4 Pahlawan Perempuan dari Jawa Barat adalah Tokoh Feminisme
Kalau kita membahas nama pahlawan perempuan di Indonesia, pasti kita langsung ingat figur Raden Ajeng Kartini. Pahlawan perempuan itu lahir di kota Jepara, pada 21 April 1879. Kartini sudah populer sebagai figur yang berdampak kepada hak perempuan dalam mendapatkan pendidikan waktu zaman penjajahan.
Selain figur Kartini yang dikenal oleh khalayak luas, masih ada sejumlah pahlawan perempuan yang kurang begitu populer di masyarakat. Misalnya saja para pahlawan perempuan yang menjadi tokoh feminisme, dan punya dampak cukup hebat untuk kemajuan perempuan di Jawa barat.
Baca Juga: Tokoh Perempuan Disney Masih Terjebak Stereotip Negatif Perempuan Pemimpin
Pahlawan perempuan dari Jawa barat ini hebat karena punya peran yang tidak umum di eranya, dari perempuan pribumi pertama yang menjadi anggota parlemen kota, sampai ada yang memperkenalkan pendidikan secara door to door.
1. Biografi Singkat Dewi Sartika
Dewi Sartika yang tumbuh di daerah Cicalengka, Jawa Barat, lahir pada 4 Desember 1884. Dia merupakan anak perempuan dari seorang patih di Bandung yang bernama R. Rangga Somanegara, serta ibunya R. A. Rajapermas. Dari ia kecil, Dewi Sartika sering bermain dan bertindak layaknya seorang pendidik kepada teman sebayanya, dari itulah rasa keinginan menjadi seorang guru terbentuk.
Tepatnya pada 16 Januari 1904, Dewi Sartika muda membuat sebuah Sakola Istri atau sekolah untuk perempuan di Kota Bandung. Sakola Istri sering sekali mendapatkan apresiasi dari warga pribumi. Banyak dari perempuan, khususnya di kota Bandung serta Jawa Barat, ingin bergabung serta ikut bersekolah di Sakola Istri ini. Ruangan Kepatihan Bandung yang dipakai untuk dipinjam sebagai ruangan sekolah sampai tidak bisa menampung lagi karena murid yang terus bertambah.
Baca Juga: 5 Tokoh Perempuan Pembuat Kebijakan di Sektor Ekonomi dan Keuangan
Akhirnya pada tahun 1910, Sakola Istri pun pindah ke area yang lebih besar, tepatnya di Jl. Ciguriang serta namanya diganti menjadi Sekolah Kaoetamaan Istri. Yang diubah bukan namanya saja, akan tetapi pelajarannya pun ditambah juga.
Pada 1913, atas kemauan dari Dewi Sartika pribadi, juga didirikan sebuah organisasi untuk remaja perempuan yang diberi nama Kaoetamaan Istri di wilayah Tasik. Lembaga ini memayungi beberapa sekolah yang dibuat oleh Dewi Sartika. Sekitar tahun 1929, Belanda pun juga memberikan dukungan dengan ikut memajukan Sakola Kaoetamaan Istri dengan menyediakan bangunan baru yang lumayan luas dan memberikan akomodasi penyokong untuk sekolah ini, yang namanya diubah menjadi Sekolah Raden Dewi.
2. Pahlawan Perempuan dari Jawa Barat, R.A Lasminingrat
Raden Ayu Lasminingrat adalah seorang pahlawan perempuan dari Jawa barat yang berfokus pada kemajuan kaum perempuan, khususnya di Kota Garut, Jawa Barat. Dia merupakan putri sulung dari R.A. Ria dan Raden Haji Muh. Musas, seorang penghulu dan ahli sastra yang populer dari wilayah Pasundan.
Lasminingrat berupaya memajukan pendidikan dengan menggabungkan pendidikan gaya barat dengan adat Sunda agar mudah dipelajari oleh rakyat Jawa Barat, khususnya Garut. Ia menerapkan gaya pendidikan ini pada perempuan, untuk membentuk karakter perempuan Sunda yang independen dan bermartabat.
