Memahami ‘Career Cushioning’: Strategi Aman di Tengah Ketidakpastian Kerja

strategi career cushioning

Belakangan ini, ramai media yang memberitakan tentang tantangan besar di dunia kerja Indonesia. Isu pemutusan hubungan kerja (PHK) terus bermunculan dan jadi momok bagi para profesional yang sedang meniti karier. 

Menurut Gigih Prihantono, pakar ekonomi dari Universitas Airlangga yang dikutip dari detikJatim, tantangan ini enggak cuma dilatarbelakangi oleh kebijakan pemerintah yang perlu ditingkatkan, tapi juga soal bagaimana kita sebagai pekerja bisa terus mengembangkan diri. Di era digital yang serba cepat dan dinamis, kita harus bisa terus naik level. 

Gigih menekankan pentingnya punya kombinasi lengkap antara pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), dan sikap (attitude) yang positif. Selain itu, kemampuan digital juga enggak bisa diabaikan, ini sudah jadi syarat penting buat tetap relevan di dunia kerja masa kini. 

Situasi yang enggak menentu ini jadi pengingat buat kita semua: jangan cuma pasrah, tapi mulai ambil langkah antisipasi. Salah satu strategi yang sekarang lagi banyak dibahas adalah career cushioning. Apa sih sebenarnya maksud dari strategi ini? 

Baca Juga: Masih Sulit Cari Kerja? Mungkin Beberapa Trik Ini Bisa Dicoba 

Apa Itu Career Cushioning? 

Dikutip dari Forbes, Stability In A Time Of Change: How Career Cushioning Can Help, career cushioning adalah strategi buat jaga-jaga karier. Ibaratnya, kamu lagi menyiapkan “payung” sebelum hujan turun, alias menyiapkan rencana cadangan sebelum hal-hal enggak enak terjadi di tempat kerja. Jadi, kalau sewaktu-waktu ada badai kayak PHK atau situasi kantor yang tidak kondusif, kamu sudah punya langkah antisipasi. 

Istilah ini awalnya populer di dunia percintaan, dikenal sebagai relationship cushioning. Intinya, seseorang jaga-jaga punya “backup” hubungan kalau hubungan utamanya kandas. Nah, konsep yang sama kini dipakai di dunia kerja, terutama buat menghadapi situasi kayak karier yang mandek, ancaman pemutusan kerja, atau perubahan lingkungan kerja yang bikin enggak nyaman. 

Contoh Gampangnya Career Cushioning 

Bayangkan kamu kerja di sebuah startup. Akhir-akhir ini, perusahaan mulai nge-cut anggaran dan kabar soal PHK mulai muncul. Bukannya panik, kamu ambil langkah cerdas: update profil LinkedIn, ikut kursus online biar skill makin tajam, gabung webinar buat nambah networking, dan mulai ambil proyek freelance kecil di waktu luang. 

Bukan berarti kamu langsung mau cabut dari kantor sekarang juga, tapi kamu sudah siap dengan plan B kalau suatu saat keadaan makin enggak bersahabat. 

Baca Juga: ‘Career Detox’: Saatnya Istirahat dari Kerja yang Bikin Lelah Mental 

Career Cushioning vs Job Hopping: Apa Bedanya? 

Sekilas keduanya kelihatan mirip, sama-sama soal pergerakan karier. Tapi sebenarnya, career cushioning dan job hopping punya perbedaan mendasar, mulai dari niat, cara, sampai waktunya. 

  1. Tujuan dan Niat di Baliknya 

Career cushioning itu lebih ke strategi “jaga-jaga”. Biasanya dilakukan kalau kamu merasa posisi sekarang rawan, entah karena ancaman PHK, karier yang mandek, atau lingkungan kerja yang mulai toksik. Intinya, kamu tetap stay di tempat sekarang, tapi sudah punya rencana cadangan kalau-kalau keadaan makin enggak bersahabat. 

Sementara job hopping cenderung lebih agresif. Ini adalah keputusan aktif buat pindah kerja demi peluang yang lebih baik, entah karena gaji, jabatan, atau suasana kerja. Orang yang job hopping biasanya memang udah niat resign dan cari tempat baru yang lebih menjanjikan. 

  1. Apa Saja yang Dilakukan? 

Kalau kamu lagi career cushioning, biasanya aktivitasnya berupa: ikut kursus, nambah skill, update profil LinkedIn, jaga relasi sama orang-orang penting di industri, atau bangun side hustle. Semuanya dilakukan sambil tetap kerja di tempat lama. 

Kalau job hopping, kamu sudah mulai kirim-kirim lamaran, ikut interview, dan dalam waktu dekat bisa saja langsung pindah kerja. Fokus utamanya: dapat kerja baru secepat mungkin. 

