Fenomena ‘Breadcrumbing’ di Dunia Kerja dan Cara Menghadapinya

Istilah “breadcrumbing” mungkin pernah kamu dengar dan sering dipakai dalam konteks relasi. Namun tahukah kamu, hal ini juga bisa terjadi di dunia kerja?

Dalam kencan online, Macmillan Dictionary mengartikan breadcrumbing sebagai kondisi ketika seseorang mengirimkan pesan yang memberi sinyal ketertarikan terhadap orang lain, meski sebenarnya orang tersebut tidak benar-benar mau berelasi dengan dia. Dengan kata lain, breadcrumbing adalah tindakan menggantungkan seseorang dengan janji-janji omong kosong, dan ini lebih dulu kita kenal dengan istilah pemberi harapan palsu (PHP). 

Lebih lanjut menurut profesor Psikologi dari California State University, Kelly Campbell dalamartikel di Bride, breadcrumbing memakai taktik manipulasi secara emosional untuk membuat seseorang bergantung kepadanya.  

Bagaimana dengan breadcrumbing di dunia kerja?

Breadcrumbing dalam konteks ini biasanya melibatkan relasi antara pemberi kerja atau orang yang berwenang dengan karyawan atau calon karyawan. Salah satu contoh kasus yang menggambarkan kondisi ini adalah saat manajer menjanjikan promosi atau kenaikan gaji kepada seorang karyawan tanpa benar-benar mengusahakannya. Tidak ada upaya untuk meningkatkan kemampuan karyawan, memberi umpan balik yang cukup, atau apa pun yang membuat si karyawan berkembang dan pada akhirnya pantas untuk menerima promosi.

Ketiadaan upaya mengembangkan karyawan ini lantaran perusahaan butuh merogoh kocek untuk itu. Karenanya, dibanding melakukannya betulan, ada sebagian pihak pemberi kerja yang berpikir lebih baik mengiming-imingi seseorang saja supaya dia bertahan. Ini senada dengan artikel BBC, di mana Emily Torres mengemukakan, karyawan yang mengundurkan diri membawa biaya besar bagi perusahaan dalam rangka mencari sumber daya manusia (SDM) penggantinya. 

Baca juga: Selama Bukan Pemilik Modal, Kita adalah Buruh

Menurut Karen Gately, pendiri perusahaan konsultan SDM Corporate Dojo, praktik breadcrumbing tidak etis dan tidak adil. Dalam artikel HRM ia menyatakan, daripada melakukan hal ini, pihak perusahaan semestinya melatih karyawan yang ingin menduduki suatu jabatan, misalnya manajer, dengan berbagai keahlian yang dibutuhkan. Ia juga tidak menyarankan perusahaan untuk menjanjikan hal yang tidak mau mereka wujudkan kelak.

“Bila kamu menjanjikan sesuatu di masa depan dan hal itu berubah, katakan pada karyawan tentang hal tersebut sesegera mungkin. Jangan tunggu sampai enam bulan dan bilang, ‘Oh, maaf, kami masih belum bisa melakukannya [mempromosikan karyawan],” kata Gately. 

Tidak hanya antara bos-karyawan, breadcrumbing juga bisa terjadi di tataran selevel atau antar-kolega. Misalnya, ada rekan kerja yang memujimu sesaat sebelum mereka bilang mereka memerlukan bantuanmu untuk sebuah pekerjaan. Lantas, rekan kerja tersebut meninggalkanmu setelah pekerjaan selesai dan baru kembali kepadamu ketika mereka membutuhkan bantuan lagi.

Selain itu, dalam artikel di Stylist dikatakan, breadcrumbing bisa terjadi bahkan sebelum kamu diangkat sebagai pekerja di suatu kantor. Hal itu bisa berupa janji-janji hal yang bisa kamu nikmati setelah bekerja atau terlibat di suatu proyek sehingga meningkatkan keinginan untuk bergabung dengan perusahaan tersebut dan tidak melirik ke perusahaan lain. Padahal setelah bekerja, janji-janji itu tidak kunjung ditepati. 

Tanda-tanda Breadcrumbing di Dunia Kerja

Ada sejumlah tanda breadcrumbing terjadi di tempat kerja yang mesti kamu waspadai:

  1. Kamu tidak menerima umpan balik secara rutin

Torres menulis, di lingkungan kerja yang sehat, sudah sewajarnya karyawan menerima umpan balik secara rutin. Ketika bos hanya memberi dukungan atau tanda penghargaan di kala karyawannya mendekati titik burn-out, bisa saja itu hanya upaya menahan si karyawan agar tidak buru-buru undur diri. Ini dilakukan demi menghindari biaya besar turn-over atau keluarnya karyawan.

