Titi Anggraini dukung perempuan berkarier

Titi Anggraini: Perempuan Dukung Perempuan untuk Karier yang Lebih Baik

Titi Anggraini percaya bahwa salah satu kunci keberhasilan perempuan dalam kariernya adalah dengan adanya dukungan dari sesama perempuan itu sendiri. Perempuan kelahiran Palembang, 12 Oktober 1979 ini merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Ia merupakan aktivis dan juga pengamat pemilihan umum (pemilu) dan demokrasi, yang juga sanga tertarik pada isu perempuan dalam politik. 

Baca Juga: Gelap-Terang Rekam Jejak Aung San Suu Kyi dalam Politik Myanmar

Saat ini Titi Anggraini menjabat sebagai Dewan Pembina Organisasi Perkumpulan Pemilu untuk pemilu dan Demokrasi (Perludem), setelah  10 tahun menjabat sebagai direktur eksekutif dari organisasi tersebut. Sejak di bangku perkuliahan, Titi memang memiliki minat terhadap isu pemilihan umum, dan sejak berkuliah ia sudah banyak terjun dan membantu dalam isu pemilu.  

Wawancara Titi Anggraini bersama How Women Lead Soal Perempuan dalam Politik

Dalam episode 5 podcast How Women Lead, Titi Anggraini banyak bercerita tentang pengalaman selama berkecimpung di dunia pemilu serta politik. Salah satu isu yang ia sorot adalah soal representasi perempuan dalam dunia politik.  Titi memahami bahwa ranah politik memang sangat maskulin dan masih belum ramah terhadap politisi perempuan. Banyak sekali tantangan yang dihadapi oleh perempuan, saat ia ingin terjun ke dalam ranah politik, mulai dari ongkos politik, pengetahuan soal politik, dan lain-lain. 

Awal Karier Titi Anggraini 

Awal karier Titi memang sudah fokus dalam isu pemilihan umum. Pada tahun 1999 ia menjadi anggota panitia pengawas pemilu tingkat pusat pada 1999, mewakili Universitas Indonesia. Saat itu panas diisi oleh orang-orang berlatar belakang dosen dan mahasiswa. 

Di tahun 2005, bersama dengan para tokoh besar lainnya, Titi Anggraini mendirikan organisasi Perludem yang berfokus pada isu pemilihan umum dan demokrasi. Tokoh lainnya yang berada di balik Perludem adalah Topo Santoso, Prof. Aswanto, Didik Supriyanto, serta Prof. Komarudin Hidayat. Saat itu Titi ditunjuk untuk menjadi sekretaris eksekutif. 

Baca Juga: Belajar Jadi Pemimpin dan Meniti Karier di Bidang STEM dari Nyoman Anjani

Namun, tentu saja dalam perjalanannya Perludem banyak mengalami hambatan, salah satunya karena orang-orang di balik Perludem memiliki kesibukan juga di luar organisasi. Pada 2008-2010, ketika Titi membantu Badan Pengawas pemilu (Bawaslu) sebagai koordinator Tim Ahli, ia merasa bawa ia perlu membesarkan Perludem. Akhirnya setelah itu Titi diminta untuk fokus mengurus Perludem.  

Male Panel dan Kurangnya Representasi Perempuan dalam Politik

Semenjak mendalami isu pemilihan umum, Titi memang memberi perhatian pada isu perempuan dalam politik. Di periode 2019-2024 saja, dari 575 anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), hanya ada 118 anggota perempuan atau 20,52 persen. Memang jika dibandingkan dengan periode-periode sebelumnya, jumlah ini bisa dibilang meningkat, tetapi tetap saja kuota perempuan yang seharusnya 30 persen atau yang sering kali kita sebut politik afirmasi masih belum terpenuhi. 

Peraturan ini sudah tertera jelas dalam Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum, UU No. 2/2008 tentang Partai Politik, dan UU No. 10/2008 tentang Pemilihan Umum Dewan Perwakilan Rakyat. Sering kali perempuan dilihat hanya sebagai syarat jenis kelamin dan mengabaikan kapasitas, potensi, dan perspektif perempuan. 

Baca Juga: Meski Ada Budaya Matrilineal, Jumlah Perempuan Masuk Politik di Sumbar Masih Rendah

Tidak hanya soal kuota 30 persen, dalam podcast How Women Lead, Titi juga bercerita soal keprihatinannya terhadap rekan-rekan yang mengabaikan pentingnya representasi perempuan dalam panel-panel diskusi soal pemilu. Yang paling ia ingat adalah salah satu pengalamannya dengan  Hadar Gumay, mantan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang juga memiliki perhatian dengan isu inklusivitas ini. Saat itu, pak Hadar menghubungi Titi untuk menjadi narasumber, sebab panel tersebut lebih banyak narasumber laki-laki. 

“Saya sengaja mengundurkan diri agar mbak Titi bisa menjadi narasumber di forum itu,” ucap Hadar pada Titi kala itu. 

