‘Financial Burnout’: Ketika Uang Jadi Sumber Lelah dan Stres
Di tengah tekanan ekonomi yang makin berat, banyak orang mulai merasa kelelahan bukan cuma secara fisik, tapi juga mental karena urusan finansial yang enggak ada habisnya. Tagihan datang silih berganti, cicilan terus menumpuk, sementara kebutuhan hidup makin naik tiap bulan. Situasi ini bikin banyak orang merasa seperti terjebak dalam lingkaran tanpa akhir. Dari sinilah muncul istilah financial burnout—kondisi ketika seseorang benar-benar kelelahan secara emosional dan mental akibat tekanan finansial yang terus-menerus.
Dalam dunia kerja yang serba cepat dan penuh persaingan, kelelahan finansial bukan hal yang asing lagi. Banyak pekerja muda, terutama dari generasi milenial dan Gen Z, yang mengalami hal ini tanpa sadar. Mereka berusaha keras menata keuangan, tapi di sisi lain harus berhadapan dengan kenyataan pahit: penghasilan sering kali enggak sebanding dengan biaya hidup dan standar sosial yang tinggi. Media sosial pun turut memperparah keadaan, menampilkan kehidupan “sempurna” orang lain yang terlihat mapan dan sukses, hingga membuat banyak orang merasa tertinggal dan kurang berharga.
Efeknya pun bisa panjang. Mulai dari rasa cemas berlebihan soal uang, kehilangan motivasi kerja, sampai munculnya gangguan mental seperti stres berat atau depresi. Uang yang seharusnya jadi alat untuk hidup malah berubah jadi sumber tekanan yang menguras energi dan ketenangan diri.
Menariknya, financial burnout enggak cuma menyerang mereka yang berpenghasilan kecil. Orang dengan gaji besar pun bisa mengalaminya kalau pengelolaan keuangannya buruk atau gaya hidupnya terlalu tinggi. Artinya, masalah ini bukan cuma soal seberapa banyak uang yang kita punya, tapi juga tentang bagaimana cara kita memandang dan mengelolanya.
Baca Juga: ‘Financial Freedom’ bagi Perempuan: Penting, tapi Masih Hadapi Tantangan
Apa Itu Financial Burnout?
Menurut Psychology Today dalam artikel The Great Exhaustion: Financial Anxiety in Uncertain Times, financial burnout adalah kondisi kelelahan ekstrem—baik secara emosional, mental, maupun fisik—yang muncul karena tekanan finansial yang terus-menerus dan terasa enggak ada ujungnya. Dalam fase ini, seseorang merasa terjebak dalam masalah keuangan yang sulit diatasi, hingga akhirnya muncul rasa lelah, putus asa, dan kehilangan motivasi buat mengatur uang.
Kalau stres keuangan biasanya bersifat sementara—misalnya saat harus menghadapi tagihan besar atau keadaan darurat—maka financial burnout adalah versi yang jauh lebih dalam. Kondisi ini terjadi saat tekanan finansial berlangsung terlalu lama tanpa solusi yang jelas. Rasa cemas yang tadinya bisa diatasi perlahan berubah jadi rasa tidak berdaya, bahkan membuat seseorang memilih menjauh dari segala hal yang berhubungan dengan uang.
Baca Juga: 5 Cara Tepat Atur Keuangan buat Pekerja, Agar Tak Gampang Boncos
Penyebab Utama Financial Burnout
Setiap orang bisa mengalami kelelahan finansial atau financial burnout, namun sumbernya bisa berbeda-beda. Misalnya, ada yang kewalahan karena utang yang terus menumpuk, ada juga yang karena gaya hidup melebihi kemampuan. Berikut beberapa penyebab utama yang sering menjadi pemicu dalam kehidupan modern.
1. Beban Utang yang Menumpuk
Utang bisa jadi faktor stres finansial terbesar. Ketika kita terus membayar cicilan — dari kartu kredit, pinjaman daring, atau kredit kendaraan — tanpa ruang untuk kebutuhan pribadi atau tabungan, tekanan psikologisnya jadi berat. Perasaan “saya enggak bisa mengatur uang” sering muncul, dan lama-kelamaan bisa berubah jadi kelelahan emosional atau menghindar membuka tagihan. Masih dari Psychology Today, penelitian menunjukkan bahwa stres finansial dapat memicu gejala seperti kelelahan fisik, gangguan tidur, hingga perasaan putus asa.
2. Tekanan Biaya Hidup yang Meningkat
Dikutip dari Newsweek, Americans Are Suffering Financial Burnout, kenaikan biaya hidup yang cepat — seperti makanan, transportasi, sewa, atau pendidikan — sering kali tak diimbangi dengan kenaikan pendapatan. Akibatnya, banyak orang merasa gaji mereka “tidak pernah cukup” meski sudah bekerja keras. Perasaan tidak berdaya inilah yang kemudian bisa memicu kelelahan finansial.
3. Gaya Hidup di Luar Kemampuan (Lifestyle Inflation)
Ketika penghasilan naik, enggak sedikit yang otomatis menaikkan gaya hidup: gadget baru, nongkrong di tempat hits, liburan ke luar negeri, padahal fondasi keuangan belum kuat. Fenomena ini disebut lifestyle inflation, dan sering jadi jebakan yang membuat stres finansial makin parah karena pengeluaran meningkat namun kontrolnya lemah.
