Andi Depu telah ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia lewat Surat Keputusan Presiden yang diterbitkan pada 6 November 2018, menjelang peringatan Hari Pahlawan.
Nama Andi Depu akhirnya terpilih menjadi salah satu nama pahlawan perempuan karena dianggap persisten dalam melawan dan membasmi penjajah Belanda yang ada di wilayah Tanah Mandar, Sulawesi Barat.
Andi Depu bersedia untuk keluar dari kerajaannya dan ikut berjuang bersama rakyatnya untuk mempertahankan daerah Tinambung pada waktu itu dari kekuasaan Belanda.
Baca Juga: Cerita Perjuangan Martha Christina Tiahahu Pahlawan dari Tanah Maluku
Akan tetapi perjuangannya itu tidak diperkenankan oleh sang suami, Andi Baso Pabiseang, yang malah pro dengan Belanda, sehingga mereka akhirnya memutuskan untuk bercerai.
Sosok Andi Depu lahir pada 1907 di Tinambung, yang sekarang ini menjadi wilayah Polewali Mandar. Ia merupakan seorang anak perempuan dari Raja Balanipa ke-50, yang bernama Laqju Kanna Idoro serta ibunya yang bernama Samaturu.
Andi Depu Bercerai dengan Suami untuk Perjuangkan Kemerdekaan
Pada tahun 1923, Andi Depu menikah dengan seorang pria berdarah biru yang bernama Andi Baso Pabiseang. Ia sudah menjadi istri seorang bangsawan, seharusnya ia bisa lebih bersantai di rumah tempat tinggalnya. Namun Andi Depu tidak seperti itu; masih ada sesuatu hal yang tidak bisa berhenti dipikirkannya.
Ia merasa sangat prihatin melihat rakyat yang ditindas oleh penjajah Belanda. Melihat keadaan di mana rakyat tidak punya kuasa, ia pergi dari istananya dan ikut bersama rakyat untuk mempertahankan wilayah Tinambung dari cengkeraman Belanda.
Baca Juga: 5 Pahlawan Perempuan Indonesia yang Perjuangkan Kemerdekaan Indonesia
Waktu ikut berjuang di Tinambung, Andi Depu dapat bebas pergi berjuang ke mana pun tanpa ada prasangka sebagai pejuang karena ia adalah seorang perempuan. Akan tetapi, gerak-geriknya ini dikecam oleh sang suami karena lebih memihak kepada Belanda. Karena memiliki idealisme yang berbeda, pasangan ini pun akhirnya memutuskan untuk berpisah.
Setelah bercerai, Andi bersama dengan anak laki-lakinya yang bernama Andi Perenrengi, bergabung dalam pergerakan rakyat Mandar dalam melawan penjajah Belanda. Ia memilih menetap di rumah orang tuanya yang akhirnya dibuat sebagai markas pertahanan.
Ia pernah bersekolah di Volkschool dan sangat aktif di banyak organisasi. Ia juga merupakan pendukung utama organisasi pemuda Jong Islamieten Bond (JIB) yang mendirikan cabang di wilayah Mandar pada 1940, sampai menjadi pelopor Fujinkai (tentara perempuan Jepang) di wilayah Mandar pada tahun 1944.
Andi Depu Menentang Penurunan Sang Saka Merah Putih
Selain menjadi pelopor di Jong Islamieten Bond, ia juga membuat organisasi KRIS Muda atau kepanjangan dari Kebangkitan Rahasia Islam Muda pada 21 Agustus 1945 yang berhasil menyebar ke sejumlah wilayah di luar Mandar. Karena organisasinya ini, ia sempat ditangkap oleh pasukan Netherlands Indies Civil Administration (NICA) pada Desember 1946, meskipun akhirnya dibebaskan.
Kiprahnya yang paling terkenal adalah saat perang revolusi ia tidak mau menurunkan bendera merah putih yang berkibar di Istana Raja Balanipa di Tinambung pada 28 Oktober 1945. Pada waktu itu Andi Depu baru saja selesai melakukan salat dhuha.
Baca Juga: Perempuan Indonesia Pascakemerdekaan: Perjuangkan Kesetaraan dalam Pernikahan
Para penjaga istana yang melihat pasukan Belanda sedang menurunkan bendera merah putih langsung memberikan info pada Andi Depu. Mendapatkan laporan tersebut, Andi Depu langsung pergi dari tempatnya dan bergegas berlari menuju tiang bendera sambil berteriak “Allahu Akbar” dan memeluk kuat tiang bendera.
