Jalan Terjal Jadi Kepala Sekolah Perempuan di Indonesia

kepala sekolah perempuan

Studi lain menemukan keterkaitan gender dengan sumber otoritas yang digunakan kepala sekolah. Kepala sekolah perempuan cenderung untuk menggunakan pengetahuan instruksional dan pengalaman mereka, sementara kepala sekolah laki-laki lebih sering menggunakan kemampuan mereka untuk membuat keputusan dan otoritas jabatan yang dimiliki.

…Tapi Mereka Lebih Lamban Mendapatkan Promosi

Data kami menunjukkan kesenjangan yang nyata antara jumlah kepala sekolah laki-laki dan perempuan baik di sekolah dasar maupun di madrasah. Di sekolah dasar, hanya sekitar 30 persen kepala sekolah adalah perempuan, dan di madrasah sekitar 13 persen.

Meskipun kinerja kepala sekolah perempuan memuaskan, mereka cenderung naik pangkat lebih lama. Ketika naik pangkat, mereka juga umumnya sudah memiliki pendidikan yang lebih tinggi dan pengalaman kerja yang lebih panjang dibandingkan kepala sekolah laki-laki. Hal ini sesuai temuan bahwa perempuan harus bekerja lebih keras untuk bisa naik jabatan.

Sebuah studi menemukan bahwa di beberapa negara berkembang, termasuk Turki, Cina dan beberapa negara dengan penduduk mayoritas muslim, diskriminasi terhadap perempuan menyebabkan mereka tertinggal dalam hal pengembangan profesionalitas.

Pada konteks ini, kepemimpinan dianggap merupakan “milik” laki-laki dan kurang mendorong perempuan untuk menduduki posisi tersebut.

Di Indonesia, sejarah telah membentuk peran gender. Pada masa Orde Baru, relasi dan peran gender dikontrol oleh negara, dan menempatkan perempuan sebagai ibu dan istri serta membatasi peran mereka di wilayah domestik.

Baca juga: Warga Miskin Cenderung Sekolahkan Anak Perempuan Mereka di Madrasah: Riset