Apa jadinya kalau perusahaan “memecat” karyawan tapi dengan cara halus dan terselubung? Fenomena ini dikenal dengan istilah quiet cutting, yaitu strategi perusahaan untuk memindahkan posisi karyawan secara sepihak—tanpa diskusi terbuka—dengan harapan si karyawan bakal mundur dengan sendirinya. Biasanya, ini dilakukan demi menghemat biaya pesangon atau efisiensi operasional.
Beda dengan PHK resmi yang biasanya diiringi kompensasi, quiet cutting lebih halus dan tidak langsung. Contohnya, karyawan yang dulunya punya posisi penting, tiba-tiba dipindahkan ke divisi yang enggak jelas fungsinya. Bisa juga tugas-tugas utamanya pelan-pelan dicabut tanpa penjelasan yang layak.
Tapi quiet cutting enggak cuma soal pindah jabatan. Kadang, karyawan juga dijauhkan dari peran penting, dikeluarkan dari proyek-proyek inti, bahkan dibatasi aksesnya ke informasi perusahaan. Intinya satu: bikin karyawan merasa terasing dan akhirnya resign atas kemauan sendiri—padahal itu sebenarnya skenario yang “disutradarai” manajemen.
Dikutip dari Forbes, The ‘Quiet Cutting’ Trend Is A Controversial Leadership Strategy, New Study Shows, fenomena ini makin sering muncul sejak pandemi berakhir, saat banyak perusahaan merapikan struktur kerja tapi takut kena backlash kalau melakukan PHK besar-besaran. Quiet cutting pun jadi jalan tengah: secara hukum mungkin sah, tapi dari sisi etika jelas bisa dipertanyakan.
Yang bikin tricky, praktik ini sering dikemas rapi dengan istilah seperti “rotasi internal”, “penyesuaian peran”, atau “penempatan strategis baru”. Tapi kalau enggak ada komunikasi terbuka atau penjelasan yang masuk akal soal perubahan itu, kamu patut curiga, bisa jadi kamu sedang jadi target quiet cutting.
Dengan mengenali taktik ini, kamu bisa lebih sigap membaca situasi di tempat kerja. Langkah berikutnya? Jaga posisimu dan yang enggak kalah penting: lindungi kesehatan mentalmu juga.
Baca Juga: Habis ‘Quiet Quitting’ Terbitlah ‘Loud Quitting’, Tren Baru yang Berbahaya
Kenapa Sih Perusahaan Pakai Cara Quiet Cutting?
Quiet cutting bukan sekadar taktik sembarangan, ini adalah strategi yang sudah diperhitungkan dengan matang. Sekilas mungkin kelihatan kayak keputusan manajerial biasa, tapi di balik layar, ada banyak alasan tersembunyi.
Biasanya, perusahaan memilih cara ini buat mengurangi beban tanpa harus menanggung risiko hukum, biaya pesangon, atau sorotan negatif yang biasa muncul saat melakukan PHK terang-terangan.
Dikutip dari Canda Career Counselling, Navigating the New Landscape of Quiet Cutting: How to Protect Your Career and Secure Your Future, berikut beberapa alasan kenapa perusahaan lebih milih quiet cutting daripada PHK langsung:
- Biar Enggak Perlu Bayar Pesangon
Salah satu motivasi utama adalah: hemat biaya. PHK resmi sering kali bikin perusahaan harus bayar kompensasi, tunjangan, sampai pesangon. Tapi kalau karyawan resign sendiri? Perusahaan bisa menghindari kewajiban itu. Maka, beberapa karyawan sengaja dipindahkan ke posisi yang enggak relevan atau dibuat enggak betah, sampai akhirnya mereka mundur sendiri.
- Jaga Citra Perusahaan di Mata Publik
PHK massal bisa bikin nama perusahaan jelek di media dan bikin publik enggak simpati. Apalagi buat perusahaan besar, hal kayak gini bisa pengaruhi kepercayaan pelanggan, investor, bahkan calon pelamar kerja. Quiet cutting jadi cara halus untuk mengurangi jumlah pegawai tanpa bikin heboh.
- Hemat Biaya di Tengah Ekonomi Sulit
Setelah pandemi atau di masa krisis, banyak perusahaan yang lagi ngencengin ikat pinggang. Quiet cutting jadi opsi yang “tenang” tapi efektif untuk efisiensi, enggak cuma dari sisi gaji, tapi juga untuk menghindari konflik sosial dan tekanan psikologis yang muncul dari PHK terbuka.
