
Adakah Cara Sehat Lepas dari Tekanan ‘Hustle Culture’?
Pernah enggak sih kamu merasa 24 jam dalam sehari itu kayaknya selalu kurang? Baru saja satu tugas kelar, sudah harus lanjut ke deadline berikutnya. Tiap hari rasanya nempel terus sama laptop atau gadget, sampai lupa rasanya punya waktu untuk diri sendiri atau nongkrong bareng teman.
Dari luar mungkin kamu kelihatan super-produktif. Tapi di balik itu, kamu sering kelelahan, baik karena tekanan kerja, ekspektasi orang sekitar yang tinggi, sampai budaya kantor yang menganggap stres dan kerja non-stop itu hal biasa. Kalau kamu relate sama semua ini, bisa jadi kamu lagi terjebak dalam yang namanya hustle culture.
Dikutip dari BBC, Hustle culture: Is this the end of rise-and-grind?, hustle culture itu semacam pola pikir yang bikin kita percaya kalau kerja keras tanpa henti adalah satu-satunya jalan menuju sukses. Istirahat dianggap enggak penting, dan waktu santai malah sering dinilai sebagai bentuk kemalasan. Mantra seperti “kerja dulu, tidur belakangan” atau “enggak ada sukses buat yang suka rebahan” jadi semacam slogan enggak resmi buat para pejuang lembur.
Sekilas, gaya hidup ini kelihatan keren dan inspiratif. Tapi kalau ditelaah lebih dalam, hustle culture justru bisa bikin kita terjebak dalam siklus kerja yang bikin capek badan dan pikiran tanpa ujung.
Baca Juga: Mungkinkah Pisahkan Kehidupan Pribadi dan Pekerjaan?
Kenapa Hustle Culture Bisa Ngetren?
Masih dari BBC, ada beberapa alasan kenapa hustle culture jadi booming, apalagi di kalangan anak muda. Salah satunya: Media sosial. Platform seperti Instagram, TikTok, atau LinkedIn sering banget menunjukan sisi glamor dari hidup orang sukses, sibuk terus, kerja keras, penuh pencapaian. Kita pun jadi merasa harus ikut hustle agar kelihatan “berhasil”.
Selain itu, dunia startup dan industri kreatif juga ikut menyumbang tren ini. Banyak perusahaan baru yang bangga banget sama budaya kerja yang ‘gila-gilaan’. Kalimat kayak “demi visi besar, kita harus all out” sering kali bikin karyawan merasa harus mengorbankan waktu pribadi dan kesehatan demi proyek besar.
Belum lagi tekanan ekonomi yang bikin kita merasa harus terus kerja biar bisa survive dan tetap relevan di dunia kerja. Campuran dari semua faktor ini menciptakan ilusi kalau satu-satunya jalan menuju sukses adalah kerja terus, tanpa henti, tanpa jeda.
Baca Juga: Jam Kerja Efektif: Jurus Anti ‘Burn Out’ dan Stres
Tanda-Tanda Kamu Sudah Terjebak Hustle Culture
Kadang kita enggak sadar kalau hidup kita sudah terlalu dikuasai sama yang namanya kerja terus-menerus. Segala hal rasanya berputar di urusan produktivitas. Padahal, jadi produktif itu bagus, tapi kalau sampai bikin kamu lupa sama kehidupan pribadi, itu tandanya sudah enggak sehat.
Dikutip dari Psychology Today, Why Hustle Culture Is Failing You, agar kamu bisa lebih peka, coba cek lima tanda berikut. Bisa jadi kamu udah terjebak hustle culture tanpa sadar.
- Selalu Merasa Bersalah Kalau Lagi Enggak Ngapa-ngapain
Pernah enggak sih lagi santai nonton film terus malah merasa bersalah? Atau waktu rebahan, kepikiran kerjaan terus? Kalau iya, ini bisa jadi sinyal bahaya. Kamu merasa semua waktu harus diisi dengan hal yang produktif, dan istirahat malah bikin kamu tidak nyaman.
- Istirahat Jadi Hal yang Dianggap Enggak Penting
Kamu rela begadang demi menyelesaikan pekerjaan, padahal badan dan pikiran sudah capek banget. Bahkan, kamu merasa bangga bisa kerja lembur tiap malam. Ini tandanya kamu sudah mengabaikan kebutuhan dasar: tidur, recharge, dan tenangin diri.
- Jadwal Kamu Padat Banget dari Pagi Sampai Malam
Kalender kamu penuh sesak dari Senin sampai Minggu. Setiap jam sudah ada agenda. Bahkan akhir pekan pun enggak luput dari to-do list. Kelihatannya kamu sibuk dan produktif, tapi sebenarnya kamu sudah enggak punya waktu buat diri sendiri atau sekadar berhenti sejenak.
