Walau kesempatan bersekolah tinggi dan bekerja semakin besar bagi perempuan Indonesia, masih banyak hambatan yang dihadapi perempuan pekerja. Mereka sering kali sulit mengembangkan kariernya karena berbagai alasan, bahkan harus rela berhenti kerja karena lebih dituntut keluarga atau masyarakat untuk mengutamakan urusan rumah tangga dan anak. Ini tidak lepas dari masih minimnya perusahaan yang menerapkan kebijakan berperspektif gender sebagai tanda kantor dukung perempuan.
Untuk mendorong mereka supaya dapat berkarier dengan baik, pemerintah telah berupaya membuat aturan yang menjamin hak-hak khusus pekerja perempuan sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang (UU) Ketenagakerjaan. Tetapi sayangnya, banyak pekerja perempuan yang masih belum menyadari bahwa hal ini adalah hak dasar yang harus diterima oleh pekerja perempuan, seperti cuti haid, melahirkan, durasi jam kerja dan fasilitas antar jemput bagi mereka yang bertugas malam hari. Ditambah lagi, meski sudah tahu ada aturan semacam itu dalam UU, banyak perusahaan yang masih mengabaikannya.
Untuk terus menggaungkan isu hak-hak pekerja perempuan ini, Magdalene didukung oleh Investing in Women, sebuah inisiatif dari pemerintah Australia, dan Indonesia Business Coalition for Women Empowerment (IBCWE) menyelenggarakan kompetisi video #KantorDukungPerempuan. Dalam video-video kompetisi tersebut yang diikuti perwakilan 64 kantor tersebut, tergambar bagaimana perusahaan dapat mendukung para pekerja perempuannya.
Berikut ini beberapa tanda kantor dukung perempuan yang diceritakan para peserta kompetisi tersebut terkait inisiatif dan kebijakan di perusahaannya. Mereka menilai, kebijakan ramah perempuan tersebut telah menciptakan kondisi yang aman dan nyaman bagi perempuan untuk bekerja serta meniti tangga kariernya.
1. Penuhi Hak-hak Dasar Pekerja Perempuan
Perusahaan-perusahaan yang mengikuti kompetisi #KantorDukungPerempuan setidaknya sudah memenuhi beberapa hak-hak dasar pekerja perempuan seperti cuti hamil dan melahirkan, cuti haid, serta cuti saat keguguran. Mereka juga menyediakan ruang laktasi dan pekerja perempuan dapat mengakses fasilitas khusus seperti antar-jemput pada jam tertentu.
Berbeda dari perusahaan-perusahaan ini, perusahaan lain masih mempersulit pekerja perempuannya mendapat cuti haid, salah satunya di pabrik es krim AICE yang kasusnya diekspos media tahun lalu.
Ada argumen perusahaan bahwa ketika pekerja perempuan mengajukan cuti haid, mereka bisa saja berbohong dan tidak benar-benar sakit parah ketika haid, sehingga berdampak pada produktivitas mereka. Padahal, sakit atau pun tidak, cuti haid merupakan hak yang semestinya bisa perempuan ambil.
Beberapa perusahaan mengharuskan adanya surat keterangan dokter lebih dulu saat pekerja perempuan hendak mengambil cuti ini. Tetapi di sebagian perusahaan lainnya seperti Radio Volare, sebuah radio lokal di Kalimantan Barat, dan Organisasi Koalisi Seni, pekerja perempuan mendapat kemudahan untuk mengambil cuti haid selama mengomunikasikannya ke pihak kantor.
2. Dukung Pekerja Perempuan Capai Posisi Strategis
Perempuan sulit naik ke posisi strategis di perusahaan masih menjadi isu kesenjangan gender di tempat kerja hingga saat ini. Hambatan ini dikenal dengan konsep glass ceiling, yakni hambatan tidak terlihat yang dialami oleh perempuan atau kelompok minoritas untuk menempati posisi atas.
Hambatan ini dimulai dari level individual, di mana perempuan mesti berupaya ekstra dari laki-laki untuk memperlihatkan kemampuan diri mereka. Dalam banyak kasus, meski sudah memperlihatkan kapabilitasnya, pekerja perempuan masih tidak dipercaya sebagai pemimpin karena stereotip negatif yang dilekatkan kepada mereka (lebih emosional, kurang berdedikasi karena harus membagi waktu dengan urusan domestik, tidak sejago laki-laki dalam mengelola perusahaan, dan sebagainya).