Berada di tengah kumpulan tentara Belanda, Andi Depu berteriak dengan keras dalam bahasa Mandar: “Lumbangpai Batangngu, Muliai Pai Bakkeu, Anna Lumbango Bandera” yang berarti “Tidak masalah saya gugur, mayatku kalian langkahi, baru bendera ini bisa kau singkirkan”.
Langkahnya ini membuat para tentara istana serta warga Tinambung memaksa masuk kepungan Belanda dan berdiri memagari Andi Depu. Bisa dibilang sangat nekat, karena para tentara istana serta warga sekitar hanya memiliki senjata berupa keris dan tombak waktu mengerumuni prajurit Belanda.
Sebelumnya, para tentara istana itu mendapatkan perintah oleh Andi Depu untuk tidak membongkar bendera Merah Putih itu. Melihat ketahanan dari perjuangan rakyat Mandar yang dipimpin oleh Andi Depu, Belanda pun tidak berani menurunkan bendera tersebut.
Membantu Pembubaran NIT
Belanda yang punya pengaruh sangat hebat di Indonesia Bagian timur yang akhirnya Belanda bisa membuat sebuah negara boneka dengan nama Negara Indonesia Timur (NIT). NIT dibentuk dari sebuah konferansi yang diadakan di Malino serta Denpasar pada tahun 1946. Terbentuknya NIT akhirnya diikuti oleh pembentukan negara-negara bagian yang lainnya seperti Negara Sumatera Timur (NST), dan Negara Pasundan.
NIT sendiri awalnya langsung dijadikan dasar penerapan sistem federal oleh Belanda, yang berujung membantu Republik Indonesia (RI) untuk memperoleh pengakuan kedaulatan di tahun 1949 lewat sebuah badan yang dibuat oleh belanda yaitu Bijeenkomst voor Federal Overleg (BFO).
Sudah biasa ditangkap Belanda, Andi Depu serta pemimpin lain dari perjuangan rakyat Mandar akhirnya bebas sebelum penyerahan kedaulatan Indonesia secara menyeluruh pada akhir 1949 dari hasil Konferensi Meja Bundar (KMB).
Setelah keluar dari penjara, ia juga ikut membantu pembubaran Negara Indonesia Timur (NIT). Demonstrasi ia gelar di Polombangkeng pada 1950. Hal ini mengakibatkan ia ditangkap lagi oleh sisa-sisa orang-orang NIT selama kurang lebih 30 hari.
Karena langkahnya ini, ia kembali ditangkap oleh pemerintah NIT dan langsung dibawa ke penjara selama 30 hari lebih. Andi ditangkap di angkatan udara Penerbangan Mandai lalu dilepaskan kembali oleh pemerintah NIT.
Bebasnya Andi Depu dari penjara kemudian mendapat animo yang luar biasa dari rakyat dan di jalan yang menuju ke Tinambung. Animo dari warga tak terputus termasuk beberapa orang yang dulunya tergabung di KNIL juga ikut mengelu-elukannya.
Biarpun dengan kesehatan yang sudah memburuk akibat perlakuan selama di dalam penjara, tidak menghilangkan semangatnya dalam memberikan semangat dalam melawan penjajahan.
Baca Juga: 4 Pahlawan Perempuan dari Jawa Barat adalah Tokoh Feminisme
Setelah berhasil bebas yang kedua kali, ia kembali pergi ke Mandar karena diminta untuk menjadi pemimpin daerah yang dulunya merupakan Kerajaan Balanipa, dan kemudian berubah menjadi swapraja.
Andi Depu dipilih menjadi ketua Swapraja Balanipa. Amanah ini terus ia pegang sampai tahun 1956 sebelum akhirnya Andi mundur karena masalah kesehatan.
Bersama dengan keluarganya, Andi memutuskan untuk pindah dari Tinambung ke Makassar untuk mendapatkan pengobatan karena kesehatan fisiknya yang sudah menurun.
Andi Depu mengembuskan nafas terakhir di Rumah Sakit Pelamonia Makassar pada 18 Juni 1985. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Panaikang, Makassar, Sulawesi Selatan. Untuk mengenang perjuangannya, sebuah monumen yang dibuat seperti sosok perempuan yang sedang memeluk tiang bendera merah putih sambil menunjuk ke depan dibuat di Kelurahan Tinambung, Kecamatan Tinambung, Polewali Mandar.
Kevin merupakan SEO Specialist di Magdalene, yang sekarang bercita-cita ingin menjadi dog walker.