bentuk kekerasan di tempat kerja

Kenali Bentuk Kekerasan yang Sering Terjadi di Tempat Kerja

Belum lama ini, di media sosial viral dengan berita kasus dugaan kekerasan dan pelecehan terhadap karyawan studio game Brandoville. Beberapa pekerjanya, lewat akun X yang beredar, mengaku mengalami berbagai bentuk kekerasan. Mulai dari fisik, emosional, verbal, sampai diskriminasi, rasisme, seksisme, dan eksploitasi.

Kekerasan di tempat kerja itu sebenarnya bisa muncul dalam berbagai bentuk. Enggak melulu soal perkelahian fisik seperti yang kita sering lihat di film, tapi bisa lebih luas dari itu. Kekerasan di tempat kerja bisa terjadi secara verbal, psikologis, bahkan dalam bentuk pelecehan seksual. Intinya, segala tindakan yang bikin orang enggak nyaman, tersakiti, atau tertekan di tempat kerja bisa dibilang sebagai bentuk kekerasan.

Kekerasan di tempat kerja juga bisa terjadi dalam situasi di mana seseorang menggunakan posisinya yang lebih tinggi (misalnya bos ke bawahan) buat memanfaatkan orang lain dengan cara yang enggak wajar. Ini bukan cuma soal bos marah-marah, tapi lebih ke situasi di mana kamu merasa enggak aman dan dihargai.

Bisa dibilang, kekerasan di tempat kerja adalah segala bentuk perilaku yang bikin orang merasa terancam, tersudut, atau tidak berdaya. Baik itu karena perkataan, perlakuan, atau tindakan yang diterima di tempat kerja. Terlepas dari apakah itu dilakukan secara sengaja atau tidak, dampaknya tetap aja bikin stres dan tidak sehat.

Baca Juga: Awas, Kekerasan Seksual Hantui Perempuan Pelamar Kerja

Penyebab Terjadinya Kekerasan di Tempat Kerja

Kekerasan di tempat kerja enggak terjadi begitu saja tanpa alasan. Biasanya ada beberapa faktor yang memicu munculnya tindakan kekerasan, baik secara fisik, verbal, maupun psikologis.

Dikutip Canadian Centre for Occupational Health and Safety, Violence and Harassment in the Workplace, berikut ini beberapa penyebab umum yang dapat memicu kekerasan di lingkungan kerja:

Faktor Lingkungan Kerja

Lingkungan kerja punya pengaruh besar terhadap perilaku karyawan. Tempat kerja yang enggak mendukung suasana nyaman atau aman bisa memicu terjadinya kekerasan. Misalnya, tempat kerja yang penuh tekanan, atau minim fasilitas keamanan. Kondisi tersebut bisa meningkatkan tingkat stres karyawan, yang pada akhirnya membuat mereka lebih rentan untuk terlibat dalam konflik.

Selain itu, jika perusahaan enggak punya kebijakan yang jelas untuk menangani kekerasan atau pelecehan, karyawan mungkin merasa tidak ada perlindungan, sehingga pelaku kekerasan merasa bebas untuk melakukan tindakan tersebut tanpa takut dikenai sanksi.

Faktor Individu

Setiap individu punya latar belakang dan masalah masing-masing, dan kadang-kadang, masalah personal bisa terbawa ke tempat kerja. Ada beberapa individu yang memiliki kecenderungan lebih besar untuk melakukan kekerasan karena karakter atau masalah pribadi yang mereka hadapi. Misalnya, seseorang yang memiliki masalah emosi yang tidak terkontrol atau sedang berada dalam tekanan emosional dari kehidupan pribadinya, lebih mungkin untuk meledak dan berperilaku agresif di tempat kerja.

Konflik Antar Rekan Kerja

Tempat kerja sering kali menjadi ladang konflik, terutama ketika ada persaingan yang tidak sehat di antara rekan kerja. Misalnya, perebutan posisi, perbedaan pandangan atau gaya kerja. Konflik yang enggak diatasi dengan baik dapat berubah menjadi tindakan kekerasan, baik secara verbal, emosional, maupun fisik.

Tekanan dan Tuntutan Kerja

Stres yang berlebihan akibat tekanan kerja yang tinggi juga menjadi salah satu penyebab utama kekerasan di tempat kerja. Karyawan yang merasa terbebani dengan target yang nggak realistis, deadline yang ketat, atau tugas yang berlebihan sering kali merespons dengan kemarahan atau frustrasi yang bisa meledak ke arah kekerasan.

