Ini cerita tentang seorang ibu yang berusaha mengejar kariernya setelah melahirkan. Di tengah kepayahan itu, ia kerap dihakimi karena menyalahi kodrat perempuan dan tidak diam di rumah saja mengurus anak dan rumah.
Namun, ia masih beruntung karena punya suami dan adik ipar yang mendukungnya untuk bekerja. Sementara, banyak ibu di luar sana yang mungkin tidak mendapatkan dukungan yang sama.
Tak sedikit pula orang berpikir bahwa ibu memilih bekerja itu sama saja menelantarkan anak. Padahal, banyak ibu yang berjuang bekerja untuk kehidupan anak yang lebih baik. Selain itu, setiap orang punya cara masing-masing untuk membangun hubungan emosional dengan anak.
Miskonsepsi kodrat tentang seorang perempuan sebagai ibu pun berlanjut pada keyakinan kedua bahwa ibu memerlukan anak-anaknya. Hal ini berdasarkan keyakinan bahwa secara kodrati, perempuan dilahirkan dengan naluri keibuan mereka, padahal menurut Ann Oakley, feminis dari Inggris kalau instuisi ibu sebenarnya tidak ada. Karena banyak sekali perempuan yang baru saja menjadi seorang ibu, ternyata masih belum begitu paham atau bahkan tidak mengetahui sama sekali cara menyusui atau mengurus anak mereka saat mereka sakit.
Kapasitas perempuan mengenai cara menyusui atau merawat anak yang sakit bukan berdasarkan insting seorang ibu yang otomatis dimiliki, tetapi justru karena mereka belajar dan mengamati dari anggota keluarga mereka sendiri. Naluri ibu tercipta karena pengalaman dan rutinitas yang ada, sangat persis dengan kita yang sudah lama bekerja dalam suatu bidang tertentu. Secara alami, ketika ada suatu permasalahan datang, kita langsung bertindak sesuai pengalaman dan rutinitas yang sudah biasa kita kerjakan berulang kali tanpa diselimuti rasa panik berlebih.
Hal ini menjadi sebuah fakta kalau ibu bukan dilahirkan, melainkan dibuat dari konstruksi sosial budaya yang ada. Insting seorang ibu tidak pernah otomatis ada di dalam diri seorang perempuan, namun naluri ibu baru datang waktu seorang perempuan sudah menjadi ibu dan mengalami berbagai macam kesukaran dalam mengurus anak-anak.
Perempuan bisa menjadi seorang ibu tidak ada korelasinya dengan kepemilikan ovari atau rahim, melainkan karena perempuan dibentuk secara sosial dan kultural untuk menjadi ibu.