  1. Ada kesempatan kenaikan jabatan, tapi kamu dilewatkan

Walaupun kamu sudah mengikuti apa yang diinstruksikan bosmu, dan walau ada kesempatan untuk naik jabatan, kamu masih saja dilewatkan dan rekanmu yang lain yang mendapatkannya. Bisa jadi juga bosmu mengatakan kepadamu, “Nanti di lain kesempatan…” agar kamu terus bertahan dan berharap bisa mendapat lebih dari apa yang kamu terima saat ini di kantor.

Baca juga: Tentang Perempuan di Dunia Kerja: Dari Cuti Melahirkan Sampai ‘Glass Ceiling’

Tanda breadcrumbing di dunia kerja akan semakin kentara ketika bosmu tidak henti berkata ingin melihat perkembanganmu, bahkan seraya memberi pekerjaan ekstra, tanpa pernah memberi imbalan tambahan upah atau perubahan jabatan. Hal ini pada akhirnya membuat kamu ragu melihat dirimu sendiri dan atasan: Apakah kamu benar-benar pantas naik gaji? Apakah usahamu sudah cukup? Atau memang bos saja yang suka PHP?

  1. Janji yang diberikan atasan tidak jelas

Tidak jarang atasan membuat karyawan bingung dengan membuat janji-janji yang “abu-abu”. Mereka tidak mengatakan reward spesifik apa yang akan kamu dapatkan setelah masuk kerja atau menyelesaikan tugas tertentu, entah itu kenaikan gaji, dipercaya memimpin sebuah proyek bergengsi, atau peningkatan jenjang karier. Yang ada, mereka hanya mengindikasikan kamu akan menerima imbalan sepantasnya dan membuatmu menduga-duga saja.    

Cara Menghadapi Breadcrumbing di Dunia Kerja

Menghadapi situasi seperti ini, kamu tidak sepantasnya pasif atau diam saja menerima perlakuan tidak adil tersebut. Meski sering kali pemberi kerja atau atasan dianggap sebagai pihak yang punya kontrol, kamu juga sebenarnya berhak untuk menerima kejelasan dan kesempatan untuk berkembang.

Kamu bisa mengesampingkan rasa tidak enakan dan menanyakan hal apa yang akan kamu terima setelah menjalankan sejumlah tugas yang bos berikan kepadamu. Bisa juga kamu bertanya apakah kesempatan untuk naik jabatan atau gaji itu ada. Tentu saja tidak setiap kali menyelesaikan tugas dan pada tiap kesempatan kamu bisa menanyakan hal ini. Membaca situasi dan memilih cara komunikasi yang baik tetap dibutuhkan. Bila kamu rasa kamu sudah mengerahkan usahamu yang optimal untuk berkontribusi di kantor selama sekian lama, barulah kamu bisa mengajukan pertanyaan ini. 

Baca juga: Selama Bukan Pemilik Modal, Kita adalah Buruh

Dalam sebuah artikel Forbes juga disampaikan beberapa hal lain yang bisa kamu lakukan ketika sudah mencium tanda-tanda breadcrumbing dari atasan. Misalnya, kamu bisa mulai mencatat rekam jejak pencapaian dan usahamu di kantor, begitu juga waktu-waktu ketika bos mengiming-imingi sesuatu. Ini nantinya bisa kamu tunjukkan kepada bos saat hendak menagih apa yang pernah mereka janjikan. Kamu juga bisa bertanya apakah ada hal yang kurang dari usahamu selama ini kepada bos dan mencari tahu mengapa mereka tidak kunjung menepati janjinya, bisa dengan bertanya secara langsung kepada yang bersangkutan, membaca situasi (misalnya: keadaan keuangan kantor yang sedang buruk dan tidak memungkinkan kenaikan gaji karyawan) atau bertanya kepada rekan kerja yang lebih dulu masuk, apakah mereka juga mengalami hal serupa. 

Saat bos tidak terlihat benar-benar mengusahakan reward seperti yang dia janjikan sementara kamu terus dihujani berbagai tugas berat, kamu bisa mempertimbangkan lagi terus bekerja di kantor itu atau tidak. Apakah beban yang kamu emban sepadan dengan yang kamu terima? Apakah kamu ingin mengembangkan karier atau sudah puas dengan gaji dan jabatan yang ada sekarang? 

Bila yang melakukan breadcrumbing adalah rekan kerja, beri batasan kepadanya tentang apa yang bisa dan tidak bisa kamu lakukan untuk membantunya sesuai kapasitas, energi, dan waktu yang kamu punya. Tidak perlu merasa tidak enak saat menolak permintaannya bila itu menginterupsi pekerjaanmu. Lagipula, tidak ada garansi dia akan melakukan hal serupa di kemudian hari setelah kamu mengorbankan banyak porsi waktu kerjamu dan berharap dia bisa mendukungmu kelak. Ketika kamu membantunya, jangan biarkan rekan kerjamu mengambil kredit sepenuhnya dan mengabaikan kontribusimu.