Mbak Ines tadi menyebutkan bahwa tidak perlu 10 sampai 15 tahun lagi prosesnya karena sekarang lebih banyak orang yang terlibat. Beberapa orang mungkin berpikir, ‘Apa itu enggak terlalu terburu-buru?’. Mereka mungkin masih ragu dan takut dengan vaksin, jadi bagaimana kita bisa tahu bahwa vaksin itu aman dan efektif?
Saya paham kalau orang mungkin berpikir, “Kok bisa secepat ini.. aneh juga.” Namun, patut diingat bahwa proses pengembangannya juga luar biasa transparan. Ada banyak sekali informasi tentang proses pengembangan vaksin, data-datanya begitu cepat dipublikasi. Informasi yang dikomunikasikan di masa kini sangat cepat. Transparansi ini memberi saya keyakinan akan keamanan vaksin.
Selain itu, semua vaksin yang digunakan dievaluasi oleh otoritas-otoritas setempat (BPOM, FDA, EMA). Tugas mereka adalah mengevaluasi semua data yang diberikan kepada mereka dari tahap pengujian pertama hingga terakhir. Kemudian para peneliti dalam otoritas tersebut akan menganalisis ulang data yang diperoleh untuk mempertimbangkan apakah mereka setuju dengan kesimpulan yang dibuat oleh peneliti pengembang vaksin tersebut.
Ada satu kasus di Amerika mengenai vaksin Pfizer, setelah jutaan divaksinasi, beberapa ratus orang melaporkan adanya reaksi alergi. Itu langsung ketahuan dan langsung diambil langkah. Meskipun risikonya rendah, mereka sudah bersiap untuk itu. Setelah divaksin kan kita disuruh tunggu 30 menit, nah, itu untuk memastikan tidak ada reaksi alergi yang cepat terjadi. Jika memang ada, di situ sudah ada personel yang siap menanganinya.
Banyak orang yang masih bingung tentang cara kerja vaksin, mengapa harus disuntik dan bagaimana vaksin mencegah virus. Bisa enggak Mbak Ines memberi kami penjelasan yang sederhana?
Vaksin itu sebenarnya adalah alat untuk mengajari tubuh kita mengenali suatu virus. Sehingga jika tubuh kita terpapar virus, vaksin dapat mencegah virus itu menginfeksi tubuh kita dengan lebih cepat.
Pada dasarnya, ada tiga sel penting dalam sistem imun kita. Yang pertama itu sel dendritik; dia bertindak sebagai unit yang berpatroli mencari benda asing di dalam tubuh kita. Setelah dia dapat benda asingnya, dia akan “makan” benda asing itu dan memprosesnya. Ini adalah caranya untuk mengajarkan sel yang lain tentang benda asing tersebut (dalam hal ini, virus).
Sel lainnya adalah sel B dan sel T. Dengan bantuan informasi dari sel dendritik, sel B akan membuat antibodi khusus untuk melawan virus. Apabila antibodinya tidak bekerja melawan virus, sel T bertindak sebagai rencana cadangan. Tugasnya adalah mencari sel-sel yang terinfeksi oleh virus yang lepas dari perlawanan antibodi dan melenyapkannya.
Gunanya vaksin itu adalah memungkinkan sel-sel ini untuk mengidentifikasi virus tanpa harus terpapar virus terlebih dahulu. Itulah keindahan dari vaksin. Paling banter tubuh kamu akan terasa tidak enak setelah suntik vaksin, itu normal. Demam ringan dan sejenisnya menunjukkan bahwa sistem imun kita menerima vaksin dengan baik.
Sejujurnya, saya lebih khawatir terhadap orang-orang yang bilang bahwa mereka tidak merasakan apa-apa setelah vaksinasi. Patut dicurigai, ada respons imun atau tidak, nih? Karena vaksin seharusnya menstimulasi sistem imun kita, dan ketika distimulasi, kita pasti merasakan sesuatu di tubuh kita. Jadi begitulah cara kerja vaksin, dia adalah master educator bagi tubuh kita untuk menciptakan antibodi yang relevan.
Baca juga: Herawati Sudoyo Bicara Soal Tantangan Menjadi Ilmuwan Perempuan
Seperti kita ketahui, kan masih banyak orang yang belum mempercayai manfaat dari vaksin, terutama untuk anak-anak. Bagaimana tanggapan Mbak mengenai hal ini?
Sayangnya, orang-orang dapat bersifat skeptis terhadap vaksin karena mereka tidak pernah melihat langsung dampak penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin itu. Misalnya saya, saya enggak pernah ketemu orang yang dulu menderita polio. Tetapi di generasi orang tua saya, mereka hampir pasti kenal seseorang yang pernah menderita polio ketika masih kecil dan mereka dapat melihat sendiri dampak polio itu, termasuk menjadi cacat seumur hidup.
Vaksin sangat efisien dalam mencegah penyakit, sedemikian rupa sehingga itu malah menjadi kekurangan terbesarnya, karena setelah penyakit itu tuntas dibasmi, orang akan bilang, “Enggak apa-apa lah, biar aja tertular penyakit”. Mereka tidak mempertimbangkan efek jangka panjang dari penyakit tersebut.
Sama seperti COVID-19, beberapa orang bilang, “Ah, COVID-19 doang, enggak apa-apa kalau kena”. Kamu tidak tahu efek jangka panjangnya, karena ini penyakit baru. Sekalipun kita sudah sembuh, atau tidak ada gejala, bukan berarti tidak terjadi apa-apa di dalam tubuh kita. Jadi vaksinasi itu menurunkan semua risikonya.
Tetapi susah untuk menghadapi orang-orang yang memiliki pola pikir seperti itu. Di Australia, kebanyakan dari mereka tinggal di daerah-daerah kaya. Mereka hidup dalam segala kenyamanan dan keamanannya, tidak pernah melihat apa yang dilakukan oleh virus dan penyakit menular. Sebenarnya mereka adalah korban dari gelembung mereka sendiri. Dan banyak yang baru akan menyadari pentingnya mendapatkan vaksinasi ketika anak-anak mereka terkena penyakit tersebut.