Ia juga pintar dalam berbicara bahasa Belanda ,sehingga sangat diapresiasi oleh seorang pengelola perkebunan dari Belanda yang bernama K. F. Holle, karena bisa menerjemahkan cerita-cerita Grimm bersaudara. Cerita-cerita yang sudah terkenal dari negeri barat dan cerita yang lain diterjemahkan ke bahasa Sunda.
Pada sekitar tahun 1907, Lasminingrat mendirikan Sakola Kautamaan Istri di Garut, Jawa barat. Mulanya sekolah tersebut sangat eksklusif, hanya untuk kalangan darah biru atau bangsawan pribumi saja. Kurikulumnya sebagian didapatkan dari hasil pendidikannya di negeri Belanda, berupa pelajaran membaca, menulis, serta pelajaran mengenai pemberdayaan kaum perempuan.
Lasminingrat juga giat membikin semacam karya tulis. Karya tulis Lasminingrat yang populer adalah Warnasari, cerita pendek yang tentang ambisi serta tekad perempuan dalam mengikhtiarkan haknya, termasuk juga tentang masalah percintaan serta perjodohan yang sudah jamak pada masa tersebut. Hasil tulisan Lasminingrat ini bertujuan untuk memunculkan wacana buat para pembaca remaja atau yang sudah dewasa.
3. Pahlawan Perempuan Jawa Barat, Raden Siti Jenab
Banyak sekali yang tidak mengetahui mengenai Raden Siti Jenab, yang termasuk pahlawan perempuan yang aktif pada gerakan perempuan. Ia sangat aktif mengenalkan metode pendidikan buat para perempuan di Kota Cianjur dengan cara berkeliling dari pintu ke pintu.
Perempuan yang berasal dari Kota Cianjur dan lahir pada 1890 tersebut pernah mengenyam pendidikan dari Sekolah Raden Dewi Sartika.
Baca Juga: 11 Perempuan Berpengaruh dalam Bidang Sains di Dunia
Pahlawan perempuan dari Jawa Barat yang punya nama lengkap Nyi Rd. Siti Djenab Djatradidjaja tersebut pernah membuat sekolah di Kota Cianjur. Sekolah tersebut berupaya untuk mengenalkan metode pendidikan yang diambil dari Sakola Istri milik Raden Dewi Sartika di Bandung, Jawa Barat. Kurikulum yang diajarkan yaitu berupa bahasa Sunda, bahasa Melayu, bahasa Belanda, Matematika dasar, edukasi tentang budi pekerti ,sampai edukasi praktis buat para perempuan, misalnya membuat batik serta merenda.
4. Pahlawan Perempuan Kota Bandung: Nyi Raden Rachmatulhadiah Poeradiredja
Nyi Raden Rachmatulhadiah Poeradiredja atau yang lebih populer dengan nama Emma Poeradiredja merupakan tokoh pahlawan perempuan yang berasal dari Kota Bandung, dan lahir pada 9 Maret 1880. Emma faktanya merupakan anggota dari Jong Java, yang didirikan oleh Satiman Wirjosandjojo, sebuah kelompok pemuda yang berperan dalam memperjuangkan persatuan dari para pelajar pribumi serta memantapkan nilai pada kesenian serta pengetahuan umum buat para anggota.
Baca Juga: Perempuan Pemimpin dalam Film: Kurang Representasi, Diseksualisasi
Sekitar tahun 1927, Emma dengan kawan-kawannya, yaitu Artini, Sumardjo, Ayati, Emma Sumanegara, dan yang lainnya membuat Dameskring. Dameskring adalah semacam lembaga khusus pemuda serta pemudi Indonesia yang berpusat pada penggalangan nilai dari angan-angan bangsa Indonesia lewat beberapa acara, seperti membuat organisasi perempuan.
Dari personel Dameskring, Emma kemudian terjun langsung dalam Kongres Pemuda Indonesia kedua yang diselenggarakan di Jakarta, waktu itu masih Batavia, pada tahun 1928. Tak lama dari Kongres Pemuda tersebut Emma akhirnya membuat PASI atau Pasundan Istri, semacam organisasi untuk perempuan Jawa Barat untuk menggalakkan perjuangan kodrat serta kebutuhan rakyat wilayah Jawa Barat.
Read More