Inklusivitas Gender di Tempat Kerja, Cowok Harus Lebih Terlibat

Istilah girlboss kerap digunakan untuk menyebut perempuan yang bekerja keras demi kemajuan kariernya. Namun, kata ini problematis karena peran lelaki dihilangkan dalam diskusi. Sebaliknya, perempuan difokuskan untuk bisa jadi penutan buat perempuan lain. Meskipun buku, nasihat dan pelatihan-pelatihan tentang kepemimpinan di tempat kerja sering kali tampak netral gender, kebanyakan masih belum menyentuh tanggung jawab pemimpin untuk mendorong inklusivitas gender.

Penelitian menunjukkan, untuk menciptakan organisasi yang benar-benar inklusif gender, laki-laki juga dapat – bahkan harus – menjadi panutan untuk kesetaraan gender.

“Cuthbert”, pemimpin senior di perusahaan global yang saya wawancara sebagai bagian dari penelitian, bisa menjadi satu contoh bagaimana laki-laki dapat membantu mendorong kesetaraan gender di tempat kerja.

Sebelumnya dia pikir sudah melakukan cara yang benar dalam mendorong kesetaraan gender di kantornya. Salah satunya dengan cara berhati-hati agar tidak bias saat merekrut karyawan dan berusaha mendukung perempuan di kantor lewat bimbingan pengembangan karier.

Namun, selama sesi mentoring dengan Phillipa, salah satu mentee-nya (orang yang diberikan mentoring), Cuthbert menyarankan untuk mencontoh perempuan lain yang bisa jadi panutan jika mau sukses.

Di saat bersamaan, Cuthbert juga membimbing karyawan laki-laki bernama Ben. Dalam salah satu sesi tersebut, Cuthbert menyarankan agar Ben menjadi panutan bagi orang lain.

Jika melihat percakapan dalam dua sesi mentoring ini, ada perbedaan nasihat yang diberikan kepada kedua mentee-nya: Menemukan panutan dan menjadi panutan.

Ben dan Phillipa mungkin memang membutuhkan saran yang berbeda untuk pengembangan karier masing-masing. Namun, apa yang dilakukan Cuthbert secara kebetulan membuktikan kebenaran penelitian yang mengungkap, perempuan sering kali dituntut untuk mencari panutan, sedangkan laki-laki didorong jadi panutan.

Penelitian tersebut juga mempertanyakan mengapa ada banyak buku tentang kepemimpinan perempuan, sementara literatur tentang kepemimpinan laki-laki hampir tidak ada. Ini karena kepemimpinan laki-laki sudah dianggap hal yang lumrah. Buku-buku umum tentang kepemimpinan seringkali tidak berbicara tentang bagaimana para pemimpin bisa lebih inklusif gender.

Dalam sebuah artikel pada jurnal European Management Review, saya mendefinisikan para pembawa perubahan (agen perubahan), sebagai orang yang memimpin organisasi mereka menuju inklusivitas. Untuk membuat perubahan dalam hal kesetaraan gender di tempat kerja, mereka perlu menyadari bahwa nasihat yang mereka berikan kepada orang yang mereka bimbing mungkin, nyatanya, masih memiliki kesenjangan dalam dimensi gender.

Hal ini berlaku baik bagi perempuan maupun laki-laki yang berperan sebagai mentor. Namun, karena laki-laki umumnya masih lebih dominan (overrepresented) menempati posisi senior di kantor, mereka punya peluang lebih besar untuk menjadi mentor. Ini membuat semakin pentingnya mereka untuk mengetahui bagaimana menjadi pemimpin yang memimpin keberagaman gender.

Baca juga: Komunikasi Inklusif dan Strategis, Tak Cuma Untungkan Buruh tapi juga Pengusaha

Bikin Perubahan

Dalam buku terbaru saya, saya menjabarkan tiga perbedaan sikap laki-laki tentang kesetaraan gender di tempat kerja. Beberapa dari mereka memang telah mendukung kesetaraan gender dari dulu dan memiliki gagasan yang cukup bagus tentang apa yang harus dilakukan. Beberapa lainnya cenderung mengalami kesulitan menghubungkan antara kebutuhan akan kesetaraan gender dengan pencapaian prestasi. Namun, ada juga kelompok ketiga, yaitu laki-laki yang ingin mempromosikan kesetaraan gender, tapi tidak tahu harus mulai dari mana.

