangi produktivitas.

Dengan melakukan teknik ini, kita dapat mengurangi beban mental dan merasa lebih tenang. Mencatat semua hal yang ada di pikiran dapat mengorganisasikan dan mengatur mereka dengan lebih baik. Ini membantu kita mengatasi rasa kewalahan dan mengurangi tingkat stres dalam kehidupan sehari-hari.

  • Meningkatkan Kreativitas dan Produktivitas

Brain dump dapat menjadi alat yang sangat efektif untuk memicu kreativitas dan meningkatkan produktivitas. Ketika kita menulis semua gagasan dan ide yang ada di pikiran kita, kita menciptakan ruang untuk berkembang dan menghubungkan berbagai konsep.

Melihat semua informasi secara visual membantu kita melihat pola hubungan yang mungkin terlewatkan jika hanya tersimpan dalam pikiran kita. Selain itu, dengan mencatat tugas-tugas yang harus diselesaikan, kita dapat mengatur prioritas dengan lebih baik dan menghindari kehilangan atau lupa pada tugas yang penting. Hal ini membantu meningkatkan produktivitas kita secara keseluruhan.

  • Meredakan Pikiran yang Berlebihan

Pikiran berlebihan atau bertumpuk bisa jadi sumber stres dan kecemasan yang tidak perlu. Teknik brain dump dapat memindahkan semua pikiran yang terus berputar di kepala kita ke media eksternal, seperti kertas atau aplikasi catatan.

Lewat teknik ini, kita memberikan diri kesempatan untuk beristirahat. Pikiran yang tercatat dengan baik memungkinkan kita untuk melihatnya secara objektif, menganalisisnya dengan lebih baik, dan mengambil langkah-langkah tepat untuk menanganinya.

Baca Juga: 7 Tips Kembali Produktif Usai Liburan Panjang

  • Menjaga Pikiran Tetap Terorganisir

Melakukan brain dump secara rutin membantu kita menjaga pikiran tetap terorganisir. Kita dapat mengatur pikiran dalam kategori yang sesuai dan mengembangkannya jadi rencana yang lebih jelas. Pikiran yang terorganisir memudahkan kita untuk melacak progres, mengingat informasi penting, dan mengambil keputusan yang tepat.

  • Meningkatkan Kejelasan dan Pencapaian Tujuan

Brain dump membantu kita mendapatkan kejelasan tentang apa yang harus dilakukan dan membantu kita mencapai tujuan yang ditetapkan. Dengan menuliskan semua tugas dan ide, kita dapat melihat gambaran keseluruhan dan mengidentifikasi langkah-langkah konkret yang harus diambil. Dengan melihat pikiran kita secara visual, kita dapat mengubah impian dan gagasan menjadi tindakan nyata. Dalam jangka panjang, brain dump membantu kita menjadi lebih terorganisir, efisien, dan sukses dalam hidup

Dengan semua manfaat yang ditawarkan, tidak mengherankan bahwa brain dump telah menjadi alat yang populer bagi banyak orang untuk meningkatkan produktivitas, mengurangi stres, dan mencapai kejelasan dalam hidup mereka. Cobalah melakukannya secara teratur dan rasakan manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari.

Tips Efektif dalam Melakukan Brain Dump

Melakukan brain dump secara efektif adalah kunci untuk memperoleh manfaat maksimal dari proses tersebut. Berikut adalah beberapa tips yang dapat membantu kamu melakukan brain dump dengan efektif:

  1. Tetapkan Waktu yang Tepat
    Pilih waktu yang tepat untuk melakukan brain dump. Identifikasi momen di mana kamu merasa paling terbuka dan pikiran kamu tidak terlalu sibuk dengan tugas atau kegiatan lain. Beberapa orang lebih suka melakukannya di pagi hari untuk memulai hari dengan pikiran yang jernih, sementara yang lain lebih memilih melakukannya di malam hari untuk menenangkan pikiran sebelum tidur. Pilih waktu yang paling sesuai dengan kebiasaan dan rutinitas kamu.
  2. Buat Lingkungan yang Tenang
    Temukan lingkungan yang tenang dan minim gangguan untuk melakukan brain dump. Pastikan kamu berada di tempat yang nyaman dan bebas dari kebisingan atau gangguan visual. Matikan ponsel atau nonaktifkan pemberitahuan agar kamu dapat sepenuhnya fokus pada proses menulis. Lingkungan yang tenang akan membantu kamu mencapai konsentrasi dan kejernihan pikiran.
  3. Gunakan Metode yang Sesuai
    Pilih metode yang sesuai dengan preferensi kamu dalam melakukan brain dump. Beberapa orang lebih suka menggunakan kertas dan pulpen, sementara yang lain lebih memilih menggunakan aplikasi catatan digital di komputer atau ponsel. Pilihlah metode yang membuat kamu merasa nyaman dan mudah dalam mencatat pikiran kamu. Pastikan kamu memiliki alat tulis yang cukup dan wadah untuk menulis yang mudah diakses.
  4. Jangan Batasi Diri
    Ketika melakukan metode ini, jangan membatasi diri kamu. Biarkan pikiran mengalir secara bebas dan tulis semua yang ada di pikiran kamu tanpa menghakimi atau menyensor. Jangan khawatir tentang tata bahasa yang sempurna atau struktur yang rapi. Yang penting adalah menulis semua yang ada di pikiran kamu. Pikiran-pikiran yang tampak tidak terkait atau acak-acak dapat menghubungkan ide-ide baru yang menarik.
  5. Gunakan Struktur dan Organisasi
    Meskipun brain dump adalah tentang menuliskan pikiran dengan bebas, tetaplah menggunakan struktur dan organisasi yang sederhana. Gunakan subjudul atau bullet points untuk memisahkan dan mengelompokkan pikiran-pikiran yang berbeda. Hal ini akan membantu kamu melihat hubungan antara pikiran-pikiran tersebut dan membuatnya lebih mudah dipahami dan dikelola di kemudian hari.
  6. Lakukan secara Teratur
    Melakukannya secara teratur adalah kunci keberhasilan. Jadwalkan waktu khusus dalam rutinitas harian atau mingguan kamu untuk melakukan brain dump. Dengan melakukannya secara teratur, kamu dapat mengosongkan pikiran secara konsisten, menjaga pikiran tetap terorganisir, dan mencegah penumpukan pikiran yang mengganggu. Ketika metode ini menjadi kebiasaan, kamu akan merasakan manfaatnya dalam meningkatkan kreativitas, produktivitas kerja.

Baca Juga: 4 Penyebab ‘Mood Swing’ Saat Bekerja dan Cara Mengatasinya

Brain dump adalah metode yang efektif untuk mengosongkan pikiran, mengurangi stres, dan meningkatkan konsentrasi serta produktivitas kerja. Dengan melakukan brain dump secara rutin, kita dapat menjaga pikiran tetap terorganisir, mengurangi lupa dan kesempatan yang terlewat, serta meningkatkan kejelasan dalam mencapai tujuan.

Read More
pentingnya kemampuan inisiatif buat karyawan pekerja

Pentingnya Inisiatif Karyawan dalam Bekerja

Apakah kamu tipikal orang yang suka ngide duluan saat bekerja? Bahkan tanpa diminta tolong atau diperintahkan, kamu kerap melakukan sesuatu. Jika jawabannya iya, berarti kamu termasuk tipe orang yang penuh inisiatif.

Dalam dunia kerja, mengambil inisiatif jadi hal penting untuk meningkatkan kinerja, berpikir kreatif, dan menggenjot produktivitas. Inisiatif juga secara tak langsung memperlihatkan kemampuan kepemimpinan dan pengelolaan tugas karyawan. Jika karyawan bisa menunjukkan tindakan ini, bukan tak mungkin karier bisa semakin maju.

Masalahnya, mengambil inisiatif bukanlah hal yang mudah dilakukan. Beberapa orang mungkin merasa kesulitan untuk berpikir kreatif dan mengatasi masalah dengan cepat. Sementara yang lain bisa jadi merasa takut untuk mengambil tanggung jawab yang lebih besar. Karena itu, penting untuk memahami dengan baik tugas dan tanggung jawab masing-masing.

Baca Juga: Cara Hilangkan Kantuk di Pagi Hari Saat Bekerja

Definisi Inisiatif

Dikutip dari artikel Indeed bertajuk 9 Ways To Take Initiative at Work, inisiatif dalam bekerja mengacu pada kemampuan untuk mandiri dan proaktif dalam merampungkan tugas tanpa perlu disuruh-suruh. Kemampuan inisiatif ini melibatkan kemampuan untuk berpikir kreatif, mengatasi masalah dengan cepat, dan melakukan tindakan sesuai guna mengatasi situasi yang sulit. Inisiatif juga mencakup kemampuan untuk mengambil tanggung jawab yang lebih besar, memimpin proyek, dan membuat keputusan penting.

