Siapa Theresa Kachindamoto

Theresa Kachindamoto Pemimpin Perempuan penyelamat Anak-Anak Perempuan Malawi

Perempuan pemimpin asal Malawi, Theresa Kachindamoto, mengatakan bahwa seharusnya yang dilakukan oleh anak-anak hanya belajar serta bermain dengan teman-temannya. Namun di negara Malawi, wilayah Afrika bagian selatan, angka perkawinan anak sangat tinggi. Anak-anak perempuan di sana sangat rentan dikawinkan di usia dini dan akhirnya putus sekolah. 

Theresa Kachindamoto Pemimpin Perempuan Penyelamat Anak Perempuan

Theresa Kachindamoto

Berdasarkan data dari UNICEF, 42 persen anak-anak perempuan di Malawi sudah menikah sebelum umur mereka 18 tahun. Satu dari 10 anak perempuan tersebut menikah sebelum umur mereka 15 tahun, padahal usia legal anak perempuan di Malawi untuk menikah adalah 18 tahun. Beberapa pemicunya adalah kurangnya pendidikan, kemiskinan, dan kesetaraan gender yang belum tercapai. 

Melihat situasi pelik yang menimpa anak-anak ini, Theresia Kachindamoto, mantan pemimpin desa dari distrik Dedza, tidak tinggal diam. Ketika mendengar angka perkawinan anak di distriknya sangat tinggi, ia mengambil langkah strategis untuk membantu anak-anak ini keluar dari tradisi kawin anak. Ia memang kesulitan untuk membujuk para orang tua agar tidak mengawinkan anak-anak mereka, namun di sisi lain ia berhasil membuat 50 camat di daerah itu untuk menghapuskan perkawinan anak.

Bentuk Komunitas “The Mothers” untuk Pantau 545 Desa

Kachindamoto bahkan memecat wakil camat yang di daerahnya masih terdapat perkawinan anak. Ia kemudian mempekerjakan mereka kembali ketika kasus-kasus perkawinan anak tersebut telah dibatalkan. DI tahun 2019, ia berhasil menggagalkan 3.500 perkawinan anak.

Baca Juga: Guru Perlu Hapus Stereotip Gender untuk Dorong Kepemimpinan Perempuan

Perkawinan tersebut kebanyakan adalah pernikahan adat yang disetujui oleh kepala adat. Dengan menjalin kerja sama antara komunitas, pemerintah dan masyarakat, Kachindamoto dengan efektif memerangi perkawinan anak. Ia pun mendirikan sebuah komunitas bernama “The Mothers”. Group ini berisi para ibu yang secara diam-diam memantau aktivitas masyarakat di 545 desa.

Di tahun 2015, kesuksesannya berbuah disahkannya undang-undang yang mengatur usia minimum untuk laki-laki dan perempuan agar bisa menikah, yakni 18 tahun. Hal ini membuat dirinya dikenal dunia internasional.

Theresa Kachindamoto Berbicara tentang Bahaya Perkawinan Anak

Mengakhiri budaya perkawinan anak  juga dapat menjauhkan anak-anak dari segala macam bahaya. Ketika anak-anak dinikahkan, organ reproduksi mereka yang masih belum matang dan tidak adanya pendidikan seksual komprehensif akan mengakibatkan timbulnya banyak penyakit. Selain itu, ketika anak-anak terpaksa atau dipaksa menikah, mereka pun putus sekolah. Hal ini akan berujung pada lingkaran kemiskinan, dan lagi-lagi sebagian besar korbannya adalah anak-anak perempuan. 

Baca Juga: Masalah Kepercayaan Diri Masih Hantui Perempuan Pemimpin Bisnis

Kachindamoto selalu mengatakan bahwa untuk mengakhiri budaya perkawinan anak ini dan mengubah cara pandang masyarakat, salah satu yang perlu dilakukan adalah lewat jalur pendidikan. 

“Jika kamu memberikan pendidikan pada anak perempuanmu, kamu akan mendapatkan apa saja di masa depan,”  ujar Theresa Kachindamoto.

Siapa Theresa Kachindamoto? 

Kachindamoto adalah anak bungsu dari 12 bersaudara dari keluarga penguasa adat di distrik Dedza. Selama 27 tahun ia bekerja sebagai sekretaris di sebuah perguruan tinggi di distrik Zomba, Malawi Selatan. Pada tahun 2003, bupati Dedza memilih Kachindamoto sebagai kepala distrik Dedza berikutnya dengan total penduduk  900.000 jiwa.

Read More
Pahlawan Perempuan Berjuang di Berbagai Daerah

5 Pahlawan Perempuan Indonesia yang Perjuangkan Kemerdekaan Indonesia

Kemerdekaan Indonesia tidak serta-merta lahir hanya dari jerih payah para laki-laki saja, namun terdapat andil pahlawan perempuan juga di dalamnya. Sejak dahulu, perempuan juga sudah banyak berperan dalam berbagai gerakan untuk membebaskan bangsa ini dari cengkeraman penjajahan Belanda. Mereka dengan berani serta gigih berjuang di garis terdepan dan membantu dengan segala cara mereka.

Pahlawan Perempuan Berjuang di Berbagai Daerah

Pahlawan Perempuan Berjuang di Berbagai Daerah

Dari Sabang sampai Merauke, banyak sekali patriot-patriot perempuan yang siap berjuang untuk memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda serta Jepang. Tidak hanya di garis depan memegang senjata, mereka juga pandai mengatur strategi serta membantu menyuplai perbekalan para tentara yang berjuang di medan perang.

Walaupun dahulu mereka tidak mengenal istilah feminisme dan kesetaraan gender, para perempuan ini hanya memiliki satu tujuan yaitu merdeka. Mau laki-laki atau pun perempuan, mereka bekerja sama agar cita-cita untuk merdeka tercapai. Sebagai generasi penerus bangsa, kita perempuan juga perlu banyak belajar dari cerita-cerita para pahlawan perempuan Indonesia. Maka dari itu, berikut ini beberapa nama pahlawan perempuan beserta keahlian mereka, yang perlu kamu ketahui. 

1. Panglima perang perempuan pertama Laksamana Malahayati

nama pahlawan perempuan indonesia Laksamana Malahayati

Siapa sangka Indonesia memiliki seorang laksamana perempuan. Ia bernama Keumalahayati, atau lebih dikenal sebagai Laksamana Hayati. Ia seorang alumni Akademi Ketentaraan Kesultanan Aceh Darussalam Ma’had Biatul Makdis, yang dilatih oleh instruktur perang dari Turki.

Baca Juga: 6 Perempuan Muslim yang Sukses Mendobrak Bidang STEM

Laksamana Hayati merupakan perempuan panglima perang pertama di Nusantara. Saat itu, sebelum kolonialisme masuk ke Indonesia, prajurit perempuan merupakan hal yang biasa dimiliki oleh kerajaan.

Ketika suaminya, Laksamana Zainal Abidin, meninggal dalam perang melawan Portugis di Teluk Haru, Malahayati mengusulkan kepada Sultan Aceh untuk membentuk pasukan yang terdiri dari janda prajurit Aceh yang gugur dalam perang.

Ia pun diangkat menjadi pemimpin pasukan Inong Balee dengan pangkat Laksamana.

Laksamana Malahayati bersama dengan pasukannya pun berhasil memukul mundur Belanda pada 1559 dan menyebabkan tewasnya salah satu pemimpinnya, Cornelis De Houtman.

2. Jeane D’Arc asal Indonesia Martha Christina Tiahahu

Martha Christina Tiahahu

Martha Christina Tiahahu adalah remaja perempuan berusia 17 tahun yang melawan penjajahan Belanda di daerah Maluku. Christina lahir pada 4 Januari 1800 sebagai anak pertama dari Kapitan Paulus Tiahahu, seorang pemimpin tentara rakyat Maluku. Ia sangat dekat dengan ayahnya, bahkan sang ayah mewariskan keahlian berperang dan menggunakan tombak pada Christina.