Pentingnya Sisterhood untuk Karier Perempuan dalam Politik 

Di dalam lingkup politik, Titi menyadari pentingnya dukungan dari sesama perempuan agar karier perempuan dalam politik tersebut berkembang. Inklusivitas menjadi salah satu hal penting di dalam politik, baik perempuan maupun laki-laki berhak masuk dalam ranah politik. 

Sifat-sifat seperti welas asih dan merawat atau nurture menjadi salah satu hal yang Titi pegang dalam mengembangkan Perludem. Sejak ia menjabat sebagai Direktur Eksekutif Perludem, Titi dikenal sebagai pemimpin perempuan yang berempati, dan peduli terhadap para koleganya. Titi juga selalu memberikan arahan serta mengajak seluruh teman-teman di Perludem untuk sama-sama mengembangkan Perludem. 

Titi merasakan betul bagaimana manfaat sisterhood dalam pengembangan kariernya. Ia mengakui bahwa penguatan di antara sesama perempuan itu sangat penting dalam berorganisasi. 

“Maka dari itu revitalisasi sisterhood itu jadi sangat penting buat saya, dalam arti untuk saling mengingatkan pada konsep integritas,  memberi ruang akses kepada sesama perempuan, tidak saling menjatuhkan, nah ini yang betul-betul harus dihadirkan,” ujar Titi Anggraini. 

Read More
rekan kerja di kantor

10 Hal yang Tidak Boleh Kamu Katakan Terhadap Rekan Kerja di Kantor

Menjaga relasi profesional di kantor memang gampang-gampang susah ketika dijalankan. Ada saja tantangan bahkan hambatan yang kita hadapi di kantor apalagi  kaitannya dengan rekan kerja di kantor. Mungkin ini pengalaman pertamamu bekerja, dan kamu bingung apa yang perlu kamu lakukan agar tetap profesional. Atau mungkin saja ini kantor keduamu setelah resign dari kantor lama yang super toksik. 

Perusahaan Inklusif serta Ramah Perempuan

Semua orang pasti mendambakan punya kantor yang ideal, di mana perusahaan menghormati hak-hak pekerjanya serta memiliki peraturan penanganan kekerasan seksual. Tapi, tentu saja enggak semua perusahaan bisa ideal seperti itu. 

Baca Juga: Berkaca dari Australia: Cara Menangani Pelecehan Seksual di Tempat Kerja

Berkaitan dengan kantor yang ideal, ini juga berhubungan dengan rekan kerjamu. Sia-sia juga punya kantor yang ideal, namun rekan kerjanya nyebelin, bahkan toksik.  Karena itu, ada beberapa hal yang perlu kamu perhatikan waktu berinteraksi dengan rekan kerja.

Nah sebelum lanjut membaca tips dari kami, kamu juga bisa mampir ke salah satu podcast How Women Lead untuk mengetahui sejauh mana sih, perusahaan Indonesia menciptakan ruang yang inklusif untuk pekerjanya. 

Berikut ini beberapa hal yang jangan kamu katakan ke rekan kerjamu agar kehidupan kerjamu bisa damai. 

1. Rahasiakan Akun Media Sosial Kepada Rekan Kerja

Ini adalah hal pertama yang perlu kamu lakukan di kantor barumu. Please, jangan langsung bagikan akun sosial pribadi kamu ke rekan kerja. 

Loh, memang kenapa? Iya sih betul ada fitur Close Friend di Instagram, dan akun Twitter bisa digembok. Tapi, kami tetap menyarankan kamu untuk tidak melakukan hal tersebut. Media sosialmu adalah wilayah pribadi kamu, yang mending enggak kamu umbar-umbar dengan rekan kerja. 

2. Tidak Perlu Bawa-Bawa Pandangan Politik

Ini adalah hal klasik, tetapi sangat vital dalam menjaga relasi profesional. Kalian pasti punya satu atau dua orang teman yang ngomongin soal pandangan politik, lalu akhirnya berantem sendiri. Enggak cuma bikin geleng-geleng kepala, ini juga membuang-buang waktu dan tenaga. Alih-alih mendapat info dengan bertukar pendapat, eh ujung-ujungnya debat kusir enggak karuan. 

Baca Juga: Kebijakan SDM yang Lebih Inklusif Dorong Keberagaman di Tempat Kerja

Boleh-boleh saja membicarakan politik. Tetapi, jangan sampai pandangan politik yang berbeda malah bikin kalian berantem dan berakibat pada kinerja tim yang turun. 

3. Dilarang Bertanya Jumlah Gaji Rekanmu

Kamu orangnya kepo atau ingin tahu banget? Ya jangan sampai bertanya soal gaji saja.

Memang sih, di titik tertentu obrolan soal gaji sesama pekerja ini bisa membuka mata kita juga soal kesenjangan upah antargender. Tapi kalau sebenarnya di kantormu enggak ada isu itu, obrolan soal gaji rekan kerja malah bisa memicu pertengkaran di antara kalian sendiri.  

