Sains dan Empati: Senjata Keberhasilan Pemimpin Perempuan Kendalikan COVID-19

Memiliki Empati dan Tidak Menang Sendiri

Direktur Eksekutif Yayasan PLAN Internasional, Dini Widiastuti mengatakan, benang merah dari keberhasilan pemimpin-pemimpin tersebut adalah mereka lebih banyak menampakkan sisi inklusif dan empati terhadap sesama ketimbang bersikap heroik sendirian.

“Dalam setiap pidatonya, Ardern memperlihatkan bagaimana ia mencoba untuk  inklusif bersama-sama. Dan ada kehati-hatian dalam tiap pidato Ardern dia enggak selalu mengatakan saya tahu jawabannya, karena situasinya penuh ketidakpastian” ujar Dini dalam wawancara dengan podcast Magdalene’s Mind.

Sikap empati juga diperlihatkan oleh Perdana Menteri Norwegia, Erna Solberg, dalam berkomunikasi dengan masyarakat. Ia juga membuat konferensi khusus untuk anak-anak di awal krisis, menjawab pertanyaan-pertanyaan polos dari anak-anak seperti, “Mengapa aku tidak bisa merayakan ulang tahun saat ini?” Solberg menjawab pertanyaan itu dengan tenang dan bahkan memberikan saran untuk anak tersebut. Selain itu, ia juga mengingatkan kepada mereka bahwa “Tidak apa-apa untuk merasa takut, dalam situasi seperti ini.”

Selain peduli terhadap sesama, Dini dari Yayasan Plan Internasional mengatakan, pemimpin perempuan ini juga secara terbuka menyadari banyak kerentanan yang akan dialami ke depannya. Namun gaya kepemimpinan seperti ini sering kali diidentikkan dengan sebuah kelemahan. Dalam masyarakat yang patriarkal, ketika pemimpin yang lebih banyak laki-laki  memperlihatkan empati dan kasih sayangnya, mereka dinilai tidak tegas dalam memimpin.  

Namun akibat dari krisis COVID-19 ini, stereotip terhadap gaya kepemimpinan yang empati dikoyak habis-habisan. Dini membandingkan bagaimana sikap-sikap pemimpin di tiga negara dengan jumlah kasus tertinggi di dunia, yaitu, Amerika, Rusia, dan Brazil memiliki model kepemimpinan yang jauh berbeda dari negara-negara yang berhasil.

“Mereka lebih instruksional, dan lebih macho. Contohnya seperti Donald Trump yang selalu bersikap  menggampangkan pandemi yang terjadi dan juga sangat tidak berempati. Kalau Ardern  dan pemimpin perempuan kendalikan covid-19 lainnya mereka cenderung melakukan sharing power dan tidak mau menang sendiri,” tambah Dini.