Baca Juga: Susi Pudjiastuti Pengusaha Perempuan Pantang Menyerah

Dengan berani, Martha mendampingi sang ayah memimpin pasukan di Pulau Nusalaut, Saparua. Ia juga turut andil dalam membakar semangat para perempuan Maluku lainnya untuk angkat senjata ddalami perang ini. Walaupun sempat menjatuhkan Benteng Duurstede bersama dengan kepemimpinan Pattimura, bagaimanapun juga laskar rakyat Maluku tetap kalah jumlah.

Ayah Martha ditangkap lalu dijatuhi hukuman mati. Nasib Martha sendiri awalnya dibebaskan namun, kembali ditangkap  lalu dipekerjakan paksa sebagai budak di Pulau Jawa. Dalam perjalanan di kapal, kondisi kesehatan Martha memburuk dan ia menolak untuk diobati dan makan. Akhirnya ia meninggal dunia pada tahun 1818.

3. Cut Meutia

pahlawan perempuan indonesia cut meutia

Lahir di Keureutoe, Pirak Timur, Aceh Utara pada 15 Februari 1870, Cut Meutia adalah salah satu Pahlawan Nasional asal Aceh. Perlawanan Cut Meutia melawan penjajahan Belanda berawal dari membantu sang suami Teuku Muhammad atau Teuku Tjik Tunong. Sebelum meninggal dunia, Tjik Tunong memberikan wasiat pada teman dekatnya, Pang Nangroe agar bersedia menikahi istrinya dan merawat anak mereka.

Cut Meutia akhirnya menikah dengan Pang Naggroe dan kembali berjuang di medan perang. Pang Nanggroe gugur pada 26 September 1910. Setelah itu Cut Meutia kembali melanjutkan perjuangan bersama dengan pasukan yang tersisa. Ia berhasil menyerang dan merampas pos-pos Belanda sambil bergerak maju melalui hutan belantara. Pada 24 Oktober 1910, Cut Meutia akhirnya gugur dalam bentrokan di Alue Kurieng.

4. Pahlawan perempuan ahli strategi Nyi Ageng Serang

Nyi Ageng Serang

Nyi Ageng Serang lahir pada tahun 1762. Ia merupakan keturunan Sunan Kalijaga yang mendapat wilayah di Serang.  Sejak ia kecil, Nyi Ageng Serang menyukai latihan bela diri serta strategi perang. Ia menjadi orang kepercayaan Pangeran Diponegoro dalam tiap serangan dalam Perang Jawa. Perang ini merupakan perang yang paling berpengaruh dalam membuat VOC atau kongsi dagang Belanda bangkrut.

Baca Juga: Perempuan Pemimpin dalam Film: Kurang Representasi, Diseksualisasi

Biang keladinya? Tentu saja Nyi Ageng Serang dan pasukannya, Semut Ireng. Taktik gerilya yang berhasil memorak-porandakan pasukan VOC menjadi salah satu inspirasi Jenderal Sudirman dan digunakan pada perang revolusi.

Nyi Ageng Serang juga dikenal dengan kesaktiannya dengan memberikan azimat lempeng logam yang dibalut ayat-ayat Al-Qur’an (rajah), dan banyak orang berguru padanya untuk mendapatkan ilmu strategi perang dan hal spiritual.

5. Erna Djajadiningrat

pahlawan perempuan indonesia Erna Djajadiningrat

Perjuangan memerdekakan Indonesia tidak bakal berjalan mulus kalau tidak ada bantuan logistik untuk para prajurit. Hal ini tidak akan berhasil tanpa bantuan pasokan makanan dari Erna Djajadiningrat, seorang pahlawan perempuan dari Jawa Barat, bersama dengan organisasi Wani (Wanita Indonesia) yang didirikan pada 1945 bersama dengan Maria Ulfah beserta Suwarni Pringgodigdo.

Ia merupakan keturunan bangsawan Serang, Jawa Barat, dan di masa kemerdekaan ia membantu di bagian dapur umum untuk memasok logistik untuk para prajurit di garis depan. Dapur umum Wani bertugas untuk memasok nasi bungkus  untuk beratus-ratus prajurit badan keamanan rakyat. Ketika rumahnya ditembaki tentara Belanda, NICA, ia tidak panik, malah sangat tenang sampai-sampai ia dijuluki sebagai si nona keras kepala.

Ketika Belanda mencium gelagat bahwa organisasi Wani membantu menyuplai Logistik untuk garis depan, Belanda pun melarang kegiatan mereka. Tidak tinggal diam, Erna mengubah nama Wani menjadi PSKP (Panitia Sosial Korban Politik) dan tetap melakukan kegiatan dapur. Tidak hanya itu PSKP juga menangani pembebasan para pejuang yang ditahan Belanda.

Read More
Nyai Ahmad Dahlan Pahlawan asal Yogyakarta

6 Pahlawan Perempuan Indonesia Beserta Asalnya yang Perlu Kamu Ketahui

Kemerdekaan Indonesia dan kemerdekaan perempuan dapat terwujud berkat para perempuan hebat di masa-masanya. Terlepas dari norma-norma masyarakat yang membuat perempuan susah untuk mendapatkan pendidikan dan berdikari, banyak pahlawan perempuan yang sangat berjasa dalam kemajuan kaum perempuan.

Pahlawan Perempuan dari Berbagai Daerah Indonesia

Sering kali kita hanya berfokus pada daerah Jawa dalam konteks perjuangan para pahlawan perempuan Indonesia. Padahal, banyak sekali pahlawan-pahlawan perempuan yang berjuang untuk kemerdekaan Indonesia dan kaum perempuan di daerah mereka. Berikut ini beberapa pahlawan perempuan ini perlu kamu ketahui cerita dan juga asalnya.

1. Andi Depu Pahlawan Perempuan asal Mandar, Sulawesi Barat

Andi Depu

Andi Depu lahir di Tinambung, Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Perempuan yang bernama lengkap Andi Depu Maraddia Balanipa ini sempat merasakan bangku pendidikan hingga tingkat Volkschool (Sekolah Rakyat). Pada tahun 1939, ia diangkat menjadi Raja Balanipa ke-52 dan hal ini mempertegas posisinya untuk melawan Belanda.

Baca Juga: 6 Perempuan Muslim yang Sukses Mendobrak Bidang STEM

Ia tidak lama duduk dalam tampuk kekuasaan karena memilih untuk berjuang bersama rakyat di luar istana. Dengan berani serta gigih, Andi Depu berhasil mempertahankan daerahnya dari serangan Belanda.

Aksinya yang paling diingat adalah ketika ia berani menaikkan bendera merah putih di depan istananya, meskipun Belanda sudah mengancam dan mengepungnya sedemikian rupa pada 28 Oktober 1945

2. Ruhana Kudus Pahlawan asal Koto Gadang, Sumatra Barat

Ruhana Kudus

Lahir di Koto Gadang, Sumatra Barat, Ruhana Kudus adalah wartawan perempuan Indonesia dan aktif dalam dunia pendidikan. Ruhana giat menulis dalam surat kabar perempuan, Poetri Hindia. Saat Belanda membredel media tersebut, Ruhana turut mendirikan surat kabar bernama Sunting Melayu, yang juga tercatat sebagai  koran perempuan pertama di Indonesia.

Meskipun ia tidak bisa mendapatkan pendidikan secara formal, Ruhana belajar dengan tekun dari ayahnya yang rajin membawakan bahan bacaan dari kantor. Semangatnya yang tinggi untuk belajar hal-hal baru membuat Ruhana mudah menyerap segala pelajaran. Ia belajar membaca, menulis, lalu bahasa Belanda hingga aksara Arab. Ketika mengikuti ayahnya dinas ke Alahan Panjang, Ruhana  bertetangga dengan seorang pejabat Belanda, yang istrinya mengajari Ruhana segala bentuk kerajinan tangan.

