Anne Patricia Sutanto Pebisnis Tangguh yang Bertahan di Tengah Pandemi

Anne Patricia Sutanto

Sudah satu tahun dunia menghadapi situasi yang sangat berbeda akibat dari pandemi COVID-19. Banyak aspek kehidupan manusia yang berubah mulai dari mobilitas yang dibatasi, termasuk kehidupan para pekerja. Ketika Covid-19 merebak di seluruh dunia, tentu saja salah satu sektor paling terdampak oleh virus ini adalah sektor bisnis. 

Di Indonesia sendiri, pada tahun lalu Presiden Joko Widodo sempat menyampaikan pertumbuhan ekonomi I dan kuartal II 2020 berada di angka minus 5,32 persen. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga memperkirakan ekonomi nasional berada di kisaran nol persen sampai minus 2 persen pada kuartal III. 

Baca Juga: Pebisnis Perempuan Grace Tahir dan Passion di Bidang Kesehatan

Dalam situasi dan kondisi seperti ini, tentu bisnis di Indonesia ketar-ketir, namun, ada salah satu perusahaan dari sektor garmen yang bertahan dan berhasil beradaptasi dalam situasi pandemi yaitu, PT Pan Brothers Tbk .

Di saat pandemi, perusahaan garmen ini justru mencatatkan penjualan sebesar US$326 juta sepanjang semester I 2020, naik 15 persen dari US$284 juta pada semester I tahun 2019. 

Salah satu tokoh yang berperan penting dalam berkembangnya perusahaan Pan Brothers ini kala pandemi adalah Anne Patricia Sutanto, Vice Chief Executive Officer PT Pan Brothers Tbk. Dalam wawancara bersama podcast How Women Lead, Anne menceritakan salah satu keberhasilan Pan Brothers dalam menghadapi pandemi ini adalah kemampuan beradaptasi dan juga fleksibilitas perusahaan. Kedua sifat ini merupakan bagian dari ciri sifat kepemimpinan feminin yang juga sudah dijelaskan dalam episode podcast How Women Lead The Athena Doctrine.

Adaptasi Menjadi Modalitas PT. Pan Brothers Hadapi Pandemi

Perjalanan Anne selama malang melintang di dunia bisnis memang penuh dengan adaptasi, pelajaran yang ia ambil untuk bertahan dalam pandemi. Berbeda dari sektor lain yang memang mungkin bisa menerapkan kebijakan work from home, pabrik agak sulit menerapkan hal itu secara penuh.

Baca Juga: Susi Pudjiastuti Pengusaha Perempuan Pantang Menyerah

“Tidak semua bagian bisa melakukan work from home. Kita tetap meyakini bahwa kerja kita semua tetap sehat dan melalui protokol COVID-19 dan pencegahannya, itu yang kita jalani saat ini,” kata Anne. 

Ketika COVID-19 merebak di Cina, Anne sudah mengantisipasi bahwa hal ini pasti akan berdampak pada sektor bisnis, namun Anne tidak menyangka bahwa skalanya akan sebesar itu. Saat itu, perusahaan langsung berinisiatif untuk menerapkan protokol kesehatan dengan mengukur temperatur dan mewajibkan pemakaian masker walaupun di luar pabrik belum ada kewajiban itu. 

“Karena kita ini perusahaan garmen, kita mulailah dengan membuat masker untuk orang-orang kita sendiri untuk diberikan secara cuma-cuma kepada orang-orang kita. Ya untuk proteksi kerjalah. Itu di awal Maret. Eh, tiba-tiba banyak teman-teman yang minta dibuatkan,” kata Anne.

Dari situ perusahaan itu melihat ini sebagai peluang karena permintaan yang tinggi. Mereka pun mulai memasok ke bagian retail Pan Brothers, tidak hanya masker untuk dewasa tapi juga masker untuk anak-anak. 

Profil Anne Patricia Sutanto 

Anne Patricia Sutanto tidak berniat untuk bergelut dalam dunia bisnis. Saat remaja, ia lebih tertarik dalam bidang hukum dan bertekad masuk sekolah hukum di Universitas Indonesia atau Universitas Gadjah Mada. Namun, sang ayah menyarankan Anne untuk sekolah ke Amerika Serikat. 

Baca Juga: Tips Usaha Sendiri dari Pebisnis Perempuan Sukses Cynthia Tenggara

“Saya berpikir ingin jadi bio-technologist karena ayah saya itu founder dari PT Kayu Lapis Indonesia. Ternyata paling cocok untuk jadi  bio-technologist itu, S1-nya either harus teknik kimia, kimia atau biologi. Dari situ saya memutuskan untuk mengambil teknik kimia,” ujar Anne pada How Women Lead.  

Di Amerika, ia bersekolah di University of Southern Californiia (USC) di tahun 1990. Ketika menginjak semester 2, ayahnya mengalami stroke. Akibatnya, perusahaan harus dijalankan oleh anak-anaknya, namun saat itu kakak Anne tidak bersedia.

“Saya ngomong ke Ayah, saya akan coba untuk melanjutkan (bisnis), tetapi saya mau lulus terlebih dahulu. Setelah itu, saya langsung ketemu rektor saya dan menyampaikan kalau saya ingin cepat lulus. Saya akhirnya dibuatkan program khusus dengan syarat GPA saya harus di atas 3,” ujar Anne.

Pada tahun 1992 Anne lulus kuliah dan sesuai dengan janjinya pada sang ayah, ia pun langsung bekerja di Kayu Lapis. Ia langsung menghadapi tantangan karena dianggap tidak memiliki latar belakang bisnis. 

“Saat itu om saya kurang menerima (keterlibatan saya) karena sebab itu. Ditambah lagi ia menganggap, saya ini perempuan, tahu apa soal bisnis laki-laki. Padahal saat itu saya menikmati pekerjaan saya yang harus ke lapangan seperti ke Kalimantan, Papua,” ujarnya.

Baca Juga: 6 Hal yang Membuat Kamu Jadi Pemimpin Idola

Dari situ Anne berpikir mungkin memang ilmunya memang masih minim dan ia memutuskan untuk mengambil program MBA di bidang finance di AS selama satu tahun. Setelah lulus ia kembali ke Kayu Lapis, namun ternyata pamannya tetap tidak menerima Anne. Ia pun didepak keluar di pertengahan 1996, dan ia pindah ke tempat lain.

“Saat itu saat saya mau dipanggil interview, paman saya dari pihak Ibu, yang memiliki PT Batik Keris, Pak Handirman, bilang ‘kamu bantu saya saja untuk mengakuisisi PT Pan Brothers’,” kenang Anne. 

Awalnya Anne memang sedikit enggan sebab tidak ingin menghadapi situasi kerumitan hubungan keluarga yang sama seperti di Kayu Lapis. Namun, sang paman menjanjikan akan memperlakukan Anne sama dengan pegawainya yang lain, dan ia akan membimbing Anne langsung.

Baca Juga: 11 Pengusaha Perempuan Indonesia Sukses Membangun Bisnis Sendiri

“Dia bilang, satu hal yang enggak boleh saya lakukan adalah mengadu ke ibu saya. Saya memang tidak pernah komplain, tapi jujur selama enam bulan itu, I have to say it’s the most painful experiences karena dari pagi sampai malam, pagi sampai malam, ngikutin dia, detailin due diligence Pan Brothers dan sebagainya,” kata Anne. 

Namun pengalaman itu menempa Anne, mematangkan kemampuannya dalam berbisnis dan beradaptasi dengan segala situasi sampai sekarang.