Lian Gogali: Suara dari Perempuan Poso
Merlian “Lian” Gogali merupakan aktivis yang berfokus membangun perdamaian di Poso, Sulawesi Tengah, dengan memberdayakan perempuan di daerah yang pernah dilanda konflik mematikan tersebut.
Baca Juga: Titi Anggraini: Perempuan Dukung Perempuan untuk Karier yang Lebih Baik
Lian lahir di Taliwan, Poso pada 28 April 1978. Saat konflik Poso pecah pada akhir dekade 1990an dan awal 2000, ia sedang melanjutkan pendidikan masternya di Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Ketika ia pulang ke kampung halamannya, ia terpukul melihat dampak konflik pada masyarakat, terutama perempuan.
Podcast tentang Tips Membangun Koneksi dan Kolaborasi ala Lian Gogali
Dari pengalaman tersebut, Lian pun bertekad untuk mencari tahu apa penyebab konflik tersebut. Ia melakukan penelitian untuk tesisnya dan mewawancarai perempuan dan anak-anak di Poso. Setiap komunitas ia tanyai dan ia perhatikan bagaimana mereka berinteraksi. Dari situ Lian menemukan bahwa para perempuan Poso turut andil dalam menciptakan perdamaian antar komunitas.
Setelah menyelesaikan tesisnya, Lian bekerja di beberapa lembaga swadaya masyarakat hingga akhirnya ia mendirikan Institut Mosintuwu pada 2010. Dalam wawancara bersama dengan podcast Indonesia, How Women Lead, Lian mengatakan fokus dari Mosintuwu Institute adalah emansipasi ekonomi, sosial budaya dan politik masyarakat Poso, melalui pemberdayaan perempuan dan anak.
Baca Juga: 10 Rekomendasi Film tentang Perempuan Pemimpin
Agar berjalan dengan lancar, Lian menggunakan metode dengan konteks lokal agar kurikulum sekolah pembaharu desa dari Mosintuwu Institute bisa relevan dengan perempuan Poso. Di sinilah Lian mulai memahami betapa membangun koneksi dengan warga lokal sangat penting untuk kemajuan desa.
Membangun Koneksi dengan Menjadi Pendengar Aktif
Selama mengembangkan Mosintuwu Institute, Lian banyak mendapatkan pelajaran ketika berbincang dengan perempuan-perempuan Poso. Salah satunya adalah mengenai pentingnya mendengarkan secara aktif saat kita berbicara dengan orang lain. Menurut Lian, mendengarkan berarti memberi ruang bagi orang terutama perempuan, untuk bersuara.
Bagi Lian, mendengarkan itu bukan hanya upaya satu orang saja, tetapi dua orang yang memiliki kemauan untuk memahami hidup sehari-hari antara satu sama lain. Lian mengatakan, mendengarkan merupakan prinsip dasar dalam berkomunikasi.
Baca Juga: Jadi Perempuan Pemimpin di Kampus Bantu Persiapkan Diri Di Dunia Kerja
“Apalagi kalau kita mendengarkan cerita perempuan, itu seperti radio, padat sekali frekuensinya. Nah, untuk mendapatkan saluran yang tepat, kita perlu berhati-hati karena lapisannya banyak. Sering kali apa yang dibicarakan perempuan itu malah bukan suara mereka,” ujar Lian kepada How Women Lead.
Suara perempuan sering kali tidak terdengar, menurutnya, karena mereka mengadopsi suara-suara di sekitar mereka yang sebagian besar adalah laki-laki. Padahal, Lian melihat bahwa perempuan memiliki suaranya sendiri serta memiliki cara berpikir sendiri.
“Nah, di sekolah ini pelajaran paling pertama adalah belajar mendengarkan. Sebab mendengarkan itu sulit, soalnya semua orang ingin bercerita,” kata Lian.
Lian Gogali: Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan Saat Membangun Koneksi
Sebelum kita menyadari pentingnya mendengarkan secara teliti dan tekun apa yang ingin lawan bicara kita sampaikan, Lian menyadari ada beberapa pilihan bahasa atau slogan yang digunakan oleh lawan bicara kita, dan kita perlu memahami pilihan bahasa tersebut.
“Misalnya, kata damai. Ketika berbicara tentang damai, damai yang mereka bicarakan itu adalah damai yang ditawarkan kepada mereka untuk mereka mini sebagai keyakinan mereka. Kita perlu memeriksa betul konsep bahasa yang digunakan oleh perempuannya, apakah memang benar konsep tersebut benar-benar apa yang ingin mereka sampaikan,” kata Lian.
Baca Juga: Perempuan Indonesia Pascakemerdekaan: Perjuangkan Kesetaraan dalam Pernikahan
Menurutnya, penggunaan bahasa yang dekat dengan lawan bicara kita adalah salah satu jalan terbaik dalam membangun koneksi. Berdasarkan pengamatan Lian, selama ini pemerintah gagal terhubung dengan masyarakat sebab menggunakan bahasa yang tidak memiliki akar emosional dengan masyarakat.
“Apalagi kalau berkaitan dengan kebijakan nasional, yang paling dekat itu ngomongin soal social distancing saja, ini orang-orang desa bakal bertanya, loh itu apa? Apalagi kalau penjelasannya panjang dengan bahasa Indonesia. Itu yang membuat masyarakat memahaminya berbeda dengan yang kita tawarkan,” ujarnya.
Dari hasil pengamatan itu, Lian pun jadi paham bahwa penggunaan bahasa lokal itu sangat penting dalam penyampaian informasi-informasi untuk warga desa.
Membangun Koneksi dan Memberdayakan Perempuan Poso
Berkat inisiatif yang dilakukan oleh Lian Gogali, saat ini banyak perempuan-perempuan Poso yang terbantu. Sekolah Perempuan dari Institut Mosintuwu tidak hanya mengajarkan cara mendengarkan yang baik, tapi juga bagaimana menguatkan ekonomi solidaritas antar perempuan. Hal ini Lian lakukan sebab ia ingin perempuan Poso mandiri secara ekonomi.
Baca Juga: 5 Tokoh Perempuan Pembuat Kebijakan di Sektor Ekonomi dan Keuangan
“Ketika dipraktikkan di lapangan, dia enggak bisa sendirian. Mereka perlu juga bekerja bersama-sama. Salah satu contohnya pasar Salukaya yang didirikan oleh ibu-ibu di sekolah perempuan. Jadi kemampuan yang diajarkan di sekolah perempuan harus dapat menjawab konteks daerah tersebut. Dari sini terlihat ini ah pentingnya untuk berkolaborasi dengan semua pihak,” kata Lian
Read More