Dengan hal-hal yang ia pelajari itu, Ruhana pun kembali ke kota asalnya dan mendirikan sebuah sekolah bernama Sekolah Kerajinan Amai Setia. Sekolah ini mengajarkan berbagai keterampilan untuk perempuan, serta mengelola keuangan, baca tulis, hingga bahasa Belanda. Saat itu masih banyak yang menentang keberadaan sekolah ini, namun Ruhana tetap tegar dan terus berjuang untuk kemajuan para perempuan.

3. Dewi Sartika Pahlawan Perempuan asal Jawa Barat

Dewi Sartika pahlawan perempuan asal Jawa Barat

Ia lahir di Cicalengka pada 4 Desember 1884. Saat masih anak-anak,  Dewi Sartika suka bermain peran sebagai guru dengan teman-temannya. Setelah ayahnya wafat, Dewi Sartika tinggal bersama pamannya, dan mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan budaya Sunda dari sang paman. 

Baca Juga: Kepemimpinan Perempuan Islam Indonesia yang Membumi

Pada tahun 1904, Dewi Sartika mendirikan sebuah sekolah bernama Sakola Istri di Pendopo Kabupaten Bandung. Sekolah itu kemudian dipindahkan ke Jalan Ciguriang dan berubah nama menjadi Kaoetaman Istri pada 1910. Sekolahnya semakin berkembang dan di tahun 1912, ia sudah memiliki sembilan sekolah yang tersebar di seluruh Jawa Barat. Pada tahun 1920, lembaga ini berkembang menjadi satu sekolah di setiap kota dan kabupaten. Sembilan tahun kemudian, sekolah tersebut berubah nama menjadi Sekolah Raden Dewi.

4. Maria Walanda Maramis pahlawan perempuan asal Minahasa, Sulawesi Utara

Pahlawan perempuan Maria Walanda Maramis

Perempuan bernama lengkap Maria Josephine Catherine Maramis ini lahir di Kema, Minahasa Utara pada 1 Desember 1872. Setiap 1 Desember, orang-orang Minahasa memperingati Hari Ibu Maria Walanda Maramis yang dikenal sebagai tokoh pahlawan perempuan yang memperjuangkan kemajuan perempuan.

Ketika ia pindah ke Manado, Maria mulai aktif mengirimkan artikel opini ke surat kabar lokal bernama Tjahaja Siang. Dalam opininya, ia sangat vokal menyuarakan pentingnya peran ibu dalam keluarga dalam menjaga kesehatan keluarga serta pendidikan anak-anak.

Maria menyadari, saat itu perempuan-perempuan muda butuh sekali pendidikan untuk menjalani peranan mereka sebagai pengasuh keluarga. Ia pun mendirikan Percintaan Ibu Kepada Anak Temurunannya (PIKAT) pada 8 Juli 1917, untuk mendidik kaum perempuan yang tamat sekolah dasar.

Selain mengadvokasi pendidikan untuk perempuan, Maria juga mendorong agar perempuan mendapatkan hak suara dalam memilih wakil rakyat untuk sebuah badan perwakilan di Minahasa bernama Minahasa Raad. Saat itu, hanya laki-laki yang memiliki hak untuk memilih dan menjadi anggota, sehingga Maria mengupayakan agar ada perempuan yang masuk ke dalam badan tersebut. Usahanya pun berbuah hasil di tahun 1921, saat keputusan datang dari Batavia yang memperbolehkan perempuan untuk memberi suara dalam pemilihan anggota Minahasa Raad.

5. Rasuna Said pahlawan asal Daerah Maninjau, Sumatra Barat

Rasuna Said

Setelah menamatkan pendidikan SD, Rasuna dikirim ayahnya ke sebuah pesantren bernama Ar-Rasyidiyah, yang merupakan satu-satunya santri perempuan. Setelah itu Rasuna kembali melanjutkan  pendidikannya di Diniyah (SMA) Putri dan bertemu dengan Rahmah El Yunusiyyah, seorang tokoh gerakan pendidikan Islam, Thawalib.

Rasuna Said dikenal sebagai salah satu nama pahlawan perempuan Indonesia yang sangat memperhatikan kemajuan kelompok perempuan dalam hal pendidikan dan politik. Ia pernah menjadi guru di Diniyah Putri, namun ketika ia ingin memasukkan pendidikan politik di sekolah tersebut, idenya ditolak. Setelah ia tidak lagi menjadi guru, Rasuna sangat aktif  menulis di media. 

Pada 1935, Rasuna menjadi pemimpin redaksi majalah Raya. Tulisan-tulisannya dikenal tajam dan membuat Belanda geram.  Rasuna juga pernah mendirikan sebuah majalah mingguan di Sumatra Utara, Menara Poetri, dan menyebarluaskan gagasan-gagasannya serta isu-isu perempuan.

Sesudah Indonesia merdeka, Rasuna Said aktif dalam Badan Penerangan Pemuda Indonesia dan Komite Nasional Indonesia. Ia juga menduduki kursi Dewan Perwakilan dan mewakili daerah Sumatra Barat. Rasuna kemudian diangkat sebagai anggota Dewan Perwakilan Rayat RI dan kemudian menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 hingga ia wafat.

6. Siti Walidah atau Nyai Ahmad Dahlan Pahlawan asal Yogyakarta

Nyai Ahmad Dahlan Pahlawan asal Yogyakarta

Lahir di Kauman, Yogyakarta pada tahun 1872, Siti Walidah atau yang lebih dikenal dengan nama Nyai Ahmad Dahlan merupakan anak dari Kyai Haji Muhammad Fadli, ulama dan anggota Kesultanan Yogyakarta. Ia bersekolah di rumah serta diajarkan beragam aspek soal Islam termasuk bahasa Arab dan Al Quran.

Ia menikah dengan Ahmad Dahlan yang juga merupakan sepupunya. Ketika itu, Ahmad Dahlan sedang sibuk-sibuknya mengembangkan Muhammadiyah. Namun karena beberapa pemikiran Ahmad Dahlan dianggap radikal, pasangan ini kerap mendapatkan ancaman dari kelompok Islam lain.

Baca Juga: Film-film Hayao Miyazaki dan Representasi Kepemimpinan Perempuan

Pada tahun 1914, Nyai Ahmad Dahlan mendirikan organisasi pendidikan Sopo Tresno. Ia beserta suaminya bergantian mengajarkan membaca Al-Qur’an dan mendiskusikan maknanya. Menariknya, Nyai Ahmad Dahlan lebih berfokus pada ayat-ayat yang berhubungan dengan isu perempuan.

Sopo Tresno kemudian diresmikan dan berganti nama menjadi Aisyiyah. Melalui organisasi ini, Nyai Ahmad Dahlan mendirikan sekolah-sekolah perempuan, dan ia pun berkhotbah menentang kawin paksa. Nyai Ahmad Dahlan juga berpendapat bahwa istri adalah mitra suami dan menentang budaya patriarki.

Read More
Perempuan muslim seorang ilmuwan

6 Perempuan Muslim yang Sukses Mendobrak Bidang STEM

Bidang sains serta teknologi masih sering identik dengan dunia laki-laki yang super maskulin. Persaingan yang super ketat serta kondisi yang tidak ramah perempuan dalam bidang sains, teknologi, engineering dan matematika (STEM), sering menghambat perempuan dalam mengembangkan kariernya di bidang ini.

Dikutip dari The Conversation Indonesia, dalam bidang sains, teknologi, serta matematika, jumlah perempuan hanya ada 30 persen. Salah satu yang menyebabkan hal ini adalah peran gender yang kaku bagi perempuan yang selalu diarahkan menjadi ibu atau istri.

Tantangan Perempuan Muslim dalam Bidang STEM

Data dari UNESCO tahun 2015 memperlihatkan bahwa di seluruh dunia, perempuan yang bekerja sebagai peneliti hanya 28 persen. Padahal jumlah laki-laki dan perempuan yang menyelesaikan pendidikan di tingkat sarjana dan master dalam bidang STEM jumlahnya relatif sama

Selain peran gender yang kaku yang membuat perempuan harus mengalami beban ganda sebagai ibu, istri, dan pekerja, diskriminasi gender membayangi perempuan di tempat kerja. Berikut ini merupakan beberapa nama ilmuwan perempuan muslim yang berhasil mendobrak diskriminasi gender dalam bidang STEM yang bisa kita ikuti kegigihannya.

