Diskriminasi Penerimaan Kerja Berdasarkan Zodiak, Memang Ada?

Pantes aja kerjanya enggak benar. Gemini, sih!”

“Oh, dia ngebohongin atasannya? Enggak heran, sih. Dia kan Virgo.”

Kamu pernah mendengar hal-hal seperti itu saat nongkrong bareng teman atau mungkin, di kantormu sendiri? Kalau pernah, berarti kamu adalah bukti yang mendukung hasil penelitian soal diskriminasi di tempat kerja berdasarkan zodiak.

Hah? Masa beneran ada yang kayak gini?

Berdasarkan riset Jackson G. Lu dkk. berjudul “Disentangling stereotypes from social reality: Astrological stereotypes and discrimination in China” (2020), hal itu memang sungguh terjadi di Cina dan beberapa negara lainnya.

Meski terdengar konyol, tak sedikit perusahaan yang  menjadikan zodiak calon karyawan sebagai pertimbangan besar sebelum menerima mereka untuk bekerja. Setidaknya, 40 persen perekrut di Cina sering mendiskusikan dan mempertimbangkan untuk menerima karyawan berdasarkan zodiak mereka. Penelitian itu juga mengungkapkan, di Cina, ada stereotip kepribadian seseorang berhubungan langsung dengan zodiaknya.

Lu dan kawan-kawan kemudian menguji anggapan tersebut pada 351 perekrut profesional dari 24 industri berbeda di Cina. Mereka menempatkan para perekrut dalam sebuah eksperimen, di mana mereka diminta untuk memilih satu dari beberapa lamaran kerja milik calon pegawai yang mereka nilai cocok untuk dipekerjakan.

Baca juga: Hak untuk Bekerja Tidak Bergender, Stop Larang Perempuan Melakukannya

Lamaran-lamaran kerja yang diberikan itu secara umum serupa dan mengandung elemen pembahasan yang sama, tapi dibuat mengandung keterangan tanggal lahir kandidat. Sebagian calon pegawai memiliki zodiak Virgo, sebagian lagi berzodiak Leo. Ternyata, para perekrut lebih memilih untuk mempekerjakan orang-orang berzodiak Leo daripada Virgo.

Beberapa perekrut secara sengaja tidak memilih orang-orang berzodiak Virgo (lahir antara 23 Agustus sampai dengan 22 September) sebagai teman, pasangan, atau bahkan pegawai, karena stereotip bahwa orang-orang Virgo dianggap memiliki kepribadian yang banyak protes dan sering tidak menyetujui banyak hal.

Bukan hanya Virgo, melansir NBC News, seorang perekrut di sebuah perusahaan pelatihan bahasa bernama Chutian Metropolis Daily di Wuhan, Cina, berkata bahwa dia memiliki pengalaman buruk dengan pekerja berzodiak Scorpio dan Virgo. Kedua zodiak tersebut dinilainya cenderung kritis dan agresif, dan hal itu membuat mereka jadi tidak akrab dengan rekan-rekan kerja lain, sehingga tak bertahan lama bekerja di perusahaan itu. Hal itu membuat sang perekrut memiliki preferensi tertentu dalam merekrut karyawan, yaitu memilih mereka yang memiliki zodiak Capricorn, Libra, dan Pisces.

Kepribadian Manusia Tak Ditentukan oleh Zodiak

Untuk menguji temuan secara lebih lanjut, Lu dkk. dalam penelitian yang sama kemudian menguji, apakah benar zodiak dan astrologi memengaruhi kepribadian seseorang, bahkan menentukan etos dan cara kerjanya di kantor.

Mereka memilih 173.309 sampel yang terdiri atas orang-orang dewasa di Cina untuk melakukan eksperimen. Sampel diminta untuk mengisi serangkaian tes kepribadian yang juga berisi karakteristik kepribadian manusia yang diselaraskan dengan stereotip dari tiap-tiap zodiak. Misalnya, menguji bahwa orang-orang Virgo itu sering mengungkapkan kritik, dan bahwa Gemini itu temperamental dan emosional. Ternyata, hasil penelitian berkata lain. Zodiak tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kepribadian seseorang.