Namun, di beberapa perusahaan seperti Bank BTPN, Organisasi SOS Children Village, dan Koalisi Seni Indonesia, hambatan bagi pekerja perempuan seperti ini diminimalisasi. Mereka membuka peluang seluas-luasnya untuk jenjang karier lebih tinggi, baik bagi pekerja perempuan maupun laki-laki. Ini menjadi tanda kantor dukung perempuan lainnya.
Contohnya di Bank BTPN Indonesia, setiap tahunnya para pegawai dinilai melalui Key perfomance index (KPI)-nya. Dalam penilaian tersebut, tidak ada penilaian yang dipengaruhi oleh gender para karyawan.
3. Ada SOP Penanganan Kasus Kekerasan Seksual
Walaupun kasus kekerasan seksual fisik maupun nonfisik jamak ditemukan di kantor-kantor, belum banyak perusahaan yang memiliki standard operational procedure (SOP) penanganan hal tersebut. Tapi, tidak demikian di kantor SOS Children’s Village dan Bank BTPN.
Kedua institusi ini sudah memiliki sistem penanganan keluhan kekerasan seksual yang jelas. Dalam SOP SOS Children’s Village, sesuatu yang tergolong pelecehan seksual mencakup “melontarkan lelucon berbau seksual”, “tuntutan atau permintaan pelayanan seksual (permainan orang yang mempunyai otoritas dalam menawarkan kenaikan/promosi, dengan imbalan pelayanan seksual)”, “panggilan telepon/SMS/surat/e-mail yang bermuatan seksual”, dan “gerakan tubuh dan sikap yang tidak senonoh”.
Jika seorang pekerja menjadi korban pelecehan seksual dan tak berani menegur langsung pelakunya, dia dapat menyampaikan keluhan kepada departemen SDM melalui penyelia yang bersangkutan.
Sementara di Bank BTPN, bahkan tersedia juga layanan konsultasi hukum untuk kasus perceraian dan lain-lain, agar karyawan perempuan BTPN tidak buta hukum.
4. Layanan Konseling dengan Psikolog untuk Pekerja
Saat ini kesadaran tentang isu kesehatan mental di level individu sedang meningkat, termasuk yang berkaitan dengan beban pekerjaan. Akan tetapi di level perusahaan, hal ini masih belum menjadi isu penting. Padahal, kesehatan mental sangat berpengaruh terhadap kinerja pekerja.
Sisiliya Fujiya salah seorang karyawan BTPN mengatakan bahwa kantornya sudah mulai menyadari bahwa isu ini sangat penting, terutama bagi pekerja perempuan. Di kantornya tersebut disediakan layanan konseling dengan psikolog bagi para karyawan sehingga mereka bisa menceritakan keluhan-keluhan yang tidak dapat mereka sampaikan ke keluarga atau rekan kerja lainnya. Layanan konseling ini sangat membantu karyawan, terlebih pekerja perempuan karena kerap kali mereka mengalami tekanan mental besar akibat beban ganda bekerja di kantor dan mengurus tugas domestik di rumah.
5. Jam Kerja Fleksibel
Sebelum pandemi, banyak pekerja yang harus berjam-jam berada di jalan untuk menuju ke kantor. Hal ini tentu saja melelahkan, apalagi jika kamu adalah seorang ibu bekerja. Kamu perlu bangun lebih pagi dari semua orang di rumah untuk mempersiapkan segala macam keperluan keluarga di rumah, kadang ada yang harus mengantar anaknya sekolah dulu, dan baru berangkat ke kantor. Belum lagi bila ada urusan di sekolah anak yang mengharuskan orang tuanya datang atau ketika anak tiba-tiba sakit. Beban seperti ini yang membuat banyak ibu bekerja tidak sanggup mengatur waktu, pikiran, dan energi antara urusan domestik dan publik, hingga akhirnya mereka memilih resign.