1. Maryam Mirzakhani Perempuan Muslim yang Menjadi Ahli Matematika

Lahir di Teheran, Iran,  Maryam Mirzakhani adalah ahli Matematika dan salah seorang profesor di Stanford University. Ia mengawali pendidikannya sebagai salah seorang murid di Tehran Farzanegan School, bagian dari lembaga pemupuk bakat-bakat luar biasa, yakni National Organization for Development of Exceptional Talents (NODET). Ketika duduk di bangku SMA, Mirzakhani memenangkan medali emas dalam bidang matematika dalam Olimpiade Nasional Iran. Hal ini membuatnya dapat masuk ke jenjang universitas tanpa perlu mengikuti ujian nasional.

Baca Juga: Buku-buku Sains Anak Masih Bias Gender, Kurang Representasi Perempuan

Pada tahun 1994, Mirzhakani kembali mendapatkan medali emas di level internasional pada ajang Olimpiade Matematika di Hong Kong dengan skor 41 dari 42 atau hampir sempurna. Ia merupakan siswi Iran pertama yang memenangkan  medali emas. Dari berbagai capaian tersebut, di tahun 2005 ia dianugerahi  sebagai salah satu dari 10 orang muda yang mendorong inovasi-inovasi dalam bidangnya pada ajang  Popular Science’s Fourth Annual “Brilliant 10”

Di tahun 2014, ia dianugerahi Fields Medal, sebuah penghargaan paling bergengsi di bidang matematika. Ia pun menjadi perempuan dan orang Iran pertama yang dianugerahi penghargaan tersebut. Pada 2017 lalu, Mirzakhani meninggal dunia akibat kanker payudara.

2. Sameena Shah

Sameena lahir dan besar di India. Ia menyelesaikan gelar doktornya di Indian Institute of Technology. Ia adalah salah satu yang memimpin proyek Reuters Tracer, sebuah proyek teknologi Artificial Inteligence yang berfungsi mendeteksi berita-berita bohong. Saat ini ia merupakan Managing Editor AI Research di JPMorgan Chase & Co

Baca Juga: Perempuan Hadapi Banyak Sandungan dalam Dunia Sains di Indonesia

3. Anousheh Ansari

Lahir di Iran pada tahun 1966, Ansari adalah insinyur Amerika keturunan Iran  dan juga salah satu pendiri dan ketua dari Prodea System, sebuah perusahaan layanan dan teknologi. Pada tanggal 18 September 2006, beberapa hari setelah ulang tahunnya yang ke 40, Ansari menjadi orang Iran dan perempuan muslim pertama yang pergi ke stasiun luar angkasa. Ia juga menjadi spaceflight participant (sebutan NASA kepada orang  No.- astronot yang menjelajah luar angkasa)  perempuan pertama yang pergi ke luar angkasa dengan biaya sendiri.

4. Burçin Mutlu-Pakdil

Mutlu-Pakdil merupakan perempuan muslim tetapi seorang astronom dan ahli astrofisika asal Turki di Universitas Arizona, AS. Ia  lahir dan besar di Turki dan sejak kecil gemar fisika dan mengamati langit malam. Ia bersekolah di Beşiktaş Atatürk Anatolian High School dan menjadi generasi pertama dari keluarganya yang mengenyam pendidikan hingga jenjang universitas.

Dia menyelesaikan gelar sarjananya di Bilkent University pada 2009 dan kemudian menyelesaikan gelar doktornya di di University of Minnesota dengan penelitian “Testing supermassive black hole scaling relations using cosmological simulations and optical/near-IR imaging data“.

5. Hayat Sindi Perempuan Muslim yang Menjadi Ilmuan Medis

Dr. Hayat Sindi merupakan perempuan muslim serta seorang ilmuwan medis Arab Saudi serta anggota perempuan pertama The Consultative Assembly of Saudi Arabia. Ia paling dikenal berkat kontribusi besarnya pada dunia medis dan bioteknologi. Dia mendapat peringkat ke-19 sebagai orang Arab paling berpengaruh di dunia dan peringkat ke 9 perempuan Arab paling berpengaruh versi Arabian Business. Pada tahun 2018, ia juga masuk dalam BBC’s 100 Women, daftar tokoh-tokoh perempuan berpengaruh di dunia.

6. Iqbal Al Assaad

Iqbal Mahmoud Al Assad merupakan seorang dokter yang juga merupakan penerima beasiswa kardiologi pediatri di Boston Children’s Hospital. Ia diakui sebagai salah satu dokter termuda di dunia ketika ia menyelesaikan akreditasi medisnya pada umur 20 tahun. Iqbal Mahmoud Al Assad lahir di Palestina pada tahun 1993, namun menjadi pengungsi di Lebanon. 

Baca Juga: Diajeng Lestari, Pengusaha Muslimah Sukses dengan Brand HIJUP

Di umurnya yang ke-12, Iqbal Mahmoud Al Assad  menyelesaikan pendidikan SMA-nya dan di umur 20 tahun telah lulus dari Weill Cornell Medical College di Qatar dengan gelar dokter umum.

Read More
Cut Nyak Dhien

6 Pahlawan Perempuan Muslimah Asal Indonesia yang Jarang Diketahui

Pembentukan bangsa Indonesia tidak hanya berkat jasa-jasa pihak laki-laki saja tetapi juga perempuan dengan latar belakang yang beragam, salah satunya para pahlawan perempuan muslimah. Mereka berjuang untuk bebas dari pihak penjajah dan merdeka dari segala bentuk penindasan.

Baca Juga: Jejak Perempuan Pemimpin Kerajaan Nusantara

Mereka berjuang tidak hanya lewat jalur perang tetapi juga dari beragam jalur seperti pendidikan, kebudayaan, dan lain sebagainya. Mereka memperlihatkan bahwa muslimah juga bisa berjuang dan menggapai cita-cita mereka. Berikut ini beberapa muslimah yang patut kamu ketahui ceritanya.

1. Sultanah Safiatuddin Berjuang dalam Melestarikan Literasi, Kebudayaan dan Pendidikan

Sultanah Safiatuddin

Sultanah Safiatuddin merupakan nama pahlawan perempuan Indonesia yang paling terkenal dan termahsyur di kesultanan Aceh. Lahir pada tahun 1612 ia berhasil membawa kesultanan Aceh ke dalam masa keemasan lewat kebudayaan, literasi serta pendidikan.

Dibawah kepemimpinan Sultanah Safiatuddin ia membawa kesultanan Aceh ke masa kejayaan, dalam berbagai bidang, di antaranya pendidikan, kebudayaan, penyebaran agama Islam, hingga perlawanan terhadap VOC gencar ia lakukan. Ia juga membuat pasukan prajurit perempuan penjaga istana yang ikut serta bertempur dalam perang Malaka pada sekitar tahun 1639.

Di masanya juga, Sultanah Safiatuddin sangat tertarik dan mendukung kebudayaan dan literasi serta pendidikan. Ia me memberikan dukungan penuh pada para sastrawan dan kelompok intelektual untuk mengembangkan diri mereka. Ia pun juga aktif membangun pesantren-pesantren untuk rakyat belajar mengaji. Sultanah Safiatuddin lebih mengedepankan jalur diplomasi ketimbang  lewat militerisme. Kemampuan literasinya yang membuat ia fasih berdiplomasi dengan beberapa pihak dan berhasil menghalau ancaman-ancaman yang datang.

