Sibuk, tapi Nggak Produktif? Mengenal ‘Task Masking‘ di Dunia Kerja Modern
Di dunia kerja hari ini, label sibuk sering terdengar seperti bentuk apresiasi. Agenda padat, notifikasi yang terus masuk, hingga kebiasaan membalas pesan kerja di luar jam kantor kerap dianggap sebagai tanda loyalitas dan etos kerja tinggi. Namun, pernahkah kamu berhenti sejenak dan bertanya: apa sebenarnya yang berhasil aku capai hari ini?
Di sinilah paradoks dunia kerja modern muncul. Seseorang bisa tampak sangat sibuk, terkuras energi fisik dan emosional, tetapi hasil kerja yang benar-benar berdampak justru sulit ditemukan. Banyak pekerja menutup hari dengan rasa lelah, namun bingung menyebutkan satu capaian konkret yang memberi kepuasan. Sensasinya mirip berlari di atas treadmill—keringat keluar, napas tersengal, tapi posisi tetap sama.
Alih-alih mempermudah, teknologi kerja sering kali justru memperkuat ilusi kesibukan. Aplikasi chat, email, dan berbagai platform kolaborasi membuat kita selalu terhubung dan merasa harus selalu siap merespons. Fokus pun mudah terpecah. Waktu habis untuk urusan yang sifatnya reaktif—membalas pesan, mengatur jadwal, mengecek notifikasi—bukan untuk pekerjaan yang butuh pemikiran mendalam dan proses kreatif.
Situasi ini diperparah oleh budaya kerja yang mengglorifikasi always busy. Banyak orang takut dicap malas jika terlihat diam atau offline sejenak, meski semua tugasnya sudah selesai. Beristirahat atau tidak terlihat sibuk sering disalahartikan sebagai kurang produktif, bukan sebagai tanda efisiensi kerja. Akibatnya, muncul tekanan untuk terus tampak bekerja, apa pun bentuknya.
Baca Juga: ‘Positive Culture’: Rahasia Budaya Kerja Sehat yang Bikin Karyawan Betah dan Produktif
Apa Itu Task Masking?
Task masking adalah istilah yang muncul di dunia kerja modern untuk menggambarkan situasi di mana seseorang tampak sibuk luar biasa, tapi sebenarnya aktivitas yang dilakukan tidak signifikan terhadap tujuan utama pekerjaannya. Fokusnya bukan pada hasil atau dampak kerja, melainkan pada bagaimana seseorang terlihat produktif supaya dinilai baik oleh atasan atau sistem evaluasi kerja. Dikutip dari Kumparan, Apa Itu Task Masking dalam Dunia Kerja? Ini Pengertian dan Cara Mengatasinya, para ahli dan pengamat budaya kerja menyebut ini sebagai salah satu bentuk performative productivity di tempat kerja kontemporer.
Masih dari Kumparan, task masking sering terjadi ketika pekerja Gen Z dan profesional lain ingin menunjukkan kesibukan tanpa memberikan dampak nyata karena tekanan budaya perusahaan yang terlalu menghargai kesibukan visual ketimbang hasil kerja nyata.
Selain itu, laporan di Forbes melalui artikel Gen-Z Work Trends Like Task Masking Go Viral—Here’s How Leaders Can Adapt, menyebut task masking sebagai tren di kalangan pekerja muda yang mencerminkan kebingungan antara tampil sibuk dan benar-benar produktif.
Bayangkan ketika kamu terlihat sibuk mengetik terus menerus di depan komputer, mengisi kalender dengan rapat, atau selalu terlihat online di aplikasi kerja — tetapi pada kenyataannya, pekerjaan penting yang berdampak belum selesai atau malah tidak dikerjakan sama sekali. Ini adalah esensi task masking: banyak gerak, sedikit kontribusi nyata.
Dalam praktiknya, task masking bisa berupa memperpanjang tugas kecil yang sebenarnya bisa diselesaikan cepat, ikut rapat yang tidak relevan, terus-menerus laporan progress tanpa konteks yang jelas, atau sekadar menjaga status “online” sepanjang hari supaya terlihat produktif.
