“Saya punya proyek filantropi juga di Gombong, Kebumen, di tempat lahirnya [pendiri perusahaan] Ibu Martha Tilaar, di mana tingkat perkawinan anak masih tinggi. It’s our concern. Masih banyak banget tugas kita untuk membuat perempuan Indonesia berdaya dan mandiri dan punya mimpi,” kata Wulan.
“Sehubungan dengan itu, kita punya workshop khusus membahas apa sih mimpi kalian. Sesederhana punya mimpi aja tuh mereka nggak punya. Waktu itu anak-anaknya SMP dan SMK yang kita ajak kerja sama. Mereka bilang alasannya karena bapak saya terlalu miskin, saya punya keluarga banyak. It’s complicated. Dan perlu perusahaan-perusahaan lain punya hati untuk ini. Kita enggak mungkin kerja sendiri toh? It’s not only about the money, profit and loss.”
Kemudian, ada pendapat bahwa kepemimpinan feminis berorientasi pada redistribusi kekuasaan dan tanggung jawab. Dalam kepemimpinan feminis juga ada tujuan untuk melawan ketidaksetaraan dalam masyarakat, fokus pada kerja sama alih-alih kompetisi, dan memberi nilai pada relasi dan aspek emosional. Dalam semangat ini, kepemimpinan feminis juga berusaha untuk menerapkan inklusivitas di tempat berkarya.
Menurut Dini, kepemimpinan feminis tidak eksklusif bisa ditunjukkan oleh perempuan saja, tetapi bisa juga oleh laki-laki.
“Kita bisa mengambil hal-hal positif dari sifat-sifat feminin yang mementingkan kolaborasi, bukan zero sum games (yang satu menang, yang lain kalah). Lebih ke long term thinking, ada fleksibilitas, menggunakan empati,” ujar Dini.
Ia juga menyatakan bahwa hal ini tidak bisa diterapkan secara instan, melainkan melalui proses sedikit demi sedikit, bahkan harus ditanamkan sejak kecil.
“Misalnya, sejak dini sudah ditanamkan kalau kamu harus menang kalau tidak mau kalah. Dari permainan, keseharian di rumah, model-model parenting seperti itu yang harus diubah. Lalu contoh lain, ketika kakaknya [memberikan hasil] bagus, adiknya enggak, atau yang satu jagoan Matematika yang lain jagonya melukis, lantas dibanding-bandingkan. Hal-hal seperti itu yang harus diubah kalau kita mau punya pemimpin yang memegang nilai feminist leadership,” Dini menambahkan.
Karakteristik Pemimpin Feminis yang Efektif
Terlepas dari gendernya, pemimpin yang baik mesti memiliki sejumlah karakteristik tertentu untuk membuat perusahaannya berjalan dengan baik dan relasi dengan para pekerja dan pemegang kepentingan lain senantiasa terjaga.
Jika kita mencari informasi soal karakteristik pemimpin yang efektif, akan muncul berbagai pandangan mengenai hal itu. Namun, ada beberapa karakteristik yang sama terlihat dari macam-macam pandangan mengenai kepemimpinan efektif.
Pertama, integritas. Penulis buku Wait, I’m the Boss?!? yang pernah menjadi associate editor majalah Leader to Leader, Peter Economy, menyampaikan dalam Inc. bahwa berdasarkan penelitian, integritas adalah hal utama yang diinginkan para karyawan dari pemimpin mereka. Kejujuran dan keadilan ketika memimpin adalah perwujudan karakteristik pemimpin yang berintegritas.
Berikutnya, pemimpin yang efektif juga mesti mengantongi kemampuan berkomunikasi yang baik. Dalam hal ini, komunikasi bukan hanya tentang menyampaikan gagasan atau arahan kepada orang-orang yang dipimpin, tetapi juga mendengarkan apa yang disampaikan kepadanya baik yang terkait peningkatan performa perusahaan maupun soal kesejahteraan seluruh anggota tim.