2. Cut Nyak Dhien Pahlawan Perempuan dan Perang Gerilyanya

Cut Nyak Dhien

Akibat semakin kuatnya pihak Belanda dan pengaruh mereka terhadap bangsawan-bangsawan Aceh membuat Kesultanan Aceh semakin mundur dan semakin melemah. Dalam situasi ini, Cut Nyak Dien lahir dari keluarga Uleebalang di Aceh besar pada 1848. Di masa tersebut Uleebalang memiliki status setingkat Bupati dan mempunyai kemampuan militer. Cut Nyak Dhien memperoleh kemampuan militernya  dengan cara belajar sendi dan tentu saja dari tarah kebangsawanannya.

Baca Juga: Rasuna Said dan Soewarni Pringgodigdo: Contoh Kepemimpinan Perempuan Era Kolonial

Bersama dengan suaminya Teuku Cek Ibrahim Langga, yang konsisten melawan Belanda. Ketika suaminya mati dalam perang, Cut Nyak Dhien bertekad untuk membalas dendam pada pihak Belanda dan mengusir mereka dari tanah Aceh.

Dalam peperangan di Aceh hampir sama dengan perang Jawa, membuat pihak Belanda kelimpungan karena serangan dari pasukan Aceh terus menerus dan bertubi-tubi. Cut Nyak Dhien berjuang bersama dengan suami keduanya, Teuku Umar dalam peperangan ini. Namun, sangat disayangkan Teuku Umar pun gugur dalam perang ini.

Walaupun sudah semakin tua, dan mengidap penyakit encok, Cut Nyak Dhien tetap berjuang dalam peperangan. Karena merasa kasihan, salah satu bawahannya memberikan info lokasi Dhien kepada pihak Belanda, dan ia pun tertangkap oleh pihak Belanda. Hingga menghembuskan nafas terakhir, Dhien menolak untuk tunduk pada pihak Belanda, dan karena kewibawaannya Dhien tetap ditakuti serta disegani.

3. Pahlawan Perempuan Muslimah Indonesia: Yati  Aruji

Yati Aruji

Sejak kecil Yati Aruji sudah akrab dengan aktivitas pergerakan. Dibesarkan oleh seorang ayah yang aktif di Sarekat Islam  sebuah organisasi  politik pra-perang di Hindia Belanda serta ibunya yang mengelola dap umum membuatnya ikut terjun dalam dunia pergerakan. Yati aktif di Partai syarikat Islam Indonesia. Di PSII ia aktif dan akhirnya menjadi ketua Syarikat Islam Afdeling Pandu Putri (SIAP_ yang akhirnya setelah itu menjadi anggota Kepanduan Muslimin Indonesia.

Baca Juga: 6 Pahlawan Perempuan Indonesia Beserta Asalnya yang Perlu Kamu Ketahui

Pada tahun 1945 Yati mendirikan LASWI, organisasi ini  mengoordinasi 61 kesatuan perjuangan di seluruh Jawa Barat. Organisasi ini dilatih oleh mantan anggota PETA dan bertugas di garis depan. Anggotanya pun semua perempuan dengan beragam latar belakang, dari gadis, janda, hingga yang masih memiliki suami. Mereka bisa melakukan apa saja, mulai dari merawat prajurit yang teruka, menjadi mata-mata, mengajar kelas pemberantasan buta huruf, dan lain sebagainya.

4. Kartini Melawan dengan Pemikiran dan Surat-Suratnya

pahlawan perempuan muslimah kartini

Kamu sudah pernah membaca kumpulan surat-surat Kartini dengan teman penanya Stella Zeehanderlar dan Abendanon? Surat-surat Kartini berisi tentang pemikiran-pemikirannya akan dunia yang setara dan membuat kita terinspirasi dari suratnya itu. Kartini lahir dari keluarga ningrat dan ia beruntung dapat memakan bangku sekolah walau hanya sampai di umur 12 tahun. Setelah itu ia dipingit untuk dinikahkan. Walaupun ruang geraknya dibatasi,  wawasan Kartini begitu luas.

Kartini merupakan pahlawan perempuan muslimah yang menolak prinsip feodalisme dan menolak dipanggil Raden Ayu. Dalam masa pingitnya, ia banyak bersurat dan merenung soal posisi perempuan yang tidak setara dalam pernikahan. Cita-cita Kartini ingin sekali menjadi antropolog, ia bahkan sudah mengantongi beasiswa ke Belanda, namun zaman itu terlalu dini bagi perempuan untuk mengenyam pendidikan setinggi itu, maka dari itu beasiswa itu pun diberikan pada Agus Salim.

5. Opu Daeng Risaju Salah Satu Anggota Sarekat Islam Paling Berpengaruh di Sulawesi Selatan

Opu Daeng Risaju

Tahukah kamu, pada masa penjajahan Belanda, semakin menguatnya kekuasaan mereka juga mengakibatkan peran gender dalam masyarakat yang semakin dibatasi antara laki-laki dan perempuan. Pergerakan pun mulai berubah dan saat itu mulai berfokus pada ide  Indonesia yang merdeka.

Pada saat itu ideologi Islam yang sedang berkembang dan memberikan imajinasi tentang perlawanan terhadap kolonial serta organisasi Sarekat Islam menjadi organisasi yang paling banyak pengikutnya. Salah satu tokoh berpengaruh di Sarekat Islam di Sulawesi Selatan adalah Opu Daeng Risaju .  Pahlawan perempuan indonesia ini lahir pada 1880 dan berasal dari keluarga bangsawan Luwu.  Opu Daeng Risaju berkenalan dengan Partai Sarekat Islam diusianya yang ke 47 tahun. Ia bergabung dengan PSII Pare-Pare lalu kemudian mendirikan PSII cabang Palopo pada 14 Januari 1930. Berbeda dengan perjuangan lainnya, Opu melawan Belanda dengan cara memperkenalkan ide tentang kemerdekaan bangsa ini ke kerabat dan tetangga sekitarnya.

Walaupun saat itu ia ditangkap oleh pihak Belanda menangkapnya dengan tuduhan menghasut rakyat, Opu tidak gentar dan setelah penahanannya ditangguhkan salah seorang sepupunya, ia tetap menyebarkan ide-idenya itu. 

6. Fatmawati  Muslimah yang Menolak Dipoligami

pahlawan perempuan muslimah Fatmawati

Fatmawati faktanya merupakan ibu negara pertama yang dimiliki oleh Indonesia. Ia merupakan istri ketiga dari Soekarno setelah Soekarno menceraikan Inggit Garnasih. Fatmawati merupakan sosok yang pluralis, ia tumbuh besar sebagai perempuan cerdas, intelektual, serta aktif ikut dalam organisasi Islam Nasyiatul Aisyiah, sebuah organisasi perempuan di bahwa Muhammadiyah. Selain itu ia juga aktif mengikuti kursus-kursus yang membantunya memperluas wawasan tentang kebangsaan.

Baca Juga: 4 Pahlawan Perempuan dari Jawa Barat adalah Tokoh Feminisme

Pahlawan perempuan muslimah ini juga populer di masyarakat sebagai penjahit bendera merah putih yang dikibarkan saat proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Sebagai seorang ibu negara, ia membantu dalam gerakan-gerakan pemberantasan buta huruf, menentang poligami serta kegiatan ekonomi untuk memajukan kelompok perempuan. Ketika Soekarno ingin berpoligami dengan menikahi Hartini, Fatmawati menentang keras hal tersebut dan meminta cerai dari Soekarno. Walau sudah tidak lagi menjadi ibu negara, setelahnya Fatmawati tetap dianggap sebagai ibu negara dan tidak ada yang bisa menggantikan sosoknya.

Read More
pebisnis perempuan grace tahir

Pebisnis Perempuan Grace Tahir dan Passion di Bidang Kesehatan

Mengawali karier sebagai direktur di Siloam Healthcare, Grace Tahir juga memiliki ketertarikan dalam bidang teknologi digital. Sejak 2012, anak kedua dari Dato Sri Tahir, pendiri dari grup bisnis Mayapada, ini juga mengabdikan dirinya di Rumah Sakit Mayapada.