Selama melakukan penelitian, saya menemukan kelompok yang ingin mempromosikan kesetaraan gender dapat memperoleh manfaat dari mempelajari cara menjadi agen perubahan untuk kesetaraan gender. Kemudian, calon agen perubahan ini bertanggung jawab untuk menciptakan situasi yang memungkinkan mereka membuat perbedaan melalui tindakan mereka.

Hal pertama, dan penting, yang bisa mereka lakukan penting untuk memikirkan alasan personal dalam mendukung kesetaraan gender. Pemimpin laki-laki perlu menciptakan lingkungan yang membuka ruang bagi semua orang yang bekerja padanya untuk dapat mengambil tindakan yang dapat mewujudkan kesetaraan gender. Contohnya bisa dalam bentuk tindakan sederhana, seperti menegaskan pentingnya program kesetaraan gender – jika ada karyawan menentang gagasan tersebut.

Agen perubahan juga harus menjadi role model untuk mewujudkan kesetaraan gender di tempat kerja, agar dapat memengaruhi bagaimana karyawan lainnya bersikap dalam kaitannya dengan kesetaraan gender. Seorang role model diharapkan menunjukkan perilaku yang akan dapat ditiru orang lain.

Inklusivitas Gender di tempat kerja
Banyak tempat kerja mencoba menjadi lebih terbuka terhadap keberagaman. Ground Picture/Shutterstock

Baca juga: Kerap Dinomorduakan, Karier Perempuan Minim Harapan

Contohkan Perilaku Inklusif

Menjadi role model bisa mencakup beragam aktivitas. Selain memberikan mentoring, seperti yang dilakukan Cuthbert dengan Ben dan Phillipa, tugas penting lainnya adalah menentang perilaku apa pun yang menghalangi upaya penyetaraan gender.

Ini bisa terkait dengan perekrutan karyawan, misalnya dengan memberi peringatan jika diskusi dalam rekrutmen karyawan dilakukan dengan cara yang bias, atau jika seorang karyawan (yang bias) mencoba mempekerjakan orang lain yang mirip dengan dirinya.

Umumnya, seorang agen perubahan pun mungkin masih meyakini bahwa kemampuan laki-laki dan perempuan diukur dengan cara yang berbeda. Contoh klasiknya adalah jika seorang perempuan cenderung asertif, seringkali ia dianggap agresif. Dalam sebuah rapat, misalnya, mereka mungkin juga akan merespons dengan benar komentar yang disampaikan oleh perempuan yang kerap diabaikan oleh karyawan lainnya – atau berbicara secara personal dengan seseorang yang mengabaikan komentar perempuan itu setelah rapat selesai.

Dalam beberapa situasi, menghadapi perilaku yang tidak mendukung kesetaraan gender secara langsung bisa menjadi cara yang tepat. Namun, pada beberapa situasi lain, melakukan intervensi secara halus bisa jadi lebih efektif. Penting bagi agen perubahan untuk memiliki keterampilan untuk mencari tahu strategi mana yang digunakan dan dalam situasi apa. Inilah jalan menuju kepemimpinan inklusif.

Tentu saja, para pemimpin tersebut mungkin masih melakukan kesalahan atau perlu banyak koreksi. Butuh kesabaran, karena banyak praktik, yang menimbulkan ketidaksetaraan gender di tempat kerja, yang sulit untuk diubah. Namun, sangat penting bagi laki-laki, bukan hanya perempuan, untuk bertindak sebagai agen perubahan dan panutan bagi kesetaraan gender, baik di tempat kerja maupun di luar lingkungan pekerjaan.

Elisabeth Kelan, Professor of Leadership and Organisation, University of Essex.

Artikel ini pertama kali diterbitkan oleh The Conversation, sumber berita dan analisis yang independen dari akademisi dan komunitas peneliti yang disalurkan langsung pada masyarakat.