Selain enggak sopan, pertanyaan ini juga supersensitif. Lagipula, buat apa juga kamu tahu gaji rekan kerjamu? Lebih baik fokus saja bagaimana cara mengembangkan kariermu agar kamu juga bisa mendapat kenaikan gaji. 

4. Stop Melempar Lelucon Seksis

Kamu suka ngelawak tetapi leluconmu malah bikin risi rekan kerja perempuan? Yuk, mulai berhenti melemparkan lelucon seksis. Lelucon seksis merupakan sebuah lelucon yang merendahkan gender tertentu.

Tidak hanya lelucon saja, kadang-kadang di grup kantor ada saja yang melempar stiker Whatsapp atau konten seksual yang bikin  kita risi. Bukannya dianggap lucu, kamu malah bisa dianggap sebagai orang yang super nyebelin dan enggak sensitif sama rekan kerja. 

5. Jangan Bertanya Umur Rekan Kerjamu

Pertanyaan soal umur ini bagi sebagian orang juga sangat sensitif. Pakar-pakar SDM mengatakan bahwa sebagai pekerja, sebaiknya kamu menghindari bertanya soal ini kepada rekan kerjamu. 

Baca Juga: 7 Rekomendasi Buku Motivasi untuk Perempuan Pekerja

Dia mungkin saja berpikir kamu sedang mempertanyakan otoritas atau kemampuannya, bahkan yang lebih buruk lagi ia menganggap kamu mendiskriminasi orang berdasarkan umur. 

6. Jangan Curhat Soal Hubungan Personal dengan Rekan Kerja

Hal lainnya yang enggak perlu kamu umbar ke rekan kerja adalah hubungan personal, entah itu dengan pacar, istri, suami, atau keluarga. Bisa jadi, dari curhatan itu malah tersebar informasi-informasi yang sebetulnya enggak mau kamu bagikan atau yang keliru ke orang banyak.

Jarang sekali curhatan soal hubungan personal berpengaruh baik terhadap citra profesionalmu atau mempererat hubungan antar pekerja di kantor. Jadi, sebaiknya kamu simpan saja hal itu untuk diri sendiri.

7. Jangan Memulai Kalimat dengan Kata “Kayaknya” Saat Berbicara dengan Rekan Kerja  

Nah, hal ini sering kita enggak sadari ketika kita menjawab pertanyaan dari rekan kerja. Ya untuk situasi-situasi tertentu boleh saja menggunakan kata ‘kayaknya’, tetapi hanya  jika kamu benar-benar enggak terlalu yakin. 

Baca Juga: 4 Cara Hadapi ‘Mansplaining’ dan Interupsi dari Rekan Kerja

Ketika kamu menggunakan kata ‘kayaknya’, kamu bakal terlihat plin-plan atau enggak yakin di depan teman kerjamu. Akan lebih baik  kamu berbicara secara langsung dan straight to the point.

8. Jangan Menyebarkan Rumor dan Gosip dengan Rekan Kerja

Kamu mau memiliki banyak teman di kantor? Jangan menggunakan gosip buat mewujudkan hal itu. Selain itu perbuatan yang buruk, kamu bisa saja mencelakai rekan kerja yang kamu gosipkan. Belum lagi itu bisa berdampak pada kesehatan mental temanmu. Duh, pokoknya jangan. 

Jika kamu berkomentar negatif apalagi sampai menyebarkan gosip ke rekan kerjamu, kamu malah bakal dicap enggak baik atau lebih buruk dari orang yang kamu gosipkan. 

9. Dilarang Melakukan Kekerasan Seksual di Kantor

Baik laki-laki atau pun perempuan bisa berpotensi menjadi pelaku kekerasan seksual. Saat bicara tentang kekerasan seksual, bukan berarti bentuknya hanya yang melibatkan kontak fisik saja, loh.

Sebelum ini kita sudah membahas soal lelucon seksis. Ini termasuk bentuk pelecehan seksual verbal yang menjadi bagian kekerasan seksual juga. Selain lelucon seksis, pelecehan seksual bisa berupa cat call atau komentar terhadap tubuh dan penampilan rekan kerja hingga mengarah ke hal mesum.

Baca Juga: Kerja Jarak Jauh Kian Populer, Tapi Potensi Stres Saat Melakukannya Juga Besar

Nah, ketika kita melanggengkan pelecehan seksual, kita sebenarnya juga sudah melanggengkan budaya pemerkosaan.

Penting buat kita untuk menyadari jamaknya hal ini di kantor. Selain memulai dari diri sendiri untuk enggak melakukan hal itu, kita pun harus selalu mengingatkan atau mencegah rekan kerja kita agar tidak melakukannya. 

10. Jangan Bertanya Soal Lowongan Kerja  

Kamu mau resign tetapi masih bingung belum mendapat pekerjaan baru? Sementok-mentoknya dirimu, please jangan bertanya soal lowongan tempat kerja lain kepada rekan kerjamu. Hal ini bisa banget membuat hubungan profesional kalian merenggang, dan bikin kinerja tim enggak maksimal. 

Read More