pengusaha perempuan

Intan Anggita Pratiwie dan Gerakan ‘Sustainable Fashion’

Banyak orang menekuni profesi yang berbeda jauh dari latar belakang pendidikan formalnya, tak terkecuali seniman daur ulang Intan Anggita Pratiwie. Ia adalah lulusan Fakultas Hukum Universitas Parahyangan, Bandung, yang kemudian meraih gelar master di bidang seni pertunjukan dari Institut Musik Daya Indonesia. Dunia daur ulang yang ditekuninya saat ini adalah passion sejak lama yang dipengaruhi oleh kegiatan kedua orang tuanya. 

brand setali indonesia

“Bapak saya refurbished mobil lama seperti baru lagi. Ibu saya melakukan vermak baju,” kata Intan melalui e-mail kepada Magdalene

Ketertarikannya terhadap isu pengurangan sampah fashion selalu didukung oleh sang suami, Aria Anggadwipa. Bersama Aria, Intan pernah mengadvokasi berbagai isu di Indonesia Timur, yang didokumentasikan di laman menujutimur.com (kini tidak aktif lagi). Untuk membiayai kegiatan tersebut, Intan mendirikan merek pakaian daur ulang Sight From The East, yang saat ini telah berubah nama menjadi Sight From The Earth.    

Baca Juga: Martha Tilaar dan Wulan Tilaar Berbisnis dengan Empati, Selamatkan Pekerja

“Pada 2012, istilah sustainable fashion di Indonesia belum populer. Saat itu yang kami lakukan adalah mendaur ulang denim dan tenun,” ujar perempuan berusia 35 tahun ini.  

Salah satu kegiatan advokasi yang dilakukan Intan adalah mendampingi Papa Jo, seorang pegiat bank sampah dari Labuan Bajo, yang pada 2013 diundang oleh badan PBB untuk urusan lingkungan (UNEP) ke Workshop on Marine Litter di Okinawa, Jepang. 

Intan Anggita Pratiwie dan Gerakan ‘Sustainable Fashion’

Pada acara tersebut, Intan semakin memperluas wawasannya di isu keberlanjutan setelah berkenalan dengan aktivis pengelolaan sampah dari seluruh dunia. Lima tahun kemudian, dia berkontribusi dalam mendirikan Setali, sebuah yayasan yang bergerak di isu fashion berkelanjutan.  

“Saya diajak (penyanyi) Andien yang (saat itu) telah terlebih dahulu memiliki Salur Indonesia. Ada kemacetan bottle neck dalam mengelola barang donasi di Salur. Berhubung saya hobi mendaur ulang, akhirnya limbah fashion tersebut dikelola dan diperpanjang menjadi barang baru,” ujar Intan.  

“Kami akhirnya sepakat untuk mengubah misi menjadi lebih fokus di sustainable fashion dan mengganti nama menjadi Setali Indonesia,” ia menambahkan. 

Pada Oktober mendatang, Intan akan memamerkan karyanya di Paris Fashion Week. Kesuksesannya menembus salah satu pekan mode terbesar ini diraih setelah mendaftar di Fashion Division, melewati tahapan wawancara dan lainnya hingga kemudian terpilih.

Intan Membumikan Isu Sampah Fashion 

Intan Membumikan Isu Sampah Fashion

Industri mode adalah salah satu polutan terbesar di dunia. Menurut sebuah penelitian berjudul The environmental price of fast fashion yang diterbitkan oleh nature.com pada tahun 2020, industri ini menghasilkan 8-10 persen emisi karbondioksida global  (4-5 miliar ton per tahun). 

Industri ini juga menghabiskan banyak air (79 triliun liter per tahun), bertanggung jawab hampir 20 persen dari polusi air limbah seluruh industri setiap tahunnya, menyumbang 35 persen (190.000 ton per tahun) dari polusi mikroplastik di laut, dan menghasilkan limbah tekstil dalam jumlah sangat besar (92 juta ton per tahun). 

Melihat begitu besarnya dampak sampah mode, Setali juga menerima sumbangan pakaian bekas, yang kemudian diperpanjang usianya dengan cara didaur ulang untuk dijadikan produk baru yang bernilai jual. 

Masyarakat yang ingin menyumbang harus menaati syarat-syarat yang telah ditetapkan. Misalnya, jika seseorang ingin mendonasikan kain atau pakaian tidak layak pakai, dia harus mengguntingnya untuk dijadikan perca agar lebih mudah didaur ulang. Kendati demikian, ada kalanya penyumbang melanggar ketentuan tersebut. 

Baca Juga: Anne Patricia Sutanto Pebisnis Tangguh yang Bertahan di Tengah Pandemi

“Banyak pula yang membuang sampah seperti boneka yang sudah tidak berbentuk lagi. Lalu, (untuk mengatasi hal ini), kami minta orang-orang mengirim foto terlebih dahulu, tapi tetap saja cara itu tidak efektif. Akhirnya, kami menjadikan (layanan ini) langganan berbayar supaya dapat mengelolanya lebih baik dan berkelanjutan,” ujar pebisnis perempuan ini.  

Mengurangi limbah fashion adalah kerja kolektif yang memerlukan kontribusi banyak pihak. Selain mengolah sampah pakaian hasil sumbangan ke Setali bersama rekan-rekannya sesama seniman daur ulang, Intan juga menjalin kerja sama dengan pihak lainnya untuk memfasilitasi agar masyarakat dapat menaruh pakaian bekas di kotak-kotak yang disediakan di tempat-tempat tertentu. 

Pebisnis Perempuan Intan Anggita Pratiwie

“Kami sempat bekerja sama dengan Carsome (tempat jual beli mobil bekas), Kirei Wash and Beyond (laundry ramah lingkungan), dan Ease (sebuah merek lokal yang menerapkan prinsip sustainable fashion) cabang Plaza Indonesia, tetapi ini hanya proyek sementara. Sekarang dropbox hanya ada di Subo Jakarta, tempat workshop upcycle kami, dan terbatas untuk pelanggan Subo saja,” tutur Intan. 

Intan mengakui bahwa hal paling sulit dari kegiatannya adalah mengedukasi masyarakat dalam memilah-milah dan memanfaatkan kembali pakaian bekas. Meskipun demikian, dia juga berpendapat bahwa kesadaran masyarakat sudah terbentuk. Untuk itu, komunitasnya tak pernah lelah memberikan edukasi mengenai apa pun yang bisa dilakukan untuk mengurangi limbah dan memperpanjang usia pakaian. 

“Kami menyebarkan (informasi) melalui media sosial, meminta tolong influencer untuk terlibat, dan membuat acara workshop yang menarik. Anak-anak muda lebih tertarik dengan sesuatu yang menyenangkan, berbeda, dan kreatif. Kami juga mengajak masyarakat untuk bisa mendaur ulang secara mandiri dengan memberikan kelas dasar upcycling melalui workshop,” tuturnya. 

Baca Juga: Diajeng Lestari, Pengusaha Muslimah Sukses dengan Brand HIJUP

Limbah fashion berdampak serius pada lingkungan sehingga pemerintah perlu menaruh perhatian secara sungguh-sungguh. Intan berpendapat, hal yang seharusnya dilakukan pemerintah adalah melakukan penanganan secara lebih holistik. 

“Pemerintah perlu menjadikan ini sebagai suatu kebijakan, yaitu melarang  masyarakat membuang limbah fashion. Berikan mereka pilihan dengan mempercayakan pengelolaan sampah kepada lembaga seperti kami, menjual kembali ke e-commerce atau menyalurkan kepada yang membutuhkan,” katanya. 

Read More