Read More
Peran Laki-laki dorong kepemimpinan perempuan

6 Peran Laki-laki dalam Mendorong Kepemimpinan Perempuan

Meskipun kini perempuan sudah turut melibatkan diri sebagai pemimpin, perjalanan melawan konstruksi budaya belum berakhir. Lingkungan sosial masih beranggapan bahwa kepemimpinan yang baik hanya dapat dilaksanakan dengan baik oleh peran laki-laki.

Data dari Badan PBB untuk perempuan, UN Women, menunjukkan bahwa hanya 22 perempuan yang menjabat sebagai kepala negara atau kepala pemerintahan, sedangkan 119 negara tidak pernah memiliki pemimpin perempuan sama sekali. 

Sementara di industri bisnis, menurut laporan Grant Thornton International yang dipublikasikan pada 2019, secara keseluruhan, perempuan memegang 29 persen kepemimpinan senior secara global, angka yang hanya naik 10 persen dalam 15 tahun terakhir. Selain itu, hanya 15 persen bisnis di dunia yang memiliki perempuan CEO. Posisi senior yang paling banyak dijabat perempuan adalah direktur sumber daya manusia, yaitu 43 persen.

Berdasarkan data tersebut, dapat dikatakan bahwa perempuan masih tertinggal dalam urusan kepemimpinan. Untuk meningkatkan kepemimpinan perempuan, perlu ada kontribusi laki-laki sebagai pihak yang mendominasi banyak sektor, terutama di masyarakat yang masih patriarkal ini. Kontribusi laki-laki dapat dimulai dari lingkungan keluarga hingga institusi. 

Berikut peran laki-laki yang dapat membantu dalam membentuk kepemimpinan perempuan.

1. Ayah Mengambil Peran Laki-laki Di Rumah yang Bisa Mendorong Anak Perempuan jadi Pemimpin

Seorang ayah harus bisa mengambil peran laki-laki yang dapat mendampingi, mengajari dengan kesabaran, dan menanamkan nilai-nilai serta kepercayaan diri penting agar anak memiliki kemampuan untuk melakukan sesuatu yang lebih baik. Hal-hal tersebut merefleksikan sifat yang dibutuhkan dalam menjalankan kepemimpinan, yakni kemampuan untuk mengobservasi, berani mengambil keputusan, dan mendengarkan anggota timnya, bukan hanya memberikan evaluasi kinerja tanpa adanya arahan.

Baca Juga: Theresa Kachindamoto Pemimpin Perempuan penyelamat Anak-Anak Perempuan Malawi

Tak hanya itu, peran laki-laki yang dapat memperlakukan pasangannya sebagai mitra yang setara akan menjadi contoh baik kepada anak perempuan soal pentingnya kesetaraan dan itu sesuatu yang harus dituntut dari lingkungannya. 

Selain itu, seorang ayah juga perlu membebaskan anak dalam menentukan cita-cita tanpa mengkritisi pilihannya. Hal ini merupakan wujud dukungan sehingga muncul keberanian dan tekad dalam diri anak. Hindari memberikan opini yang seolah menjadi risiko apabila perempuan ingin berperan sebagai seorang pemimpin, seperti sulit menemukan pasangan atau kewajiban perempuan ialah mengurus rumah tangga.

2. Peran Kakak Laki-laki yang Dapat Mengajari Adik Perempuan

Hubungan kakak beradik menjadi salah satu lingkungan pertama anak-anak dalam mempelajari hubungan sosial. Melalui hubungan ini, peran kakak laki-laki dibutuhkan dalam memberikan pemahaman terkait lingkungan sosial. Ia dapat menyampaikan bahwa perempuan dan laki-laki adalah setara dan sama, adik perempuan bisa main apa saja seperti dirinya, dan perempuan bisa menjadi apa pun yang dia mau, bahkan di bidang studi atau sektor yang didominasi laki-laki. 

Kakak laki-laki juga bisa memberikan contoh-contoh pengetahuan tentang perempuan-perempuan inspiratif. Atau menjadi teman berdiskusi yang baik untuk mengajarkan adiknya agar berani berpendapat di lingkungan keluarga maupun sekolah. 

3. Teman yang Ada Bagi Sahabat Perempuan

Sebagaimana peran seorang teman, keberadaan atau peran laki-laki dapat mendorong perempuan untuk berani maju dan mengambil risiko dalam melakukan pekerjaan. Dukungan tersebut akan memberikan kenyamanan dan menciptakan mindset positif sehingga perempuan siap untuk melakukan perubahan dalam kariernya, misalnya.