- Hindari Masalah Hukum dan Drama Internal
Kalau langsung memecat karyawan tanpa alasan jelas, perusahaan bisa dituntut. Tapi kalau “cuma” ganti posisi atau ambil wewenang secara bertahap, itu sulit dibuktikan sebagai pelanggaran hukum. Jadi, quiet cutting pun dianggap aman secara legal, walaupun secara etika bisa diperdebatkan.
- Jalan Pintas Saat Restrukturisasi
Saat perusahaan merger, transformasi digital, atau sekadar bersih-bersih struktur internal, beberapa posisi jadi enggak relevan lagi. Daripada PHK besar-besaran yang rawan bikin konflik, mereka memilih menggeser pelan-pelan lewat quiet cutting. Lebih tenang, minim drama.
Baca Juga: Apa itu ‘Quiet Firing’ dan Kenapa Perlu Diwaspadai
Bagaimana Cara Ngenalin Quiet Cutting?
Karena quiet cutting dilakukan dengan cara diam-diam dan bertahap, kadang kita enggak sadar sedang mengalaminya. Tidak ada surat resmi, tidak dipanggil HR, dan semuanya terasa samar. Dikutip dari The Times of India, Tips to Spot the Signs of ‘Quiet Cutting’ and Protect Your Job, tapi ada beberapa tanda yang bisa kamu waspadai:
- Dipindah Tugas Tanpa Penjelasan yang Masuk Akal
Kamu yang awalnya pegang posisi penting, tiba-tiba dipindah ke peran yang enggak sesuai kemampuan atau ke divisi yang sepi aktivitas, tanpa alasan jelas dan tanpa pelatihan? Itu bisa jadi sinyal awal.
- Jabatan dan Wewenang Dikecilkan
Tiba-tiba kamu enggak lagi jadi decision maker, enggak dilibatkan dalam rapat penting, atau cuma dikasih tugas-tugas sepele? Bisa jadi kamu sedang didemosi secara diam-diam.
- Tanggung Jawab Berkurang Pelan-Pelan
Laporan mingguan yang biasanya kamu susun sendiri tiba-tiba dialihkan ke orang lain. Akses ke sistem penting dicabut. Kamu merasa makin hari makin enggak dibutuhkan.
- Dikeluarin dari Proyek atau Rapat Tim
Kamu mulai enggak diajak brainstorming, enggak diundang ke rapat strategis, bahkan dikeluarin dari grup kerja? Kalau ini terjadi terus-menerus, ada kemungkinan kamu memang sedang “didorong” untuk pergi.
Baca Juga: Quiet Quitting: Kenapa Sedikit Kerja itu Bagus untukmu dan Bos
Langkah Cerdas Saat Mengalami Quiet Cutting
Menghadapi quiet cutting jelas bikin stres. Tapi kamu enggak harus pasrah. Dikutip dari Detik Finance, Tips Hadapi Quiet Cutting, ada beberapa langkah bijak yang bisa kamu ambil supaya tetap profesional dan enggak kehilangan kendali atas kariermu:
- Peka Terhadap Tanda-Tanda Awal
Kalau tiba-tiba mendapat tugas aneh, dikecilkan peran, atau dijauhi dari proyek, jangan cuek. Bisa jadi itu awal mula quiet cutting. Semakin cepat kamu sadar, semakin cepat kamu bisa menyusun strategi.
- Simpan Semua Bukti
Catat semua perubahan yang terjadi: email, chat, notulen rapat, atau instruksi kerja yang janggal. Dokumentasi ini bisa jadi pegangan buat diskusi dengan HR atau kalau kamu mau ambil langkah hukum.
- Tetap Profesional, Jangan Gegabah
Sekesal apapun kamu, jangan asal resign atau menyebar curhatan di medsos. Tetap bersikap dewasa, karena sikap profesional akan bikin reputasimu tetap baik, penting banget kalau kamu mau pindah ke tempat baru.
- Refleksi Diri dan Evaluasi Karier
Kadang, quiet cutting bisa jadi sinyal bahwa tempat kerja sekarang sudah enggak lagi sejalan dengan tujuanmu. Enggak ada salahnya untuk mulai cari tahu: masihkah kamu berkembang di sana? Atau waktunya cari peluang baru?
- Jaga Kesehatan Mentalmu
Merasa disisihkan itu menyakitkan. Tapi kamu enggak sendiri. Jangan ragu cari bantuan, entah itu ke psikolog, ngobrol dengan teman, atau ambil jeda sejenak dari rutinitas. Kamu layak berada di tempat kerja yang menghargaimu.
Kevin merupakan SEO Specialist di Magdalene, yang sekarang bercita-cita ingin menjadi dog walker.