Tekanan dari atasan yang terus-menerus menuntut hasil tanpa memperhatikan kondisi karyawan juga bisa memicu kekerasan.

Tekanan kerja yang tinggi ini tidak cuma datang dari manajemen, tapi juga dari harapan diri sendiri yang terlalu tinggi atau tuntutan dari lingkungan kerja yang kompetitif. Ketika seseorang merasa tidak mampu memenuhi harapan, mereka bisa merasa terpojok dan reaktif, bahkan sampai melakukan kekerasan.

Budaya Kerja yang Tidak Sehat

Budaya kerja juga punya peran penting dalam menciptakan lingkungan yang aman atau sebaliknya. Jika perusahaan memiliki budaya yang terlalu kompetitif tanpa memperhatikan kesejahteraan karyawan, kekerasan lebih mungkin terjadi. Di tempat kerja di mana pelecehan atau intimidasi dianggap hal yang biasa, karyawan akan merasa tidak berdaya dan kekerasan akan terus berlanjut.

Baca Juga: Stop Bullying: Langkah-langkah Cegah di Tempat Kerja

Tindakan yang Harus Dilakukan Ketika Mengalami Kekerasan

Mengalami kekerasan di tempat kerja tentu bukan hal yang mudah. Baik itu kekerasan fisik, verbal, emosional, maupun seksual, semuanya bisa berdampak buruk pada kesehatan mental dan fisik seseorang. Namun, ada langkah-langkah penting yang bisa dilakukan untuk melindungi diri dan menghadapi situasi tersebut dengan tepat. Psychology Today, Violence in the Workplace, berikut adalah beberapa tindakan yang bisa diambil ketika mengalami kekerasan di tempat kerja:

1. Tetap Tenang dan Jangan Panik

Langkah pertama yang harus dilakukan ketika menghadapi kekerasan adalah mencoba untuk tetap tenang. Meskipun ini sangat sulit, panik hanya akan memperburuk situasi. Dengan kepala dingin, kamu bisa lebih jernih dalam mengambil keputusan dan menyusun langkah berikutnya.

2. Kumpulkan Bukti

Saat kamu menjadi korban, sangat penting untuk mengumpulkan bukti sebanyak mungkin. Bukti ini bisa dalam bentuk rekaman percakapan, email, pesan teks, atau bahkan saksi mata. Semakin lengkap bukti yang kamu miliki, semakin kuat kasus kamu jika nantinya perlu melapor kepada pihak berwenang atau HRD.

3. Cari Dukungan dari Rekan Kerja

Dukungan dari rekan kerja bisa sangat membantu dalam menghadapi situasi kekerasan di tempat kerja. Teman-teman di kantor bisa menjadi saksi yang memperkuat laporan kamu, sekaligus memberikan dukungan emosional yang kamu butuhkan. Jangan ragu untuk berbicara kepada rekan kerja, terutama jika mereka juga mengalami situasi serupa.

Baca Juga: Apa itu ‘Power Harassment’, Kekerasan yang Dinormalisasi di Dunia Kerja

4. Pertimbangkan Bantuan Hukum

Jika perusahaan tidak menindaklanjuti laporan kekerasan atau jika kekerasan yang kamu alami sangat serius, mencari bantuan hukum mungkin menjadi pilihan yang tepat. Banyak organisasi yang menyediakan dukungan hukum bagi korban kekerasan di tempat kerja, termasuk konseling gratis dan pendampingan hukum.

Kamu dapat mencoba menghubungi lembaga perlindungan tenaga kerja untuk mendapatkan saran tentang langkah hukum yang bisa diambil. Mereka bisa membantu kamu dalam memahami hak-hak sebagai pekerja dan apa yang bisa dilakukan jika perusahaan tidak melindungi kamu sebagai karyawannya.

Read More
menghadapi bullying di kantor

Jadi Korban ‘Bullying’ di Kantor? Lakukan Hal ini

Pada 1 September 2021, kita digegerkan oleh surat terbuka lelaki “MS” yang mengaku dilecehkan dan jadi korban pelecehan seksual di Komisi Penyiaran Indonesia. Konon, sejak 2012, ia kerap diintimidasi, dihina, ditelanjangi, dicoret buah zakarnya dengan spidol, juga dipaksa membelikan makanan.

