Mau Tingkatkan ‘Personal Branding’ Kamu? Lakukan 4 Cara ini di LinkedIn
Enggak cuma selebriti dan influencer, kita juga membutuhkan personal branding. Jika sering menghabiskan waktu di LinkedIn, kamu akan tahu ini adalah sesuatu yang bisa dikembangkan oleh siapa saja dengan unggahan dan engagement yang dibuat dengan baik.
Dalam beberapa tahun terakhir, para pelajar dan profesional muda telah menjadikan personal branding sebagai alat untuk meraih kesuksesan di pasar kerja global yang kompetitif. Personal branding adalah tentang bagaimana kamu membedakan diri dengan orang lain, dan tentang bagaimana orang lain memandangmu.
Cara kamu merepresentasikan diri secara daring dapat berimplikasi pada prospek kariermu. Untuk mempelajari lebih lanjut tentang bagaimana cara mengembangkan personal branding dengan sukses, kami mewawancarai mereka yang berhasil melakukannya dengan baik – mahasiswa Generasi Z (Gen Z) di tahun terakhir kuliah. Kami juga berbicara dengan perekrut dan penasihat karier tentang cara membangun personal branding di LinkedIn.
Kami menemukan Gen Z lebih menyukai gaya personal branding yang dinamis, interaktif, dan berproses, dibandingkan dengan gaya yang terlalu dikurasi dan palsu. Mereka membagikan proyek yang sedang berjalan, perjuangan dan tantangan di dunia profesional, dan meminta pengikut untuk menyumbangkan ide dan memberikan saran.
Hal ini tidak selalu menunjukkan “kesempurnaan”, tapi mereka bersedia berbagi ketidaksempurnaan dan kelemahan mereka. Salah satu perekrut yang kami wawancarai bilang, pendekatan ini membuat kandidat “lebih menonjol dari yang lain dan membuat saya berhenti dan membaca profil mereka daripada hanya mengklik ke profil berikutnya”.
Baca juga: Perempuan Pekerja, Simak Cara Ini untuk Keluar dari ‘Likeability Trap’
Berikut adalah beberapa tips untuk menciptakan personal branding kamu:
1. Tetap Up to date
Perusahaan mengharapkan para profesional muda untuk menggunakan platform seperti LinkedIn untuk membangun profil daring yang asli dan unik. Mereka menggunakan profil ini untuk mengevaluasi bakat dan keterampilan profesional calon karyawan, serta kecocokannya dengan budaya perusahaan. Semakin terkini dan detail profilmu, semakin mudah bagi perusahaan yang tepat untuk menemukanmu. Kamu mungkin tidak akan bekerja di perusahaan yang sama sepanjang kariermu, jadi penting untuk menjaga dan menyegarkan persona online-mu.
Seorang penasihat karier memberi tahu kami bahwa ia khawatir para pelajar “menjual diri mereka sendiri” di LinkedIn dengan hanya menyertakan informasi wajib seperti nama dan jabatan saat ini. Dia merekomendasikan untuk memasukkan detail spesifik tentang pencapaian dalam sebuah peran, serta meminta orang-orang yang pernah bekerja dengan mereka untuk memposting dukungan dan testimoni, yang merupakan sesuatu yang tidak ada di CV.
Seorang perekrut mengatakan, beberapa perusahaan beralih ke profil daring daripada CV karena memberikan gambaran yang lebih lengkap tentang merek pribadi pelamar.
Baca juga: Women Lead Forum 2021: Perusahaan Perlu Rekrut Pemimpin yang Berpihak pada Perempuan
2. Jangan Hilangkan Kekuranganmu
Ketika membangun profil daring, mungkin terasa wajar untuk hanya menyertakan kekuatan dan kesuksesan saja. Namun, wawancara kami menunjukkan bahwa mengambil risiko untuk menunjukkan kelemahan dan ketidaksempurnaan bisa membuahkan hasil.