Itu juga diperkuat oleh penelitian berjudul “Psychology of Astrology (The relationship between zodiac signs and the personality of an individual)” yang digagas oleh Aaron Arthur G. Azucena, dkk. Penelitian itu menunjukkan, penggambaran kepribadian atau sifat manusia dalam tiap-tiap zodiak memiliki jangkauan yang sangat luas dan general. Misalnya, label “temperamental” sebagai cerminan dari sebuah zodiak itu memuat indikasi yang terlalu umum, karena siapa saja bisa menjadi temperamental tanpa harus memiliki zodiak tertentu.

Baca juga: 3 Alasan Penyandang Disabilitas Intelektual Masih Sulit Dapat Kerja

Hal ini berkaitan dengan The Barnum effect, sebuah istilah dalam psikologi yang mengungkap manusia menerima dan memaknai label maupun deskripsi kepribadian yang diberikan orang-orang kepada mereka, karena label itu sebenarnya juga berlaku pada diri banyak orang lain. Meski begitu, banyak orang yang tidak menyadari label dan deskripsi kepribadian berdasarkan zodiak itu sangat umum dan bisa ditemukan pada diri orang lain. Karena merasa menemukan kesamaan antara kepribadiannya dengan deskripsi bawaan dari sebuah zodiak, akhirnya banyak orang mempercayai bahwa sikap mereka ditentukan oleh bawaan-bawaan sikap dari zodiaknya.

“Kami menyimpulkan zodiak dan astrologi tidak akurat untuk memprediksi kepribadian seseorang karena tidak ada hubungan yang signifikan antara kedua hal tersebut,” demikian catat Azucena dkk. dalam penelitian mereka.

Potensi Diskriminasi Kerja yang Lebih Besar

Temuan dari penelitian-penelitian tersebut menunjukkan adanya kecenderungan diskriminatif dalam perekrutan. Hal itu bahkan dilatar belakangi oleh kepercayaan dan anggapan yang pseudoscientific dalam dunia profesional. Baik rasisme maupun astrologi berangkat dari cara pandang yang serupa, yaitu bahwa manusia bisa dikelompokkan serta dinilai berdasarkan karakteristik individual, seperti warna kulit dan tanggal lahir, alih-alih dinilai berdasarkan kualitas dirinya sebagai manusia atau kualifikasinya sebagai pekerja di bidang tertentu. Seperti halnya seperti orang Afrika-Amerika yang sering dianggap pemalas ataupun kriminal, atau orang-orang berzodiak Scorpio yang sering dianggap hanya memikirkan seks ketika hendak memilih pasangan.

Bila terus-menerus diterapkan, hal ini akan melahirkan alasan-alasan baru untuk membeda-bedakan perlakuan terhadap manusia berdasarkan kelompok atau karakteristik dirinya. Ini tak ubahnya melanggengkan stereotip terhadap kelompok tertentu tanpa alasan mendasar yang kuat.

Baca juga: Perempuan Pengungsi di Indonesia dalam Belenggu Diskriminasi

Padahal, bicara tentang dunia kerja berarti bicara tentang dunia profesional, yang setiap hal dan perkara di dalamnya seharusnya diputuskan berdasarkan pertimbangan logis, ilmiah, dan tidak melanggengkan label-label tidak masuk akal. Keyakinan ini seharusnya jadi pengetahuan mendasar bagi setiap manusia, terlebih pekerja profesional, untuk bisa membangun iklim kerja serta perusahaan yang berkelanjutan dan dapat bekerja optimal berkat kontribusi sumber daya manusianya yang berkualitas.

Banu Guler, chief executive officer di sebuah aplikasi astrologi yang berhasil meraih pendanaan dan modal sebesar lima juta dollar Amerika bernama Co-Star berkata, “Kita lahir di bawah langit yang sama dan di planet yang sama. Astrologi adalah alat yang bisa membantu manusia melihat perannya di dunia, bukan untuk melarang orang-orang lain berpartisipasi di dalamnya.”

Read More