Fenomena startup bubble belum lama ini sedang ramai dibicarakan. Pasalnya, sejumlah startup terkenal di Indonesia melakukan PHK massal karyawannya. Gelombang PHK massal yang melanda startup di Indonesia, dikutip bisnis.tempo.co, ternyata salah satunya disebabkan oleh pandemi Covid-19.
Kabar pengurangan karyawan startup tersebut mulanya datang dari platform edutech Zenius, disusul platform fintech pembayaran LinkAja, dan terbaru adalah platform e-commerce JD.ID.
Beberapa startup yang baru saja memperoleh kucuran dana besar pun tidak selamat dari fenomena ini. Contohnya, Gojek yang mendapatkan suntikan dana sebesar Rp20 triliun pada Maret 2020, harus melakukan PHK sebanyak 430 orang, tiga bulan kemudian.
Lantas apa itu startup bubble?
Pengertian Startup Bubble
Istilah startup bubble berasal dari istilah ekonomi bubble burst. Dikutip dari investopedia.com, bubble burst adalah siklus dalam ekonomi di mana harga, baik itu produk atau aset, naik dengan sangat cepat dalam waktu singkat yang kemudian kembali turun dengan cepat pula.
Penurunan harga ini, yang biasa disebut kontraksi, merupakan sebuah keadaan ketika “burst” atau “crash” terjadi. Ledakan gelembung ini lalu disebut “bubble burst”.
Baca Juga: 7 Amunisi Sebelum Kamu Dievaluasi Rutin oleh Atasan
Umumnya, kenaikan harga yang sangat ekstrem tersebut disebabkan oleh perubahan perilaku dari para investor. Namun, dalam situasi ini performa perusahaan atau startup pun dapat menjadi pemicu utama terjadinya bubble burst.
Biarpun begitu, menurut katadata.co.id, kejadian bubble burst baru benar-benar terjadi di Indonesia di bulan Mei lalu, ketika beberapa perusahaan startup melakukan pengurangan karyawan besar-besaran.
Lalu, menghadapi kondisi startup burst, apa yang harus dilakukan sebagai pekerja di perusahaan rintisan atau startup? Berikut ulasan lengkapnya, yang sudah kami rangkum dari berbagai sumber.
Penyebab Terjadinya Startup Bubble di Indonesia
Menurut techcrunch.com, terdapat 4 alasan utama yang menjadi penyebab utama dari fenomena startup bubble burst di Indonesia ini, di antaranya sebagai berikut:
Pangsa Pasar yang Turun
Pangsa pasar atau market share dalam sebuah perusahaan yang menurun menjadi salah satu penyebab terjadinya bubble burst. Mengingat waktu sebuah jasa atau produk ditawarkan oleh sebuah perusahaan kalah pada persaingan di pasaran, maka performanya tidak bisa memuaskan investor dan stakeholder.
Waktu perusahaan startup tidak dapat menjual jasa atau produknya, maka perusahaan startup tersebut bisa tidak mendapat keuntungan, yang berujung pada market share-nya anjlok secara signifikan.
Investor Lebih Berhati-hati dalam Pendanaan
Penyebab lain dari terjadinya startup bubble burst di Indonesia adalah para investor yang lebih berhati-hati waktu memberi pendanaan.
Hal ini dikarenakan semakin menjamurnya startup baru di Indonesia. Sehingga, hal tersebut yang menyebabkan terjadinya kompetisi antar startup untuk meyakinkan investor semakin ketat.
Ketika investor menjadi lebih ketat dalam pendanaan, alhasil startup jadi agak kesusahan untuk mencari pendanaan. Apalagi ketika performa startup tersebut tidak terlalu baik, tidak menarik perhatian investor, atau dianggap terlalu berisiko untuk menaruh uang di sana.
Pasar yang Jenuh
Dikutip dari investopedia.com, saturated market atau pasar yang jenuh juga jadi salah satu penyebab. Pasar yang jenuh adalah keadaan di mana permintaan (demand) terhadap sebuah produk atau jasa sudah mencapai puncaknya.
Baca Juga: Sering Disalahpahami, Apa Bedanya ‘Paid’ dan ‘Unpaid Leave’?
Nah, keadaan pasar yang jenuh ini juga dialami oleh beberapa perusahaan startup di Indonesia. Hal ini mengakibatkan mereka kesulitan menjual produk atau jasanya. Tak cuma itu saja, pasar juga sensitif terhadap potongan harga dan promo yang membuat startup dapat kehilangan konsumen apabila tidak menawarkan kedua hal tersebut.
Kondisi Pandemi yang Membaik
Di awal masa pandemi, banyak startup yang muncul dan menawarkan produk atau jasanya sebagai solusi buat orang-orang untuk membantu aktivitas mereka.
Akan tetapi, seiring membaiknya kondisi pandemi, startup yang muncul dan dimaksudkan untuk membantu masyarakat saat pandemi, perlahan kesusahan dalam menjual produk atau jasanya.
Akibat dari Startup Bubble
Tentunya, kejadian startup bubble di Indonesia bisa menjadi kabar buruk buat para perusahaan dan juga pekerja.
Dikutip dari techcrunch.com, berikut adalah beberapa dampak dari kejadian ini terhadap para pekerja.
- Terjadi PHK yang Cukup Besar
Seperti yang telah diketahui kalau belum lama ini terjadi kasus PHK dalam jumlah besar dari perusahaan startup di Indonesia dan luar negeri.
