
Fenomena ‘Glossing’ di Tempat Kerja: Ketika “Biar Kelihatan Oke” Malah Jadi Bumerang
Di dunia kerja, tampil profesional sering dianggap kunci utama buat sukses. Kita dituntut buat kelihatan jago, percaya diri, dan bisa ngerjain tugas dengan mulus tanpa cela. Tapi, tekanan seperti itu kadang bikin orang jadi merasa harus nutupin kekurangan, pura-pura ngerti hal yang sebenarnya enggak paham, atau malah sembunyiin masalah yang terjadi di tim. Nah, kebiasaan ini dikenal dengan istilah glossing.
Glossing bisa kejadian di mana aja, mulai dari obrolan sesama rekan kerja, diskusi dengan atasan, sampai komunikasi antar divisi. Sekilas, kesannya kayak bikin suasana kerja tetap adem ayem. Tapi, kalau ini dibiarkan terus-terusan, justru bisa jadi bom waktu.
Soalnya, lingkungan kerja yang sehat itu dasarnya transparansi dan komunikasi yang terbuka. Kalau terlalu sering glossing, keputusan yang diambil bisa jadi enggak akurat karena informasinya tidak jujur. Dampaknya? Inovasi bisa terhambat, masalah makin numpuk, dan akhirnya budaya kerja jadi toxic, penuh basa-basi, tapi minim solusi.
Apa Sih Glossing di Tempat Kerja?
Pernah enggak sih, pura-pura paham waktu dikasih tugas, padahal di dalam hati bingung banget? Atau, pernah juga lihat tim yang pas laporan kerja cuma nunjukin hasil bagusnya aja, tapi masalah-masalah di balik layar ditutup rapat? Nah, perilaku sperti ini dikenal dengan istilah glossing.
Dikutip dari Business insider, ‘Glossing’ at work is a form of toxic positivity — and your boss may be guilty of it, glossing itu sebenarnya berasal dari bahasa Inggris, artinya kurang lebih “menutupi” atau “bikin sesuatu kelihatan lebih baik dari kenyataan.” Di dunia kerja, ini berarti sikap menutupi kekurangan, pura-pura paham, atau menyembunyikan kesalahan agar citra profesional tetap aman.
Contohnya:
- Karyawan yang manggut-manggut waktu dikasih instruksi, tapi aslinya enggak ngerti sama sekali.
- Manajer yang nutupin konflik atau masalah tim, agar atasan enggak tahu ada yang salah.
- Tim proyek yang waktu presentasi ke klien cuma bahas suksesnya saja, padahal di belakang layar penuh drama dan hambatan.
- Perusahaan yang menyembunyikan kekurangan produk, agar reputasi di mata pelanggan tetap kinclong.
Baca Juga: Apa itu ‘Glossophobia’: Rasa Takut yang Bisa Hambat Kemajuan Kariermu
Kenapa Orang Sering Melakukan Glossing?
Sebenarnya, ada banyak alasan kenapa orang milih buat “main aman” pakai glossing di tempat kerja:
- Takut Dicap Tidak Kompet
Banyak yang merasa harus selalu kelihatan jago di kantor. Mengaku salah atau bilang tidak paham kadang bikin mereka takut dianggap enggak bisa kerja, apalagi sama atasan atau rekan tim.
- Budaya Kantor yang Anti Salah
Ada juga lingkungan kerja yang kaku, salah dikit langsung dimarahin. Kalau sudah begini, orang jadi lebih pilih menutupi kesalahan daripada jujur, karena ruang buat belajar dari kegagalan itu sangat minim.
- Tekanan Harus Selalu Berprestasi
Di kantor yang atmosfernya super kompetitif, kadang cuma hasil bagus yang dihargai. Jadi, orang atau tim merasa wajib memberikan laporan yang mulus, agar kelihatan sukses, walaupun kenyataannya tidak seindah itu.
- Takut Konflik
Mengaku ada masalah sering kali membuat konflik, apalagi kalau melibatkan banyak orang. Agar tidak ribut, beberapa orang akhirnya lebih milih diam dan cuma memperlihatkan hal-hal positif aja.
- Komunikasi yang Kurang Terbuka
Kalau di kantor enggak ada budaya komunikasi yang terbuka, informasi yang sampai ke atasan sering sudah “disaring” dulu biar kelihatan bagus. Masalahnya, keputusan yang diambil jadi tidak sesuai sama kenyataan di lapangan.
Baca Juga: ‘Brilliant Jerks’: Bagaimana Menghadapi Karyawan Hebat yang Menyebalkan
Dampak Buruk Glossing di Tempat Kerja yang Sering Dianggap Sepele
Sekilas, glossing di kantor memang seperti jalan pintas yang aman, bisa buat jaga nama baik, hindari konflik, atau nutupin kekurangan agar tidak kelihatan di depan atasan. Tapi, kalau kebiasaan ini dibiarkan terus, efeknya bisa sangat merugikan, baik buat kamu sendiri, tim, maupun perusahaan tempat kamu kerja. Masih dari Business insider, berikut dampak buruknya.