- Enggak Bisa Bilang “Tidak” ke Pekerjaan Tambahan
Kamu selalu mengiyakan semua permintaan kerja, walaupun sebenarnya sudah kewalahan. Rasanya enggak enak kalau menolak. Kamu takut dianggap malas atau enggak kompeten, padahal justru kemampuan buat bilang “tidak” itu penting supaya kamu tetap sehat dan enggak burnout.
- Waktu buat Diri Sendiri dan Keluarga Makin Menipis
Coba deh ingat-ingat, kapan terakhir kamu menikmati makan malam bersama keluarga tanpa memikirkan notifikasi kerja? Atau weekend tanpa buka laptop? Kalau hal-hal kecil kayak gitu sudah mulai langka, artinya kamu terlalu larut dalam pekerjaan sampai lupa sama orang-orang terdekat.
Baca Juga: Tips Manajemen Stres di Tempat Kerja yang Efektif
Cara Pelan-Pelan Lepas dari Hustle Culture
Keluar dari hustle culture bukan berarti kamu jadi pemalas atau kehilangan semangat kerja. Justru ini soal menemukan ritme hidup yang lebih sehat dan seimbang. Kamu tetap bisa berkarya dan produktif, tapi dengan cara yang enggak bikin kamu tumbang secara fisik maupun mental.
Dikutip dari Fortune, Hustle culture is a dangerous myth, burnout expert says. Here are 6 ways to beat it, ini dia beberapa tips simpel yang bisa kamu coba buat pelan-pelan lepas dari jebakan kerja terus tanpa henti:
- Mulai dari Sadar Dulu
Langkah pertama: sadari dulu kalau gaya hidup kamu sekarang sudah enggak sehat. Coba perhatikan, apakah waktumu lebih banyak habis buat kerja? Apakah kamu sering menunda istirahat dan tetap lanjut meski sudah capek banget?
Kalau iya, tandanya kamu perlu mengubah cara jalan hidupmu. Dengan sadar sama pola ini, kamu bisa mulai bikin langkah kecil buat memperbaikinya.
- Bikin Batas yang Jelas antara Kerja dan Waktu Pribadi
Penting banget untuk memisahkan waktu kerja sama waktu istirahat. Contohnya:
- Stop buka email kerja di atas jam 7 malam
- Tidak membawa-bawa pekerjaan ke hari libur
- Matikan notifikasi kerja waktu weekend
Kamu butuh waktu buat dirimu sendiri, dan itu sah-sah aja. Batas ini bikin kamu bisa kembali pegang kendali atas waktumu sendiri.
- Ubah Cara Pandang: Sibuk Bukan Berarti Produktif
Banyak orang menganggap sibuk itu keren. Padahal, produktif bukan soal seberapa padat jadwalmu, tapi seberapa efektif kamu menyelesaikan sesuatu. Lebih baik kerja fokus 4 jam tapi beres, daripada 12 jam cuma kelihatan sibuk.
Coba cek aktivitas harianmu, apa semuanya benar-benar penting? Atau ada yang cuma mengabiskan energi saja?
- Belajar Bilang “Enggak”
Menolak itu bukan dosa, kok. Justru itu bentuk self-care. Kamu enggak harus selalu bilang “iya” ke semua hal. Jaga energi dan fokusmu dengan belajar berkata “tidak” pada hal-hal yang bisa ditunda atau enggak penting-penting banget.
Mulai aja dari hal kecil, seperti menolak ikut rapat yang enggak relevan, atau enggak langsung membalas chat kerja setelah jam kantor.
- Kurangi Konten Produktivitas yang Tidak Sehat
Kalau timeline medsos kamu penuh sama orang-orang yang pamer kerja terus tanpa henti, mungkin sudah saatnya bersih-bersih. Banyak konten motivasi yang kelihatannya inspiratif, tapi malah bikin kamu stres dan insecure.
Coba ganti dengan akun-akun yang bahas soal self-care, hidup santai, atau keseimbangan hidup.
- Merayakan Kemajuan Kecil
Enggak perlu langsung berubah 180 derajat dalam semalam. Semua proses butuh waktu, dan setiap langkah kecil yang kamu ambil itu berarti. Misalnya minggu ini kamu bisa tidur cukup, atau berhasil nolak satu tugas tambahan, itu layak dirayakan!
Lama-lama, perubahan kecil ini bisa bantu kamu bangun hidup yang lebih stabil dan mindful.
Read More