Kecintaannya pada sektor kesehatan, terlihat dari bagaimana Grace konsisten mengembangkan inovasi-inovasi dalam dunia kesehatan. Di umur 37 tahun, ia mulai mengembangkan bisnisnya sendiri di bidang teknologi dengan membuat sebuah aplikasi Blackberry bernama Bibby Cam. Walaupun saat itu Blackberry bersaing ketat dan mulai kalah pamor dengan iPhone, Bibby Cam tetap banyak digemari para pengguna Blackberry.

Baca Juga: Martha Tilaar dan Pelajaran Penting Soal Perempuan Pengusaha

Setelah proyek tersebut, Grace yang memang memiliki latar belakang  bisnis kesehatan pun mendirikan dua startup bernama Dokter.id dan Medico. Dokter.id merupakan sebut platform untuk masyarakat yang menyediakan konsultasi dokter gratis lewat chat dan berita. Sementara itu, Medico bekerja sama dengan penyedia layanan kesehatan seperti rumah sakit dan klinik untuk meningkatkan pelayanan kesehatan mereka.

Pemimpin Perempuan Berintegritas

Sebagai seorang pemimpin juga seorang ibu dari tiga anak perempuan, ada banyak tantangan yang dihadapi oleh Grace. Dalam wawancaranya bersama Angin (Angel Investor), ia mengatakan bahwa meskipun sudah berada pada posisi puncak, sering kali Grace menghadapi situasi-situasi di mana hanya ia saja yang seorang perempuan.

Di berbagai meeting Grace sering kali melihat jumlah laki-laki lebih besar daripada jumlah perempuan. Ketika ia menghadapi situasi tersebut, Grace mengatakan selalu ada persepsi bahwa bidang ini akan didominasi oleh laki-laki. Walaupun demikian, atmosfer tersebut tidak membuat Grace gentar. Ia mengatakan, masih banyak laki-laki yang memperlakukan perempuan dengan baik.

Baca Juga: Diajeng Lestari, Pengusaha Muslimah Sukses dengan Brand HIJUP

Menjadi seorang pemimpin bagi Grace harus mengutamakan integritas. Sebagai seorang perempuan pemimpin, Grace selalu membuka mata dan telinga terhadap masukan-masukan dari karyawan juga rekan kerjanya. Ia mengatakan, dengan cara ini, seorang pemimpin dapat melihat berbagai sudut pandang yang mungkin belum terpikirkan

Grace Tahir Ingin Memajukan Kesehatan Indonesia

Kecintaannya pada dunia kesehatan juga terlihat dari bagaimana ia bercita-cita untuk memajukan pelayanan kesehatan di Indonesia.  Dalam wawancara bersama Femina, ia mengakui tantangan yang ia hadapi cukup besar agar hak kesehatan dapat diakses oleh semua orang. Sebagai seorang pemimpin, ia harus memutar otak dan berstrategi untuk meningkatkan efisiensi, serta memperbaiki perawatan preventif, dan ia  percaya salah satu yang dapat mendorong itu lebih baik dengan memperbaharui teknologinya.

Bukan Hanya Sekadar Penerus Bisnis Keluarga Tahir

Sebagai anak dari pengusaha besar di Indonesia, Grace mengakui bahwa dirinya sering kali diremehkan oleh orang-orang di sekitarnya. Walaupun begitu, ia tetap berusaha untuk menjadi lebih baik. Ayahnya, Dato Sri Tahir, merupakan salah satu inspirasinya untuk berjuang. Ia mengatakan selalu mengambil hal-hal positif dari ayahnya salah satunya dalam hal bekerja keras. Maka dari itu, ia tetap bersikap rendah hati, terus bertanya, serta selalu mendengarkan pendapat karyawannya, untuk menjadi pemimpin yang lebih baik.

Baca Juga: Catherine Hindra Sutjahyo Sukses Berbisnis Karena Menjawab Kebutuhan Konsumen

Ia selalu menekankan, untuk menjadi yang terbaik di bidang apapun baik di dalam kesehatan maupun di luar bidang ini, Kita jangan mudah puas dengan keahlian kita saat ini, ujarnya. Selalu tingkatkan keahlian kita agar tidak tertinggal oleh perubahan-perubahan di bidang yang kita tekuni.

Grace Tahir Mengajarkan Anaknya Mandiri

Dalam wawancara bersama Femina, sebagai seorang pengusaha perempuan juga ibu, Grace mengakui bahwa ada beragam tantangan yang ia hadapi. Ia selalu mengalokasikan malam hari serta waktu akhir pekan untuk keluarga, khususnya anak-anaknya. Akibatnya, memang ada hal-hal yang ia lewatkan yang mungkin saja bisa menguntungkan. Di kantor pun juga demikian, dikarenakan jadwal kantor, ia terkadang harus melewati acara-acara sekolah anaknya.

Baca Juga: Tips Usaha Sendiri dari Pebisnis Perempuan Sukses Cynthia Tenggara

Dalam mendidik ketiga putrinya, Grace selalu mengajarkan mereka untuk bersikap mandiri. Ia mengatakan bahwa ketiga putrinya harus bisa bekerja untuk diri sendiri juga untuk keluarganya. Selain itu, ia juga menuturkan bahwa mereka harus memilih pekerjaan yang dapat membuat mereka bahagia.

Read More
pengusaha perempuan sukses Susi Pudjiastuti

Susi Pudjiastuti Pengusaha Perempuan Pantang Menyerah

Terkenal dengan pembawaanya yang tegas dan komentar-komentar kritisnya terhadap pemerintah, perempuan yang memiliki nama lengkap Susi Pudjiastuti ini dikenal masyarakat sejak ia diberi mandat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) pada periode lalu.

Susi lahir di Pangandaran, Jawa Barat, pada 15 Januari 1965. Ia mengawali kariernya sebagai pengusaha perempuan pada tahun 1983 sebagai distributor makanan laut. Dari situ, bisnisnya pun berkembang dan pada tahun 1996 meluncurkan PT ASI Pudjiastuti Marine Product dengan nama produk “Susi Brand”. Ia juga mulai mengembangkan sayapnya di Asia dan Amerika.

Permintaan yang semakin besar atas produk PT ASI Pudjiastuti menimbulkan kebutuhan untuk transportasi udara  untuk distribusi. Pada tahun 2004, Susi mengakuisisi pesaat Cessna 208 Caravan dan mendirikan PT ASI Pudjiastuti Aviation. Pesawat Cessna tersebut diberi nama Susi Air. Pesawat ini digunakan Susi untuk distribusi makanan laut segar ke Jakarta, serta Singapura, Hong Kong, dan Jepang.

Susi Pudjiastuti Membantu Korban Tsunami Aceh 2004

Ketika gempa dahsyat dan tsunami menghantam Aceh tahun 2004, Susi Air yang saat itu hanya terdiri dari dua pesawat Cessna Caravan, menjadi salah satu penanggap pertama yang mendistribusikan makanan untuk korban di daerah terpencil. Dalam wawancaranya bersama The Jakarta Post, Susi mengatakan bahwa saat itu ia memutuskan untuk masuk ke Aceh walaupun asuransi pesawatnya tidak mencakup provinsi tersebut.

Baca Juga: Tips Usaha Sendiri dari Pebisnis Perempuan Sukses Cynthia Tenggara

Meski demikian, Susi tetap mendorong orang-orang untuk mengasuransikan pesawatnya. Akhirnya Susi Air mendapat asuransi dan menjadi pesawat pertama yang mendarat di Meulaboh dan Simeleu. Setelah dua minggu memberikan jasa secara gratis, ketika meninggalkan Aceh, LSM asing pun menyewa pesawat Susi Air selama setahun. Sejak saat itu Susi semakin fokus untuk mengembangkan bisnis penerbangannya, karena ia menyadari betapa pentingnya transportasi ini apalagi untuk lalu lintas ke daerah terpencil.