Baca Juga: Contoh Pemimpin Idola yang Bisa Dijadikan Panutan

Dalam menjalankan kepemimpinan, tentunya terdapat banyak tuntutan sehingga memengaruhi kesehatan fisik dan mental. Pada situasi ini, dukungan seorang teman tak kalah penting untuk work-life balance. Oleh karena itu, sebaiknya luangkan waktu sejenak dan ajak mereka untuk bersenang-senang, serta berikan ruang untuk saling menceritakan keseharian. Aktivitas ini dapat mengembalikan energi sekaligus memperkuat ikatan interpersonal yang dimiliki.

Kemudian, terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan pada saat tertentu, seperti merayakan keberhasilan untuk mengapresiasi kinerja dan dampak kepemimpinan yang diciptakan dalam pekerjaannya.

4. Pasangan yang Menjadi Mitra Sejajar

Sebuah studi dari Vannoy dan Philliber pada 1992 menemukan bahwa harapan seorang suami, identitas peran gender, dan dukungan terhadap istri yang bekerja berkaitan dengan kualitas pernikahan.

Suami dapat menunjukkan kontribusinya dalam karier istri, yakni dengan bertukar pikiran untuk mendiskusikan topik atau permasalahan yang berkaitan dengan pekerjaannya dan bekerja sama dalam menjaga anak. Dukungan emosional pun dapat diwujudkan, seperti berperan sebagai pendengar yang baik, serta memahami dan percaya pada tujuan kariernya. Selain itu, memberi pengakuan atas pekerjaannya pun mampu membuat mereka merasa dihargai karena afirmasi dikategorikan sebagai hal yang penting.

Baca Juga: Belajar Jadi Pemimpin dan Meniti Karier di Bidang STEM dari Nyoman Anjani

Dengan demikian, istri akan merasakan keterlibatan suami, baik dalam pengembangan diri maupun pencapaian karier.

5. Atasan yang Menjadi Mentor

Pada 2010, hasil riset Personnel Psychology, sebuah lembaga penelitian yang memusatkan risetnya pada kondisi psikologis orang-orang di tempat kerja, menunjukkan bahwa bimbingan yang diberikan oleh atasan laki-laki mampu memberikan kontribusi dalam meningkatkan kesuksesan karier perempuan, terutama bagi mereka yang bekerja di industri yang didominasi laki-laki.

Sebagai atasan dalam lingkungan kerja, laki-laki dapat melibatkan dirinya sebagai seorang mentor. Melalui peran tersebut, ia mampu menggunakan otoritasnya dalam memberikan pengembangan profesional guna membekali anggotanya dalam mengembangkan skill kepemimpinan. Kegiatan tersebut akan membantu para perempuan untuk menemukan kapabilitas dalam dirinya.

6. Kolega yang Mendukung Perempuan

Kenyamanan lingkungan kerja menjadi tanggung jawab seluruh anggota tim di mana setiap orang berkeinginan dan perlu dihargai. Oleh karena itu, para kolega pun perlu memberi ruang bagi perempuan untuk menyampaikan aspirasinya dan melibatkan mereka untuk berkontribusi dalam mengambil berbagai keputusan. Dengan demikian, tak ada yang merasa diasingkan atau diperlakukan sebagai minoritas dalam lingkungan kerja.

Baca Juga: 8 Tanda Kantor Dukung Perempuan yang Patut Dicontoh

Untuk mendukung perempuan dalam kepemimpinan, para kolega juga dapat memberikan mereka kesempatan untuk memimpin berbagai project. Dengan memberikan kesempatan, perempuan akan menemukan keunggulannya, hal yang disukai, dan menunjukkan potensi kepemimpinannya. Para atasan perusahaan pun akan memberikan pengakuan dan promosi untuk kariernya.

Itulah beberapa peran laki-laki yang dibutuhkan dalam membentuk kepemimpinan perempuan. Perlu dilakukan kerja sama untuk membuat suatu perubahan dalam menciptakan kesetaraan gender sehingga keduanya memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi pemimpin yang baik.

Read More