Kania Suciati Perempuan di Dunia STEM

Kania Suciati dan Mimpi Inklusivitas Perempuan di Dunia STEM

Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Pendidikan dan Kebudayaan (UNESCO) menyebut, hanya ada 30 persen perempuan di bidang STEM (sains, teknologi, engineering, dan matematika) dan 29,3 persen untuk perempuan peneliti secara global. Sementara di Asia, jumlah perempuan di bidang STEM hanya mencapai 18 persen.

Organisasi Buruh Internasional (ILO) juga mencatat peran perempuan dalam bidang STEM lebih banyak pada pekerjaan dengan tingkat keterampilan rendah, misalnya menjadi buruh pabrik yang berkutat dalam bagian pengemasan atau produksi. 

Hal itu salah satunya disebabkan oleh anggapan STEM merupakan bidang yang sangat maskulin dan hanya diperuntukkan bagi laki-laki. Alhasil, tak sedikit perempuan pekerja yang tak mendapatkan kesempatan sama untuk mengembangkan diri, bahkan dibenturkan dengan narasi-narasi gender non-fleksibel yang kerap menomorsekiankan perempuan dalam bidang kerja di ranah publik.  

Menurut Kania Suciati, Food Protection Specialist di perusahaan pengolahan pengemasan makanan bernama Tetra Pak, stereotip gender yang diamini masyarakat itu secara tak langsung turut melahirkan hambatan dan tantangan bagi perempuan untuk berkarier di bidang STEM. Stereotip itu hidup dari generasi ke generasi, dan itu mempengaruhi kesulitan perempuan dalam mengejar karier di bidang apapun yang didominasi laki-laki, bukan hanya STEM, ujar Kania.

Baca juga: Panutan, Kesempatan di Tempat Kerja Dorong Lebih Banyak Perempuan dalam STEM

“Misalnya, sejak kecil, kita diajarkan untuk memahami konsep femininitas bagi perempuan dan maskulinitas bagi laki-laki. Itu melahirkan anggapan yang merugikan, seperti perempuan yang berujung hanya dianggap bisa melakukan pekerjaan yang bersifat mengasuh secara alami (nurturing), sementara laki-laki melakukan pekerjaan analitis, salah satunya di bidang STEM,” kata Kania pada Magdalene. Kania sendiri kini bertugas untuk cluster MSPI (Malaysia, Singapore, Philippines, and Indonesia).

“Kebetulan, bidang yang saya sukai ini didominasi oleh laki-laki. Tetapi saya tidak membiarkan hal ini menggoyangkan minat saya untuk menggali bidang ini lebih jauh,” tambahnya. 

Simak hasil wawancara Magdalene bersama Kania Suciati selengkapnya di bawah ini, dan bagaimana dia memandang dinamika pekerja perempuan di bidang STEM.

Magdalene: Apa yang melatarbelakangi keputusan kamu untuk berkarier di industri manufaktur?

Kania: Sejak belajar mikrobiologi di universitas, saya selalu tertarik untuk mempelajari lebih lanjut tentang aplikasi praktisnya dalam kehidupan nyata. Rasa ingin tahu inilah yang membimbing saya untuk melihat lebih ke dalam industri manufaktur makanan. Sepanjang perjalanan, saya juga belajar lebih banyak tentang mesin, konsep teknik mesin dan listrik, yang semakin mengukuhkan minat saya dalam industri manufaktur makanan dan minuman. 

Apa latar belakang pendidikan kamu? Apakah kamu benar-benar berencana untuk belajar di bidang ini dari awal? Apa relevansinya dengan posisi Anda saat ini?

Saya belajar Mikrobiologi di Institut Teknologi Bandung (ITB). Bidang ini selalu menjadi minat saya dan ketika saya mempelajarinya, saya penasaran dengan aplikasi praktisnya dalam kehidupan nyata, yang akhirnya membawa saya untuk mengejar peluang di industri manufaktur makanan.

Baca juga: Belajar Jadi Pemimpin dan Meniti Karier di Bidang STEM dari Nyoman Anjani

Sepanjang karier kamu di bidang STEM, apa saja tantangan yang kamu hadapi? Bagaimana kamu mengatasi tantangan tersebut?

Stereotip bahwa perempuan tidak boleh bekerja dengan atau tidak akan tahu bagaimana bekerja dengan mesin besar datang dengan warisan bidang yang didominasi laki-laki seperti teknik dan manufaktur. Ketika saya pertama kali mulai bekerja di Tetra Pak, ada perasaan ragu dari beberapa rekan laki-laki saya. Untuk meyakinkan mereka dengan kemampuan saya dalam hal teknis dan memecahkan masalah, saya harus bekerja lebih keras dan lebih cerdas, melakukan upaya ekstra untuk menunjukkan kepada mereka bahwa saya juga mampu. 

Saya belajar sebanyak yang saya bisa di sepanjang perjalanan dan memastikan bahwa saya sadar diri dalam apa pun yang saya lakukan guna memastikan bahwa saya terus meningkatkan keterampilan saya. Ketika saya dapat berkontribusi dan memecahkan masalah, saya dapat memperoleh pengakuan dari tim saya. 