Unggahan tentang tantangan dan perjuangan dalam belajar atau tempat kerja menunjukkan kepada calon pemberi kerja apa yang membuat kamu unik, dan bahwa kamu mampu merefleksikan diri dan tumbuh dari kesalahan. Para peserta mengatakan kepada kami bahwa postingan-postingan ini populer di kalangan pengikut, membantu memantik percakapan, dan menghasilkan personal branding yang lebih kuat.
Seorang siswa mengunggah postingan di LinkedIn tentang kemampuan menulisnya dan bagaimana ia berusaha untuk meningkatkannya. Postingan tersebut menarik ratusan likes dan komentar, termasuk saran, dorongan, dan cerita serupa dari orang-orang di jaringannya.
Jangan takut membuat kesalahan – terobsesi untuk menciptakan personal branding yang sempurna dapat menyebabkan penundaan, kekhawatiran akan dihakimi atau ditolak, dan dapat menyebabkan terputus dari upaya pencarian kerja secara keseluruhan.
3. Berinteraksi dengan Orang Lain
Personal branding yang baik bukan hanya tentang profil kamu saja, namun juga melibatkan interaksi dengan orang lain untuk menunjukkan dedikasi dan ketertarikan kamu pada profesi tersebut. Kamu harus memulai percakapan, mengumpulkan pemikiran, dan mengumpulkan umpan balik dari orang lain di bidangmu. Seperti yang dikatakan oleh seorang siswa kepada kami:
Kita semua sedang berkembang, dan saya tidak ingin menunjukkan kepada pemberi kerja sebuah citra yang sempurna tetapi bukan ‘saya’. Sebaliknya, saya akan menunjukkan bahwa saya adalah seorang pembelajar yang konstan.
Salah satu cara untuk melakukan ini adalah, seperti siswa yang menulis tentang memperbaiki tulisannya, dengan berbagi cerita tentang bagaimana kamu menyelesaikan sesuatu atau mencapai tujuan. Unggahan dengan narasi yang kuat tentang proses kesuksesan (atau kegagalan) dapat memicu diskusi dan perdebatan, memperkuat personal branding kamu dan menarik perhatian perekrut atau pemberi kerja.
Baca juga: Bersiap (Kembali) Bekerja
4. Pisahkan Kehidupan Pribadimu
Meskipun keaslian dapat membuatmu disukai oleh atasan, kamu tetap harus menjaga profesionalisme. Penting untuk menetapkan batasan yang jelas antara pekerjaan dan kehidupan pribadimu, dan manfaatkan pengaturan privasi dengan baik untuk menjaga personal branding-mu.
Pemantauan diri secara teratur terhadap profil media sosial penting untuk mengelola persona online yang kamu inginkan. Sebaiknya sesuaikan pilihan bahasa dan gaya penulisan di LinkedIn dengan industri dan perusahaan tempat kamu ingin bekerja.
Unggahanmu di situs-situs profesional bisa saja bersifat pribadi, namun dalam konteks profesional dan bukan sesuatu yang tidak ingin dilihat oleh rekruter – misalnya, foto yang menunjukkan kamu sedang berpesta. Kamu mungkin juga ingin, seperti yang dilakukan oleh beberapa partisipan Gen Z kami, mencari nama kamu di Google atau platform media sosial lainnya untuk melihat gambar dan postingan apa saja yang muncul, dan memantaunya dari sana.
Brad McKenna, Associate Professor in Information Systems, University of East Anglia; Alastair Maclean Morrison, Research professor, University of Greenwich, dan Wenjie Cai, Associate Professor in Tourism, University of Greenwich. Rahma Sekar Andini dari Universitas Negeri Malang menerjemahkan artikel ini dari Bahasa Inggris.
Artikel ini pertama kali diterbitkan oleh The Conversation, sumber berita dan analisis yang independen dari akademisi dan komunitas peneliti yang disalurkan langsung pada masyarakat.
Read More