Kebijakan yang Berani Sebagai Menteri KKP

Pada tahun 2014, Susi mendapatkan mandat dari Presiden Joko Widodo untuk menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP). Sepanjang menjabat sebagai Menteri KKP pada periode 2014-2019, Susi banyak membuat gebrakan yang berani, salah satunya adalah ia tidak segan-segan menghancurkan kapal-kapal nelayan ilegal yang berlayar di laut Indonesia. Ketika ia menjabat, sebanyak 10.000 kapal nelayan ilegal dari luar Indonesia sudah hengkang dari perairan Indonesia. Sejak 2013 hingga 2017, berkat kebijakannya, persediaan ikan meningkat lebih dari dua kali lipat.

Baca Juga: Diajeng Lestari, Pengusaha Muslimah Sukses dengan Brand HIJUP

Kebijakan-kebijakan tersebut tidak hanya berani tetapi juga memberikan efek kejut bagi banyak pihak. Akibat kebijakannya yang super tegas tersebut, Susi pernah mendapatkan ancaman dari orang tidak dikenal perihal kebijakan ekspor kepiting bertelur. Ia pun tak gentar dengan ancaman tersebut, karena menurutnya kebijakan ini akan akan menambah  populasi kepiting dan membawa keuntungan pada nelayan serta penambak.

Dipertanyakan Kredibilitasnya Hanya Karena Lulusan SMA

Ketika ditunjuk sebagai Menteri KKP, banyak pihak yang meremehkan Susi akibat dari latar belakang pendidikannya yang tidak lulus SMA.  Dalam salah satu wawancara dengan media, Susi tidak mempermasalahkan pihak-pihak yang meremehkan latar belakangnya, ia mengatakan, “Just go through and do it!”

Baca Juga: Martha Tilaar dan Pelajaran Penting Soal Perempuan Pengusaha

Di tahun 2015, ia pun mulai mengambil pendidikan Paket C yang setara dengan ijazah SMA. Di tengah-tengah kesibukannya sebagai Menteri, Susi dengan tekun menjalankan pendidikannya dan tidak malu dengan kondisi tersebut. Pada 2018, Susi dinyatakan lulus Paket C dengan nilai total 429.

Seorang Susi Pudjiastuti Diremehkan Karena Penampilan

Selain latar belakang pendidikannya, Susi juga sering diremehkan dan dicemooh karena penampilannya yang dianggap urakan dan juga bertato. Beberapa kali orang mencemooh Susi dengan kata preman hanya karena ia merokok dan bertato. Walaupun sering dicemooh dan diremehkan karena penampilannya, Susi tetap tidak gentar dan terus bekerja dengan baik sebagai Menteri KKP pada periode lalu.

Read More
diajeng lestari seorang pengusaha muslimah sukses

Diajeng Lestari, Pengusaha Muslimah Sukses dengan Brand HIJUP

Jika kamu seorang hijabers, mungkin kamu sudah tidak asing lagi dengan brand  e-ccomerce muslimah HIJUP. Merek ini didirikan oleh seorang pengusaha muslimah, Diajeng Lestari yang sudah penat dan jenuh menjadi seorang karyawan. Keinginannya membangun e-commerce ini juga didukung oleh sang suami, Achmad Zaky, yang juga pendiri dari Bukalapak.

Baca Juga: Martha Tilaar dan Pelajaran Penting Soal Perempuan Pengusaha

Kecintaannya dalam dunia usaha tidak serta-merta datang begitu saja. Lingkungan Diajeng yang memang sangat dekat dengan dunia usaha, bisa dilihat dari bagaimana ibu Diajeng yang sering mengajaknya untuk berjualan dan berkunjung ke bazaar-bazaar. Diajeng yang memang tertarik dengan dunia kreatif sejak kecil, sudah mengikuti langkah orang tuanya, dan iseng-iseng menjual kerajinan tangan kepada teman-temannya ketika ia berada di sekolah dasar.

Di saat keluarganya mengalami kesulitan ekonomi, Diajeng pun berusaha membantu keuangan orang tuanya dengan cara berjualan kue, hijab, hingga menjadi guru les privat bahkan bekerja lepas sebagai pewawancara.

Terinspirasi dari Kehidupan Sehari-hari

Selain sudah penat dengan keseharian sebagai pekerja kantoran, alasan lain Diajeng membangun HIJUP dilandaskan pada pengalamannya sehari-hari sebagai seorang hijaber. Dikutip dari dari media Bisnis.com, Diajeng mengatakan ia kesulitan memilih hijab dan pakaian yang cocok untuk menyesuaikan berbagai situasi.

“Dari situ, saya pun membangun ­e-commerce dengan cita-cita menawarkan beragam pilihan baju muslimah dan hijab untuk berbagai situasi,” ujarnya pada bisnis.com

Membangun HIJUP dari Nol

Di tahun 2011, dengan dukungan dan bantuan sang suami, Ajeng pun memulai brand HIJUP yang khusus menjual busana-busana muslimah. Diajeng, yang lulusan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Indonesia, ini menghadapi banyak sekali tantangan di awal merintis HIJUP. Saat memulai, ia bekerja hanya berdua dengan satu petugas administrasi, dan harus merangkap beragam pekerjaan.

Baca Juga: Tips Usaha Sendiri dari Pebisnis Perempuan Sukses Cynthia Tenggara

Tantangan lainnya juga muncul ketika ia harus mencari investor untuk HIJUP. Ia teringat sekali saat itu ia  membawa anaknya untuk bertemu investor. Saat investor tersebut melihat Diajeng dengan anaknya, si investor urung menanamkan modalnya untuk HIJUP karena Diajeng yang sudah memiliki anak. Mungkin ini terdengar seperti lelucon, tetapi hal ini merupakan fakta yang kerap terjadi pada pengusaha perempuan saat ingin mencari modal.

Namun, lewat kegigihan perempuan yang akrab disapa Ajeng ini, HIJUP akhirnya mendapatkan investor dan perlahan-lahan membawa HIJUP menjadi brand fesyen muslimah besar di Indonesia.

Keberhasilan Diajeng Lestari Sampai ke London Modest Fashion Week

Keberhasilan Diajeng tidak hanya dicapai di Indonesia saja, tapi sudah menembus pasar dunia. HIJUP telah banyak merangkul banyak mitra di tingkat Indonesia hingga Asia Tenggara, yaitu Malaysia. Nama brand HIJUP pun semakin dikenal ketika 2018 lalu melenggang di panggung London Modest Fashion Week.

Dalam pagelaran busana tersebut, HIJUP menggandeng lima desainer muslimah ternama yaitu, Dian Pelangi, Ria Miranda, Aidijiuma, Vivi Zubaedi, dan Jenahara yang diberi tajuk HIJUP PROFOUND.

Baca Juga: Catherine Hindra Sutjahyo Sukses Berbisnis Karena Menjawab Kebutuhan Konsumen

London Modest Fasihion Week adalah pagelaran pertama  yang memiliki tujuan untuk  memperkenalkan  produk fesyen yang peruntukannya untuk perempuan berjilbab.

HIJUP Tengah Mengembangkan Produk Sustainable

Dalam wawancaranya bersama dengan CNBC Indonesia awal tahun lalu, Diajeng mengatakan bahwa saat ini HIJUP membuat beberapa produk pakaian muslimah yang ramah lingkungan bernama “Infreenity” yang terbuat dari serat tencel.

Baca Juga: Jejak Pemimpin Perempuan dalam Islam: Dari Khadijah sampai Fatima Al-Fihri

“Kita ingin memperkenalkan bahwa busana muslimah ini juga bisa loh mengikuti perkembangan produk yang ramah lingkungan dan berkelanjutan,” ujarnya.

Tips Kembangkan Bisnis Ala Diajeng Lestari

Selama 10 tahun menjalankan bisnis fesyen muslimah, banyak pelajaran yang diambil oleh Diajeng untuk  tetap berkelanjutan dan berkembang. Salah satu yang menjadi tantangannya adalah  brand lokal masih  bersaing dengan banjirnya produk dari luar Indonesia dengan harga yang murah.