Karena perundungan tersebut, MS harus bolak balik ke rumah sakit karena tertekan. Dua kali melapor ke polisi pada 2019 dan 2020, tapi diabaikan. Kasusnya jadi perhatian publik usai surat terbukanya viral di media sosial.

Apa yang dialami MS adalah bukti bahwa perundungan adalah masalah nyata di lingkungan kerja. Bullying bukan hanya merusak mental korban, tetapi juga berdampak pada produktivitas dan kesejahteraan seluruh tim.

Mengenali Bullying di Kantor

Bullying di tempat kerja bisa terjadi dalam berbagai bentuk, dan mengenali tanda-tandanya merupakan langkah penting dalam melindungi diri dan rekan kerja. Dikutip Signs and Effects of Workplace Bullying (2023) di Verywell Mind, denan memahami karakteristik bullying, kita dapat lebih cepat bertindak.

1. Bentuk-bentuk Bullying

Bullying dapat muncul dalam bentuk verbal, fisik, atau non-verbal. Tindakan melecehkan, mengolok-olok, atau merendahkan secara terus-menerus merupakan contoh bullying verbal. Sementara itu, tindakan mengisolasi atau menyebarkan gosip termasuk dalam bentuk non-verbal yang merugikan.

Baca Juga: Pelecehan Seksual di Industri Film dan Kenapa Perlu Lebih Banyak Pekerja Film Perempuan

2. Pentingnya Mengamati Perubahan 

Perubahan perilaku yang tiba-tiba, seperti penarikan diri, perasaan cemas, atau bahkan peningkatan ketegangan, dapat menjadi indikator seseorang sedang mengalami bullying. Observasi terhadap perubahan ini membantu dalam mendeteksi kasus bullying lebih awal.

3. Mengenali Bullying dalam Dunia Maya

Bullying di tempat kerja tak hanya terjadi di ruang fisik kantor. Melalui platform digital, seperti email atau media sosial perusahaan, tindakan cyberbullying juga bisa meracuni lingkungan kerja. Mengenali perubahan perilaku online juga menjadi kunci dalam menghadapi bullying.

4. Dampak pada Individu dan Tim

Memahami bahwa bullying tidak hanya memengaruhi individu yang menjadi korban, tetapi juga tim secara keseluruhan. Atmosfer kerja yang negatif dapat merusak hubungan antar rekan, menurunkan produktivitas kerja, dan bahkan menciptakan ketidakstabilan di dalam organisasi.

5. Pentingnya Komunikasi Terbuka

Untuk mengenali bullying, komunikasi terbuka dalam tim menjadi krusial. Menciptakan lingkungan di mana setiap orang merasa nyaman untuk berbicara tentang pengalaman mereka membantu dalam mendeteksi dan mencegah bullying sejak dini.

Baca Juga: Ciri Lingkungan Kerja yang Sehat: Produktif dan Karyawan yang Sejahtera

Efek Bullying pada Individu

Dikutip dari Klik Dokter, 7 Dampak Bullying bagi Psikologis Korban dan Pelaku (2023), bullying di tempat kerja tidak hanya merugikan secara fisik, tetapi juga berimbas pada kesehatan mental korban. Terus-menerus mengalami perlakuan buruk dapat menimbulkan stres kronis, kecemasan, dan bahkan depresi. Mereka mungkin mengalami penurunan harga diri karena merasa tidak dihargai dan sering kali merasa terisolasi dalam lingkungan kerja.

Efek ini tidak hanya terbatas pada saat bekerja, tapi juga kehidupan pribadi korban, menciptakan ketidakseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan. Dalam kasus MS, kualitas relasinya dengan istri dan keluarga berantakan karena ia dilanda stres berat. 

Selain itu, korban bullying cenderung mengalami penurunan produktivitas dan motivasi, yang pada gilirannya dapat merusak karier mereka.

Adanya dampak psikologis ini tidak hanya menyangkut individu yang langsung terlibat, tetapi juga merambah ke seluruh tim, menciptakan lingkungan kerja yang toksik dan dapat merugikan produktivitas keseluruhan. Oleh karena itu, penting bagi organisasi untuk mengatasi bullying di tempat kerja secara serius demi melindungi kesejahteraan psikologis dan profesional karyawan.

Mengatasi Bullying di Kantor: Panduan Langkah demi Langkah

Menghadapi kasus bullying di tempat kerja memerlukan pendekatan yang sistematis dan berfokus pada pencegahan. Dikutip dari The Muse, Don’t Let Workplace Bullies Win—Here’s How to Spot Them and Stop Them, berikut adalah panduan langkah demi langkah yang dapat membantu individu dan organisasi mengatasi masalah ini.

