Sonia Sotomayor Hakim Agung Perempuan dalam Pelantikan Presiden Amerika Joe Biden dan Kamala Harris
Lahir di daerah Bronx, Kota New York 66 tahun lalu, Sonia Sotomayor merupakan Hakim Agung di Mahkamah Agung Amerika Serikat. Ia pertama kali diangkat pada tahun 2009 oleh presiden saat itu, Barrack Obama, dan merupakan hakim agung perempuan keturunan Amerika Latin pertama yang menjabat sebagai hakim agung.
Baca Juga: 6 Hal yang Membuat Kamu Jadi Pemimpin Idola
Dalam pelantikan Presiden dan Wakil Presiden ke- 49 Amerika Serikat baru-baru ini, Sotomayor merupakan hakim agung yang memandu Wakil Presiden Kamala Harris dalam pengucapan sumpahnya. Dikutip dari CNN, Kamala yang memilih Sotomayor untuk memandunya sebab ia merupakan Hakim Agung perempuan Latin pertama Aung menjabat di Mahkamah Agung Amerika Serikat. Harris juga menganggap Sotomayor merupakan perempuan yang menginspirasi.
Profil Sonia Sotomayor Hakim Agung Perempuan Hispanik Pertama
Sonia Sotomayor mengenyam pendidikan sarjana di Princeton University dan lulus pada 1976 dengan peringkat summa cum laude. Ia lalu melanjutkan pendidikan dan mendapat gelar doktor dari Sekolah Hukum Yale pada 1979. Pada tahun 1984, ia bekerja sebagai Asisten Jaksa Wilayah di Kota New York selama 4,5 tahun sebelum masuk ke sektor swasta. Sotomayor juga berperan aktif sebagai Dewan Direktur organisasi hak asasi manusia Puerto Rican Legal Defense and Education Fund, lembaga pinjaman negara bagian New York, serta Dewan Keuangan Kampanye Kota New York.
Baca Juga: Perempuan Pemimpin dalam Film: Kurang Representasi, Diseksualisasi
Sotomayor lahir dari orang tua yang berasal dari Puerto Rico. Saat itu keduanya memutuskan untuk meninggalkan Puerto Rico dan pergi ke Amerika Serikat. Keduanya bertemu dan memutuskan untuk menikah lalu tinggal di Bronx.
Sotomayor Besar dalam Keluarga yang Tidak Harmonis
Sejak kecil, Sotomayor dibesarkan oleh ayah yang pemabuk dan ia pun juga tidak terlalu dekat dengan sang ibu secara emosional. Sotomayor lebih dekat dengan sang nenek dan menganggap neneknyalah yang berjasa memberi ia perlindungan serta tujuan. Meski demikian, sang ibu Celina Sotomayor merupakan orang paling berpengaruh dalam pendidikan Sonia Sotomayor, dan Sotomayor mengatakan bahwa ibunya merupakan dorongan besar di dalam hidupnya.
Baca Juga: Tokoh Perempuan Disney Masih Terjebak Stereotip Negatif Perempuan Pemimpin
Terlepas dari keadaan keluarganya, Sotomayor merupakan anak perempuan yang sangat terinspirasi oleh karakter fiksi Nancy Drew, seorang detektif cilik yang cekatan serta jenius. Karena membaca buku-buku Nancy Drew, Sotomayor mengatakan ingin menjadi seorang detektif ketika ia besar nanti. Namun, karena ia mengidap penyakit diabetes, dokter menyarankannya untuk berkarier di bidang lain. Akhirnya Sotomayor pun mengganti minatnya pada pekerjaan di bidang hukum karena terinspirasi juga oleh sebuah serial televisi berjudul Perry Mason, dan bertekad ingin menjadi seorang hakim.
Kehidupan Perkuliahan Sonia Sotomayor
Sebagai seorang perempuan keturunan Amerika Latin pada saat itu, bersekolah di kampus bergengsi Ivy League seperti Princeton University merupakan tantangan yang besar bagi Sotomayor. Ia mendapatkan beasiswa di Princeton University dan mulai belajar soal hukum di sana. Masa-masa di Princeton bagi Sotomayor merupakan pengalaman yang mengubah hidupnya.
Waktu itu, di universitas tersebut, sangat sedikit perempuan dan orang Hispanik yang bersekolah di sana. Kosakata bahasa Inggris serta kemampuan menulisnya belum terlalu cemerlang sehingga ia harus belajar ekstra keras untuk mengejar ketinggalan. Ia menghabiskan waktu berjam-jam di perpustakaan, bertanya serta belajar dengan profesornya di luar jam perkuliahan, dan lain sebagainya. Walaupun di awal-awal ia tertinggal jauh, semester berikutnya semua nilai mata kuliahnya mendapatkan A.
Baca Juga: Theresa Kachindamoto Pemimpin Perempuan penyelamat Anak-Anak Perempuan Malawi
Dalam wawancaranya bersama dengan jurnalis Savannah Guthrie pada tahun 2013, ia mengatakan bahwa saat itu ia sangat takut dengan kondisi yang ia hadapi.
“Ketika kamu datang dari latar belakang sepertiku dan masuk ke dunia yang sangat berbeda dari duniamu, kamu pun pasti merasa takut,” katanya.
Ketika ia lulus dari Princeton, ia memilih untuk menjadi advokat untuk para mahasiswa latin lainnya sebagai pendiri The Latino Student Organization. Setelah lulus dari Princeton, Sotomayor mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan sekolahnya di Sekolah Hukum Yale. Profesor di Yale, Jose A. Cabranes merupakan mentor pertamanya untuk berhasil melakukan transisi dan bekerja dalam “sistem”.
Awal Karier Sonia Sotomayor dalam Bidang Hukum
Atas rekomendasi dari Cabranes, Sonia Sotomayor bekerja sebagai asisten dari Jaksa Wilayah New York, Robert Morgenthau, mulai 1979. Saat itu, tingkat kejahatan di kota New York sangat tinggi, dan staf Morgenthau terbebani dengan banyak sekali kasus. Seperti jaksa pemula lainnya, Sotomayor menangani berbagai macam kasus mulai dari prostitusi, pencurian, perampokan, hingga pembunuhan. Dalam melakukan pekerjaannya, Sotomayor tidak gentar ketika harus melakukan inspeksi ke wilayah-wilayah yang keras atau kondisi-kondisi berat ketika mewawancarai saksi. Dalam persidangan, Sotomayor juga efektif dalam melakukan pemeriksaan silang dan menerangkan dengan sederhana agar para juri dapat mengerti kasusnya.
Baca Juga: Kepemimpinan Perempuan Era Orde Baru: Jadi Istri dan Ibu Nomor Satu
Beberapa kasus besar ia pernah tangani adalah kasus “Tarzan Murder” pada 1983, di mana ia membantu untuk menghukum Richard Maddicks yang melakukan kejahatan merampok apartemen dan membunuh korbannya.
Mantan Presiden Obama Menominasikan Sotomayor sebagai Hakim Agung pada 2009
Pada tahun 2009, setelah Hakim David H Souter mengumumkan akan pensiun, Presiden Barack Obama menominasikan Sotomayor ke Mahkamah Agung. Terlepas dari komentar-komentar yang menentang pencalonan tersebut, Sotomayor secara resmi menjadi hakim agung pada tahun itu.
Dalam sidang pengukuhannya sebagai hakim agung AS, ia berkata bahwa falsafah yudisialnya adalah “kesetiaan pada hukum, dan sebagai hakim, saya bekerja untuk menerapkan hukum bukan membuat hukum.”
Read More