Saya jadi tertarik bertanya, misalnya ada perempuan pekerja baru yang tahu ada suatu diskriminasi atau yang tidak benar di kantor, apakah dia sebaiknya maju atau mengonfrontasi, atau lebih baik membangun sekutu dulu?
Kalau baru, tentunya lebih elegan bila kita menyampaikan kritikan ke orang-orang yang kita tahu bisa mengerti. Jadi itu sebabnya, sebelum bersuara, kita harus kenal dulu orang-orang itu, bangun sekutu dengan mereka yang bisa mendukung kita kalau kita mau protes tentang suatu hal.
Kesan itu sangat penting. Saat kita sebagai anak baru dilabel terlalu agresif atau ambisius karena langsung mengkritik, akan sulit memperbaikinya, akan membuang banyak energi juga.
Berarti kita perlu lebih strategis dalam bersikap ya, Bu?
Iya, dan itu bisa dipelajari. Ini bukan sepenuhnya soal bakat. Memang lagi-lagi ini tricky, tapi banyak orang yang bisa melakukannya, jadi kenapa kita enggak bisa?
Perusahaan-perusahaan dalam mencari kandidat untuk diterima bekerja, biasanya memilih orang yang sudah biasa berorganisasi. Kenapa? Karena orang-orang yang sudah terbiasa berorganisasi itu biasa bersosialisasi dan bekerja sama dengan baik dalam tim, apalagi kalau mereka sudah pernah jadi leader di organisasinya. Jadi learning curve-nya lebih landai, adaptasinya lebih gampang. Itu sebabnya pengalaman berorganisasi menjadi penting banget dan perlu dipupuk sejak dini, enggak cuma saat kita sudah kuliah saja.
Baca Juga: Perempuan Pemimpin dalam Film: Kurang Representasi, Diseksualisasi
Dengan punya pengalaman berorganisasi, people skill kita akan lebih baik dibandingkan dengan orang-orang yang enggak gaul, yang anti sosial. Ini maksud saya contoh bagaimana kemampuan [bersikap strategis] itu bisa dipelajari dan diasah.