  1. Soal Waktu dan Intensitas 

Career cushioning itu main jangka panjang. Kamu mungkin butuh waktu berbulan-bulan buat menyiapkan semuanya. Seperti menyiapkan “plan B” tanpa buru-buru keluar dari pekerjaan yang sekarang. 

Job hopping sebaliknya. Biasanya dilakukan dalam waktu singkat dan intens. Kadang baru 6 bulan kerja, sudah mulai cari posisi baru lagi. 

  1. Risiko vs Keuntungan 

Career cushioning itu aman tapi butuh konsistensi. Kamu enggak langsung dapat hasil, tapi setidaknya kamu siap kalau sewaktu-waktu harus ganti haluan. 

Job hopping bisa kasih hasil cepat, misalnya kenaikan gaji atau posisi lebih tinggi. Tapi konsekuensinya: kamu bisa kehilangan rasa aman dan rentan dicap “enggak tahan lama” di satu tempat kerja. 

Career Cushioning di Era Digital: Siapkan Plan B Tanpa Ribet 

Di zaman serba online kayak sekarang, strategi career cushioning makin gampang diterapkan. Dengan bantuan internet dan platform digital, kamu bisa mulai menyiapkan “cadangan karier” tanpa harus ribet ke sana kemari. 

Kalau dulu cari kerja tambahan harus lewat kenalan atau kirim lamaran fisik, sekarang cukup duduk manis di rumah, buka laptop atau HP, dan kamu sudah bisa bangun portofolio, mencari proyek tambahan, bahkan nambah penghasilan. Dikutip dari Upwork, Career Cushioning: Basics and Strategies for Financial Security, berikut beberapa cara yang bisa kamu coba. 

Freelance & Remote Work: Kombinasi Pas untuk Career Cushioning 

Teknologi bikin cara kerja jadi jauh lebih fleksibel. Banyak profesi sekarang bisa dilakukan dari mana saja—alias remote—dan sistem freelance juga makin diminati. Ini cocok banget buat kamu yang ingin punya cadangan penghasilan tanpa meninggalkan kerjaan utama. Misalnya: 

  • Punya pekerjaan tetap siang hari, ambil proyek freelance malamnya. 
  • Mengerjakan desain, menulis artikel, sampai bantu laporan keuangan UMKM. 
  • Coba bidang baru yang beda dari kerjaan utama. 

Inilah bentuk career cushioning yang relevan di era digital: kerja sambilan yang fleksibel dan tetap menghasilkan. 

Platform Digital Buat Ngegas Side Hustle-mu 

Mau mulai career cushioning tapi bingung mulai dari mana? Nih beberapa platform yang bisa kamu manfaatkan: 

  • Fiverr & Upwork: Cocok buat kamu yang punya skill desain, menulis, edit video, sampai konsultan bisnis. 
  • Sribulancer & Projects.co.id: Versi lokal yang lebih ramah buat kita yang ada di Indonesia. 
  • LinkedIn: Bukan cuma buat apply kerja, tapi juga bangun personal branding dan menemukan proyek freelance. 
  • Instagram & TikTok: Kalau kamu kreatif dan suka bikin konten, dua platform ini bisa bantu kamu dikenal dan dilirik brand. 

Upgrade Skill Lewat Kursus Online 

Career cushioning bukan cuma soal cari uang tambahan, tapi juga soal menyiapkan dirimu untuk peluang yang lebih baik. Banyak banget kursus online yang bisa bantu kamu upgrade skill, kapan saja dan di mana saja, misalnya kamu bisa coba Udemy.  

Dengan skill yang terus diperbarui, kamu jadi punya nilai tambah di dunia kerja dan ini bisa jadi “tameng” saat kondisi kerja enggak menentu. 

Baca Juga: Lagi Nganggur? Ini Cara Biar Tetap Produktif & Dilirik HRD 

Teknologi: Teman Setia Career Cushioning 

Di tengah ketidakpastian dunia kerja, teknologi bisa jadi penyelamat. Ibarat seatbelt tambahan buat karier kamu. Kamu tetap jalan di jalur pekerjaan utama, tapi di saat yang sama, kamu juga bangun jalan alternatif lewat dunia digital: dari ikut komunitas online, kursus daring, sampai mulai side hustle. 

Kalau kamu mulai merasa enggak yakin sama posisi kerja sekarang, atau sekadar kepingin lebih siap menghadapi masa depan, sekarang waktu yang pas banget buat mulai career cushioning—tanpa harus menunggu situasi darurat dulu. 

Website | + posts

Kevin merupakan SEO Specialist di Magdalene, yang sekarang bercita-cita ingin menjadi dog walker.

About Kevin Seftian

Kevin merupakan SEO Specialist di Magdalene, yang sekarang bercita-cita ingin menjadi dog walker.

View all posts by Kevin Seftian →