  • Membangun Kesadaran

Langkah pertama dalam mengatasi bullying adalah dengan meningkatkan kesadaran di antara semua anggota tim. Workshop, seminar, atau kampanye internal dapat membantu mengedukasi karyawan tentang bentuk-bentuk bullying dan dampaknya.

  • Menciptakan Kebijakan Anti-Bullying

Penting untuk memiliki kebijakan anti-bullying yang jelas dan mudah dipahami oleh seluruh anggota organisasi. Kebijakan ini harus mencakup definisi bullying, tindakan yang dianggap sebagai bullying, dan konsekuensi bagi pelakunya.

  • Membuat Lingkungan Aman untuk Melaporkan

Menciptakan saluran yang aman untuk melaporkan insiden bullying sangat penting. Karyawan perlu merasa yakin bahwa laporan mereka akan ditangani secara rahasia dan adil tanpa takut akan represalias.

  • Pendekatan Resolusi Secara Internal

Dalam kasus-kasus yang lebih ringan, upaya resolusi secara internal dapat diambil. Ini melibatkan mediasi antara korban dan pelaku, dipandu oleh pihak yang netral, dengan tujuan mencapai pemahaman dan perdamaian.

  • Dokumentasi dan Pelaporan

Karyawan yang mengalami bullying harus didorong untuk mendokumentasikan setiap insiden dengan rinci, termasuk tanggal, waktu, dan saksi-saksi yang terlibat. Informasi ini dapat membantu dalam penyelidikan lebih lanjut.

  • Melibatkan Manajemen dan HR

Jika kasus bullying tidak dapat diatasi secara internal, melibatkan manajemen dan departemen sumber daya manusia (HR) adalah langkah berikutnya. Mereka dapat melakukan penyelidikan lebih lanjut dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai dengan kebijakan perusahaan.

  • Penyelidikan yang Adil

Proses penyelidikan harus dilakukan dengan adil dan transparan. Keterlibatan pihak yang netral dan independen dapat memastikan bahwa penilaian kasus tidak dipengaruhi oleh bias internal.

  • Menanggapi dengan Tegas

Jika pelaku terbukti bersalah, langkah-langkah tegas harus diambil sesuai dengan kebijakan perusahaan. Ini dapat mencakup peringatan, sanksi, atau bahkan pemecatan tergantung pada tingkat keparahan kasus.

Baca Juga: Jenis Masalah Mental di Tempat Kerja: Apa Tanda, Penyebab, dan Solusinya?

  • Memberikan Dukungan kepada Korban

Penting untuk memberikan dukungan psikologis kepada korban bullying. Ini dapat melibatkan konseling atau dukungan dari tim sumber daya manusia untuk membantu mereka pulih dari dampak psikologis yang mungkin mereka alami.

Peran Pemimpin dalam Pencegahan Bullying di Kantor

Pemimpin perusahaan memegang peran krusial dalam membentuk budaya organisasi yang bebas dari bullying. Dengan memimpin dengan contoh positif, mereka tidak hanya memberikan standar tinggi dalam berinteraksi, tetapi juga menciptakan norma-nilai yang mengecualikan perilaku merendahkan.

Pemimpin harus secara aktif mendukung kebijakan anti-bullying, tidak hanya dengan mengumumkannya, tetapi juga dengan mempraktikkannya dalam setiap aspek kepemimpinan mereka. Melalui komunikasi terbuka, pemimpin dapat memberikan penekanan pada pentingnya menghormati satu sama lain, membangun kerjasama, dan menciptakan lingkungan kerja yang inklusif.

Mereka harus proaktif dalam mendeteksi dan menanggapi tanda-tanda bullying, memastikan bahwa setiap karyawan merasa didengar dan dilindungi. Pelibatan pemimpin dalam pelatihan anti-bullying untuk tim manajerial dan karyawan juga menjadi kunci, memberikan pemahaman yang mendalam tentang dampak bullying dan cara mencegahnya. Dengan melibatkan pemimpin sebagai agen perubahan, organisasi dapat membentuk budaya kerja yang menjunjung tinggi nilai-nilai etika, empati, dan saling menghormati, yang pada akhirnya akan melindungi kesejahteraan mental dan emosional semua anggota tim.

Read More