“Kami selalu mengutamakan produk yang bagus, kreatif, dan harga yang terjangkau. Untuk mencapai hal ini, kami selalu berusaha meningkatkan  efisiensi value chain mulai dari bahan mentah hingga menjadi produknya,” ujar Diajeng pada CNBC Indonesia.

Baca Juga: Tantangan Perempuan dalam Sektor Bisnis dan Pemerintahan

Dari kaca mata Diajeng, saat ini persaingan antara fesyen muslimah di Indonesia sendiri sudah sangat bagus dan ekosistem pasarnya sendiri sudah sangat terbangun.

“Tren fesyen muslimah di Indonesia itu sangat beragam, dari modest hingga yang stylish banget. dan masing-masing memiliki ciri khas dan fans masing-masing. Tren di Indonesia tidak selalu  didikte oleh tren di luar negeri,”

Read More
tokoh perempuan dalam proklamasi

7 Tokoh Perempuan yang Berperan dalam Proklamasi Kemerdekaan

Indonesia berhasil memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945. Hari bersejarah itu diselenggarakan di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta. 

Sebelumnya, sudah ada rangkaian peristiwa yang mendorong Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945.

Pada 14 Agustus 1945, golongan muda seperti Sutan Syahrir, Wikana, dan Darwis mendengar dari Radio BBC bahwa Jepang telah menyerah kepada pihak Sekutu. Hal ini mendorong mereka mendesak Presiden Soekarno untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Akan tetapi, para senior ini menolak untuk melakukannya secara terburu-buru.

Baca Juga: Tokoh Perempuan Disney Masih Terjebak Stereotip Negatif Perempuan Pemimpin

Pada tanggal 16 Agustus malam hari, Soekarno dan Mochammad Hatta dibawa oleh golongan muda ke Rengasdengklok agar mereka tidak terpengaruh oleh Jepang, dan meyakinkan kedua tokoh tersebut agar tetap memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.

Peran Tokoh Perempuan dalam Proklamasi Kemerdekaan

Akhirnya setelah diskusi tersebut, di Jakarta, Wikana dan Achmad Soebardjo melakukan perundingan dan menelurkan kesepakatan bahwa proklamasi akan dilangsungkan di Jakarta. Setelah itu, Soekarno dan Hatta pun dibawa kembali ke ibu kota, ke rumah Laksamana Muda Maeda sebagai tempat rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).

Setelah melalui perundingan, malam itu teks proklamasi pun dirumuskan di rumah Laksamana Muda Maeda. Terlepas dari jasa para tokoh-tokoh ini, proklamasi kemerdekaan tidak akan berjalan dengan lancar tanpa bantuan dari tokoh-tokoh perempuan yang turut andil dalam hal ini. Ada yang menjadi anggota pengibar bendera, ada juga yang menjadi anggota pengamanan pada hari itu, serta Ibu Negara Fatmawati yang berjasa menjahit Bendera Pusaka Merah Putih dan menyediakan makanan untuk warga yang datang pada acara tersebut.

Berikut ini beberapa peran tokoh perempuan yang turut andil dalam pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.

1. Fatmawati, Ibu Negara Pertama

Fatmawati merupakan Ibu Negara pertama yang memiliki andil besar dalam penyelenggaraan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Lahir di Bengkulu,  5 Februari 1923, Fatmawati merupakan tokoh perempuan yang menjahit bendera Merah Putih yang dikibarkan pada Proklamasi Kemerdekaan di Jalan Pegangsaan Timur nomor 56, Jakarta.

Baca Juga: 4 Pahlawan Perempuan dari Jawa Barat adalah Tokoh Feminisme

Tidak hanya menjahit bendera saja, Fatmawati juga membuka dapur umum di rumahnya untuk menyuplai makan pagi untuk rakyat yang hadir dalam acara Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.

2. Oetari Soetarti

Oetari merupakan mahasiswi Ika Daigaku (sekolah kedokteran pada zaman Jepang) yang turut datang menyaksikan detik-detik Proklamasi di Jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta. Ia bertugas sebagai salah satu anggota pos Palang Merah Indonesia (PMI) di Bidara Cina. Oetari kemudian menikah dengan seorang teman kampusnya Cr. Suwardjono Surjaningrat, yang kemudian menjadi Menteri Kesehatan era Soeharto pada periode 1978-1988.

3. Retnosedjati

Retnosedjati juga salah satu mahasiswi Ika Daigaku yang hadir dalam detik-detik Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Ia lahir di Den Haag, Belanda pada 29 Maret 1924. Dia menjadi anggota Palang Merah Indonesia (PMI) di bawah Prof. Soetojo setelah Indonesia merdeka. Sebelumnya, pada perang kemerdekaan Indonesia, ia sudah menjadi anggota PMI dan bertugas mengurus obat-obatan untuk prajurit di Solo, Yogyakarta, serta Klaten.

4. Tokoh Perempuan yang Bertugas dalam Penaikan Bendera Pusaka: Yuliari Markoem

Yuliari Markoem merupakan salah satu tokoh mahasiswi yang bertugas dalam penaikan Bendera Pusaka. Ia merupakan mahasiswa Ika Daigaku yang juga turut andil membantu dalam Perang Kemerdekaan sebagai penghubung dalam kegiatan pengiriman kebutuhan medis di daerah-daerah gerilya.

5. Gonowati Djaka Sutadiwiria

Gonowati merupakan perempuan asal Semarang yang juga turut andil dalam penyelenggaraan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, pada 17 Agustus 1945. Ia bertugas sebagai anggota pengamanan pada saat itu. Gonowati merupakan mahasiswa Sekolah tinggi Kedokteran  Ika Daigaku dan juga anggota Palang Merah Indonesia (PMI), yang berperan dalam membantu mengumpulkan obat-obatan dalam Perang Kemerdekaan.

6. Zuleika Rachman Masjhur Jasin

Zuleika merupakan anggota PMI Mobile Colonne setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Di hari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Zuleika yang juga merupakan pemimpin mahasiswi Ika Daigaku juga ikut menyaksikan detik-detik proklamasi di jalan Pegangsaan Timur No. 56 itu.

7. Tokoh Perempuan Pejuang Revolusi Kemerdekaan: S.K Trimurti

Perempuan bernama lengkap Surastri Karma Trimurti ini merupakan perempuan asal Boyolali yang juga bekerja sebagai wartawan. Ia sangat gencar dalam melawan kolonialisme serta anti terhadap penjajahan Belanda. 

Ia lulus dari sekolah kelas dua untuk anak pegawai rendah Tweede Indiansche School. Sebelum menjadi seorang wartawan, S.K Trimurti pernah mengajar di sekolah-sekolah dasar di Surakarta, Bandung, Banyumas, serta Solo, pada 1930. Ia juga aktif dalam berpolitik dengan bergabung dalam sebuah partai bernama Partindo pada 1933.

Baca Juga: Perempuan Pemimpin dalam Film: Kurang Representasi, Diseksualisasi

SK Trimurti juga merupakan tokoh perempuan yang sering menyuarakan permasalahan perempuan dan ia percaya dengan revolusi kemerdekaan, perempuan bisa mencapai kebebasan sebagai warga negara. Ia juga pernah ditangkap dan dipenjara oleh pemerintah Hindia Belanda karena menyebarkan pamflet anti-kolonialisme.

Setelah bebas dari penjara, S.K Trimurti aktif menulis dengan nama samaran dan terkenal kritis serta anti-kolonialisme. Salah satu koran tempat ia bekerja adalah Pikiran Rakyat dan bersama dengan suaminya ia pun menerbitkan koran Pesat, yang dilarang oleh pemerintah Jepang.

Dalam Proklamasi Kemerdekaan, ia diminta mengibarkan Bendera Pusaka Merah Putih, tetapi ia menolak dan merekomendasikan Latied Hendraningrat dari Peta (Pembela Tanah Air). Setelah Indoensia merdeka, ia menjadi Menteri Perburuhan pertama.

Read More