4. Kurangnya Literasi Finansial
Bukan cuma soal penghasilan besar atau kecil, kalau kita enggak punya pemahaman dasar tentang mengelola uang, seperti membuat anggaran, tabungan darurat, atau memahami risiko investasi, maka kita lebih mudah terjebak dalam kekacauan finansial. Dikutip dari SpringerOpen, The role of financial behaviour, financial literacy, and financial stress in explaining the financial well-being of B40 group in Malaysia, studi menunjukkan bahwa literasi finansial yang rendah berkaitan erat dengan stres keuangan dan kualitas kesejahteraan finansial yang buruk.
5. Tekanan Sosial dan Budaya Konsumtif
Dalam budaya modern, citra “sukses” sering diukur dari apa yang kita miliki — bukan dari siapa kita. Tekanan untuk selalu tampil mapan bisa membuat banyak orang berusaha keras memenuhi standar sosial ini, padahal stabilitas finansial sendiri belum terjamin. Budaya “comparison trap” di media sosial memperparah situasi: meski berapa pun uang yang dimiliki, tetap terasa kurang. Akhirnya, muncul kelelahan emosional dan finansial.
Baca Juga: Apa Itu Nillionaire? Istilah Viral untuk Generasi yang Gajinya Cuma Numpang Lewat
Langkah-Langkah Mengatasi Financial Burnout
Menghadapi kelelahan finansial bukan perkara mudah, terutama kalau kondisi keuangan sudah terasa “macet” dan beban mental makin berat. Kabar baiknya: kondisi ini bisa diatasi dengan strategi realistis dan perubahan pola pikir yang tepat.
Kuncinya bukan hanya menambah uang, tapi juga memulihkan hubungan kita dengan uang itu sendiri. Berikut adalah beberapa langkah penting yang bisa kamu mulai lakukan untuk keluar dari financial burnout dan mulai menata ulang kehidupan finansialmu.
1. Sadari dan Akui Kondisimu
Langkah pertama adalah menyadari bahwa kamu sedang mengalami financial burnout. Seringkali kita justru menyangkal atau menutupinya karena rasa malu, padahal mengabaikannya justru membuat tekanan makin besar. Coba jujur pada diri sendiri: jika tiap kali membahas uang langsung stres, menunda membuka rekening, atau menghindari tagihan, itu sinyal bahwa ada yang perlu diperbaiki. Mengakui kondisi bukan berarti kamu gagal, tapi justru langkah keberanian agar bisa berubah.
2. Lakukan Evaluasi Menyeluruh Terhadap Keuanganmu
Setelah menyadari kondisimu, saatnya audit keuangan pribadi. Catat semua pemasukan dan pengeluaran, tanpa dulu menilai “baik” atau “buruk”. Tujuannya agar kamu punya gambaran jelas kemana uangmu pergi setiap bulan.
Aplikasi atau spreadsheet bisa membantu. Dengan demikian, kamu bisa melihat pola pengeluaran yang selama ini mungkin tak disadari, misalnya langganan aplikasi yang tidak terpakai atau kebiasaan belanja impulsif. Dengan pemahaman ini, kamu mulai bisa atur ulang prioritas dan buat strategi keuangan yang lebih sehat. Sebagaimana disebut di artikel How to Deal With Financial Burnout oleh PocketSmith, salah satu langkah awal adalah “check in with your money regularly” dan “set realistic goals”.
3. Atur Ulang Prioritas Keuanganmu
Setelah tahu kondisi keuanganmu, sekarang waktunya tentukan mana yang kebutuhan dan mana yang keinginan. Fokuslah dulu pada pengeluaran esensial—makanan, tempat tinggal, transportasi, kesehatan—lalu kurangi atau hentikan pengeluaran yang tidak mendesak.
Misalnya, buat kategori keuangan seperti: kebutuhan primer (tagihan penting, utang wajib), kebutuhan sekunder (hiburan, nongkrong), dan tabungan/investasi (dana darurat, tujuan jangka panjang). Dengan begitu, kamu kembali merasa “berkendali” atas uangmu, dan itu sangat membantu meredakan stres keuangan.
4. Buat Rencana Keuangan yang Realistis & Fleksibel
Salah satu kesalahan umum orang yang sedang burnout adalah mencoba memperbaiki semuanya sekaligus—padahal yang dibutuhkan adalah langkah kecil yang konsisten. Mulailah dari hal yang realistis: misalnya menabung 5 – 10% dari penghasilan, bayar utang dengan bunga tertinggi terlebih dahulu, sisihkan dana darurat pelan-pelan.
Jangan lupa, sistem keuanganmu harus fleksibel, karena hidup kadang tak sesuai rencana. Jika budget terlalu ketat, justru kamu bisa merasa tertekan dan kembali ke siklus burnout. Artikel 5 tips to overcome financial burnout dari Commerce Bank menyebutkan langkah mulai dari create a financial snapshot hingga practice financial mindfulness.
5. Kurangi Tekanan dari Media Sosial dan Perbandingan Sosial
Salah satu musuh terbesar financial burnout adalah tekanan untuk selalu “terlihat sukses”. Melihat teman liburan ke luar negeri, punya mobil baru, atau selalu tampil keren bisa memicu rasa iri dan cemas terhadap kondisi keuangan sendiri.
Solusinya: batasi paparan media sosial jika kamu merasa mudah terpicu oleh hal-hal tersebut. Fokuslah pada perjalanan keuanganmu sendiri. Ingat, tiap orang punya latar belakang dan prioritas berbeda, apa yang kamu lihat di internet belum tentu mencerminkan kenyataan. Di artikel Financial Burnout: Strategies for A Healthier Money Mindset oleh Credit Human disebut bahwa self-care dan membatasi pengeluaran impulsif penting untuk membangun healthy money mindset.
Read More