Apa solusi atau kebijakan yang perusahaan, atau bahkan negara, harus implementasikan untuk memperbaiki situasi tersebut (kurangnya partisipasi perempuan)?

Seluruh perusahaan sebaiknya memprioritaskan keberagaman dan inklusivitas pada budaya perusahaannya, seperti menciptakan sebuah lingkungan yang adil dan tidak diskriminatif di mana proses rekrutmen didasarkan pada hasil penilaian objektif, melihat pengalaman kandidat, prestasi, dan potensi kontribusinya kepada perusahaan. 

Saya bersyukur kepada Tetra Pak sebagai perusahaan yang senantiasa memberikan saya kesempatan untuk tumbuh dan menjadi versi terbaik saya dengan menyediakan lingkungan kerja yang aman dan adil untuk kolega saya dan saya. Saya merasa sangat beruntung karena memiliki role model perempuan yang kuat untuk dicontoh, line manager saya, yang terus menginspirasi saya secara pribadi dan profesional hingga hari ini. 

Beberapa literatur menyebutkan bahwa perempuan yang bekerja di bidang maskulin cenderung menerima perlakuan diskriminatif. Apakah kamu pernah mengalami hal ini selama bekerja secara profesional? Bagaimana kamu mengatasinya?

Selama pengalaman saya bekerja di Tetra Pak, saya tidak pernah berada dalam situasi yang tidak nyaman, dimana hak hak mendasar saya terancam. 

Baca juga: Herstory: 6 Perempuan Pionir dalam Teknologi Komputer dan Internet

Memang tentunya selalu ada tantangan-tantangan baru yang saya perlu atasi sebagai seorang perempuan di lingkungan yang didominasi oleh laki-laki, namun bukan merasa menjadi terancam, tantangan-tantangan ini hanya memotivasi dan membawa saya lebih jauh pada apa yang saya kerjakan.  

Apakah benar perempuan sulit bekerja di bidang STEM, khususnya dalam hal  menyeimbangkan antara karier dan waktu bersama keluarga?

Setiap orang memiliki kebutuhan dan prioritas yang berbeda. Kunci untuk kehidupan yang seimbang adalah bagaimana kita dapat menetapkan prioritas dan batasan yang melibatkan orang-orang di sekitar kita.

Memiliki kinerja yang baik di pekerjaan atau karier kita memang sangat penting, tetapi istirahat dan terhubung dengan orang yang kita cintai sama pentingnya. Bekerja di bidang STEM mengharuskan saya untuk mengembangkan keterampilan multitasking dan manajemen proyek yang luar biasa untuk menyelesaikan sesuatu secara bersamaan tanpa mengurangi produktivitas.

Kami berjalan seiring berjalannya waktu, jadi selama kami terus berusaha dan beradaptasi dengan dinamika dan cara kerja yang berbeda, menyeimbangkan karier dan keluarga kami, seharusnya tidak menjadi masalah, baik untuk laki-laki maupun perempuan.

Apa saja tips untuk memiliki work life balance sebagai seorang perempuan?

Tetapkanlah prioritas dan batasan dengan tegas. Belajarlah untuk mengatakan tidak pada hal-hal yang tidak penting atau mengesampingkan beberapa hal jika tidak mendesak atau penting untuk segera dilakukan. Selain itu, mencari pekerjaan di perusahaan yang mau memahami batasan Anda sangat penting. Budaya perusahaan harus kuat.

Baca Juga: 5 Ilmuwan Perempuan Muslim yang Sangat Berpengaruh di Dunia

Jika Anda tahu bagaimana memprioritaskan, menetapkan batasan yang jelas, dan berada di lingkungan yang mendukung, Anda akan dapat fokus pada tujuan Anda dan mencapai kehidupan yang seimbang.

Apa saja prinsip/nilai yang paling penting dalam bekerja bagi kamu? Apa saja hal-hal yang ingin dicapai sepanjang perjalanan karier kamu, baik untuk diri sendiri, orang lain, dan masyarakat di sekitar kamu?

Jadilah kuat, percaya diri, sadar diri, dan bersemangat untuk belajar. Nilai-nilai dan prinsip-prinsip ini telah membantu saya tumbuh dan berkembang dalam karier saya saat ini di Tetra Pak dan sebagai perempuan karier pada umumnya. Saya bercita-cita untuk menginspirasi lebih banyak perempuan muda di STEM, terutama mereka yang merasa putus asa untuk mengejar impian mereka hanya karena mereka seorang perempuan.

Saya berharap, masyarakat kita akan tetap berpikiran terbuka untuk lebih banyak perempuan yang bekerja di STEM atau profesi yang didominasi laki-laki lainnya. Nilai-nilai, pola pikir, dan semangat kita akan membedakan kualitas pekerjaan yang kita berikan, bukan jenis kelamin kita.

Apa yang ingin kamu sampaikan kepada para perempuan Indonesia yang ingin membangun karier di industri manufaktur dan bidang STEM lainnya?

Dalam hal pencapaian diri, gender seharusnya tidak menjadi masalah. Kita bisa menjadi apa pun yang kita inginkan–pemimpin, insinyur, astronot, koki, atau spesialis perlindungan makanan. Yang dibutuhkan hanyalah keinginan, kemauan yang kuat, dan pola pikir untuk mencapainya.

Read More