Penting dipahami bahwa task masking bukan tanda kemalasan atau tidak mau bekerja. Banyak orang yang terjebak dalam perilaku ini sebenarnya peduli dengan pekerjaannya — mereka hanya berada dalam sistem kerja yang salah arah. Ketika penilaian kinerja lebih menekankan pada kehadiran, durasi online, atau kecepatan membalas pesan daripada kualitas hasil, task masking menjadi strategi bertahan.
Fenomena task masking kini juga makin terasa di era kerja remote dan hybrid, di mana tanpa pengawasan fisik sering muncul kebutuhan untuk membuktikan bahwa kita benar-benar bekerja. Akibatnya, aktivitas seperti membalas pesan segera atau menunjukkan diri selalu aktif justru sering diprioritaskan daripada pekerjaan yang membutuhkan pemikiran dalam dan kualitas hasil.
Memahami apa itu task masking adalah langkah penting agar kita bisa mulai membedakan mana yang benar-benar produktif dan mana yang sekadar sibuk tanpa arah. Dengan menyadari hal ini, pembaca dapat ikut mendorong perubahan menuju budaya kerja yang lebih sehat, adil, dan bermakna — di mana hasil kerja dihargai lebih tinggi daripada sekadar tampilan sibuk yang kosong.
Baca Juga: ‘Career Minimalism’: Tren Gen Z yang Menolak ‘Hustle Culture’
Bentuk-Bentuk Task Masking di Kantor
Task masking seringkali tidak muncul dalam bentuk yang dramatis atau ekstrem. Justru, ia hadir lewat kebiasaan sehari-hari yang terlihat normal di kantor — sampai akhirnya dianggap biasa oleh banyak orang. Karena begitu umum, tidak sedikit pekerja yang tidak sadar bahwa apa yang dilakukan sebenarnya lebih bertujuan “terlihat sibuk” daripada benar-benar bekerja efektif. Berikut ini adalah beberapa bentuk task masking yang kerap terjadi di lingkungan kerja, baik offline maupun online:
- Terlihat Selalu Online dan Responsif
Salah satu bentuk task masking yang paling mudah dikenali adalah upaya untuk selalu terlihat online. Misalnya, memastikan status aktif di aplikasi chat kantor, membalas pesan secepat mungkin, atau tetap terlihat sibuk di platform komunikasi bahkan setelah tugas utama selesai. Padahal menurut artikel Mengenal Fenomena Task Masking di Kalangan Gen Z dari Beautynesia.id, kondisi ini justru membuat fokus kerja terpecah karena terlalu banyak mempertahankan kesan aktif dibanding menyelesaikan pekerjaan penting secara mendalam.
- Meeting Berlebihan yang Minim Dampak
Rapat bisa menjadi alat efektif untuk kolaborasi. Namun, task masking muncul ketika rapat diadakan tanpa agenda jelas, tujuan nyata, atau tindak lanjut yang konkret. Banyak orang hadir hanya karena terlihat “sibuk” — bukan untuk berkontribusi pada hasil kerja yang berarti. Fenomena perilaku seperti ini juga dilaporkan dalam artikel Hindari Task-Masking, Begini Cara Tunjukkan Kinerja yang Sebenarnya di Marketeers.com, yang menunjukkan bahwa tekanan untuk tampak sibuk sering membuat rapat jadi simbol kesibukan bukan produktivitas.
- Mengulang dan Memperpanjang Pekerjaan Kecil
Tugas kecil seperti merapikan dokumen berkali-kali, memperbaiki format yang sebenarnya tidak penting, atau mengecek ulang hal hal sepele juga bisa menjadi bentuk task masking. Ini mirip dengan konsep busy work yang disebut oleh Kat Sturtz di artikel The Difference Between Busy Work and Productive Work di RockingYourPath.com, aktivitas yang tampak produktif namun tidak menghasilkan dampak berarti karena tidak fokus pada tugas utama yang memberi nilai nyata.
- Terlalu Sering Update Progres Tanpa Substansi
Memberi laporan atau update berkala memang penting untuk koordinasi tim. Namun, ketika update dilakukan terlalu sering tanpa perkembangan berarti, hal itu lebih mencerminkan usaha untuk terlihat aktif daripada menyampaikan informasi yang benar-benar diperlukan. Hal ini mirip dengan fenomena busy work yang sering membuat komunikasi justru jadi berisik dan melelahkan, bukan membantu tim mencapai tujuan bersama.