Seseorang yang memiliki kemampuan inisiatif yang baik akan mampu menyelesaikan tugas dengan lebih cepat dan efektif, serta meningkatkan kinerja dan produktivitas di tempat kerja. Mereka juga cenderung mendapatkan pengakuan dan apresiasi dari atasan dan rekan kerja mereka karena kemampuan untuk mengambil inisiatif dan mengatasi situasi yang sulit.

Namun, inisiatif juga perlu diimbangi dengan kebijaksanaan dan pertimbangan yang tepat. Terlalu banyak inisiatif tanpa pertimbangan yang matang, dapat mengarah pada keputusan salah atau tindakan yang tidak efektif. 

Faktor yang Memengaruhi Inisiatif dalam Bekerja

Beberapa faktor yang dapat memengaruhi inisiatif dalam bekerja, antara lain:

  1. Lingkungan Kerja
    Lingkungan kerja yang positif dan proaktif dapat mendorong seseorang untuk mengambil inisiatif yang lebih besar saat bekerja.
  2. Motivasi
    Motivasi merupakan faktor penting untuk meningkatkan inisiatif saat bekerja. Seseorang yang memiliki motivasi kerja yang tinggi cenderung lebih proaktif dalam mengambil inisiatif.
  3. Kemampuan dan Keahlian
    Seseorang yang memiliki kemampuan dan keahlian yang baik cenderung lebih mudah untuk mengambil inisiatif.
  4. Komunikasi
    Komunikasi yang baik dapat membantu membangun kepercayaan dan meningkatkan inisiatif dalam bekerja.

Baca Juga: Apa itu ‘Morning Person’ dan Tips Jadi Salah Satunya

Cara Meningkatkan Inisiatif dalam Bekerja

Berikut beberapa cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan inisiatif dalam bekerja:

  1. Memahami Tugas dan Tanggung Jawab
    Dengan memahami tugas dan tanggung jawab, seseorang dapat mengambil tindakan yang tepat dan proaktif dalam menyelesaikan tugas yang diberikan.
  2. Berpikir Kreatif
    Dengan berpikir kreatif, seseorang dapat mencari solusi yang lebih baik dan efektif dalam menyelesaikan tugas yang diberikan.
  3. Mengambil Tindakan Positif
    Kamu harus berani mengambil tindakan yang tepat dan proaktif dalam menyelesaikan tugas yang diberikan. Jangan takut untuk mencoba hal-hal baru yang dapat membantu meningkatkan kinerja dan produktivitas.
  4. Meningkatkan Komunikasi
    Dengan berkomunikasi secara terbuka dan jelas, seseorang dapat memahami kebutuhan dan harapan atasan dan rekan kerja, sehingga dapat mengambil inisiatif yang tepat.
  5. Menjaga Semangat dan Motivasi
    Kamu harus mempunyai semangat yang tinggi untuk terus belajar dan mengembangkan diri.

Keuntungan Inisiatif dalam Bekerja

Terdapat beberapa keuntungan yang dapat didapatkan dengan mengambil inisiatif dalam bekerja, antara lain:

  1. Meningkatkan Kinerja dan Produktivitas
    Dengan mengambil tindakan yang tepat dan proaktif, seseorang dapat menyelesaikan tugas dengan lebih efektif dan efisien.
  2. Meningkatkan Kepercayaan Diri
    Mengambil inisiatif juga dapat meningkatkan kepercayaan diri seseorang.
  3. Meningkatkan Pengakuan dan Karier
    Seseorang yang mengambil inisiatif juga cenderung lebih diakui oleh atasan dan rekan kerja. Selain itu, inisiatif yang baik juga dapat membantu meningkatkan kemajuan karier di tempat kerja.

Baca Juga: Islam Menjawab: Bekerja adalah Hak Semua Bangsa Termasuk Perempuan

Inisiatif dalam bekerja merupakan hal yang sangat penting untuk meningkatkan kinerja dan produktivitas seseorang di tempat kerja. Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan inisiatif antara lain memahami tugas dan tanggung jawab, berpikir kreatif, mengambil tindakan positif, meningkatkan komunikasi, dan menjaga semangat dan motivasi. Dengan mengambil inisiatif yang baik, seseorang dapat meraih keuntungan dalam meningkatkan kinerja, pengakuan, dan kemajuan karier di tempat kerja.

Read More