Mengenal ‘Stress Crossover’ di Tempat Kerja, Dampak, dan Tips Mengatasinya
Dalam dunia kerja, stres jadi hal yang hampir tak bisa dihindari. Namun tahukah kamu kalau stres berpotensi menular ke rekan kerja. Istilahnya stress crossover, yakni kondisi ketika kita ikut terbebani gara-gara lihat rekan kerja yang sedang tertekan. Kita seolah bisa merasakan emosi negatif yang sama, sehingga berpengaruh ke kestabilan mental.
Apa itu Stress Crossover?
Dikutip dari Harvard Business Review, stress crossover adalah istilah untuk menggambarkan fenomena di mana stres yang dirasakan seseorang bisa berdampak ke orang-orang di sekitarnya, terutama mereka yang sering berinteraksi atau punya hubungan dekat.
Di tempat kerja, stress crossover sering terjadi ketika ada karyawan yang sedang tertekan, “menularkan” stresnya ke rekan-rekan di sekitar. Potensi penularan kian besar ketika kita punya karakter emosional, mudah terbawa suasana, dan cenderung punya empati tinggi.
Misalnya, kalau ada anggota tim yang tampak stres menghadapi tenggat waktu, suasana ini bisa bikin rekan lainnya ikut terpengaruh. Dampaknya bukan cuma di mood saja, tapi juga memengaruhi komunikasi, kolaborasi, dan produktivitas kerja tim secara keseluruhan.
Baca Juga: Stres di Tempat Kerja? Prioritaskan Istirahat Berkualitas
Faktor Penyebab Stress Crossover di Tempat Kerja
Dikutip dari Psychology Today, Stress Contagion: Does Observing Others’ Anxiety Affect You?, ada beberapa penyebab utama yang bikin stress crossover semakin sering terjadi di tempat kerja:
- Lingkungan Kerja yang Tinggi Tekanan
Lingkungan kerja yang penuh tekanan seperti target tinggi dan tenggat ketat, bisa jadi pemicu utama stress crossover. Ketika satu karyawan merasa tertekan, mood-nya bisa jadi tegang, dan ini dirasakan oleh orang-orang di sekitarnya. Ditambah lagi, dalam kondisi penuh tekanan, waktu untuk beristirahat jadi terbatas, yang membuat stres makin mudah menular.
- Komunikasi antar-Tim yang Kurang Efektif
Komunikasi yang tidak jelas bisa menambah situasi stress crossover. Kesalahpahaman atau instruksi yang enggak tersampaikan dengan baik sering menimbulkan kecemasan. Misalnya, jika instruksi atasan kurang jelas, karyawan bisa merasa bingung atau takut salah, yang ujungnya bikin tim semakin stres.
- Beban Kerja Berlebihan
Ketika beban kerja terlalu tinggi, karyawan bisa mulai menunjukkan tanda kelelahan atau gampang marah. Hal ini sering bikin rekan-rekan kerjanya ikut merasa terbebani secara emosional atau bahkan takut mereka bakal dapat beban kerja serupa.
- Gaya Kepemimpinan yang Tidak Mendukung
Pemimpin yang terlalu menekan tanpa memikirkan kesejahteraan tim bisa memperparah stress crossover. Ketika karyawan merasa stres karena tuntutan atau kritik yang enggak ada henti, suasana ini bakal “menular” ke seluruh tim yang berinteraksi dengan pemimpin tersebut.
- Kurangnya Work-Life Balance
Keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi yang tidak terjaga juga membuat stress crossover makin mudah terjadi. Ketika karyawan merasa sulit bersantai di luar jam kerja, beban emosional ini bisa terbawa ke kantor dan membuat rekan kerja lainnya ikut terpengaruh.
Baca Juga: ‘Holiday Stress’: Memahami Stres yang Datang Menjelang Liburan
Cara Mengatasi Stress Crossover di Tempat Kerja
Untuk menangani stress crossover, diperlukan pendekatan yang mencakup peran karyawan, pemimpin, dan kebijakan perusahaan. Masih dari Psychology Today, berikut beberapa cara efektif yang bisa dilakukan:
- Bangun Komunikasi yang Terbuka
Penting untuk memiliki komunikasi yang jujur dan terbuka di tempat kerja. Ketika karyawan dan pemimpin bisa dengan bebas mengungkapkan perasaan atau masalah, stres lebih mudah dikelola, dan dukungan antar-rekan bisa diberikan.
- Dukung Kesehatan Mental Karyawan
Perusahaan sebaiknya menyediakan layanan atau program kesehatan mental, seperti konseling atau pelatihan manajemen stres, agar karyawan bisa mendapatkan bantuan saat stres terasa berat.
- Pelatihan Kepemimpinan yang Berempati
Pemimpin yang berempati bisa memahami perasaan tim mereka dan memberikan dukungan dengan tepat. Pelatihan kepemimpinan yang menekankan empati akan sangat membantu menciptakan lingkungan kerja yang lebih suportif.
- Dorong Budaya Kerja yang Suportif
Lingkungan kerja yang saling mendukung membantu karyawan merasa didukung oleh rekan mereka. Dengan begitu, stres tidak mudah menyebar karena ada atmosfer yang saling membantu dan kolaboratif.
- Tetapkan Batasan Jelas antara Pekerjaan dan Kehidupan Pribadi
Keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi adalah kunci untuk mengelola stres. Perusahaan bisa bantu dengan menetapkan aturan terkait batasan jam kerja yang jelas.
- Apresiasi dan Penghargaan kepada Karyawan
Apresiasi memiliki efek besar dalam menjaga suasana hati dan motivasi karyawan. Ketika karyawan merasa dihargai, suasana positif di tempat kerja bisa lebih terjaga, sehingga stres enggak mudah menular.
- Sediakan Tempat atau Waktu untuk Relaksasi
Memberikan ruang atau waktu khusus untuk istirahat di kantor bisa bantu karyawan meredakan stres dan menghindari penumpukan tekanan. Perusahaan bisa menyediakan area khusus untuk relaksasi, misalnya ruang meditasi.
Selain ruang fisik, perusahaan juga bisa menawarkan waktu istirahat ekstra atau fleksibilitas jam kerja bagi mereka yang sedang merasa kewalahan. Dengan adanya tempat dan waktu untuk “detoks” stres, karyawan bisa kembali bekerja dengan lebih tenang dan tidak membawa beban emosional yang bisa menular ke tim.
Baca Juga: Apa itu ‘Glossophobia’: Rasa Takut yang Bisa Hambat Kemajuan Kariermu
- Atur Beban Kerja dengan Adil
Beban kerja yang berlebihan sering jadi salah satu pemicu utama stress crossover. Pemimpin perlu memperhatikan beban tugas yang diberikan ke setiap karyawan, memastikan distribusinya adil dan sesuai kemampuan masing-masing.
Pemimpin juga bisa memberi izin bagi karyawan yang merasa kewalahan untuk istirahat atau meminta bantuan. Dengan manajemen beban kerja yang proporsional, karyawan bisa lebih fokus tanpa tekanan berlebih yang bikin stres.
Read More