- Mengisi Waktu dengan Tugas Reaktif
Kebiasaan terjebak dalam tugas reaktif seperti terus-menerus mengecek email, mengatur jadwal, atau menanggapi permintaan kecil sepanjang hari sering keliru dianggap sebagai produktivitas. Padahal, masih menurut Beautynesia.id, kebiasaan ini hanya menghabiskan energi tanpa memberi dampak nyata karena tugas-tugas strategis yang membutuhkan fokus sering tertunda atau terabaikan.
Baca Juga: Apa Itu Nillionaire? Istilah Viral untuk Generasi yang Gajinya Cuma Numpang Lewat
Strategi Menghindari Task Masking
Keluar dari jebakan task masking bukan soal kerja lebih keras atau menambah jam lembur. Kunci untuk benar-benar produktif justru ada pada bekerja dengan lebih sadar, fokus pada hasil, dan komunikasi yang jujur—baik pada diri sendiri maupun pada orang lain. Di tengah budaya kerja yang sering menilai kesibukan sebagai indikator kontribusi, strategi berikut bisa membantu kita bergerak dari sibuk tanpa makna ke kerja yang bermakna.
Fokus pada Outcome, Bukan Sekadar Aktivitas
Langkah paling penting untuk menghindari task masking adalah mengubah cara kita mengukur produktivitas. Alih-alih menilai kerja dari panjangnya daftar tugas, lebih baik fokus pada apa yang benar-benar dicapai. Menurut artikel Hindari Task-Masking, Begini Cara Tunjukkan Kinerja yang Sebenarnya di Marketeers.com, kinerja yang sehat dilihat dari dampak nyata pekerjaan, bukan sekadar seberapa banyak aktivitas yang dilakukan sepanjang hari. Dengan fokus seperti ini, kamu bakal lebih sadar memilih tugas berdampak daripada “sibuk tapi tidak selesai”.
Prioritaskan Tugas yang Bernilai Tinggi
Tidak semua tugas punya bobot yang sama. Banyak orang terjebak task masking karena memilih tugas kecil yang cepat selesai demi terlihat produktif, padahal tugas strategis yang menantang justru tertunda. Masih dikutip dari Beautynesia, menjelaskan bahwa kebiasaan berpindah dari satu tugas kecil ke tugas kecil lainnya membuat progres nyata sulit terlihat, karena fokus kamu terpecah ke hal-hal yang tidak berdampak signifikan.
Batasi Gangguan & Kerja Reaktif
Saat kita terus-menerus merespons notifikasi email atau chat kerja, meskipun belum siap fokus, kita hanya terjebak dalam mode reaktif. Kamu perlu mengurangi pekerjaan kecil yang bersifat reaktif memberi ruang untuk kerja mendalam dan kolaborasi yang lebih bermakna. Artinya, batasilah gangguan kecil sepanjang hari agar fokus kamu tetap pada hal yang benar-benar penting.
Bangun Komunikasi yang Jujur dan Jelas
Salah satu alasan task masking terus terjadi adalah rasa takut dianggap tidak bekerja jika tidak selalu terlihat sibuk. Padahal, komunikasi yang jujur justru membantu membangun kepercayaan dan meminimalkan kebutuhan untuk “berpura-pura sibuk”. Penyampaian progres secara nyata dan terbuka bisa membuat kolaborasi tim lebih efektif daripada sekadar mengejar impresi produktivitas.
Berani Mengatakan “Tidak Perlu”
Tidak semua rapat harus dihadiri dan tidak setiap tugas harus kamu ambil. Di artikel Hindari Task-Masking, Begini Cara Tunjukkan Kinerja yang Sebenarnya, dari Marketeers, disebutkan bahwa memilih komitmen yang relevan membantu kita fokus pada kerja yang bermakna dan mengurangi aktivitas simbolik yang tidak membawa kemajuan nyata. Ini adalah bentuk kerja sadar: sadar memilih, sadar menolak yang tidak perlu, dan sadar menempatkan energi di tugas yang benar-benar memberikan dampak.
Read More
