Meneladani Kepemimpinan Jacinda Ardern di Tengah Pandemi

Kepemimpinan Jacinda Ardern

Menjadi motivator publik adalah hal yang penting bagi para pemimpin, namun banyak yang gagal. Penelitian tersebut menunjukkan “pengarahan” terlalu sering dipakai, sementara dua elemen lainnya jarang disentuh.

Respons Ardern terhadap COVID-19 menggunakan ketiga pendekatan tersebut. Dalam mengarahkan rakyat Selandia Baru agar “diam di rumah agar orang lain selamat”, dia turut menawarkan makna dan tujuan atas arahan tersebut.

Dengan turut mengakui tantangan agar diam di rumah—mulai dari kehidupan keluarga dan kerja yang terganggu, hingga tidak dapat menghadiri pemakaman orang yang dikasihi—dia menunjukkan empati dalam permohonannya tersebut.

Konferensi pers pada 23 Maret yang mengumumkan karantina wilayah Selandia Baru adalah contoh pendekatan lihai Ardern, dimulai dari pidato yang dibuat dengan hati-hati, dan dilanjutkan sesi tanya jawab dengan media secara ekstensif.

Sementara itu, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson telah merekam terlebih dahulu pengumuman pada 24 Maret terkait karantina wilayah negaranya. Saat itu, media tidak diberi kesempatan untuk bertanya terkait kebijakan yang diambil, sementara dia membingkai situasi tersebut sebagai sebuah “instruksi” pemerintah, dengan menekankan secara tegas langkah-langkah yang dapat dilakukan pemerintah dalam menegakkan kebijakan tersebut.

Jika Ardern memadukan pengarahan, kepedulian, dan pembangunan makna, Johnson cenderung mencari “kepatuhan”.

Memberikan Kesempatan Beradaptasi

Pendekatan Arden juga kuat merefleksikan apa yang telah lama disebut akademisi Harvard bidang kepemimpinan Profesor Ronald Heifetz sebagai vital, meski juga jarang dan sulit dilakukan, dalam memimpin di tengah perubahan.

Ardern memanfaatkan pengumuman yang disiarkan di televisi dan sesi Facebook Live secara reguler untuk membingkai dengan jelas pertanyaan-pertanyaan dan isu-isu utama yang memerlukan perhatian.

Yang juga konsisten dengan ajaran Heifetz adalah bagaimana Ardern mengembangkan kerangka kerja yang transparan terkait tingkat bahaya dalam pengambilan keputusan—kerangka kerja level peringatan pemerintah Selandia Baru—yang memberikan orang-orang kesempatan agar dapat memahami apa yang terjadi dan mengapa.

Yang terpenting, kerangka kerja yang terdiri atas empat level tersebut dirilis dan dijelaskan sejak dini, dua hari sebelum karantina wilayah total diumumkan. Bandingkan dengan pesan-pesan yang saling bertolak belakang dan terkadang membingungkan dari pemimpin negara lain seperti Australia dan Inggris.

Baca juga: Kesamaan Gaya Memimpin 2 Wali Kota Perempuan di Tengah Pandemi