Realita, Cinta, dan Romantisasi Kekerasan di Layar Lebar

Tahun lalu, film asal Polandia “365 Days” sempat ramai diperbincangkan setelah tayang di Netflix. Bercerita tentang romansa antara mafia Italia Massimo Torricelli dengan Laura Biel, seorang direktur penjualan sebuah hotel di Warsawa, Polandia, film ini menuai banyak kritik

karena dianggap mengglorifikasi kekerasan seksual terhadap perempuan.

Kritik terhadap film tersebut juga berlaku untuk banyak film yang mengangkat tema kekerasan seksual lainnya, baik dari dalam maupun luar negeri.

Apa saja akibat pelanggengan kekerasan terhadap perempuan dalam film ya? Ada enggak sih, film-film lain yang ngomong soal kekerasan terhadap perempuan tapi enggak diglorifikasi?

Read More

Cerita Cinta Toksik Dalam Fiksi: Yay or Nay?

Siapa yang enggak kenal novel Fifty Shades of Grey dengan karakter Anastasia Steele dan pengusaha muda Christian Grey yang dibumbui aktivitas sadomasokis diterbitkan pada 2011 dan langsung booming di kalangan para pembaca perempuan. DI balik kesuksesan novel yang sudah diadaptasi ke layar lebar ini, banyak juga timbul perdebatan batas antara etika, kekerasan seksual dan emosional.

Ya berbicara soal kekerasan dan hubungan toksik di cerita fiksi romantis memang masih muncul dua kubu, ada yang bilang itu cuma fiksi doang santai dong, tapi ada juga yang bilang fiksi pun bisa jadi mempengaruhi para penikmatnya.

Semua memang kembali ke konsumen sih, tapi ada baiknya kita juga perlu punya saringan supaya cerita toksik semacam itu enggak memengaruhi kita sehingga enggak ada pemakluman terhadap kekerasan. Sebagai konsumen pun kita juga butuh percintaan lain yang enggak melulu toksik.


Nah apa saja yang bisa kita lakukan supaya cerita-cerita percintaah memiliki narasi yang beragam ya? Yuk simak cerita selengkapnya dalam podcast FTW Media episode terbaru ini!

Read More
potret perempuan dalam iklan

Sumur, Dapur, Kasur Potret Perempuan dalam Iklan

Pernah enggak kamu memperhatikan iklan-iklan yang cuma memperlihatkan perempuan mengurus rumah tangga aja, sedangkan laki-laki bekerja di luar rumah. Sementara dalam iklan produk kecantikan, perempuan selalu dituntut tampil cantik dan wangi untuk kepentingan laki-laki. 

Iklan televisi bisa dibilang merupakan salah satu media yang efektif buat menyampaikan pesan secara luas. Iklan disampaikan dengan secara persuasif untuk akhirnya mendatangkan recall yang tinggi dan menciptakan keinginan para konsumen akhirnya tertarik untuk membeli.

Potret perempuan dalam iklan sering dipakai dan dibilang sangat efektif untuk membujuk konsumen. Kita pasti sering sekali melihat penggambaran potret perempuan dipakai dalam iklan media elektronik seperti televisi.

Penggambaran perempuan yang sebatas ruang domestik seperti dalam gambar kaleng Khong Guan kayaknya sudah jadi standar atau playbook yang kudu dipatuhi, bahwa kalau pengen produknya dibeli perempuan, ya harus menampilkan perempuan yang distandarisasi juga penggambarannya.

Contohnya, penggambaran perempuan yang ruang geraknya hanya dalam ranah domestik, meja makan atau dapur itu misalnya. Nggak cuma dalam kemasan produk, dalam iklan-iklan produk yang sama, penggambaran semacam itu secara otomatis juga jadi pilihan.

Atau seperti produk-produk yang sebenarnya menyasar kaum pria, tetapi di iklannya sering sekali menampilkan model perempuan seksi yang tidak ada hubungannya dengan produk yang dijual. Potret perempuan dalam iklan ini seperti jadi hal yang biasa di era sekarang ini.

Potret perempuan dalam iklan seakan-akan dibuat menjadi alat untuk memasarkan produk saja. Tubuh yang dieksploitasi hanya untuk melepaskan definisi cantik versi standarisasi market dengan cara memamerkan bagian rambut yang panjang dan lebat untuk iklan shampo atau dalam iklan obat kurus yang menampilkan perempuan dengan fisik yang ramping.

Iklan yang cuma memperlihatkan fisik dari perempuan bisa kita bilang mengandung eksploitasi. Eksploitasi merupakan pengusahaan, pendayagunaan atau pemanfaatan, kalau dilihat memang eksploitasi tidak selalu bersifat buruk tapi bisa punya value yang baik. Tetapi dalam hal ini bergantung dari konteksnya.

Jangan dikira iklan produk itu enggak ada dampaknya, loh. Apa saja dampaknya? Apakah sudah ada perubahan ke arah yang lebih baik? Episode terbaru podcast FTW Media yang satu ini mengupas tuntas soal ini. Cuss dengerin!

Read More