Boleh diceritakan, Kak, bagaimana penerapan kurikulum di Pesantren Ath-Thariq?
Kurikulum di sini sangat mendekatkan sekali pada kawasan kami. Setiap hari [santri] harus mengambil makanan dari kebun untuk bahan makanan mereka, itu yang utama.
Yang kedua ada wirausaha. Datang tidak membawa bekal, pulang membawa bekal. Kami membentuk wirausaha yang didekatkan dengan kebun. Contohnya begini, kami menanam buah markisa, buah markisa ini dipelihara oleh anak-anak, setelah dipelihara itu berbuah, diambil buahnya, setelah diambil buahnya diolah. Diolah menjadi selai, menjadi sirup, kemudian di packaging. Tentunya dengan proses ya, pengolahannya. Dari situ baru dimasukkan ke gerai-gerai organik, atau event-event tertentu. Itulah yang kita lakukan.
Bukan hanya di tingkat pembuatan selai atau sirop saja, tapi banyak sekali. Kami mendekatkan [santri] dengan tanaman obat-obatan. Kami kenalkan anak-anak dengan tanaman-tanaman herbal, mereka urus tanaman-tanaman itu. Jadi mereka sadar, semua yang ada di dekat kami itu adalah potensi untuk dikembangkan. Jika kreatif, itu akan menghasilkan uang yang berbasis pemulihan ekologi. Nah tanaman herbal itu dipanen, dengan proses yang sederhana tentu saja, lalu dicuci dibersihkan, dikeringkan, di(panggang di) oven, ditimbang, kemudian dikemas. Setelah dikemas, dimasukkan ke gerai-gerai, dan mereka sendiri yang menjadi pengelolanya.
Begitulah kurikulum yang mendekatkan mereka [dengan lingkungan]. Tajam sekali pendekatannya sehingga tidak mengajarkan anak-anak untuk pergi ke kota, tapi mengajarkan mereka untuk mengolah desanya.
Ada kajian ekofeminisme di mana terdapat hubungan antara perempuan dan alam. Di Islam sendiri, bagaimana ya Kak, cara melihat hubungan antara perempuan dan alam?
Saya pikir itu sangat jelas kalau perempuan itu mengeluarkan benih, menghasilkan benih, Al-Qur’an dengan sangat tegas mengatakan itu bahwa perempuan adalah bagian dari terhubungnya, terlestarikan bumi. Maka jika tidak ada perempuan, tidak ada benih-benih sangat berkualitas.
Bagaimana dengan ekofeminis? Ekofeminis berbicara tentang benih. Semua yang berada di alam ini berawal dari benih, sangat terhubung sekali dan saya adalah bagian dari gerakan ekofeminisme ini sendiri. Bayangkan jika tidak ada perempuan, tidak akan ada lahir anak-anak yang cerdas, anak-anak yang terampil.
Ini juga menjadi tugas perempuan, bahwa perempuan mempunyai tanggung jawab terhadap lahirnya kader-kader bangsa dalam perspektif pemeliharan lingkungan, khususnya pemeliharaan lingkungan berbasis pada tumbuhan. Tumbuhan ini kan tidak bisa tumbuh tanpa benih. Ini sangat luar biasa sekali ya, filosofinya