Perusahaan sering kali kurang memahami konteks dan hambatan berlapis yang dialami oleh pekerja perempuan seperti ini. Namun, beruntung bagi sebagian perempuan yang bekerja di beberapa kantor peserta kompetisi video #KantorDukungPerempuan. Di perusahaan asuransi FWD, Koalisi Seni, SOS Children’s Village, misalnya, diterapkan kebijakan jam kerja fleksibel yang memudahkan pekerja perempuan menjalankan perannya, baik secara profesional maupun sebagai istri dan ibu.
6. Dapat Membawa Anak ke Kantor
Bagi ibu bekerja, apalagi jika anaknya masih kecil dan tidak ada babysitter yang membantu mengurus anak, sering kali mereka was-was saat meninggalkan anaknya. Selain itu, akses untuk day care pun tidak terlalu banyak dan kalaupun ada, sering kali biayanya mahal.
Di sebagian perusahaan, pekerja tidak diperkenankan membawa anak karena berpotensi mengganggu kinerja harian mereka. Tetapi tidak demikian di kantor Radio Volare, Koalisi Seni, dan SOS Children’s Village. Mereka memahami betul kebutuhan pekerja saat memiliki anak, apalagi yang masih kecil dan butuh pengawasan lebih. Karena itu, mereka menunjukkan tanda kantor dukung perempuan lainnya dengan memperbolehkan pekerjanya untuk membawa anak ke kantor.
7. Dukungan bagi Pekerja Hamil Selain Cuti Melahirkan
Tidak hanya memenuhi hak dasar seperti cuti hamil dan melahirkan saja, sudah ada juga loh perusahaan yang mendukung pekerjanya yang tengah hamil agar mereka lebih nyaman bekerja. Contohnya seperti dirasakan oleh pekerja perempuan di PT Adis Dimension Footwear.
Di perusahaan ini, mereka bisa mengakses konsultasi gratis dengan dokter kandungan dan bidan yang sudah disediakan oleh perusahaan. Tidak hanya itu, PT Adis Dimension Footwear juga menyediakan katering makanan untuk pekerja perempuannya, agar para pekerjanya mendapat asupan makanan bergizi.
8. Cuti Ayah untuk Bantu Istri Pasca-melahirkan
Cuti melahirkan baik untuk pekerja perempuan maupun laki-laki memang masih menjadi pro dan kontra, sebab bersinggungan dengan keuangan dan produktivitas pekerja di perusahaan. Jenis cuti ini sering banget dianggap membawa kerugian untuk perusahaan karena mereka tetap harus membayar pekerja yang cuti selama beberapa bulan. Maka itu, tidak jarang perusahaan yang belum memberi hak cuti melahirkan memadai bagi pekerjanya, apalagi pekerja laki-laki.
Padahal, dalam UU Ketenagakerjaan pasal 93 ayat 2 disebutkan, “Pengusaha wajib membayar upah apabila pekerja/buruh menikah, menikahkan, mengkhitankan, membaptiskan anaknya, istri melahirkan atau keguguran kandungan, suami atau istri atau anak atau menantu atau orang tua atau mertua atau anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia”. Lebih lanjut dalam pasal 92 ayat 4 dinyatakan, pekerja yang tidak masuk karena istri melahirkan atau keguguran dibayar selama dua hari.
Cuti berbayar selama dua hari bagi ayah ini dirasa sangat kurang mengingat sakit atau beratnya beban perempuan sehabis melahirkan. Karenanya, beberapa perusahaan berinisiatif membuat kebijakan progresif seperti pemberian cuti ayah bagi pekerja laki-laki yang istrinya baru melahirkan. Hal ini bisa ditemukan misalnya di Bank BTPN, Opal Communication, dan Lingkar Temu Kabupaten Lestari. Di Opal Communication, pekerja laki-laki bahkan bisa mengakses cuti ayah selama sebulan untuk membantu istrinya di rumah.
Durasi cuti ayah di tiap perusahaan memang masih berbeda-beda. Tetapi, mengingat sudah ada perusahaan yang memperhatikan isu ini, seharusnya masalah cuti ayah mendapat perhatian lebih dari pemerintah dan juga perusahaan lainnya. Dengan mengakomodasi laki-laki untuk berperan lebih dalam urusan rumah tangga dan anak, pemerintah dan perusahaan sebenarnya juga membantu meringankan beban ganda perempuan yang kerap menyandungnya dalam perjalanan menapaki tangga karier.