Ketika suatu perusahaan susah mendapatkan revenue dari produk atau jasanya, tentu mereka akan kesusahan dalam menggaji pekerjanya.
Sehingga, melakukan PHK menjadi salah satu jalan keluar yang umumnya diambil oleh perusahaan supaya mereka tidak mengalami kebangkrutan.
- Perusahaan Menunda dalam Mencari Karyawan Baru
Efek lain dari fenomena ini adalah perusahaan yang menunda mencari pekerja baru. Hal ini biasa terjadi terlebih waktu startup baru memperoleh pendanaan besar untuk kegiatan bisnisnya dari investor.
Untuk merespons hal tersebut, startup condong melakukan perekrutan secara besar-besaran supaya dapat memenuhi ekspektasi stakeholder.
Namun, saat bubble burst terjadi, hal ini memaksa perusahaan tidak melakukan perekrutan karyawan baru supaya tetap menjaga pengeluaran biayanya.
Baca Juga: Pentingnya Social Intelligence di Dunia Kerja dan Cara Meningkatkannya
- Perusahaan Mengetahui Kalau Mereka Overhire
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, startup cenderung melakukan perekrutan karyawan dalam jumlah besar waktu memperoleh pendanaan.
Akan tetapi, seiring semakin susahnya startup untuk mendapatkan pendanaan baru dari investor, hal ini membuat startup sadar kalau mereka telah melakukan overhire dalam proses rekrutmennya.
Akhirnya, layoff alias pengurangan karyawan mau tidak mau dilakukan startup untuk merampingkan ukuran karyawan dan mengurangi beban biaya yang harus dikeluarkan. Sayangnya, kebijakan seperti ini biasanya tidak diikuti kesiapan startup menggenapi hak-hak pekerjanya.
- Pemotongan Gaji Karyawan
Ketika perusahaan kesusahan dalam mencari dana dari investor, pemotongan gaji karyawan akan menjadi tindakan yang diambil untuk mengurangi biaya kalau perusahaan tersebut tidak ingin melakukan PHK.
Menurut washingtonpost.com, hal ini akan sangat terasa kalau seorang karyawan memperoleh gaji dalam bentuk uang dan saham dari perusahaan tempatnya bekerja.
Ketika harga saham perusahaan anjlok, tentu besaran gaji yang diperoleh pekerja akan ikut berkurang.
Apa yang Harus Disiapkan Sebagai Karyawan dalam Hadapi Startup Bubble?
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan kalau terjadinya startup bubble sangat bergantung pada manajemen perusahaan, investor, atau kebutuhan masyarakat.
Ketiga hal tersebut merupakan hal-hal eksternal yang berada di luar kendali kita sebagai karyawan.
Oleh sebab itu, berikut ini beberapa rekomendasi yang dapat kamu lakukan untuk menghadapinya.
- Perlihatkan Kalau Dirimu Merupakan Aset Berharga untuk Perusahaan
Hal hal pertama yang dapat kamu lakukan untuk hadapi startup bubble burst di Indonesia adalah dengan memperlihatkan dirimu sebagai aset berharga untuk perusahaan.
Menurut indeed.com, dengan menjadi aset perusahaan, kamu pastinya akan dipertahankan bila terjadi PHK.
- Perluas Networking
Dengan melakukan networking, kamu akan memperoleh koneksi di berbagai tempat yang dapat membantumu waktu mencari pekerjaan.
Tidak cuma itu, dari networking juga kamu dapat bertemu para profesional di beragam bidang industri. Tentunya, kamu bisa mendapatkan ilmu baru dari mereka.
- Memiliki Dana Darurat
Menyiapkan dana darurat merupakan tindakan selanjutnya untuk mempersiapkan diri dalam hadapi startup bubble burst.
Dana darurat bisa membantu kamu nantinya dalam proses mencari pekerjaan baru.
- Literasi Digital
Di zaman internet seperti sekarang ini, mempunyai literasi digital yang baik merupakan sebuah keharusan.
Baca Juga: Enggak Pede dengan Gaji dan Profesimu? Kamu Perlu Baca Ini
Sebab, hampir seluruh proses bisnis sekarang ini terhubung dan memakai perangkat teknologi. Dengan menguasai beragam perangkat teknologi, itu sangat membantu kamu dalam mengerjakan pekerjaan, yang turut menjadi nilai tambah di mata perusahaan.
- Upgrade skill penting dalam pekerjaanmu
Meningkatkan skill, terutama yang cocok dengan pekerjaanmu adalah salah satu langkah mempersiapkan dirimu dari sekarang untuk menghadapi bubble burst.
Hal ini menurut mckinsey.com, seorang pekerja dengan skill yang mahir membuatnya sangat dicari oleh perusahaan.
Dikutip dari investopedia.com, berikut beberapa contoh skill penting yang harus dikuasai pekerja di perusahaan teknologi maupun startup.
- berpikir kritis
- dapat bekerja sama
- kemampuan komunikasi yang baik
- kepemimpinan diri
Selain itu, kemampuan teknikal pun harus dimiliki untuk membantumu dalam mengerjakan pekerjaan dengan baik.
Hal-hal di atas merupakan beberapa informasi mengenai fenomena startup bubble burst di Indonesia yang sedang ramai jadi perbincangan.
Intinya, menyiapkan dirimu dari sekarang untuk menghadapi bubble burst merupakan hal tepat untuk kepentingan kariermu ke depannya.
Read More