- Kepercayaan dalam Tim Jadi Renggang
Kerja dengan tim itu kuncinya saling percaya. Tapi, kalau ada yang suka nutup-nutupin informasi atau kasih laporan yang cuma kelihatan yang bagus saja, rasa percaya bisa runtuh. Lama-lama, rekan kerja jadi saling curiga, komunikasi pun jadi kaku. Bukannya kompak, yang ada malah kerjaan makin berantakan.
- Keputusan Bisnis Bisa Meleset
Atasan atau manajer tuh biasanya ambil keputusan berdasarkan laporan dari tim. Nah, kalau laporan itu udah dipoles agar kelihatan mulus, hasil keputusan yang diambil bisa meleset jauh dari kenyataan. Ujung-ujungnya, strategi bisnis bisa gagal atau malah bikin masalah baru.
- Karyawan Jadi Makin Stres
Percaya deh, pura-pura baik-baik aja di tempat kerja itu capek banget. Orang yang sering glossing biasanya merasa tertekan untuk terus menjaga citra palsu. Ada masalah, tapi tidak bisa cerita. Ada kesalahan, tapi takut ketahuan. Akhirnya, stres sendiri dan kesehatan mental bisa terganggu.
- Inovasi dan Perbaikan Mandek
Tim yang sehat itu biasanya belajar dari kesalahan dan menemukan solusi bersama. Tapi, kalau kesalahan malah ditutup-tutupi, masalah asli jadi enggak pernah ketahuan. Alhasil, perbaikan pun susah dilakukan. Ide-ide kreatif buat berkembang juga jadi terhambat karena semua orang lebih fokus tampil “sempurna.”
- Budaya Kantor Jadi Toxic
Kalau glossing dibiarkan terus-menerus, bisa-bisa ini jadi budaya di perusahaan. Semua orang berlomba-lomba tampil bagus, padahal di balik itu banyak yang ditutupi. Lingkungan kerja jadi penuh kepalsuan, lebih mementingkan pencitraan ketimbang hasil nyata. Kalau sudah begini, produktivitas tim pasti bakal kena imbasnya.
Baca Juga: Di Balik Menolak Pujian: Rendahnya Kepercayaan Diri Hingga Budaya
Cara Mengatasi Glossing di Tempat Kerja
Glossing di kantor itu ibarat racun pelan-pelan, kalau dibiarkan, bisa jadi kebiasaan yang nempel banget di budaya kerja. Apalagi kalau lingkungan kerjanya lebih mementingkan pencitraan daripada kejujuran. Tapi tenang, ada kok langkah-langkah yang bisa dilakukan agar glossing tidak jadi budaya di tempat kerja kamu. Dikutip dari Forbes, Managers Are ‘Glossing’ Over Workplace Issues And Pushing Toxic Positivity, According To Report, ini dia beberapa cara yang bisa dicoba:
- Bangun Lingkungan Kerja yang Jujur dan Transparan
Seringnya, orang pilih menutupi kesalahan atau pura-pura mengerti karena takut dinilai jelek. Makanya, sangat penting untuk perusahaan menciptakan suasana kerja yang mengutamakan kejujuran. Kalau salah, ya enggak apa-apa, selama mau belajar dan memperbaiki. Jadi, karyawan tidak merasa harus selalu tampil sempurna.
- Jangan Takut Sama Kegagalan, Anggap Itu Proses
Tidak ada yang suka gagal, tapi kalau setiap kesalahan langsung dimarahin habis-habisan, orang pasti jadi takut melakukan kesalahan. Akhirnya, glossing jadi solusi. Padahal, gagal itu sangat wajar. Perusahaan sebaiknya memberikan ruang buat karyawan belajar dari kesalahan, tanpa harus merasa karier mereka bakal tamat.
- Ciptakan Komunikasi yang Terbuka dan Sehat
Komunikasi yang jujur itu kunci buat menghindari glossing. Buat suasana di mana setiap orang berani bicara soal masalah tanpa rasa takut. Misalnya:
- Terapkan “no blame culture“, jadi setiap ada masalah, fokusnya mencari solusi, bukan cari siapa yang salah.
- Ajarkan komunikasi asertif, supaya semua orang bisa nyampaikan pendapat dengan jelas, tanpa takut dihakimi.
- Manajer bisa lebih sering ngobrol langsung sama anggota tim, misalnya lewat sesi one-on-one, agar tahu kendala yang dihadapi karyawan sehari-hari.
- Nilai Kinerja Berdasarkan Hasil, Bukan Sekadar Pencitraan
Kalau sistem penilaian kerja lebih melihat siapa yang paling “terlihat sibuk” atau “paling sering dapat pujian”, glossing bakal terus tumbuh. Karena itu, pastikan evaluasi kinerja lebih fokus ke hasil nyata, bukan cuma seberapa bagus seseorang ‘menjual’ dirinya.
Read More